ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.6,JUNI, 2022


Diterima: 2021-07-03. Revisi: 07 -11- 2021 Accepted: 02-06-2022

PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI MADU KELE TERHADAPaPERTUMBUHAN BAKTERIaMETHICILLINaRESISTANTaSTAPHYLOCOCCUSaAUREUSa(MRSA) Ariel Ekaputra1, Ida Ayu Dewi Wiryanthini2, I Wayan Gede Sutadarma2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Luka adalah tempat dimana terputusnya kontinuitas dari jaringan kulit dan jaringan dalam,ediskontinuitas ini menjadi jalur masuk bagi mikroorganisme patogen sehingga dapat menyebabkan infeksi. Infeksiadarialuka seringkali disebabkan oleh bakteriaStaphylococcus Aureus. Seiring dengan penggunaan antibiotik yang berlebihan maka kemudian terjadinya resistensi, kemudian muncul suatu strain baru yaitu Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Madu Kele Sanjiwani dapat menghambat pertumbuhan Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan daya antibakteri Madu Kele Sanjiwani dengan konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, 100% terhadap pertumbuhan Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus. Madu seringkali digunakan dalam pengobatan sebagai bahan pembalut luka, luka bakar. Madu digunakan sebagai pembalut luka karena dipercaya memiliki beberapa sifat yang mendukung fungsinya yaitu sifat antibakteri, anti inflamasi, dan antioksidan. Sifat antibakteri dikaitkan dengan kadar gula yang tinggi, tingkat pH yang rendah, dan kandungan Hidrogen Peroksidanya. Madu Kele Sanjiwani yang merupakan madu yang dihasilkan di Bali, Indonesia digunakan sebagai sampel pada studi ini. Sebelumnya belum ada penelitian lain yang menggunakan Madu Kele Sanjiwani dan mencari tahu mengenai efek antibakterinya. Madu Kele Sanjiwani kemudian diencerkan menjadi 4 kelompok konsentrasi yaituk12,5%, 25%, 50%, dank100%, dilanjutkan uji aktivitas antibakteri menggunakan metode disk diffusion. Hasil Penelitian menunjukan konsentrasi 100% menghasilkan zona hambat dengan rerata diameter 7mm sedangkan kelompok konsentrasi lainnya tidak memiliki zona hambat. Dapat disimpulkan bahwa hanya Madu Kele Sanjiwani dengan konsentrasi 100% yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus.

Kata Kunci: Madu Kele., antibakteri., MethicilliniResistantiStaphylococcusiAureusi(MRSA)

ABSTRACT

Wound is a discontinuity of skin and the tissue beneath, this discontinuity becomes pathway for pathogen microorganism which then leads to infection. The most frequent pathogen that caused wound infections is Staphylococcus Aureus. Following the misuse and overuse of antibiotics, bacteria became resistant to certain antibiotics. This leads to emergence of new strain of bacteria which is Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus. The Aim of this study are to know if Kele Honey can inhibit the growth of Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus and to know if there are any differences in inhibition rate of Kele Honey with concentrations of 12,5%, 25%, 50%, and 100%. Honey is a substance that is often use for treatment as a wound dressing, burn treatment, etc. Honey is used as wound dressing because it is believed to have several properties like antibacterial, antiinflammation, antioxidant properties which supports its function. Honey antibacterial properties are associated with high sugar level, lowapH level, andaHydrogenaPeroxide content. This Study use Kele Honey of Sanjiwani brand, this type of honey is produced in Bali, Indonesia. There are no previous studies that have used Kele Honey to explored its antibacterial properties. Methods: Honey sample was then diluted into 4 different concentration group, 12,5%, 25%, 50%, and 100%, disk diffusion method is used to test antibacterial activity. The result of this study showed the 100% concentration group have a mean inhibition zone of 7mm, with the other three group showed no inhibition zones. It can be concluded that Kele Honey of Sanjiwani Brand with 100% concentration is the only concentration group that inhibitatheagrowthaofaMethicillinaResistantaStaphylococcusaAureus.

Keywords: Kele Honey., antibacterial., Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)

PENDAHULUAN

Luka menjadi tempat masuk mikroorganisme patogen, luka biasanya terinfeksi oleh flora normal yang ada ditubuh pasien sendiri. Patogen yang biasanya terdapat pada kulit dan permukaan mukosa adalah kokus gram positif terutama staphylococcus, Kelompok Bakteriayangaseringkaliamengakibatkan infeksiapada lukaaadalah Staphylococcus aureus. Staphylococcusaaureusaadalah bakteri gram positifayangaberbentukakokus dan cenderung tersusun dalam kelompok dengan bentukanaseperti anggur. Apabila dilakukan kultur seringkali berwarnaaemasaatauakuning (aureusaberartiaemas atauakuning). Organismeaini dapatatumbuhasecara aerobikaatau anaerobm(fakultatif) dan padaasuhu antara 18 dan 40 derajat celcius. Staphylococcus aureus ditemukan dilingkungan dan juga pada flora normal manusia terletak di kulit dan jaringan mukosa, biasanyaatidakamenyebabkan infeksi pada kulitmyang sehatMnamun apabila dapatMmasuk kedalam jaringan internal atau pembuluh darah dapatamenyebabkanainfeksiayangaserius[1]

Seiring dengan penggunaan antibiotik yang berlebihan untuk pengobatan infeksi maka bakteri mulai mengembangkan resistensi, Staphylococcus aureus sendiri juga mengalami resistensi terhadap antibiotik methicillin suatu strain baru Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) sehingga meningkatkan beban morbiditas dan mortalitas terkait dengan infeksi luka. Masalah muncul dalam pengobatan infeksi oleh MRSA karena pilihan antibiotik yang terbatas[2]. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain untuk pengobatan dan pencegahan infeksi MRSA terutama dengan menggunakan zat alami, salah satu zat alami yang seringkali digunakan merupakan madu.

Madu adalah suatu zat yang berasal dari nektar yang terkumpul dan dimodifikasi oleh lebah madu. Madu adalah sirup kental kaya akan karbohidrat yang berasal dari sekresi bunga dan tanaman lainnnya [3]. Madu memiliki beberapa sifat yang mambuatnya sangat cocok diberikan sebagai perwatan untuk luka. Sifat-sifat tersebut adalah antibakteria, antiviral, antiinflamasi, dan antioksidan. Sifat antibakteri dikaitkan dengan kadar gula yang tinggi, tingkat pH yang rendah, dan kandungan Hidrogen Peroksidanya. Perlu dipahami bahwa tidak semua madu memiliki kesamaan dalam susunan kimianya sehingga tidak dapat dianggap sama dalam potensi antibakteri yang dimiliki masing – masing jenis madu[4]. Madu Kele Sanjiwani sendiri merupakan madu yang diproduksi di Bali, Indonesia. Sebelumnya belum ada penelitian mengenai Madu Kele Sanjiwani yang mencari tahu mengenai efek antibakteri yang mungkin dimiliki. Oleh karena itu meskipun sudah terdapat beberapa penelitian yang membahas topik yang sama penulis merasa perlu untuk

mencari tahu apakah Madu Kele Sanjiwani memiliki sifat antibakteri dan mencari konsentrasi yang tepat untuk selanjutnya dapat diaplikasikan dalam praktik klinis.

BerdasarkanMhal-hal yang telah dijabarkan maka penulis ingin mencari tahu pengaruh pemberian Madu Kele Sanjiwani terhadap pertumbuhan bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus.

BAHAN DAN METODE

Jenismpenelitianminimadalah     penelitian     true

experimentalMposttest only untuk mengetahui pengaruh larutan madu terhadapMpertumbuhan MethicillinAResistant StaphylococcusAaureusiyang kemudian hasil perlakuan dinilai berdasarkan diametermzonaAhambat yang dihasilkan. Sampel dibagiamenjadi 2akelompok yaitu kelompok kontrol (K) danikelompok perlakuani(P). Kelompok kontrol adalah kontrolinegatif yaitu akuades (K-) dan kontrolapositifiyaitu Linezoid (K+). Kelompok perlakuanadibagiamenjadi 4 kelompok berdasarkan konsentrasi larutan madu yang diuji yaitu konsentrasi 12,5% (12,5 ml/ml) (P1), 25% (25 ml/ml) (P2), 50% (50 ml/ml) (P3), 100% (100 ml/ml) (P4).

Sampel    bakteri    yang    digunakanMdalam

penelitianMadalah     spesimen     bakteriMMethicillin

ResistantMStaphylococcusMAureus. Bakteri ini diperoleh dari InstalasiMLaboratorium SMF Mikrobiologi KlinikNRumahASakitAUmumiPusat

Sanglah,iFakultasMMKedokteran  Universitas Udayana.

Sampel madu yang akan digunakan merupakan Madu Kele Sanjiwani asli yang diproduksi atau yang lebahnya diternak di daerah Bali, Indonesia. PenelitianAiniAdilaksanakan di LaboratoriumAMikrobiologiNFakultasIKedokteran UniversitasIUdayana, Jalan Sudirman,IDenpasar.

Uji daya hambat diawali dengan proses pengenceran dengan pelarut akuades menjadi konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, dan 100%. Pengujian daya hambat menggunakan metode disk diffusion. Sebelum memulai uji daya hambat larutan madu, disk kosong direndam selama 15 menit pada masing-masing konsentrasi larutan madu yang dibuat, larutan kontrol negatif dan kontrol positif. Pada larutan kontrol negatif, disk direndam dalam akuades sedangkan pada larutan kontrol positif, disk direndam pada larutan linezoid 30 µg. Tahapan selanjutnya adalah mempersiapkan kulturAbakteri denganAkekeruhan    standarA0.5    McFarlandI(1x108

CFU/ml). BakteriMkemudian dioleskanMsecara merataMke MullerMHinton AgarM(MHA)Idengan menggunakanNswab kapasNsteril danNdidiamkan selamaN30 menitApada suhuIruangan (Alqurashi, et al, 2013). Masing-masingNdisk yangNsudah        direndamNdalam        larutanNuji

danNlarutanNkontrol, kemudianNditempelkan padaNmedia MHAIdengan jarak antar disk minimal 15 mm dan sedikit ditekan menggunakan pinset. Disk yang sudah ditempelkan

pertama kali tidak boleh dipindahkan atau digeser. MediaNkemudian diinkubasiNselama 24Njam pada suhuN35ºC. SetelahI24 jam, dilakukanIpengukuran zonaIhambat menggunakanNjangka sorongIdengan mengukur zonaAbening yangAtimbul pada cawan petri[4]. Zona hambat kemudian diukur menggunakan jangkaNsorongNdalam ukuran mm, kemudianNdicatat.

Diameterazona hambatadibandingkanadengan kriteria DavisadanaStout tahun 1971 dan Greenwood tahun 1995[5,6]. Data kemudian dilakukanauji normalitas dan homogenitas, analisa data menggunakan One Way Anova. Penelitian telah mendapatkan izin dari KomisiEEtik Penelitian FakultasNKedokteran UniversitasIUdayana dengan nomorIsurat 2549/UN14.2.2.VII.14/LP/2019

HASIL

Hasil pengujian komposisi Madau Kele Sanjiwani (Tabel 1)

Tabel 1. Hasil Analisis Komposisi Madu Kele Sanjiwani Parameter                                 Hasil

IC 50 (ppm)

981,8241

Kapasitas Antioksidan (mg/L GAEAC)

971,84

Total Fenol (mg/100g GAE)

477,91

Flavonoid (mg/100g)

7483,16

pH

3,01

Total Gula (%)

12,65

Gula Reduksi (%)

10,45

Hasil uji daya hambat Madu Kele Sanjiwani terhadap bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) padaMmedia Mueller Hinton Agar dengan metode disk diffusion mendapatkan hasil zona hambat seperti tabel berikut iniI(Tabel 2).

Tabel 2. DiameterNZonaNHambat Larutan Madu terhadap Bakteri Methicillin Resistant StaphylococcusNAureus

Jenis Perlakuan

DiameterIZona HambatI(mm)

I

II

III

IV

P1: Konsentrasi 12,5%

0

0

0

0

P2: Konsentrasi 25%

0

0

0

0

P3: Konsentrasi 50%

0

0

0

0

P4: Konsentrasi 100%

7

8

7

7

K(-): Aquades

0

0

0

0

K(+): Linezolid

37

37

37

37

Uji analisis yang pertama kali dilakukan adalah untuk menentukan normalitas dan homogenitas data penelitian. Uji

normalitas, didapatkan hasil nilaiNsignifikansi 0,683N(p>0.05) padaNkonsentrasiI100%. Untuk konsentrasi 12,5%, 25%, dan 50% tidak dapat dilakukan uji normalitas dikarenakan data bernilai 0. Berdasarkan nilai tersebut menunjukan data berdistribusiMnormal. Hasil ujiNhomogenitas menunjukan bahwa nilai signifikansiI0,053 (p>0,05)Iyang menunjukanidata penelitan adalah homogen. Data penelitian berdistribusiInormal dan bersifat homogen sehingga digunakan metode analisa data OneIWayIAnova.

BerdasarkanNuji OneNWayNAnova tidaknada perbedaan signifikannantara larutan madu dengan konsentrasi 12,5%, 25%, dan 50% setelah ketiga konsentrasi tersebut dibandingkan satu sama lain. Konsentrasi 100% menunjukan hasil perbedaan yang signifikan saat dibandingkan dengan ketiga konsentrasi lainnya. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa hanya larutan Madu Kele Sanjiwani dengan konsentrasim 100% yang memiliki daya hambat, sedangkan konsentrasi 12,5%,I25%, danI50% tidak memiliki zonaihambat (Gambar 1).

Gambar 1. Hasil pengukuran uji daya hambat Madu Kele Sanjiwani terhadap MRSA pada MH agar

PEMBAHASAN

Hasil pengamatan penelitian menunjukan hanya pada larutan madu dengan konsentrasi 100% yang memiliki daya hambat, sebanyak 4 kali pengulangan dilakukan didapatkan hasil masing-masing 7mm, 8mm, 7mm, 7mm. Hasil studi ini sesuaiIdenganIpenelitianIyangIdilakukan Rani pada tahun 2017 mengenai aktivitas antibakteri dari madu lokal Andrha Pradesh, India terhadap bakteri MRSA dan MSSA. Metode yang digunakan adalah disk diffusion dengan madu yang

Ariel Ekaputra1, Ida Ayu Dewi Wiryanthini2, I Wayan Gede Sutadarma2

tidak diencerken konsentrasi 100%, dilakukan juga dengan berbagai antibiotik umum yang sering digunakan[7]. Kelompok perlakuan madu 100% menghasilkan diameter zona hambat 36,2 mm terhadap bakteri MRSA.

Penelitian oleh Hussain tahun 2019 mengenai potensi aktivitas antibakteri dari 10 sampel madu lokal Saudi terhadap bakteri MRSA dan MSSA. Penelitian ini menggunakan metode agar well diffusion, konsentrasi yang digunakan 50% dan 25% dilarutkan dalam air distilasi steril atau aquades. Menghasilkan zona hambat yang bervariasi antara satu madu dengan madu yang lain, dengan zona hambat pada seluruh kelompok konsentrasi 50% lebih besar dari kelompok konsentrasi 25% dengan beberapa sampel madu dari kelompok konsentrasi 25% tidak terdapat zona hambat[8].

Hasil dari penelitian oleh Hussain tahun 2019 ini mendukung hasil dari penelitian bahwa tidak semua madu dapat menghasilkan zona hambat apabila sudah di larutkan, kemudian dapat pula disimpulkan bahwandiameternzonanhambat bakteri yang terbentuk berbanding lurus dengan peningkatanNkonsentrasi larutanNyang diberikan. Kesimpulan ini dapat ditarik dikarenakan daya hambat bakteri pada Madu Kele Sanjiwani konsentrasi 100% memiliki nilai yang kecil maka kemudian tidak mengherankan apabila kelompok konsentrasi yang lebih kecil tidak menghasilkan zona hambat, hal ini di dukung oleh penelitian oleh Hussain tahun 2019 bahwa semakin kecil konsentrasi maka semakin kecil pula daya hambatnya[8].

Zonanhambat kemudian dibandingkanidengan kriteria Davis dan Stout, dan Greenwood. DibandingkanMdengan Davis dan Stout maka didapatkanNkelompok konsentrasi 100%nmemiliki dayanhambatnsedang, sedangkan kelompok lainnya tidak memiliki daya hambat[5]. Sementara apabila berdasarkan kriteria daya hambat bakteri Greenwood tahun 1995, larutan madu dengan semua konsentrasinya yaitu 12,5%, 25%, 50%, dan 100% dikategorikan tidak memiliki daya hambat karena memiliki rerata diameter zona hambat <10mm[6]. Berdasarkan kedua klasifikasi diatas, daya hambat madu pada konsentrasi 12,5%, 25%, 50% tidak memiliki daya hambat. Sedangkan untuk konsentrasi 100% apabila mengikuti klasifikasi berdasarkan Greenwood tahun 1995 tidak memiliki daya hambat, namun berdasarkan hasil pengamatan terlihat jelas bahwa konsentrasi 100% memiliki daya hambat meskipun tidak besar sehingga tidak dapat pula dikategorikan menjadi tidak memiliki daya hambat. Oleh karena itu diputuskan untuk mengklasifikasikan madu dengan konsentrasi 100% memiliki daya hambat lemah.

Hipotesis awal penelitian menyatakan bahwa madu walaupun sudah dilarutkan masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri, namun dari hasil penelitan kelompok

konsentrasiN12,5%, 25%, dan 50%Ntidak memiliki zonaNhambat kemungkinan disebabkan karena kelompok konsentrasi yang sudah dilarutkan tidak mengandung zat aktif yang cukup untukimenghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini bertentangan dengannpenelitian Cooper tahun 2002 mengenai uji sensitivitas dari madu terhadap bakteri coccus gram positif yang diisolasi dari luka klinis, pada penelitian ini dilakukan dengan metode MIC (Minimum Inhibitory concentration) dengan hasil bahwa larutan madu dengan konsentrasi rata-rata 2,98% dapat menghambat pertumbuhan bakteri MRSA[9]. Walaupun metode penelitan yang digunakan berbeda, namun dapat dilihat hasil yang didapatkan cukup berbeda bahwa larutan madu dengan konsentrasi yang sangat rendah sekalipun masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Madu Kele Sanjiwani yang sudah diuji tidak memberikan efek yang diharapkan setelah dilakukannya proses pengenceran, kemungkinan juga disebabkan oleh potensi daya hambat yang kecil sehingga apabila dilakukan pengenceran menjadi konsentrasi yang lebih kecil daya hambatnya semakin kecil atau tidak memiliki daya hambat.

Penelitian oleh Roshnan pada tahun 2016 dan Mama tahun masing-masing penelitian melakukan uji aktivitas antibakteri madu dengan menggunakan beberapa metode antara lain MIC, MBC, Time kill assay, Agar Well diffusion, dan Disk Diffusion. Hasil uji aktivitas antibakteri pada kedua penelitian diatas sangat bervariasi antar metode yang digunakan dan memiliki inkonsistensi antar metode, sebagai contoh apabila menggunakan metode MIC sampel madu WA manuka pada penelitian dapat menghambat pertumbuhan madu dengan konsentrasi 16% sedangkan apabila menggunakan metode agar well diffusion sampel madu yang sama dengan konsentrasi 50% tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Contoh lain pada penelitian Mama tahun 2019 dengan mengunakan metode disk diffusion konsentrasi yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah diantara konsentrasi 50% sampai 100%, sedangkan apabila menggunakan MIC dan MBC konsentrasi minimum oleh sampel madu yang sama dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan konsentrasi antara 9,38% sampai 37,5% [10,11].

Penelitian diatas mengindikasikan bahwa sampel madu menunjukan hasil yang kurang baik pada uji aktivitas antibakteri dengan metode berbasis agar seperti agar well diffusion dan disk diffusion apabila dibandingkan dengan metode lain, oleh karena itu metode berbasis agar tidak dapat merefleksikan aktifitas antibakteri dari madu dengan baik. Lebih lanjut lagi penelitan oleh Hussain tahun 2019 membahas bahwa metode berbasis agar walaupun seringkali digunakan untuk mengevaluasi efek antibakteri madu namun memiliki beberapa limitasi, antara lain memiliki sensitifitas

yang rendah kemudian senyawa bioaktif berukuran besar dari tanaman yang dimiliki madu tidak dapat berdifusi dengan baik atau sangat lambat sehingga efeknya tidak dapat terlihat dengan metode ini[8].

Perbedaan hasil daya hambat madu dengan penelitian-penelitan sebelumnya disebabkan, madu memiliki efek yang berbeda tergantung pada daerah dimana lebah menghasilkan madu, jenis flora yang ada pada daerah tersebut, dan pada spesies lebah madu yang menghasilkan madu itu sendiri12]. Madu Kele Sanjiwani apabila dibandingkan dengan madu-madu jenis lain maka jelas memiliki komposisi yang berbeda. Perbedaan komposisi ini sangat berpengaruh pada daya hambatnya.

Aktivitas Antibakteri dari setiap jenis madu berbeda mekanismenya, secara umum madu bergantung pada kandungan Hidrogen Peroksida dan gula yang tinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Selain mekanisme diatas tingkat pH yang rendah juga dapat berpengaruh pada aktivitas antibakteri [9,13]. Meski aktivitas antibakteri dari Madu Kele Sanjiwani bersifat lemah terhadap MRSA akan tetapi Madu Kele Sanjiwani memiliki kapasitas antioksidan, total fenol, dan flavonoid yang cukup baik. Kapasitas antioksidan,     total fenol, dan flavonoid seringkali

diasosiasikan dengan efek antioksidan ketimbang efek antimikrobial[7]. Oleh karena itu Madu Kele Sanjiwani masih dapat digunakan untuk membantu dalamiproses penyembuhaniluka seperti lukaibakar, lukaikronis, dan ulkus.

SIMPULAN

Madu Kele Sanjiwani denganNkonsentrasi 100% memilikiMdaya hambatMrendah terhadap pertumbuhan bakteri Methicillin Resistant StaphylococcusMAureus (MRSA). Madu Kele Sanjiwani memilikinperbedaan dayanhambat yang bermaknaNpada konsentrasi 100% dibandingkan dengan konsentrasi lainnya, tetapi pada kelompok konsentrasin12,5%, 25%, dan 50% tidakimemiliki dayaMhambat dan tidak memiliki perbedaan bermakna.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Taylor T, Unakal C. Staphylococcus Aureus [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2018 [cited 3 January 2019].              Available             from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441868/

  • 2.    Singhal H. Wound Infection:  Background,

Pathophysiology,       Etiology       [Internet].

Emedicine.medscape.com. 2018 [cited 2 January 2019].              Available             from:

https://emedicine.medscape.com/article/188988-overview#a4

  • 3.    Rogalska T. Healing the Bee’s Knees On Honey and Wound Healing. JAMA Dermatology. 2016;152(3); 275.M,

  • 4.    M. A. Antibacterial activity of Saudi honey against Gram negative bacteria. Journal of Microbiology and Antimicrobials. 2013;5(1):1-5.

  • 5.    Davis W, Stout T. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic Assay. Applied Microbiology. 1971;22(4):666-670.

  • 6.    Greenwood D. Antibiotics Susceptibility (Sensitivity)     Test     Antimicrobial     and

Chemotheraphy. USA:Mc Graw Hill Company. 1995;.

  • 7.    Rani G. Antimicrobial Activity of Honey with Special Reference to Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) and Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA). JOURNAL OF CLINICAL AND DIAGNOSTIC RESEARCH. 2017;.

  • 8.    Hussain M, Kamel Y, Ullah Z, Jiman-Fatani A, Ahmad A. In vitro evaluation of methicillin-resistant and methicillin-sensitive Staphylococcus aureus susceptibility to Saudi honeys. BMC Complementary and Alternative Medicine. 2019;19(1).

  • 9.    Cooper R, Molan P, Harding K. The sensitivity to honey of Gram-positive cocci of clinical significance isolated from wounds. Journal of Applied Microbiology. 2002;93(5):857-863.

  • 10.    Roshan N, Rippers T, Locher C, Hammer K. Antibacterial activity and chemical characteristics of several Western Australian honeys compared to manuka honey and pasture honey. Archives of Microbiology. 2016;199(2):347-355.

  • 11.    Mama M, Teshome T, Detamo J. Antibacterial Activity of Honey against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus:  A Laboratory-Based

Experimental Study. International Journal of Microbiology. 2019:1-9.

  • 12.    Kingsley A. The use of honey in the treatment of infected wounds: case studies. British Journal of Nursing. 2001;10(Sup5):S13-S20.

  • 13.    Almasaudi S, Al-Nahari A, Abd El-Ghany E, Barbour E, Al Muhayawi S, Al-Jaouni S et al. Antimicrobial effect of different types of honey on Staphylococcus aureus. Saudi Journal of Biological Sciences. 2017;24(6):1255-1261.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i6.P03

18