IDENTIFIKASI BAKTERI Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus PADA TELEPON GENGGAM MAHASISWA PSSKPD 2019 FAKULTAS KEDOKTRERAN UNIVERSITAS UDAYANA
on

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.7,JULI, 2023


Diterima: 12-03-2023 Revisi: 02-05-2023 Accepted: 25-06-2023
IDENTIFIKASI BAKTERI Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus PADA TELEPON GENGGAM MAHASISWA PSSKPD 2019 FAKULTAS KEDOKTRERAN UNIVERSITAS UDAYANA
Gresya Hendrawan1, I Dewa Made Sukrama2, Ni Nyoman Sri Budayanti2, Made Agus Hendrayana2
-
1. Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
-
2. Bagian Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-mail: gresyahendrawan@student.unud.ac.id
ABSTRAK
Kebersihan dari telepon genggam kerap dilupakan oleh penggunanya, tidak terkecuali oleh mahasiswa. Hal ini menyebabkan telepon genggam dapat beresiko menjadi tempat hidup berbagai bakteri, salah satunya adalah Staphylococcus aureus. Beberapa strain S. aureus memiliki kemampuan bertahan terhadap antibiotik metisilin atau yang disebut Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Adanya bakteri resisten dapat menyebabkan berbagai infeksi serius sehingga lebih sulit untuk disebuhkan dan membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi. Maka dari itu skrining sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan agar dapat mencegah kontaminasi dan infeksinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase mahasiswa PSSKPD 2019 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang yang telepon genggamnya teridentifikasi bakteri S. aureus dan MRSA. Penelitian adalah observasional dengan pendekatan potong lintang deskriptif. Sampel penelitian dipilih secara acak dengan teknik simple random sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan swab pada layar telepon genggam dengan menggunakan lidi kapas steril. Spesimen kemudian ditumbuhkan pada media Mannitol Salt Agar. Koloni yang terbentuk diuji dengan menggunakan metode katalase, koagulase dan pengecatan gram. Sampel yang teridentifikasi positif S. aureus kemudian diperiksa kemampuan resistensinya terhadap antibiotik dengan menggunakan disk cefoxitin 30μg. Penelitian dilakukan pada 37 sampel telepon genggam milik mahasiswa PSSKPD angkatan 2019 FK Unud yang diperiksa untuk mengidentifikasi bakteri S. aureus dan MRSA. Ditemukan sebanyak 4 sampel atau sebesar 10,81% positif S. aureus. Dari total isolat S. aureus, 50% merupakan bakteri MRSA. Terdapat kontaminasi bakteri S. aureus pada telepon genggam milik mahasiswa kedokteran yang cukup tinggi. Di antara bakteri tersebut yang terdapat bakteri yang resisten terhadap antibiotik yaitu MRSA.
Kata kunci : Telepon genggam, Staphylococcus aureus, MRSA, Mahasiswa PSSKPD
ABSTRACT
The cleanliness of mobile phones is often forgotten by users, including students. This causes cell phones to be at risk of becoming a place for various bacteria to live, one of which is Staphylococcus aureus. Some strains of S. aureus have the ability to withstand the antibiotic methicillin or the so-called Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). The presence of resistant bacteria can cause various serious infections that are more difficult to cure and require high treatment costs. Therefore, screening is very important to increase vigilance in order to prevent contamination and infection. This study aims to determine the percentage of medical students batch 2019 of Udayana University whose cell phones were identified as S. aureus and MRSA bacteria. The study was observational with a descriptive cross-sectional approach. The research sample was selected randomly using simple random sampling technique. Sampling was done by swab on the mobile phone screen using a sterile cotton swab. The specimens were then grown on Mannitol Salt Agar media. The colonies formed were tested using catalase, coagulase and gram staining methods. Samples that were identified as positive for S. aureus were then examined for their resistance to antibiotics using a cefoxitin 30μg disk. The study was conducted on 37 cell phone samples belonging to medical students batch 2019 of Udayana University which were examined to identify S. aureus and MRSA bacteria. There were 4 samples or 10.81% positive for S. aureus. Of the total isolates of S. aureus, 50% were MRSA bacteria. There is a high level of bacterial contamination of S. aureus on mobile phones belonging to medical students. Among these bacteria, there are bacteria that are resistant to antibiotics, namely MRSA.
Keywords : Cell phone, Staphylococcus aureus, MRSA, Medical students
PENDAHULUAN disebut flora normal. Flora normal ini dapat kita jumpai pada
Dalam hidup, manusia selalu terpapar bakteri. Bakteri kulit, usus, paru-paru dan organ tubuh lainnya. Selain itu manusia
tersebut ada yang hidup di permukaan luar organ tubuh atau yang dapat terpapar bakteri melalui udara, air, tanah bahkan dari benda-
IDENTIFIKASI BAKTERI Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus PADA TELEPON GENGGAM,. Gresya Hendrawan1, I Dewa Made Sukrama2, Ni Nyoman Sri Budayanti2, Made Agus Hendrayana2
benda yang ada di sekitar kita. Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit bagi manusia disebut dengan bakteri patogen.1
Tubuh manusia yang memiliki sekitar 1.013 sel yang menampung sekitar 1.014 bakteri.2 Pada kulit manusia terdapat berbagai macam flora normal seperti Staphylococcus aureus (S. aureus), Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) dan Propionibacterium acnes. Sedangkan Bacteroides dan Enterobacteriaceae dapat ditemukan di dalam usus.1 Apabila mikroorganisme tersebut berada di luar habitatnya maka dapat mengkontaminasi makanan, minuman bahkan benda-benda yang sering kita gunakan sehingga menimbulkan berbagai penyakit.3
S. aureus merupakan bakteri komensal dan bakteri patogen.4 Bakteri ini dapat ditemukan di dalam tubuh manusia sebagai flora normal pada kulit dan juga selaput lendir seperti hidung. S. aureus yang ada di hidung manusia biasanya hanya bersifat sementara dan ditemukan sekitar 30% pada orang dewasa yang sehat. Sedangkan pada kulit sekitar 20%. Persentase ini lebih tinggi pada pasien yang dirawat di rumah sakit atau pada petugas kesehatan.5
Pada kondisi tertentu, selain sebagai flora normal bakteri S. aureus dapat menjadi penyebab utama berbagai manifestasi klinis. Salah satunya ketika bakteri ini memasuki aliran darah maka dapat perpotensi menjadi infeksi yang sangat serius.6 Infeksi dari S. aureus dapat menyerang lingkungan masyarakat bahkan pada rumah sakit sekaligus.4 Bakteri ini dapat menyebabkan berbagai penyakit kulit dan infeksi pada jaringan lunak seperti abses, bisul, dan selulitis. Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi yang lebih serius seperti pneumonia dan endocarditis.7
Saat ini bakteri S. aureus telah mengalami banyak resistensi terhadap antibiotik, salah satunya terhadap metisilin. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) ada yang ditemukan di lingkungan rumah sakit dan di lingkungan masyarakat. Pada tahun 2020, dilaporkan sebanyak 2.883 kasus MRSA di seluruh dunia. Kasus terbanyak ditemukan di Denmark sebanyak 88%. Untuk kasus community acquired MRSA atau CA-MRSA sendiri ditemukan sebanyak 45% dari total keseluruhan kasus pada 2020.8
Transmisi bakteri dapat melalui kontak langsung pada darah dan cairan tubuh yang terkontraminasi maupun dari metode lainnya dan paling sering melalui tangan yang terkontaminasi.9 Transmisi dari suatu mikroorganisme dapat disebabkan melalui tangan yang tidak bersih.10 Hal ini menyebabkan semua orang beresiko untuk terkontaminasi dikarenakan tangan dapat menjadi pintu masuk berbagai mikroorganisme ke dalam tubuh dan kemudian dapat menyebar.11 Akibatnya, berbagai benda yang kita sentuh memiliki kemungkinan untuk terkontaminasi, terutama benda-benda yang sangat sering digunakan seperti telepon genggam, gagang pintu, remot tv, keyboard, maupun tombol lift.5 Oleh karena berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai uji identifikasi bakteri S. aureus dan MRSA pada sampel telepon genggam milik mahasiswa PSSKPD Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Angkatan 2019.
BAHAN DAN METODE
Penelitian adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan di Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana dan uji identifikasi bakteri MRSA dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada bulan April 2022. Populasi target pada penelitian ini yaitu seluruh mahasiswa PSSKPD jenjang sarjana S1 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memiliki dan menggunakan telepon genggam. Populasi yang dapat dijangkau penelitian ini adalah mahasiswa PSSKPD angkatan 2019 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memiliki dan menggunakan telepon genggam. Penelitian ini mengambil 15% dari populasi yang ada sebagai sampel, sehingga jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 37 sampel. Sampel yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria inklusi serta eksklusi dan akan diambil secara acak dengan teknik simple random sampling dengan cara mengacak daftar absensi mahasiswa sehingga dapat mewakili populasi mahasiswa PSSKPD angkatan 2019. Kriteria inklusi adalah sampel yang diambil merupakan telepon genggam berbentuk touchscreen milik mahasiswa PSSKPD 2019 FK Unud yang bersedia menjadi subjek penelitian dan telah menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah sampel telepon genggam yang baru saja dibersihkan dalam 24 jam terakhir dan sampel telepon genggam ke-2 dan ke-3 milik mahasiswa.
Penelitian ini dimulai dengan pembuatan media mannitol salt agar (MSA), mueller hinton agar (MHA) dan tryptic soy broth (TSB) di laboratorium. Kemudian pemberian penjelasan mengenai penelitian dan penandatanganan informed consent oleh subjek penelitian sebagai bukti kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Prosedur pengambilan sampel dilakukan dengan mengusap permukaan layar telepon genggam milik mahasiswa yang telah terpilih menjadi subjek penelitian dengan menggunakan cotton swab steril yang telah dibasahi oleh NaCl 0.9%. Setelah itu, hasil swab akan dimasukan ke dalam TSB kemudian di bawa ke laboratorium untuk dilakukan uji identifikasi bakteri Staphyococcus aureus dan sensitivitasnya.
Sampel swab yang telah dikumpulkan dikultur dan subkultur pada media MSA pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Subkultur dilakukan untuk menumbuhkan satu spesies bakteri yang kemungkinan Staphylococcus sp. saja. Perubahan yang terjadi akan diamati untuk mencari kemungkinan pertumbuhan bakteri Staphylococcus sp. Koloni Staphylococcus sp. ditandai dengan koloni bakteri yang berwarna kuning dan mampu mengubah warna MSA menjadi warna kuning. Koloni tersebut dilakukan identifikasi lanjutan dengan menggunakan pemeriksaan biokimia berupa uji katalase dan koagulase.
Uji katalase dilakukan dengan mengapuskan koloni bakteri pada tetesan hidrogen peroksida (H2O2) 3% kemudian dilihat perubahan yang terjadi. Hasil dikatakan positif uji katalase jika terbentuk gelembung-gelembung udara. Setelah itu, dilanjutkan dengan uji koagulase dengan menggunakan Staphaurex kit yang merupakan prosedur rapid agglutination test dengan sensitivitas sebesar 99,8% dan spesifisitas 99,5%.12 Reagen Staphaurex diteteskan pada kartu reaksi kemudian koloni bakteri dioleskan dan disuspensikan. Reaksi positif koagulase apabila terjadi aglutinasi pada reagen uji sehingga terbentuk presipitat glanuler seperti pasir. Hasil positif biokimia pada sampel bakteri mengindikasikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan bakteri S. aureus.
Hasil positif uji biokimia diperiksa kembali dengan identifikasi pewarnaan gram. Proses pewarnaan gram dimulai
IDENTIFIKASI BAKTERI Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus PADA TELEPON GENGGAM,.
dengan meneteskan aquadest pada kaca preparat kemudian dicampurkan dengan koloni bakteri. Apusan tersebut disuspensikan dan difiksasi di atas api bunsen hingga kering. Selanjutnya crystal violet diteteskan hingga menutupi seluruh permukaan hapusan kemudian didiamkan hingga 1 menit dan dibilas dengan air mengalir. Pewarnaan selanjutnya adalah dengan menggunakan lugol yang diteteskan ke seluruh permukaan apusan kemudian didiamkan selama 1 menit dan dibilas kembali dengan air mengalir. Setelah itu dilakukan dekolorisasi menggunakan alkohol 95% dan didiamkan selama 10-20 detik kemudian dibilas kembali. Larutan pewarnaan terakhir adalah safranin yang diteteskan pada apusan kemudian ditunggu selama 2 menit dan alirkan dengan air kembali. Setelah dilakukan pewarnaan, apusan akan dikeringkan dan diobservasi dengan menggunakan mikroskop. Hasil dikatakan Staphylococcus sp. jika di bawah mikroskop terlihat bakteri dengan gambaran bulat yang bergerombol membentuk seperti buah anggur berwarna keunguan. Hasil tersebut akan dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengidentifikasi MRSA.
Uji kepekaan S. aureus terhadap metisilin dilakukan dengan metode tes Kirby Bauer atau metode difusi cakram menggunakan disk cefoxitin 30μg. Identifikasi MRSA dimulai dengan melakukan subkultur bakteri Staphylococcus aureus pada media MHA. Bakteri yang tumbuh kemudian koloninya diambil dan dibuat suspensi yang sesuai dengan kekeruhan pada McFarland. Selanjutnya suspensi tersebut diambil dengan menggunakan lidi kapas dan diapuskan pada permukaan MHA lalu dibiarkan mengering pada suhu ruang selama 3-5 menit. Kemudian disk cefoxitin 30μg diletakan diatas permukaan MHA dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37oC. Uji identifikasi MRSA ini dilakukan secara duplo (dua kali) yang mana hasil data pertama dan kedua akan dibandingkan agar mendapatkan hasil yang akurat.
Kemampuan resistensi S. aureus terhadap cefoxitin 30μg ditentukan dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk dan mengikuti pedoman dari CLSI. S. aureus resisten cefoxitin memiliki diameter zona hambat pertumbuhan ≤ 21 mm, sedangkan S. aureus yang sensitif terhadap cefoxitin memiliki zona hambat pertumbuhan ≥ 22 mm.13
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dan izin kelayakan etik oleh pihak Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar melalui surat keterangan kelaikan etik (ethical clearance) dengan nomor 340/UN14.2.2.VII.14/LT/2022.
HASIL
Hasil kultur dan subkultur pada MSA ditemukan sebanyak 21 dari 37 sampel menghasilkan bakteri kekuningan yang mengubah MSA menjadi kuning. Hal ini menunjukan kemungkinan pertumbuhan dari bakteri Staphylococcus sp. seperti yang terlihat pada Gambar 1. Sedangkan 16 sampel di antaranya ditemukan bakteri berwarna putih dengan zona merah di sekitarnya yang mengindikasikan bahwa bakteri tersebut bukan merupakan bakteri Staphylococcus sp.
Gambar 1. Hasil subkultur dari beberapa sampel pada media MSA. Sampel no 3, 22 dan 27 menunjukan kemungkinan pertumbuhan bakteri Staphylococcus sp. karena mampu mengubah warna MSA menjadi kuning
Pemeriksaan biokimia dilakukan dengan memeriksa hasil subkultur melalui pemeriksaan katalase dan koagulase untuk mengidentifikasi S. aureus. Dari hasil pemeriksaan 21 sampel yang diuji, seluruhnya positif katalase yang mengindikasikan bakteri tersebut merupakan bakteri Staphylococcus sp. seperti pada Gambar 2. Sampel yang positif pemeriksaan katalase diuji lanjutan dengan koagulase. Didapatkan 4 dari 21 sampel yang diperiksa merupakan positif koagulase. Hasil positif koagulase menunjukan bahwa bakteri yang diperiksa merupakan bakteri S. aureus, seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Hasil pemeriksaan katalase. Terbentuk gelembung udara yang menunjukan hasil positif katalase
Gambar 3. Hasil pemeriksaan koagulase dengan menggunakan Staphaurex kit. Terbentuk presipitat granuler seperti pasir yang menunjukan hasil positif koagulase
Sebanyak 4 sampel hasil positif uji biokimia diperiksa kembali menggunakan pengecatan gram. Dari pengamatan pewarnaan gram didapatkan sebanyak 4 sampel merupakan bakteri Staphylococcus sp. seperti yang tertera pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil pengecatan gram. Terlihat gambaran bakteri berbentuk bulat berwarna ungu dengan susunan bergerombol menyerupai buah anggur di bawah mikroskop yang menunjukan bakteri Staphylococcus sp.
Berdasarkan hasil uji identifikasi MRSA dengan menggunakan pedoman CLSI, ditemukan sebanyak dua sampel merupakan bakteri yang resisten terhadap cefoxitin atau merupakan bakteri MRSA. Zona hambat kedua sampel tersebut sebesar 18,17 mm (Gambar 5) dan 19,05 mm (Gambar 6). Sedangkan dua sampel lainnya merupakan bakteri S. aureus yang sensitif terhadap cefoxitin atau bakteri Methicillin-susceptible Staphylococcus aureus (MSSA) karena memiliki zona hambat sebesar 34,05 mm (Gambar 7) dan 28,92 mm (Gambar 8).
Gambar 5. Diameter zona hambat sampel no 14 yang dilakukan secara duplo sebesar 18,17 mm. Sampel no 14 merupakan bakteri MRSA
Gambar 7. Diameter zona hambat sampel no 3 yang dilakukan secara duplo sebesar 34,05 mm. Sampel no 3 merupakan bakteri MSSA
Gambar 8. Diameter zona hambat sampel no 27 yang dilakukan secara duplo sebesar 28,92 mm. Sampel no 27 merupakan bakteri MSSA
Hasil dari seluruh pemeriksaan baik subkultur, uji biokimia, pengecatan gram, dan juga pemeriksaan zona hambat cefoxitin dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Hasil Pengamatan
Hasil n Keterangan Hasil Pengamatan
Subkultur
Koloni bakteri berbentuk bulat
21 berwarna putih kekuningan dengan zona kuning disekitarnya

Gambar 6. Diameter zona hambat sampel no 25 yang dilakukan secara duplo sebesar 19,05 mm. Sampel no 25
merupakan bakteri MRSA
Koloni bakteri berwarna putih dengan zona merah disekitarnya
(+) 21 Ditemukan adanya gelembung
(-) 0 Tidak terbentuk gelembung
Koagulase
(+) (-)
Terbentuk prespitat granuler seperti butiran pasir
17 Tidak terbentuk butiran pasir
Pengecatan Gram
4
0
Bakteri berbentuk bulat/coccus bergerombol berwarna ungu Bakteri tidak berbentuk bulat
bergerombol dan berwarna merah
Pemeriksaan Zona Hambat Cefoxitin
Diameter zona hambat
MRSA 2 pertumbuhan ≤ 21 mm
MSSA 2
Diameter
zona
hambat
pertumbuhan ≥ 22 mm
Selain S. aureus dan MRSA, penelitian ini menemukan bahwa 17 sampel di antaranya merupakan bakteri Stapylococcus koagulase negatif (45,94%) karena tidak menghasilkan presipitat granuler seperti pasir pada pemeriksaan koagulase. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 16 sampel bukan merupakan bakteri Staphylococcus sp. (43,24%) karena tidak mengubah zona disekitar koloni pada MSA menjadi kuning. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Hasil Identifikasi Bakteri
Bakteri |
n |
% |
Bukan Staphylococcus sp. |
16 |
43,24 |
Staphylococcus koagulase negatif |
17 |
45,94 |
Staphylococcus aureus |
4 |
10,81 |
MSSA |
2 |
50 |
MRSA |
2 |
50 |
PEMBAHASAN
S. aureus adalah bakteri komensal patogen. Hal ini dikarenakan bakteri ini merupakan salah satu flora normal pada tubuh, namun jika jumlahnya berlebih maka bakteri ini juga dapat menyebabkan berbagai penyakit mulai dari infeksi ringan pada kulit seperti jerawat hingga toxic shock syndrome. Bakteri S. aureus memiliki kemampuan yang baik untuk bertahan pada lingkungan kering sehingga mampu hidup pada permukaan telepon genggam. Adanya bakteri flora normal manusia pada telepon genggam ini bukan tanpa sebab, melainkan karena penggunaan telepon genggam yang sangat masif pada kegiatan sehari-hari. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Fulgoni dan Lipsman, bahwa rata-rata setiap orang menghabiskan waktunya dengan telepon genggam selama tiga jam dan disentuh lebih dari 2617 kali per harinya.14
Kemampuan adaptasi bakteri S. aureus tidak hanya pada lingkungan saja tetapi juga terhadap antibiotik. Hal ini diakibatkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Oleh sebab itu, saat ini terdapat strain S. aureus yang tidak lagi dapat diatasi dengan antibiotik yang umum dipakai atau yang disebut sebagai bakteri resisten, yaitu MRSA. Hal ini menyebabkan adanya persebaran bakteri MRSA pada lingkungan masyarakat (CA-MRSA) dan juga melalui infeksi nosokomial (HA-MRSA). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri MRSA pada permukaan layar telepon genggam sehingga dapat mengetahui persentase kontaminasi bakteri ini pada telepon genggam milik mahasiswa PSSKPD 2019 FK Unud. Skrining ini juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaaan agar dapat mencegah kontaminasi dan juga infeksi akibat bakteri MRSA.
Pada penelitian ini sebanyak 37 sampel swab permukaan layar telepon genggam diambil secara acak dari mahasiswa PSSKPD 2019 FK Unud. Setelah dilakukan uji di Lab Mikrobiologi FK Unud, ditemukan sebanyak 4 sampel yang positif S. aureus. Hal ini berarti sebanyak 10,81% telepon genggam mahasiswa PSSKPD 2019 FK Unud yang
terkontaminasi bakteri S. aureus dari keseluruhan sampel yang diperiksa. Sampel dikatakan positif S. aureus karena dari pemeriksaan kultur dan subkultur ditemukan koloni bakteri yang berwarna kuning yang mampu mengubah warna MSA di sekelilingnya menjadi berwarna kuning, membentuk gelembung pada pemeriksaan katalase, menghasilkan presipitat granuler seperti pasir pada pemeriksaan koagulase, dan pada pemeriksaan di bawah mikroskop terlihat bakteri berbentuk bulat bergerombol berwarna ungu setelah dilakukan pengecatan gram. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Manipal Teaching Hospital, Nepal oleh Bhatta dkk. pada tahun 2022, bahwa kolonisasi bakteri S. aureus dapat ditemukan di berbagai benda di sekitar salah satunya pada telepon genggam.15 Hasil penelitian ini juga menunjukan persentase S. aureus yang hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Furuhata dkk. di Jepang. Berdasarkan penelitian tersebut yang melibatkan 319 sampel telepon genggam milik mahasiswa, ditemukan bahwa sebanyak 101 sampel terkontaminasi oleh Staphylococcus sp. dengan 11 sampel (10,9%) di antaranya merupakan bakteri S. aureus.16
Deteksi MRSA dilakukan dengan melihat kepekaan S. aureus terhadap antibiotika cefoxitin. Metode difusi cakram cefoxitin memiliki spesifisitas dan sensitivitas sebesar 100% sehingga menjadi metode yang telah banyak digunakan dalam mendeteksi MRSA.17 Berdasarkan kriteria dari CLSI, bakteri S. aureus dikatakan resisten terhadap antibiotik cefoxitin atau MRSA jika memiliki zona hambat pertumbuhan sebesar ≤ 21 mm.13
Prevalensi MRSA yang ditemukan dari penelitian ini adalah sebanyak dua sampel atau 50%. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahajan dan Singh di Punjab, India pada tahun 2019, di mana ditemukan sebanyak 50% bakteri MRSA yang diisolasi dari telepon genggam.18 Bakteri S. aureus mampu menjadi resisten akibat adanya gen MecA yang mampu menghasilkan PBP2a.19 Penyebaran MRSA dapat terjadi melalui kontak skin-to-skin dengan orang yang terinfeksi maupun melalui benda-benda di sekitar yang mengandung bakteri ini.20 Kontak melalui sentuhan dengan tangan yang tidak disanitasi dengan baik atau menyentuh permukaan yang kotor menyebabkan telepon genggam yang digunakan dapat terkontaminasi oleh bakteri S. aureus yang resisten ini.21 Kemudian bakteri MRSA dapat menyebar dengan cepat melalui telepon genggam dari tangan ke tangan, dan tangan ke bagian tubuh lainnya seperti mulut, hidung, dan telinga selama penggunaannya maupun selama panggilan telepon.22 Adanya strain yang resisten ini mampu menimbulkan infeksi yang serius yang dapat mengarah ke sepsis hingga kematian. Selain itu, infeksi yang disebabkan oleh MRSA juga lebih sulit untuk disembuhkan sehingga nantinya akan meningkatkan biaya pengobatan.20
Penelitian ini mendapatkan bakteri terbanyak yang ditemukan pada telepon genggam mahasiswa PSSKPD 2019 FK Unud adalah bakteri Staphylococcus koagulase negatif dengan jumlah sampel yang teridentifikasi sebanyak 17 sampel atau sebesar 45,94%. Hal ini sesuai dengan tinjauan dari berbagai literatur yang telah dilakukan oleh Olsen dkk. pada tahun 2020. Dikatakan bahwa berdasarkan 56 studi yang telah dilakukan di 24 negara, 54 penelitian di antaranya mengidentifikasi adanya bakteri pada telepon genggam yang diperiksa. Hasil dari penelitian tersebut mendapatkan bahwa S. aureus dan Staphylococcus koagulase negatif merupakan organisme yang paling banyak
diidentifikasi pada telepon genggam.23 Penelitian yang dilakukan oleh Gashaw dkk. dari Universitas Gondari di Etiopia juga menemukan bahwa bakteri Staphylococcus koagulase negatif merupakan bakteri terbanyak yang ditemukan di telepon genggam dengan prevalensi sebesar 47,5%.24 Selain itu, dari penelitian ini didapatkan bahwa terdapat bakteri bukan Staphylococcus yang mengkontaminasi telepon genggam, yaitu sebanyak 16 sampel (43,24%).
Telepon genggam merupakan tempat berbagai macam mikroorganisme, salah satunya bakteri. Seperti pada penelitian ini, ditemukan seluruh sampel telepon genggam teridentifikasi memiliki bakteri. Di mana di antara bakteri yang teridentifikasi tersebut terdapat bakteri yang resisten terhadap antibiotik sehingga menimbulkan resiko ancaman terhadap kesehatan. Oleh sebab itu, kebersihan telepon genggam perlu mendapat perhatian lebih dari setiap individu penggunanya.
SIMPULAN DAN SARAN
Persentase mahasiswa PSSKPD 2019 FK Unud dengan telepon genggam yang terkontaminasi bakteri S. aureus adalah sebesar 10,81% (4/37). Di antara S. aureus tersebut terdapat populasi bakteri MRSA yaitu sebanyak 50% (2/4). Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa telepon genggam dapat menyimpan berbagai macam bakteri termasuk bakteri MRSA yang berpotensi mengancam kesehatan bagi penggunanya.
Penelitian ini masih memiliki kekurangan dimana jumlah sampel penelitian yang terbatas dan tidak meninjau lebih dalam mengenai hubungan karakteristik subjek, tingkat praktik higenitas maupun faktor resikonya dengan kolonisasi bakteri S. aureus dan MRSA. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai kontaminasi bakteri S. aureus dan MRSA pada sampel yang lebih banyak serta beragam dan diperlukan pemeriksaan lebih menyeluruh mengenai spesies bakteri apa saja yang ditemukan pada telepon genggam.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Carroll KC, Hobden JA. Pathogenesis of Bacterial Infection.
Jawetz, Melnick Adelberg’s Med Microbiol. 2016;(April):153–68.
-
2. Qeios. Normal Flora. In: Definitions. 2020.
-
3. Damayanti S. Waspadai Bakteri pada HP. 2015;(18):1–2.
Available from:
http://repository.unimus.ac.id/202/1/Waspadai Bakteri pada HP 1.pdf
-
4. Tong SYC, Davis JS, Eichenberger E, Holland TL, Fowler VG. Staphylococcus aureus infections: Epidemiology, pathophysiology, clinical manifestations, and management. Clin Microbiol Rev. 2015;28(3):603–61.
-
5. Bush LM. Staphylococcus aureus Infections - Infections -MSD Manual Consumer Version [Internet]. College of Medicine, Florida Atlantic University. 2018. Available from: https://www.msdmanuals.com/home/infections/bacterial-infections-gram-positive-bacteria/staphylococcus-aureus-infections%0Ahttps://www.msdmanuals.com/en-gb/home/infections/bacterial-infections-gram-positive-bacteria/staphylococcus-aureus-infections#%0Ahttp
-
6. Taylor TA, Unakal CG. Staphylococcus Aureus BT -StatPearls. In Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020. Available from:
https://www.unboundmedicine.com/medline/citation/287228 98/StatPearls
-
7. Kenneth J. Ryan, Nafees Ahmad, J. Andrew Alspaugh WLD. Sherris Medical Microbiology-McGraw-Hill Education. 2018.
-
8. SSI. MRSA - disease prevalence report 2020 [Internet].
Statens Serum Institut. 2021 [cited 2021Dec18]. Available from: https://en.ssi.dk/surveillance-and-
preparedness/surveillance-in-denmark/annual-reports-on-disease-incidence/mrsa---disease-prevalence-report-2020
-
9. Murray P, Rosenthal K, Pfaller M. Medical Microbiology, 9a ed. [Internet]. Vol. 9. 2021. 241–250 p. Available from: http://evolve.elsevier.com/Murray/microbiology/
-
10. Ardana IGAGO. Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan Dapat Meningkatkan Pengetahuan Cuci Tangan, Menurunkan Jumlah Koloni Dan Bakteri Staphylococcus aureus Pada Tangan Co Ass FKG Unmas Denpasar. 2016;
-
11. Wulansari NT, Parut AA. Pengendalian Jumlah Angka Mikroorganisme Pada Tangan Melalui Proses Hand Hygiene. J Media Sains [Internet]. 2019;3(1):7–13. Available from:
https://jurnal.undhirabali.ac.id/index.php/mp3/article/view/69 4
-
12. Oktavian HI, Budayanti NNS, Darwinata AE, Hendrayana MA. Prevalensi Karier Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus dan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus Mahasiswa Angkatan 2016, Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. J Med Udayana. 2020;9(11):37–42.
-
13. CDC. MRSA - Laboratory testing [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. 2019 [cited 2022Jun12]. Available from: https://www.cdc.gov/mrsa/lab/index.html
-
14. Fulgoni GM, Lipsman A. Are you using the right mobile advertising metrics?: How relevant mobile measures change the cross-platform advertising equation. J Advert Res. 2017;57(3):245–9.
-
15. Bhatta DR, Koirala S, Baral A, Amatya NM, Parajuli S, Shrestha R, et al. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus Contamination of Frequently Touched Objects in Intensive Care Units: Potential Threat of Nosocomial Infections. Can J Infect Dis Med Microbiol. 2022;2022:1–6.
-
16. Furuhata K, Ishizaki N, Sogawa K, Kawakami Y, Lee SI, Sato M, et al. Isolation, identification and antibacterial susceptibility of Staphylococcus spp. associated with the mobile phones of university students. Biocontrol Sci. 2016;21(2):91–8.
-
17. Sultana H, Nath Sarker J, Abdullah Yusuf M, Tofael Hossain Bhuiyan M, Mostaqimur Rahman M, Tarafder S. Validity of Cefoxitin Disc Diffusion Test for the Detection of Methicillin-resistant Staphylococcus Aureus. Am J Infect Dis Microbiol. 2018;6(1):26–9.
-
18. Mahajan G, Singh H. Prevalence of Nosocomial Infection Through Mobile Phones In Tertiary Care Hospitals of Punjab. 2019;(16).
-
19. Guo Y, Song G, Sun M, Wang J, Wang Y. Prevalence and Therapies of Antibiotic-Resistance in Staphylococcus aureus. Front Cell Infect Microbiol. 2020;10(March):1–11.
-
20. CDC. MRSA - Laboratory testing [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. 2019 [cited 2022Jun12]. Available from: https://www.cdc.gov/mrsa/lab/index.html
-
21. MRSA infection [Internet]. Mayo Clinic. Mayo Foundation for Medical Education and Research; 2020 [cited
2022Sep11]. Available from:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/mrsa/symptoms-causes/syc-20375336
-
22. Khadka S, Adhikari S, Sapkota S, Shrestha P. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus Associated with Mobile Phones. SOJ Microbiol Infect Dis. 2018;6(1):1–6.
-
23. Olsen M, Campos M, Lohning A, Jones P, Legget J, Bannach-brown A, et al. Since January 2020 Elsevier has created a COVID-19 resource centre with free information in English and Mandarin on the novel coronavirus COVID- 19 . The COVID-19 resource centre is hosted on Elsevier Connect , the company ’ s public news and information. Travel Med Infect Dis J homepage
www.elsevier.com/locate/tmaid Mob [Internet].
2020;35(January):9–11. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.tmaid.2020.101704
-
24. Gashaw M, Abtew D, Addis Z. Prevalence and Antimicrobial Susceptibility Pattern of Bacteria Isolated from Mobile Phones of Health Care Professionals Working in Gondar Town Health Centers. López-Valcárcel BG, Mawson AR, editors. ISRN Public Health [Internet]. 2014;2014:205074. Available from:
https://doi.org/10.1155/2014/205074
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i7.P12
85
Discussion and feedback