ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.12,DESEMBER, 2022


Diterima: 2022-10-03 Revisi: 2022-11-13 Accepted: 25-12-2022

PROFIL DAN KARAKTERISTIK KLINIS PENGGUNAAN OBAT DISPEPSIA

Nur Hasanah1, Lela kania Rahsa Puji2, Silvester Maximus Tulandi3, Fadly Putrajaya1, Indah Kusmana1 1. Jurusan Farmasi, STIKes Widya Dharma Husada, tangerang, Indonesia

  • 2    Jurusan Kesehatan Masyarakat, STIKes Widya Dharma Husada, tangerang, Indonesia 3Departemen Analisis Farmasi dan Makanan, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Dispepsia merupakan sindrom dengan gejala rasa nyeri pada gastrointestinal bagian atas, perut kembung, nyeri epigastrium/ulu hati, rasa cepat kenyang, mual dan muntah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dan karakteristik penggunaan obat dispepsia di Klinik Icon 8 BSD tahun 2021 berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, menifestasi klinik, golongan obat, variasi obat antiulkus, bentuk sediaan dan rute pemberian obat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan studi evalusi data retrospektif, data diperoleh dari rekam medis pasien dispepsia menggunakan metode probability sampling, lalu disajikan dalam bentuk persentase dan tabel. Hasil penelitian menunjukan pasien dispepsia didominasi oleh rentang usia 26-45 tahun (43,2%), jenis kelamin perempuan (51,9%), berpendidikan perguruan tinggi (41,4%) dan memiliki pekerjaan sebagai karyawan (33,3%). Karakteristik klinis pasien dispepsia yang paling banyak dialami yaitu mual (72,2%). Berdasarkan golongan obat Antagonis H2 jenis obat ranitidin (20,4%), dengan kombinasi 2 obat antiulkus yaitu omeprazole dan ranitidin (15,4%), bentuk sediaan tablet (70,9%) dan rute pemberian secara oral (96,6%). Kesimpulan: Penderita Dispepsia umumnya wanita berusia 26-45 berpendidikan tinggi, dengan gejala utama adalah mual, terapi obat yang diberikan adalah ranitidine sediaan tablet yang diberikan secara oral

Kata kunci : Dispepsia., Gastrointestinal., Epigastrium., Gangguan lambung., Mual

ABSTRACT

Dyspepsia is a syndrome with upper gastrointestinal pain, flatulence, epigastric/heartburn pain, early satiety, nausea, and vomiting. This study aims to determine the profile and characteristics of the use of dyspeptic drugs at Icon 8 BSD Clinic in 2021 based on age, gender, education, occupation, clinical manifestations, drug class, and variations for antiulcer medicines, dosage forms, and drug administration routes. This study is a descriptive study with a retrospective data evaluation; the data obtained from the medical records of dyspeptic patients using the probability sampling method is then presented as percentages and tables. The results showed that dyspepsia patients were dominated by the age range of 26-45 years (43.2%), female gender (51.9%), college education (41.4%), and having a job as an employee (33.3%). The most common clinical characteristic of dyspeptic patients was nausea (72.2%). Based on the H2 antagonist drug class, ranitidine (20.4%), with a combination of 2 antiulcer drugs, namely omeprazole and ranitidine (15.4%), tablet dosage form (70.9%) and oral route of administration (96.6% ).

Keywords : Dyspepsia., Gastrointestinal., Epigastric., Gastric disorders., Nausea

PENDAHULUAN

Penyakit tidak menular menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas dibeberapa negara termasuk Indonesia.1 Menurut data World Health Organization (WHO) angka kematian dunia karena penyakit tidak menular yaitu 60,8% pada tahun 2000 dan mengalami peningkatan menjadi 73,6% pada tahun 2019.2 Perkembangan media sosial seiring dengan perbaikan sosial ekonomi telah memyebabkan perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat seperti pola makan yang tidak teratur, kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran lingkungan, hal ini


mempengaruhi peningkatan kasus penyakit tidak menular seperti dispepsia. 3

Dispepsia merupakan gangguan pencernaan atau sindrom dengan gejala sakit perut bagian atas gastrointestinal, rasa cepat kenyang, nyeri ulu hati atau epigastrium, kembung, sendawa, mual dan muntah.4 Diperkirakan hampir 30% kasus dispepsia yang terjadi pada praktek umum dan 60% terjadi pada praktek gastroenterologist.5

Berdasarkan statistik Jaminan Sosial Nasional (JKN) 2014 – 2018 yang diterbitkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional BPJS Kesehatan pada tahun 2020, dispepsia menempati urutan ke 5


Tabel 1 Karakteristik Sosiodemografi Pasien Dispepsia (n = 162)

Kategori

Variabel

Jumlah Pasien

Persentase (%)

Usia

0-5 Tahun

0

0

6-11 Tahun

4

2,5

12-25 Tahun

46

28,4

26-45 Tahun

70

43,2

46-65 Tahun

30

18,5

>65 Tahun

12

7,4

Jenis Kelamin

Perempuan

84

51,9

Laki-laki

78

48,1

Pendidikan

Belum sekolah

0

0

SD

13

8,0

SMP

22

13,6

SMA

60

37,0

Perguruan Tinggi

67

41,4

Pekerjaan

PNS

13

8,0

Karyawan

54

33,3

IRT

26

16,0

Wiraswasta

20

12,3

Pelajar

35

21,6

Tidak diketahui

14

8,6

Berdasarkan Tabel 1 dispepsia paling banyak dialami berpendidikan perguruan tinggi (41,4%) dan memiliki oleh usia 26-45 tahun (43,2%), berjenis kelamin perempuan pekerjaan sebagai karyawan (33,3%).

(51,9%),

2.Karakteristik Klinis Pasien Dispepsia

Tabel 2 Manifestasi Klinik Jumlah Pasien

Manifestasi Klinik

Jumlah Pasien

Persentase (%)

Nyeri epigastrium

102

62,9

Mual

117

72,2

Muntah

84

51,8

Sakit perut

101

62,3

Sakit kepala

47

29,0

Sendawa

89

54,9

Demam

12

7,4

Rasa panas didada

76

46,9

Berdasarkan Tabel 2 gejala terbanyak yang dialami oleh pasien dispepsia yaitu mual (72,2%).

  • 3 . Profil Penggunaan Obat Dispepsia

  • a.    Berdasarkan Golongan

    Tabel 3 Golongan Obat Dispepsia

    Golongan Obat

    Jenis Obat

    Frekuensi(%)

    Antasida

    Antasida doen

    106 (20,0)

    PPI

    Omeprazole

    Lansoprazole

    Esomeprazole

    56(10,6)

    36(6,8)

    45(8,5)

    Antagonis H2

    Ranitidin

    108(20,4)

    Sitoproteksi

    Sukralfat

    21(4,0)

    Antiemetik

    Domperidone Ondansetron

    49(9,3)

    53(10,0)

    Suplement

    Vitamin B1, B6, B12 Curcuma

    9(1,7)

    7(1,3)

    Sefalosporin

    Cefadroxil

    3(0,6)

    Analgesik non Opoid

    Parasetamol

    36(6,8)

    Ket : PPI = Proton Pump Inhibitor

Berdasarkan Tabel 3 golongan obat yang paling banyak golongan Antagonis H2 jenis obat ranitidin (20,4%). digunakan yaitu

  • b.    Variasi Jumlah Obat Antiulkus

Tabel 4 Variasi Jumlah Obat Antiulkus

Variasi Obat Antiulkus

Jenis Obat

Jumlah (%)

Tunggal

Ran

5(3,1)

AD

3(1,9)

Lansoprazole

1(0,6)

Kombinasi 2 antiulkus

Omeprazole + Ran

25(15,4)

AD + Lansoprazole

21(13,0)

AD + Ran

14(8,6)

Lansoprazole + Ran

11 (6,8)

AD + Omeprazole

7 (4,3)

AD + Esomeprazole

6 (3,7)

Esomeprazole + Ran

5 (3,1)

Omeprazole + Suk                                                3(1,9)

Esomeprazole + Suk                                              3(1,9)

AD + Suk                                                       1 (0,6)

Kombinasi 3 antiulkus

AD + Esomeprazole + Ran                                     21(13,0)

AD + Omeprazole + Ran                                       19(11,7)

AD + Esomeprazole + Suk                                      7 (4,3)

Esomeprazole + Ran + Suk                                        3(1,9)

AD + Lansoprazole + Ran                                         3(1,9)

AD + Omeprazole + Suk                                        2 (1,2)

AD + Ran + Suk                                               2 (1,2)

Ket:  AD: Antasida doen

Ran: Ranitidin    Suk: Sukralfat

Berdasarkan Tabel 4 variasi jumlah obat antiulkus paling kombinasi 2 antiulkus dengan jenis obat omeprazole dan banyak diberikan yaitu                                         ranitidin (15,4%).

  • c.    Bentuk Sediaan

Tabel 5 Bentuk Sediaan Obat Dispepsia

Bentuk Sediaan

Frekuensi                          Persentase (%)

Kapsul Suspensi Tablet Sirup Ampul

92                                  17,4

33                                     6,2

375                                 70,9

11                                       2,1

18                                     3,4

Berdasarkan Tabel 5 bentuk sediaan obat dispepsiapaling

banyak digunakan yaitu sediaan tablet (70,9%).

d. Rute Pemberian

Tabel 6 Rute Pemberian Obat Dispepsia

Rute Pemberian

Frekuensi(%)

Oral

511(96,6)

Intravena

18(3,4)

Berdasarkan Tabel 6 rute pemberian obat dispepsia paling banyak pemberian secara oral (96,6%).

dari 100 penyakit terbanyak pada Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) tahun 2017 dengan angka 4.959.077 dan mengalami peningkatan menjadi urutan ke 4 dari 100 penyakit tebanyak pada Rawat Jalan Tingkat Petama (RJTP) tahun 2018 dengan angka 5.683.350.6

Menurut data rekam medis di Klinik Icon 8 penderita dispepsia mengalami peningkatan pada tahun 2020 berjumlah 210 pasien yang sebelumnya pada tahun 2019 berjumlah 142 pasien.

Pengobatan dispepsia menggunakan obat-obatan ditujukan untuk mengurangi atau meniadakan gejala yang dialami, menyembuhkan penyakit pasien, menghentikan atau memperlambat proses penyakit serta mencegah terjadinya keparahan penyakit atau gejala.7 Obat dispepsia yang banyak digunakan yaitu golongan Proton Pump Inhibitor jenis obat Omeprazole dan Lansoprazole dengan proporsi 50,66% pada tahun 2017 dan 48,28% pada tahun 2018.8

  • 1.    Faktor-faktor penyebab terjadinya dispepsia

Faktor-faktor penyebab terjadinya dispepsia bervariasi mulai dari lingkungan, pola makan yang tidak teratur, faktor gaya hidup, psikologi, penggunaan obat Non-Stereodial Antiinflamatory Drugs (NSAIDs), infeksi Helicobacter pylori, sekresi lambung dan konsumsi alkohol, hal ini dapat mempengaruhi timbulnya gejala sindrom dispepsia.9

  • 2.    Pengobatan dispepsia

Pengobatan dispepsia menggunakan obat-obatan ditujukan untuk mengurangi atau meniadakan gejala yang dialami,


menyembuhkan penyakit pasien, menghentikan atau memperlambat proses penyakit serta mencegah terjadinya keparahan penyakit atau gejala.7 Obat dispepsia yang banyak digunakan yaitu golongan Proton Pump Inhibitor jenis obat Omeprazole dan Lansoprazole dengan proporsi 50,66% pada tahun 2017 dan 48,28% pada tahun 2018.8

  • 2.    BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, pengumpulan data secara retrospektif dengan melihat sumber data tekstual dari data rekam medis. Populasi penelitian menggunakan seluruh data rekam medis pasien yang terdiagnosa dispepsia tahun 2021 di Klinik Icon 8 BSD berjumlah 271 orang. Jumlah sampel ditetapkan menggunakan rumus Slovin, yaitu sebanyak 162 data rekam medis, adapun kriteria Inklusi penelitian ini adalah semua data rekam medis pasien yang terdiagnosa dispepsia, sedangkan kriteria eksklusi adalah data rekam medis pasien yang tidak terbaca atau tidak lengkap. Tehnik Sampling Sampel menggunakan metode probability sampling.

  • 3.    HASIL

  • 1.    Karakteristik Sosiodemografi Pasien Dispepsia

Penelitian ini menggunakan 162 pasien yang terdiagnosa dispepsia. Pengkategorian usia berdasarkan Kementerian Kesehatan dan pengkategorian pendidikan berdasarkan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayan.


  • 4.    PEMBAHASAN

  • 1.       Karakteristik Sosio-demografi Pasien Dispepsia

Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien dispepsia paling banyak dialami oleh usia 26-45 tahun yang berjumlah 70 pasien (43,2%). Hal ini disebabkan tingginya aktifitas pada rentang usia tersebut sehingga menyebabkan ketidakteraturan waktu makan dan kebiasaan makan yang teratur sangat penting untuk sekresi asam lambung, kondisi tersebut memudahkan lambung untuk mengetahui kapan waktu makan sehingga produksi asam lambung terkontrol.10 Pada rentang usia tersebut merupakan usia produktif seseorang dalam kehidupan, factor ketidakmampuan mengatur kecemasan dapat berpengaruh pada kejadian dyspepsia.11

Berdasarkan Tabel 1 penderita dispepsia lebih banyak dialami oleh pasien perempuan sebanyak 84 pasien (51,9%). Hal ini disebabkan perempuan lebih sensitif terhadap rasa sakit akibat gejala/ sindrom dispepsia ddiandingkan laki-laki, jika seseorang dalam keadaan cemas, psikisnya terganggu, tegang, perasaan takut yang berlebihan dan stres akan dapat menaikkan sekresi asam lambung yang berujung pada sindrom dispepsia.12 Selain itu, adanya perilaku melakukan diet yang tidak tepat, sehingga menyebabkan naiknya asam lambung karena perut yang kosong, ketika hal ini terjadi gejala sindrom dispepsia akan muncul seperti rasa nyeri dibagian perut.13 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sari Putri, 2019 bahwa perempuan lebih banyak mengalami dispepsia yang berjumlah 199 orang (55,3%).14 Berdasarkan pendidikan, diperoleh bahwa tingkat pendidikan perguruan tinggi yang paling banyak mengalami dispepsia yaitu, berjumlah 67 pasien (41,4%). Tingkat pendidikan perguruan 82

tinggi mempunyai pekerjaan yang cenderung lebih menguras pikiran serta adanya tanggung jawab yang besar sehingga menyebabkan stress psikologis berupa cemas dan depresi, hal tersebut akan mengurangi kualitas hidup penderita dispepsia fungsional.15 Hasil penelitian ini sejalan dengan Ratnadewi, 2018 yang menunjukkan tingkat pendidikan diploma/sarjana lebih banyak mengalami dispepsia yang berjumlah 19 orang (59,40%).16

Berdasarkan jenis pekerjaan pasien dispepsia paling banyak dialami oleh karyawan yang berjumlah 54 pasien (33,3%). Pekerjaan sebagai karyawan berkaitan dengan aktivitas fisik yang monoton sehingga dapat menimbulkan kejenuhan dan kecemasan yang menyebabkan hiperaktivasi simpatik dan meningkatkan pelepasan hormon kortikotropin (CRH), sehingga akhirnya terjadi keterlambatan pengosongan lambung.15

  • 2.    Karakteristik Klinis Pasien Dispepsia

Hasil penelitian menunjukan gejala terbanyak yang dialami oleh pasien dispepsia yaitu mual yang berjumlah 117 pasien (72,2%). Hal ini disebabkan adanya stres yang dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal, stres juga dapat mengubah sekresi asam lambung, motilitas dan vaskularisasi saluran pencernaan sehingga mencetuskan keluhan dyspepsia.17 Umumnya pasien dyspepsia mengalami gejala mual, hal ini terjadi karena adanya iritasi pada lambung sehingga tubuh akan merangsang pengeluran zat yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah naik, lalu lambung menjadi edema dan merangsang hypotalamus untuk mual.18

  • 3.    Profil Penggunaan Obat Dispepsia Berdasarkan Golongan Obat, Jumlah Obat, Variasi Obat Antiulkus, Bentuk Sediaan dan Rute Pemberian

Hasil penelitian menunjukkan golongan obat paling banyak digunakan yaitu golongan Antagonis H2 dan jenis obat ranitidin yang berjumlah 108 (20,4%). Hal ini karena produksi asam lambung yang berlebihan mengakibatkan sakit perut dan mual, sehingga diberikan obat golongan Antagonis H2 jenis obat ranitidin yang dapat membantu simptomatik jangka pendek dan pencegahan gangguan pencernaan dengan bekerja pada reseptor histamin di lapisan lambung dan menghambat produksi cairan lambung.19

Berdasarkan variasi jumlah obat antiulkus yang paling banyak diberikan yaitu kombinasi 2 antiulkus dengan jenis obat omeprazole dan ranitidin yang berjumlah 25 pasien (15,4%). Terapi antiulkus digunakan untuk mengobati masalah gangguan lambung seperti gastritis dan dispepsia yang ditujukan untuk memperbaiki mukosa lambung serta menetralkan asam lambung.7 Berdasarkan bentuk sediaan yang paling banyak diberikan yaitu tablet sebanyak 375 obat (70,9%). Bentuk sediaan tablet merupakan pilihan terbaik bagi dokter dan pasien, karena tablet dapat langsung ditelan atau dikunyah dan lebih stabil penyimpanannya serta untuk penggunaannya lebih aman dan beragam bagi pasien.7

Berdasarkan rute pemberian obat, umumnya obat dyspepsia diberikan secara oral (96,6%). Hal ini disebabkan pemberian obat secara oral lebih murah, penggunaannya mudah dan lebih aman.20

  • 5.    SIMPULAN DAN SARAN

Penderita Dispepsia umumnya wanita berusia 26-45 berpendidikan tinggi, dengan gejala utama adalah mual, terapi obat yang diberikan adalah ranitidine sediaan tablet yang diberikan secara oral

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Akbar, H. (2020), “Pola Makan Mempengaruhi

Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa STIKES Graha Medika Kotamobagu”, KESMAS UWIGAMA: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 6 No. 1, pp. 14–21.

  • 2.    WHO. (2021), “World Health Statistics 2021”,

available                                              at:

https://www.who.int/publications/i/item/9789240027 053 (accessed 26 May 2022).

  • 3.     Fithriyana, R. (2018), “Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Pasien Di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkinang Kota”, Vol. 2 No. 2.

  • 4.     Musnelina, L., Gede, D. and Ar, A. (2019), Profil

Kesesuaian Terapi Obat Dispepsia Terhadap Formularium Pada Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Tk. IV Cijantung Jakarta, Jakarta Timur, Periode Januari-Desember 2016.

  • 5.     Arsyad, R.P., Irmaini and Hidayaturrami. (2018),

“Hubungan Sindroma Dispepsia dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XI SMAN 4 Banda Aceh”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Biomedis, Vol. 4 No. 1, pp. 36–42.

  • 6.    BPJS Kesehatan. (2020), STATISTIK JKN, available

at:                               https://www.bpjs-

kesehatan.go.id/bpjs/post/read/2018/856/Butuh-data-penelitian-kesehatan (accessed 26 May 2022).

  • 7.     Srikandi, N., Mukaddas, A. and Faustine, I. (2017),

“Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Dispepsia Di RSU Anutapura Palu”, Galenika Journal of Pharmacy), Vol. 3 No. 2, pp. 126–131.

  • 8.    Mulandani, R. (2020), “Pola Penggunaan Obat Pada

Pasien Dispepsia Rawat Jalan Di RSUD H.Abdul Manap Kota Jambi”, Parapemikir: Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 9 No. 2, pp. 17–25.

  • 9.     Wildani, Z., Zakiyah, W., Eka Agustin, A., Fauziah,

A., Sa, N. and Ibnu Mukti, G. (2021), “DEFINISI, PENYEBAB, KLASIFIKASI, DAN TERAPI SINDROM DISPEPSIA”, Jurnal Health Sains, Vol.

  • 2            No.            7,            available

at:https://doi.org/10.46799/jhs.v2i7.230.

  • 10.    Wijaya, I., Hamdani, N. and Sari, H. (2020), “Hubungan Gaya Hidup Dan Pola Makan Terhadap Kejadian Sindrom Dispepsia Di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Makassar”, Jurnal Promotif Preventif, Vol. 3, pp. 58–68

  • 11.    Parkman HP, Author, Mass B, Onset S, Severity G. NIH Public Access. 2012;140(1):101–15.

  • 12.    Syafitri, N., Ramadhan, A.M. and Faisal, M. (2021), “Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Dispepsia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra Tahun 2021”, Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, Faculty of Pharmacy, Mulawarman University, Vol. 14, pp. 64–69.

  • 13.    Suryanti. (2019), “Karakteristik Penderita Dispepsia Pada Kunjungan Rawat Jalan Praktek Pribadi Dr. Suryanti Periode Bulan Oktober-Desember 2018”, Jurnal Penelitian Dan Kajian Ilmu, Vol. XIII No. 5, pp. 114–121.

  • 14.    Sari Putri, I. and Widyastuti. (2019), “Stres Dan Gejala Dispepsia Fungsional Pada Remaja”, Jurnal Keperawatan Jiwa, Vol. 7 No. 2, p. 203.

  • 15.    Chasan Boesoirie, H., Giringan, F., Sudarmo, E., Prihanto, D. and Ambar, E. (2021), Karakteristik Penderita Dispepsia Di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Chasan Boesoirie, Vol. 3, available at: https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj.

  • 16.    Ratnadewi, N.K. and Jaya Lesmana, C.B. (2018), “Hubungan Strategi Coping Dengan Dispepsia Fungsional Pada Pasien Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Denpasar”, Medicina, Vol. 2, available at:https://doi.org/10.15562/medicina.v49i2.52.

  • 17.    Musnelina, L., Gede, D. and Ar, A. (2019), Profil Kesesuaian Terapi Obat Dispepsia Terhadap Formularium Pada Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Tk. IV Cijantung Jakarta, Jakarta Timur, Periode Januari-Desember 2016.

  • 18.    Nento, D.H., Ramlan Ramli, R., Rosa, M. and Lima, D. (2019), “Gambaran Klinis Penderita Dispepsia Yang Berobat Di Bagian Penyakit Dalam RSU Anutapura Palu Tahun 2018”, Medika Alkhairaat: Jurnal Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan.

  • 19.    Setiyawati, R. and Hastuti, D. (2021), “Pola Peresepan Obat Dispepsia Pasa Pasien Dewasa Di Klinik Kimia Farma 275 Yogyakarta Periode Januari - April 2019”, AKFARINDO, Vol. 6 No. 1, pp. 14–20.

  • 20.    Restu, G., Mulandani, A. and Hadriyati, R. (2020), “Pola enggunaan Obat Pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Di Rsud H.Abdul Manap Kota Jambi”, Tahun, Vol. 9 No. 2, p. 2017

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i12.P14

84