SEBUAH PENELITIAN RETROSPEKTIF: PROFIL DERMATITIS SEBOROIK DI POLIKLINIK DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI RSUP PROF DR IGNG NGOERAH PERIODER JULI 2019 - JULI 2022
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.2,FEBRUARI, 2023
Iλ Idirectoryof ∕ ∖ OPEN ACCESS L> <^ι^∖^ JOURNALS
Diterima: 2022-11-09 Revisi: 2022-12-30 Accepted: 25-02-2023
PROFIL DERMATITIS SEBOROIK DI POLIKLINIK DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI RSUP PROF DR IGNG NGOERAH PERIODER JULI 2019 - JULI 2022
Luh Nyoman Arya Wisma Ariani1, Prima Sanjiwani Saraswati Sudarsa1*
-
1. Departemen Dermatologi dan Venereologi FK UNUD/RSUP Prof dr IGNG Ngoerah *e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit kulit kronis yang ditandai rasa gatal dan skuama pada area kulit dominan kelenjar sebasea. Patogenesis DS diduga melibatkan multifaktor dengan produksi kelenjar minyak berlebih dan kolonisasi Malassezia menjadi yang utama. Dermatitis seboroik tidak memiliki predileksi usia, dengan predominansi seks pada pria. Gejala klinis DS berupa patch eritema dengan skuama kekuningan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif untuk melihat profil jumlah kasus, seks, usia, lokasi lesi, dan jenis pengobatan Dermatitis Seboroik di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof IGNG Ngoerah periode Juli 2019 - Juli 2022. Disimpulkan bahwa pasien DS di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof IGNG Ngoerah periode Juli 2019 - Juli 2022 sebagian besar berusia 45-65 tahun (41,86%), pria (51,17%), lokasi lesi wajah (65,11%), serta mendapat pengobatan kortikosteroid dan antijamur topikal yang dikombinasi (67,45%).
Kata kunci : Dermatitis seboroik, RSUP Prof IGNG Ngoerah
ABSTRACT
Seborrheic Dermatitis (SD) is a chronic skin disease, characterized with itch and scales on sebum area. Its pathogenesis is multifactor, dominantly caused by excessive sebaceous gland production and Malassezia colonization. SD present on any age, and mostly on male. Clinical manifestation including erythematous patch with yellowish scales. This study is descriptive retrospective to reveal the number of case, sex, age, location, and treatment of SD patient in Dermatology and Venereology Polyclinic RSUP Prof IGNG Ngoerah during period of Juli 2019 - Juli 2022. The result show 43 cases of SD (0.38%), mostly on age 45-65 years old (41.86%) and males (51.17%), location of lesion mostly on face (65.11%), corticosteroid and antifungal topical (67.45%) is the most used treatment.
Keywords : Seborrheic Dermatitis, RSUP Prof IGNG Ngoerah
nasolabial, dan jenggot) dengan distribusi yang simetris.2,3 Tatalaksana DS bertujuan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki barrier kulit.3,4 Terapi lini pertama adalah pemberian obat topikal seperti kortikosteroid, antijamur, emolien, inhibitor kalsineurin, dan agen keratolitik.5,6,7
Studi terakhir mengenai DS di RSUP Prof IGNG Ngoerah dilakukan pada tahun 2015 sehingga diperlukan studi baru mengenai profil DS di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof IGNG Ngoerah.
Penelitian menggunakan metode retrospektif dengan mengambil data sekunder dari buku registrasi pasien Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof IGNG Ngoerah dan Rekam Medis pasien di Instalasi Rekam Medis RSUP Prof IGNG Ngoerah. Populasi melingkupi semua pasien dengan penyakit kulit di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof
IGNG Ngoerah Periode Juli 2019 - Juli 2022. Sampel penelitian adalah seluruh kasus DS yang tercatat pada periode tersebut. Variabel penelitian adalah jumlah kasus, usia, seks, lokasi lesi, dan jenis pengobatan.
Seluruh pasien DS dijumpai sebanyak 43 (0,38%). Kejadian DS dominan pada pria yaitu 112 pasien (51,17%), dengan usia terbanyak lansia (46-65 tahun) yaitu 41,86 %, dengan lokasi tersering pada wajah (65,11%). Terapi terbanyak yang diberikan berupa kombinasi kortikosteroid dan antijamur (67,45%).
Tabel 1. Distribusi Kasus DS Berdasarkan Usia
Usia |
Jumlah kasus |
% |
Balita (0-5 tahun) |
4 |
9,32 |
Anak-anak (5 S.D <11 | ||
tahun) |
1 |
2,32 |
Remaja (12-25 tahun) |
6 |
13,95 |
Dewasa (26- 45 tahun) |
9 |
20,93 |
Lansia (46-65) |
18 |
41,86 |
Manula > 65 |
5 |
11,62 |
Total |
43 |
100 |
Tabel 2. Distribusi Kasus DS Berdasarkan Seks | ||
Seks Jumlah Kasus |
% | |
Pria 22 |
51,17 | |
Wanita 21 |
48,83 | |
Total 43 |
100 | |
Tabel 3.Distribusi Kasus DS Berdasarkan Lokasi | ||
Lokasi Jumlah Kasus |
% | |
Wajah |
28 |
65,11 |
Wajah, kepala |
11 |
25,58 |
Lainnya |
4 |
9,31 |
Total |
43 |
100 |
Tabel 4.Distribusi Kasus DS Berdasarkan Jenis Pengobatan
Jenis Pengobatan |
Jumlah Kasus |
% |
Kortikosteroid |
14 |
32,55 |
Kortikosteroid + |
29 |
67,45 |
Antijamur | ||
Total |
43 |
100 |
Pada tabel 1 diketahui bahwa usia 46-65 tahun memiliki kasus terbanyak, yaitu 18 (41,86%), kemudian terbanyak kedua yaitu usia 26-45 tahun sebanyak 9 (20,93%). Temuan ini serupa dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2012 yang menunjukkan kelompok usia 46-65 tahun memiliki jumlah kasus terbanyak 74 (55,2%) dari keseluruhan kasus dermatitis seboroik.9 Aktivitas kelenjar sebasea diketahui meningkat pada awal kehidupan, remaja dan dewasa.10
Tabel 2 menunjukkan pria lebih banyak mengalami dermatitis seboroik, yaitu 51,17% dibandingan dengan wanita 48,83%. Temuan ini sejalan dengan hormon androgen yang menstimulasi aktivitas kelenjar sebasea dominan pada pria. Telah diketahui bahwa sebum adalah faktor predisposisi dermatitis seboroik.10,11
Pada tabel 3 lokasi tersering dermatitis seboroik ditemukan pada wajah (65,11%). Temuan ini sejalan dengan literatur yang menyatakan lokasi DS pada kulit yang memiliki kelenjar keringat dominan, yaitu wajah.10,12
Di tabel 4, kortikosteroid + antijamur topikal yang diberikan secara kombinasi menjadi pengobatan tersering yaitu 29 kasus (67,45%), kemudian pemberian hanya kortikosteroid topikal menempati posisi selanjutnya yaitu 14 kasus (32,55%). Kortikosteroid diketahui memiliki efek anti peradangan yang dimiliki. Selain itu juga memiliki efek vasokonstriksi untuk mengurangi kemerahan yang terjadi.13 Penggabungan kortikosteroid dan antijamur yang diberikan secara topikal menjadi pilihan utama karena pengobatan DS bertujuan untuk mengatasi peradangan dan koloni Malassezia,sehingga dapat mencegah kejadian berulang. Pada kasus-kasus DS yang ringan, tatalaksana dapat berupa monoterapi dengan pemberian kortikosteroid topikal potensi rendah.2,12,13
Telah dilakukan penelitian retrospektif untuk mengetahui profil Dermatitis Seboroik di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi RSUP Prof IGNG Ngoerah periode Juli 2019 - Juli 2022.
Jumlah pasien dermatitis seboroik tercatat sebanyak 43 pasien (0,38%). Kejadian dermatitis seboroik lebih tinggi pada pria sebanyak 22 pasien (51,17%), dengan lokasi tersering pada wajah 28 (65,11%), usia terbanyak adalah lansia 18 pasien (46-65 tahun) yaitu 41,86 % dan terapi terbanyak yang diberikan berupa kombinasi kortikosteroid dan antijamur 29 (67,45%).
Kejadian DS disebabkan oleh multifaktorial sehingga tatalaksana DS diberikan secara holistik untuk mengatasi gejala dan mencegah kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's Textbook of Dermatology. 8th ed. Chichester: Wiley-Blackwell; 2010
-
2. Suh DH. Seborrheic dermatitis. In: Kang S,
Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ,
PROFIL DERMATITIS SEBOROIK DI POLIKLINIK DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI RSUP…
McMichael AJ, et al. editors. Fitzpatrick’s dermatology. 9th ed. Vol 1. New York: McGraw-Hill Education; 2019. pp. 428-36.
-
3. Zhang H, Ran Y, Xie Z, Zhang R. Identification of Malassezia species in patients with seborrheic dermatitis in
China. Mycopathologia.2013(175):83-9.
-
4. Dall'Oglio F, Nasca MR, Gerbino C, Micali G. An Overview of the Diagnosis and Management of Seborrheic Dermatitis. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology 2022, 15:1537-1548
-
5. Palamaras I, Kyriakis KP, Stavrianeas NG. Seborrheic dermatitis: lifetime detection rates. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2012 Apr;26(4):524-6
-
6. Hald M, Arendrup MC, Svejgaard EL, Lindskov R, Foged EK, Saunte DM., Danish Society of Dermatology. Evidence-based Danish guidelines for the treatment of Malassezia-related skin diseases. Acta Derm Venereol. 2015 Jan;95(1):12-9.
-
7. Cheong WK, Yeung CK, Torsekar RG, Suh DH, Ungpakorn R, Widaty S, et al. Treatment of seborrheic dermatitis in Asia: A consensus guide. Skin Appendage Disord. 2015;1:187-96.
-
8. Manuaba C, Puspawati D. Profil Penyakit Dermatitis Seboroik Pada Pasien Di Poliklinik Rawat Jalan Rsup Sanglah Denpasar Bali Tahun 2013-2015
(Penelitian Retrospektif). Published Online 2020. Dalam
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1 _dir/a8b484067700103671e4924863ed6335.pdf. Diakses 20 Oktober 2022.
-
9. Terroe RO, Kapantow MG, Kandou RT. Profil Dermatitis Seboroik Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2012. Jurnal e-Clinic (eCl). 2015 (3):1
-
10. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
-
11. Langan EA, Hinde E, Paus R. Prolactin as a candidate sebotrophic hormone?. Exp Dermatol. 2018;27(7):729-736.
-
12. Zani MB, Soares RC, Arruda AC, de Arruda LH, Paulino LC. Ketoconazole does not decrease fungal amount in patients with seborrhoeic dermatitis. Br J Dermatol. 2016 Aug;175(2):417-21.
-
13. Das A, Panda S. Use of Topical Corticosteroids in Dermatology: An Evidence-based
Approach. Indian J Dermatol. 2017 May-Jun;62(3):237-250.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i2.P08
42
Discussion and feedback