ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.9,SEPTEMEBER, 2022


DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Diterima: 2022-07-05 Revisi: 2022-08-28 Accepted: 25-09-2022

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PASIEN PSORIASIS KUKU DI RSUP SANGLAH: SEBUAH STUDI RETROSPEKTIF

Nyoman Suryawati*, Desak Nyoman Trisepti Utami, Anak Agung Indah Jayanthi

Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali-Indonesia e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pendahuluan: Kelainan kuku pada pasien psoriasis umum dijumpai dan dapat berdampak terhadap terjadinya stres psikologis. Penilaian keparahan psoriasis kuku dinilai dengan Nail Area Severity Index (NAPSI) dan kualitas hidup pasien dengan Dermatology Life Quality Index (DLQI). Prevalensi psoriasis kuku dilaporkan bervariasi berkisar 10-82%, namun belum ada data pasti psoriasis kuku di Indonesia. Tujuan: Mengetahui prevalensi dan karakteristik pasien psoriasis kuku di RSUP Sanglah. Metode: Studi retrospektif menggunakan rekam medis pasien psoriasis kuku di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode Juli 2018-Juni 2021. Hasil: Psoriasis vulgaris merupakan varian tersering (74,3%) dari total 77 orang pasien psoriasis. Manifestasi kelainan kuku didapatkan pada 35 pasien (45,5%), terbanyak pada rentang umur 40-59 tahun (40,5%), jenis kelamin laki-laki (65,7%), pekerjaan wiraswasta (40%) dan riwayat psoriasis onset lambat (54,3%). Predileksi kelainan kuku tersering pada jari tangan dengan manifestasi tersering adalah pitting nail, dengan keterlibatan sendi pada 25,7% kasus. Pasien psoriasis kuku didominasi pada psoriasis derajat berat, dengan luas keterlibatan kulit >10% (57,1%), skor Psoriasis Area Severity Index (PASI) >10 (31,0%) dan skor DLQI >10 (45,7%). Rerata NAPSI tertinggi pada didapatkan pada pasien psoriasis derajat berat (20 ± 5,1). Kesimpulan: Prevalensi psoriasis kuku di RSUP Sanglah cukup tinggi, terutama pada laki-laki dan rentang usia 40-59 tahun. Rata-rata derajat keparahan kuku lebih tinggi pada psoriasis derajat berat, dan berdampak pada kualitas hidup pasien.

Kata kunci : psoriasis kuku., NAPSI., PASI., DLQI

ABSTRACT

Introduction: Nail abnormalities in psoriasis patients are common and cause significant psychological stress. The prevalence varies, ranging from 10-82%. However, nail psoriasis's prevalence and specific characteristics have not been reported 9in Indonesia. Objective: To determine the prevalence and characteristics of nail psoriasis patients at Sanglah Hospital. Methods: This study is a retrospective study using medical records of nail psoriasis patients at the Dermatology and Venereology Polyclinic, Sanglah Hospital, Denpasar, period July 2018-June 2021. Results: Of 77 patients, 35 (45.5%) had nail abnormalities, and 65.7% of them are men. Subjects aged 18-39 years were 28.6%, 40-59 years were 40.5% and 60 years was 14.3%. The patients with nail disorders who had late-onset psoriasis was 54.3%. The most common type of psoriasis was psoriasis vulgaris (74.3%) and joint involvement was found in 25.7% of cases. Nail psoriasis patients were dominated by BSA >10% (57.1%), PASI >10 (31.0%) and DLQI >10 (45.7%). The average NAPSI was highest in the severe PASI group (20 ± 5.1). Most of the subjects were self-employed (40%). Nails on the fingers are more often affected by nail manifestations, and the most common is pitting. Conclusion: The prevalence of nail psoriasis at Sanglah Hospital is quite high, especially in men and the age range is 40-59 years. Nail psoriasis is more common in severe psoriasis and has a major impact on quality of life. The average nail severity was higher in the more severe psoriasis grades.

Keywords : Nail psoriasis., NAPSI., PASI.

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PASIEN PSORIASIS KUKU DI RSUP SANGLAH.. Nyoman Suryawati*, Desak Nyoman Trisepti Utami, Anak Agung Indah Jayanthi

PENDAHULUAN

Psoriasis merupakan penyakit papuloskumosa inflamatori kronis dengan remisi dan eksaserbasi yang mengenai jutaan orang di seluruh dunia.1 Penyakit ini bermanifestasi pada kulit, kuku dan sendi.1,2 Psoriasis pada kuku umum dijumpai, dengan perkiraan insiden sepanjang hidup adalah 80-90%, dengan prevalensi bervariasi dari 1082% dan sering berhubungan dengan penyakit psoriasis yang parah.3-6

Pasien psoriasis kuku mengalami nyeri, gangguan fungsi, stigma sosial, dan restriksi pada aktivitas sehari-hari.4,7 Keterlibatan kuku merupakan faktor risiko terjadinya psoriasis artritis, yang dapat berdampak pada kualitas hidup pasien.6-7 Radtke dkk. menemukan bahwa pasien psoriasis kuku mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dengan rata-rata skor Dermatology Life Quality Index (DLQI) 7,2 dibandingkan dengan psoriasis tanpa keterlibatan kuku dengan rata-rata skor DLQI 5,3 (p<0,001).8

Manifestasi klinis psoriasis kuku tergantung pada lokasi inflamasi pada unit kuku, yaitu dapat mengenai nail matrix ataupun nail bed. NAPSI (Nail Area Psoriasis Severity Index) adalah skor spesifik untuk menilai derajat keparahan psoriasis kuku yang banyak digunakan dalam uji klinis karena menunjukkan reliabilitas dan validitas antar penilai yang sangat baik.5

Psoriasis kuku dapat refrakter terhadap terapi dan masing-masing karakteristik dapat memberikan respon yang berbeda. Perbaikan kuku membutuhkan waktu yang panjang karena plat kuku yang impermeable, matriks kuku yang susah dicapai dan laju pertumbuhan kuku yang lambat.3,5

Terlepas dari implikasi estetika dan fungsionalnya, hanya sedikit penelitian yang menyelidiki epidemiologi dan karakteristik klinis dari psoriasis kuku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik pasien psoriasis kuku di RSUP Sanglah. Manfaat penelitian adalah menambah data epidemiologi terkait psoriasis kuku di Indonesia.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah studi deskriptif cross-sectional retrospektif yang menggunakan rekam medis pasien. Seluruh pasien psoriasis dengan keterlibatan kuku, berusia lebih dari 17 tahun dan datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah pada Juli 2018 – Juni 2021 dilibatkan dalam penelitian ini.

Kriteria ekslusi adalah pasien dengan onikomikosis. Data yang dinilai meliputi jenis kelamin, umur, onset psoriasis, jenis psoriasis, keterlibatan sendi, skor luas keterlibatan kulit (BSA/Body Surface Area), skor PASI (Psoriasis Area Severity Index), skor NAPSI berdasarkan derajat PASI, skor DLQI, pekerjaan, serta lokasi dan jenis kelainan kuku. Skor BSA dinilai derajat ringan jika ≤ 3 %, derajat sedang jika BSA > 3% hingga ≤ 10%, dan derajat berat jika BSA >10%. Skor PASI dinilai derajat ringan jika < 5%, derajat sedang jika PASI 5%-10%, dan derajat berat jika PASI > 10%.

HASIL

Dalam periode penelitian, didapatkan 78 sampel, namun satu sampel diekslusi karena mengalami onikomikosis. Total sampel adalah 77 pasien dengan 35 orang (45,5%) mengalami kelainan kuku. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan 23 orang (65,7%) adalah laki-laki dan 12 orang (34,3%) perempuan. Distribusi pasien berdasar kelompok umur adalah sebagai berikut, 18-39 tahun sebanyak 12 orang (28,6%), 40-59 tahun 17 orang (40,5%) dan ≥ 60 tahun 6 orang (14,3%). Jumlah pasien dengan kelainan kuku yang mengalami psoriasis onset lambat sebesar 54,3% dan psoriasis yang paling sering ditemukan adalah psoriasis vulgaris 26 orang (74,3%), diikuti psoriasis gutata 6 orang (17,1%) dan psoriasis pustular generalisata (PPG) 3 orang (8,6%). Keterlibatan sendi ditemukan pada 9 orang (25,7%).

Pasien psoriasis kuku dengan BSA derajat ringan sebanyak 5 orang (11,9%), derajat sedang 6 orang (14,3%) dan derajat berat 24 orang (57,1%). Pengukuran skor PASI hanya dilakukan pada pasien psoriasis vulgaris. Jumlah pasien psoriasis kuku yang memiliki skor PASI derajat ringan sebanyak 5 orang (19,2%), derajat sedang 10 orang (38,5%) dan derajat berat 11 orang (42,3%). Rerata skor NAPSI tertinggi pada kelompok PASI derajat berat (20,0 ± 5,1). Skor DLQI ringan ditemukan pada 7 orang (20,0%), sedang 12 orang (34,3%), dan berat 16 orang (45,7%). Subjek didominasi oleh wiraswasta (40%), diikuti tidak bekerja 20,7%, pegawai swasta 20%, PNS 8,6% dan mahasiswa 5,7%.

Kelainan kuku terbatas pada jari tangan terjadi pada 9 pasien (25,7%), terbatas jari kaki pada 3 pasien (8,6%), pada jari tangan dan kaki sebanyak 23 pasien (65,7%). Manifestasi klinis yang dijumpai yaitu pitting (68,6%), onikolisis (57,1%), salmon patch atau oil drop (34,3%), hiperkeratosis subungual (34,3%), beau lines (14,3%), crumbling nail (8,6%), leukonikia (5,7%) dan splinter haemorrhage (2,9%).

Tabel 1. Data karakteristik sosiodemografi dan klinis pasien psoriasis kuku

Variabel

n (%) / ± SB

Variabel

n (%) / ± SB

Jenis kelamin :

Skor PASI :

Laki-laki

23 (65,7)

< 5 (ringan)

5 (19,2)

Perempuan

12 (34,3)

5-10 (sedang)

10 (38,5)

Kelompok umur :

>10 (berat)

11 (42,3)

18-39 tahun

12 (28,6)

Rata-rata skor NAPSI :

40-59 tahun

17 (40,5)

PASI < 5 (ringan)

7,2 ± 3,7

≥ 60 tahun

6 (14,3)

PASI 5-10 (sedang)

13,9 ± 8,8

Umur pertama kali psoriasis :

PASI >10 (berat)

20,0 ± 5,1

< 40 tahun (onset dini)

16 (45,7)

Skor DLQI :

≥ 40 tahun (onset lambat)

19 (54,3)

<5 (ringan)

7 (20,0)

Jenis psoriasis :

5-10 (sedang)

12 (34,3)

Psoriasis Vulgaris

26 (74,3)

> 10 (berat)

16 (45,7)

Psoriasis Gutata

6 (17,1)

Pekerjaan :

Psoriasis Pustular Generalisata

3 (8,6)

PNS

3 (8,6)

Psoriasis Pustular Lokalisata

0

Pegawai swasta

7 (20,0)

Keterlibatan sendi :

Wiraswasta

14 (40,0)

Ya

9 (25,7)

Mahasiswa

2 (5,7)

Tidak

26 (74,3)

Tidak bekerja

9 (25,7)

Skor BSA :

0

0

≤ 3 % (ringan)

5 (11,9)

> 3% ≤ 10% (sedang)

6 (14,3)

>10% (berat)

24 (57,1)

1. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan kelainan kuku terjadi pada 45,5% pasien psoriasis dan 31,4% lebih banyak terjadi pada laki-laki. Hasil studi ini sejalan dengan studi oleh Armesto dkk, yang melaporkan dari 661 pasien psoriasis didapatkan 47,4% kasus psoriasis kuku dan 13,5% terjadi lebih banyak pada laki-laki.9 Studi yang dilakukan oleh Augustin dkk. mendapatkan prevalensi psoriasis kuku pada 40,9% pasien, dengan 11,2% lebih banyak pada laki-laki. Hal ini menunjukkan tingginya masalah kelainan kuku pada psoriasis. Psoriasis kuku sering berhubungan dengan derajat penyakit psoriasis yang parah. Prevalensinya lebih sering terjadi pada laki-laki, kemungkinan karena laki-laki lebih sering mengalami psoriasis yang berat. Penelitian oleh Hagg dkk.

menunjukkan laki-laki secara bermakna mempunyai median PASI skor yang lebih tinggi (7,3) dibandingkan perempuan (5,4) dengan p<0,001, yang konsisten pada semua umur.10 Perempuan memiliki tingkat estrogen yang tinggi yang berhubungan dengan perbaikan psoriasis.16

Kelompok usia yang paling banyak mengalami psoriasis kuku adalah usia 40-59 tahun. Pada studi oleh Brazzelli dkk., mayoritas pasien dengan psoriasis kuku juga berada di antara usia 40-59 tahun.11 Lesi kuku seringkali muncul sekitar 10 tahun setelah munculnya lesi kulit, yang merupakan alasan psoriasis kuku lebih jarang didapatkan pada usia muda.12

Pada penelitian ini, sebesar 54,3% pasien psoriasis kuku mengalami psoriasis onset lambat yaitu pada usia 40 tahun ke atas, sedikit lebih banyak daripada onset dini. Gudjonsson dkk. mendapatkan bahwa semua tipe perubahan

kuku lebih sering diamati pada HLA-C0602 negatif, yaitu lebih sering berhubungan dengan psoriasis onset lambat.13

Tabel 2. Distribusi lokasi dan jenis kelainan kuku

Variabel

Jumlah kasus (%)

Lokasi :

Hanya jari tangan

9 (25,7%)

Hanya jari kaki

3 (8,6%)

Jari tangan dan kaki

23 (65.7%)

Keterlibatan matriks kuku:

Pitting

24 (68,6%)

Beau lines

5 (14,3%)

Crumbling nail

3 (8,6%)

Leukonikia

2 (5,7%)

Bintik merah pada lunula

0

Keterlibatan nail bed :

Onikolisis

20 (57,1%)

Salmon patch atau oil drop

12 (34,3%)

Hiperkeratosis subungual

12 (34,3%)

Splinter haermorrhage

1 (2,9%)

Psoriasis kuku paling banyak didapatkan pada pasien psoriasis vulgaris yaitu sebesar 74,3%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian oleh Choi dkk.5 Ini mungkin disebabkan karena psoriasis vulgaris merupakan varian klinis tersering dari psoriasis.2

Studi oleh Klaassen dkk. mendapatkan keterlibatan sendi (psoriasis artritis) terjadi pada 46,3% pasien psoriasis kuku.3 Pada penelitian ini, sebanyak 22,9% pasien psoriasis kuku mengalami psoriasis artritis. Salah satu penjelasan yang mungkin untuk fenomena ini adalah hubungan mikroanatomi yang erat antara kuku dan sistem muskuloskeletal, di mana peradangan fokal yang terkait dengan entesitis tendon dapat menyebabkan perubahan pada kuku.3,12,14

Pada studi ini didapatkan BSA dan PASI masing-masing terbanyak pada kelompok derajat berat, yaitu BSA>10% sebanyak 57,1% dan PASI>10 sebanyak 31,0%. Choi dkk. yang mengelompokkan BSA dan PASI menjadi 2 kelompok yaitu BSA ringan ≤ 3 % dan BSA sedang-berat >3%, serta PASI ringan < 5 dan PASI sedang-berat 5, mendapatkan psoriasis kuku paling banyak pada kelompok BSA dan PASI sedang-berat.5 Rata-rata NAPSI pada penelitian ini juga didapatkan paling tinggi pada kelompok PASI berat. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Sanchez-Regana dkk. yang menunjukkan hubungan bermakna antara keparahan psoriasis dengan kejadian psoriasis kuku dan skor NAPSI.15 Keadaan ini dikaitkan dengan patogenesis dari psoriasis kuku, dimana pada psoriasis kuku terjadi peningkatan ekspresi tumor necrosis

factor (TNF)-α, nuclear factor-kappa B, interleukin 6 (IL-6) dan IL-8, yang konsisten dengan penemuan studi pada lesi kulit psoriasis.12

Pada penelitian ini didapatkan skor kualitas hidup (DLQI) pasien psoriasis kuku terbanyak pada derajat berat yaitu sebesar 45,7%, diikuti derajat sedang 34,3%, dan derajat rendah 20%. Studi oleh Radtke dkk. juga melaporkan kualitas hidup pasien psoriasis kuku secara signifikan lebih rendah dibandingkan pasien tanpa keterlibatan kuku (DLQI 7,2 vs 5,3; p<0,001). Hal ini menunjukkan dampak kualitas hidup yang besar pada psoriasis kuku. Kondisi kuku dapat menimbulkan stigma dan rasa malu, gangguan fungsi manual, seperti mengancingkan pakaian atau memegang benda-benda kecil, juga dapat meningkatkan depresi dan kecemasan, terutama pada pasien dengan penyakit kuku yang parah. Selain itu, pasien dengan psoriasis kuku seringkali mengalami keterlibatan sendi,6,14 yang dapat berdampak pada kualitas hidup dan mempengaruhi pekerjaan pasien.6 Pasien dengan keterlibatan kuku dilaporkan lebih sering mengambil hari cuti dari pekerjaan akibat penyakitnya, daripada pasien tanpa keterlibatan kuku (9,8 vs 3,3; p < 0,001).8

Pada studi ini didapatkan pekerjaan tersering adalah wiraswasta sebesar 40%, diikuti tidak bekerja 20,7%, pegawai swasta 20%, PNS 8,6% dan mahasiswa 5,7%. Dari penelusuran literatur sampai saat ini belum didapatkan studi yang membahas secara spesifik hubungan jenis pekerjaan dengan  psoriasis  kuku,  lebih  banyak studi yang

menghubungkan faktor pekerjaan dengan terjadinya psoriasis vulgaris.17 Namun secara umum psoriasis kuku

berkaitan dengan stres biomekanik jaringan dan mikrotrauma pada kuku.12

Pada penelitian ini didapatkan kuku pada jari tangan lebih sering terkena daripada jari kaki. Manifestasi kuku yang paling sering adalah pitting yang diikuti dengan onikolisis, salmon patch atau oil drop, dan hiperkeratosis subungual. Tidak ditemukan adanya bintik merah pada lunula. Pada studi-studi sebelumnya pitting nail merupakan ciri yang paling sering ditemukan pada psoriasis, sedangkan bintik merah pada lunula jarang ditemukan. Salmon patch atau oil drop merupakan tanda yang mendekati spesifik untuk psoriasis kuku.2,5,12 Jari tangan lebih sering terkena dibandingkan jari kaki, kemungkinan karena jari tangan tumbuh lebih cepat, dengan kecepatan diperkirakan 3,47 mm/bulan dibandingkan dengan kaki 1,62 mm/bulan pada orang sehat.7,12 2. SIMPULAN

Prevalensi psoriasis kuku di RSUP Sanglah cukup tinggi. Lebih sering dijumpai pada laki-laki dan rentang usia 40-59 tahun. Psoriasis kuku lebih sering ditemukan pada psoriasis berat dan dengan dampak pada kualitas hidup lebih besar. Rata-rata derajat keparahan kuku lebih tinggi dijumpai pada derajat psoriasis yang lebih berat. Sebagai saran perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu penelitian kasus kontrol untuk mengetahui faktor risiko psoriasis kuku.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Rajashekar S, Vellaisamy SG, Manickam N, Gopalan K. Prevalence of Nail Changes in Patients with Psoriasis and Correlation of NAPSI with BSA. Indian J Clin Exp Dermatology. 2020;4(2):116–22.

  • 2.    Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer, JS., editors. Fitzpatrick’s Dermatology. 9th ed. New York: McGraw Hill Education; 2019. 457– 497.

  • 3.    Klaassen KMG, Van De Kerkhof PCM, Pasch MC. Nail psoriasis: A Questionnaire-based Survey. Br J Dermatol. 2013;169(2):314–9.

  • 4.    Rigopoulos D, Baran R, Chiheb S, Daniel CR, Di Chiacchio N, Gregoriou S, dkk. Recommendations for The Definition, Evaluation, and Treatment of Nail Psoriasis in Adult Patients with No or Mild Skin Psoriasis: A Dermatologist and Nail Expert Group Consensus. J Am Acad Dermatol. 2019;81(1):228–40.

  • 5.    Choi JW, Kim BR, Seo E, Youn SW. Identification of Nail Features Associated with Psoriasis Severity. J Dermatol. 2017;44(2):147–53.

  • 6.    Augustin M, Reich K, Blome C, Schäfer I, Laass A, Radtke MA. Nail Psoriasis in Germany: Epidemiology and Burden of Disease. Br J Dermatol. 2010;163(3):580–5.

  • 7.  Thomas L, Azad J, Takwale A. Management of Nail

Psoriasis. Clin Exp Dermatol. 2021;46(1):3–8.

  • 8.    Radtke, Langenbruch AK, Reich K, Augustin M, Schafer I. Nail Psoriasis as A Severity Indicator: Results from The PsoReal Study. Patient Relat Outcome Meas. 2010;2(7):1-6.

  • 9.    Armesto S, Esteve A, Coto-Segura P, Drake M, Galache C, Martínez-Borra J, Santos-Juanes J. Psoriasis Ungueal: Estudio En 661 Pacientes Con Psoriasis Vulgar. Actas Dermosifiliogr. 2011;102(5):365–72.

  • 10.    Hägg D, Sundström A, Eriksson M, Schmitt-Egenolf M. Severity of Psoriasis Differs Between Men and Women: A Study of The Clinical Outcome Measure Psoriasis Area and Severity Index (PASI) in 5438 Swedish Register Patients. Am J Clin Dermatol. 2017;18(4):583–90.

  • 11.    Brazzelli V, Carugno A, Alborghetti A, Grasso V, Cananzi R, Fornara L, De Silvestri A, Borroni G. Prevalence, Severity and Clinical Features of Psoriasis in Fingernails and Toenails in Adult Patients: Italian Experience. J Eur Acad Dermatology Venereol. 2012;26(11):1354–9.

  • 12.    Haneke E. Nail Psoriasis:   Clinical Features,

Pathogenesis, Differential Diagnoses, and Management. Psoriasis Targets Ther. 2017;Volume 7:51–63.

  • 13.    Gudjonsson JE, Karason A, Runarsdottir EH, Antonsdottir AA, Hauksson VB, Jónsson HH, Gulcher J, Stefansson K, Valdimarsson H. Distinct Clinical Differences between HLA-Cw*0602 Positive and Negative Psoriasis Patients - An Analysis of 1019 HLA-C- and HLA-B-typed Patients. J Invest Dermatol. 2006;126(4):740–5.

  • 14.    Scons KRR, Knob CF, Murussi N, Beber AAC, Neumaier W, Monticielo OA. Nail Psoriasis: A Review of The Literature. An Bras Dermatol. 2014;89(2):312– 7.

  • 15.    Sánhez-Regaña M, Sola-Ortigosa J, Alsina-Gibert M, Vidal-Fernández M, Umbert-Millet P. Nail Psoriasis: A Retrospective Study on The Effectiveness of Systemic Treatments (Classical and Biological Therapy). J Eur Acad Dermatology Venereol. 2011;25(5):579–86.

  • 16.    Guilet C, Seeli C, Nina M, Maul LV, Maul JT. The Impact of Gender and Sex in Psoriasis: What to be Aware of when Treating Women with Psoriasis. International Journal of Women’s Dermatology. 2022;8 (4):1-10.

  • 17.    Moingka A, Kandou RT, Niode NJ. Profil Psoriasis Di Poliklnik Kulit Dan Kelamin Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2012. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i9.P04

24