ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.11,NOVEMBER, 2022

I—,⅛ o λ  Idirectoryof

;      OPEN ACCESS

IJOURNALS


Diterima: 2022-05-07Revisi: 2022-08-07 Accepted: 25-09-2022

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA SAPI DI MEDAN ESTATE KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

Lela Fara Arifa1, Efrida Pima Sari Tambunan2, Syukriah3

1Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan 20371, Sumatera Utara, Indonesia

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Ektoparasit merupakan parasit yang menempel pada permukaan tubuh dan bergantung pada inangnya. Ektoparasit berperan sebagai penyebar vektor penyakit seperti diare, tifus, disentri, miasis, malaria dan demam berdarah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis ektoparasit pada sapi, tingkat prevalensi, dan intensitas serangan ektoparasit di Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 25 ekor sapi yang dipelihara secara intensif dan 25 ekor sapi secara ekstensif yang dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2021. Pengambilan sampel secara manual dan dengan sweeping net (tangguk serangga). Sampel ektoparasit yang telah didapatkan kemudian diidentifikasi dan dideterminasi. Hasil penelitian didapatkan 4 jenis ektoparasit, yaitu Rhipicephalus microplus, Calliphora vomitoria, Aedes triseriatus, dan Musca domestica. Persentase prevalensi tertinggi terdapat pada sapi yang dipelihara secara ekstensif yaitu, Rhipicephalus microplus dengan nilai 100% (Always: selalu), sedangkan prevalensi terendah pada sapi yang dipelihara intensif yaitu, Calliphora vomitoria dengan nilai 42% (Commonly: umumnya). Intensitas ektoparasit paling tinggi terdapat pada Rhipicephalus microplus dengan nilai 9,3 (Heavy: parah) yang dipelihara secara ekstensif. Intensitas serangan ektoparasit paling rendah pada spesies Calliphora vomitoria dengan nilai 2,6 (Light: ringan) pada pemeliharaan intensif.

Kata kunci : Prevalensi, Ektoparasit, Sapi, Intensif, Ekstensif

ABSTRACT

Ectoparasites are parasites that attach to the surface of the body and depend on their host. Ectoparasites act as vectors of disease spreaders such as diarrhea, typhus, dysentery, myiasis, malaria and dengue fever. This study aims to determine the types of ectoparasites in cattle, prevalence rates, and intensity of ectoparasite attacks in Medan Estate, Percut Sei Tuan District, Deli Serdang Regency. The object of research used in this study were 25 intensively reared cows and 25 extensive cattle which were carried out from September to October 2021. Sampling was done manually and with a sweeping net (insect net). The ectoparasite samples that have been obtained are then identified and determined. The results showed 4 types of ectoparasites, namely Rhipicephalus microplus, Calliphora vomitoria, Aedes triseriatus, and Musca domestica. The highest prevalence percentage was found in extensively reared cattle, namely, Rhipicephalus microplus with a value of 100% (Always: always), while the lowest prevalence was in intensively reared cattle, namely, Calliphora vomitoria with a value of 42% (Commonly: generally). The highest ectoparasite intensity was found in Rhipicephalus microplus with a value of 9.3 (Heavy: severe) which was maintained extensively. The intensity of ectoparasite attack was lowest in Calliphora vomitoria species with a value of 2.6 (Light: mild) in intensive care.

Keywords : Prevalence, Ectoparasites, Cattle, Intensive, Extensive

PENDAHULUAN

Sapi merupakan hewan ternak memamah biak yang tubuhnya berukuran besar, mempunyai empat kaki, ada yang memiliki tanduk dan tidak memiliki tanduk, serta ada yang memiliki punuk dan ada juga yang tidak berpunuk.1 Berdasarkan Rencana Strategis Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2010, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada tahun 20102014 menetapkan daging sapi sebagai komoditas strategis 2014 karena termasuk kedalam 1 dari 5 komoditas bahan pangan.2 Meningkatnya permintaan akan daging sapi diperkirakan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani, bertambahnya jumlah penduduk, dan daya beli masyarakat yang tinggi.3

Terdapat beberapa faktor dalam upaya meningkatkan populasi sapi, seperti pencegahan penyakit dan manajemen kandang. Menurunnya produktivitas ternak sapi disebabkan oleh virus, bakteri, endoparasit dan ektopatasit.4

Ektoparasit adalah parasit yang terdapat di permukaan tubuh dan hidup bergantungan kepada inangnya.5 Banyaknya ektoparasit dalam tubuh hewan diantarnya, lalat, caplak, nyamuk, dan kutu mengakibatkan luka pada bagian tertentu tubuh hewan sehingga rusaknya jaringan kulit karena menghisap cairan dari tubuh sapi.6

Adanya ektoparasit dapat menimbulkan masalah dalam peternakan, seperti dari segi kesehatan maupun ekonomi. Hal tersebut dapat menyebabkan kerugian bagi peternak. Dari segi ekonomi, kerugian yang didapatkan seperti bobot badan sapi yang menurun, sapi kehilangan darah, dan tidak optimalnya konversi pakan. Adanya ektoparasit juga dapat menyebabkan nilai ekonomis dari kulit sapi menurun karena rusaknya kulit sapi.7

Berdasarkan observasi dan wawancara di desa Medan Estate masih banyak ditemukan masalah kesehatan pada ternak dengan gejala berupa, ternak yang tampak kurus, serta kesadaran peternak masih kurang akan kesehatan sapi dan pola pemberian pakan yang kurang tepat. Banyak peternak yang membiarkan sapi-sapinya mencari makan di semak-semak atau memasuki area kebun sawit. Sapi dilepas setiap pagi sekitar pukul 07.00 WIB, yang dimana keadaan lahan rerumputan di lokasi tempat sapi mencari makan masih lembab. Keadaan seperti itulah yang mengakibatkan sapi terserang oleh ektoparasit sejenis caplak, kutu, tungau, lalat ataupun lainnya. Untuk mengetahui adanya ektoparasit pada tubuh sapi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi jenis- jenis ektoparasit yang ada pada tubuh sapi tersebut. Oleh karena itulah, penulis memilih lokasi penelitian di Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Hasil dari data yang didapatkan dari penelitian, diharapkan dapat menjadi acuan dalam mengatasi dan mencegah terjadinya infestasi dari ektoparasit pada sapi.

TINJAUAN PUSTAKA

Pola Pemeliharaan Sapi

Dalam sistem pemeliharaan sapi, terdapat tiga pola pemeliharaan sebagai berikut: pola pemeliharaan secara digembalakan (ekstensif), pola pemeliharaan secara dikandangkan (intensif) dan pola pemeliharaan kombinasi antara pemeliharaan secara intensif dan ekstensif (semi intensif).

Penyakit Ektoparasit

Ektoparasit bersifat Obligatif dan Fakultatif. Obligatif adalah dimana mulai dari dewasa sampai pradewasa seluruh stadiumnya hidup bergantung kepada inangnya. Manusia, mamalia dan unggas termasuk inang ektoparasit. Contohnya, kutu penghisap (Anoplura) yang menghabiskan seluruh hidupnya termasuk menghisap darah atau jaringan inang diantara permukaan tubuh inangnya, seperti pada bulu dan rambut mamalia. Fakultatif adalah suatu ektoparasit yang sebagian besar bergantung hidup diluar tubuh inangnya. Kelompok ini terdapat pada tubuh inang saat memerlukan makan atau hanya untuk makan atau menghisap darah. Contohnya seperti, kutu busuk (Hemiptera: Cimicidae), yang datang ke tubuh inang hanya karna memerlukan darah, lalu bersembunyi di celah-celah yang terlindung atau tempat gelap dan jauh dari inangnya.8

Penggolongan dan Jenis Ektoparasit

Di Indonesia, ektoparasit yang banyak dijumpai antara lain seperti berbagai jenis lalat (Muscidae), nyamuk (Culicidae), tungau (Parasitiformes), caplak (Acariformes), kutu (Phthiraptera), pinjal (Siphonaptera), dan kutu busuk (Hemiptera).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan bahan-bahan sebagai berikut: sampel ektoparasit, alkohol 70 %. Objek penelitian ini menggunakan 50 ekor sapi milik peternak di desa Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan yang dilakukan dengan purposive sampling yaitu memilih kriteria-kriteria tertentu untuk dijadikan sampel. Sapi yang akan diamati dilihat berdasarkan pola pemeliharaan (Intensif dan Ekstensif).9

Teknik pengumpulan sampel menggunakan dua cara, yakni secara manual dan cara kedua dengan tangguk serangga (sweeping net). Pengumpulan sampel secara manual adalah, mengumpulkan ektoparasit dengan cara sederhana seperti menangkap dengan tangan atau dibantu dengan alat penjepit, sisir, sikat bulu, kuas, penyiduk, serok penyaring, atau alat lainnya, dan cara ini dilakukan untuk mengumpulkan ektoparasit yang terdapat pada bulu atau rambut   sapi.10   Sedangkan pengumpulan sampel

menggunakan tangguk/jaring serangga (sweeping net) dilakukan dengan menangkap serangga terbang seperti lalat atau lainnya.11

Sampel ektoparasit dikumpulkan dalam dua kali sehari. Pengumpulan pertama dilakukan setiap pagi mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB. Pengumpulan kedua dilakukan saat sore mulai pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB.

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian ektoparasit yang telah dilakukan pada 50 ekor sapi di Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan, dimana terdiri dari 25 ekor sapi yang dikandangkan (intensif) dan 25 ekor sapi yang dilepaskan (ekstensif), maka diperoleh 4 jenis ektoparasit, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Jenis Ektoparasit pada Sapi di Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan

Filum

Kelas

Ord o

Famili

Genus

Spesies

Arthro poda

Insect a

Dipt era

Culicida e

Aedes

Aedes triseriatu s

Arthro poda

Insect a

Dipt era

Callipho ridae

Callip hora

Calliphor a vomitoria

Arthro poda

Insect a

Dipt era

Muscida e

Musca

Musca domestic a

Arthro poda

Arach nida

Ixod ida

Ixodidae

Rhipic eph-alus

Rhipicep halus microplus


Ektoparasit yang paling dominan dijumpai pada sapi yang dikandangkan (intensif) maupun dilepaskan (ekstensif) antara lain yaitu, Spesies Rhipicephalus microplus dari Famili Ixodidae. Rhipicephalus microplus banyak terdapat dibagian cela tubuh sapi yang tidak sering terlihat oleh peternak, sehingga akan sulit untuk dibersihkan serta mudah untuk berkembangbiak.

PEMBAHASAN

Aedes triseriatus

Aedes triseriatus merupakan nyamuk yang mempunyai perilaku dengan menetaskan telurnya di lubang pohon berisi air hujan sehingga dikenal dengan nama nyamuk pepohonan. Pada spesies nyamuk dewasa biasanya menghisap darah pada pagi hari dan sore hari hingga berakhir petang.12

Gambar 1. Aedes triseriatus (Dokumentasi pribadi)

Berdasarkan gambar 1, Aedes triseriatus memiliki ciri-ciri khusus yaitu, antena dan palpi pendek berwarna hitam, bagian belakang kepala ditutupi sisik perak-putih. Dada berwarna coklat kehitaman dengan garis tengah lebar berwarna coklat tua, dan sisi-sisinya berwarna putih. Scutellum (bagian dorsal) berwarna coklat tua. Abdomen berwarna biru kehitaman dengan bercak putih dibagian lateral. Panjang sayap 3,5 hingga 4,0 mm, dengan sisik yang gelap. Tulang paha belakang berwarna putih kekuningan dan gelap diujungnya. Femur, Tibia, dan Tarsi berwarna hitam.

Calliphora vomitoria

Calliphora vomitoria atau lalat hijau merupakan lalat yang memiliki kebiasaan hinggap pada kotoran, bangkai dan sampah. Lalat ini juga merupakan salah satu spesies paling umum dalam genusnya.13

Gambar 2. Calliphora vomitoria (Dokumentasi pribadi)


Berdasarkan gambar 2, Calliphora vomitoria memiliki ciri-ciri khusus yaitu, memiliki panjang sekitar 10-14 mm. Kepalanya berwarna gelap dengan mata majemuk berwarna merah. Dada dan abdomen memiliki warna biru metalik yang terang dan ada tanda hitamnya. Terdapat bulu hitam seperti rambut yang menutupi tubuh dan kakinya. Mempunyai 4 tarsi setiap kaki yang berwarna merah muda dan hitam, serta antenanya yang pendek.

Musca domestica

Musca domestica atau disebut juga denga lalat rumah merupakan hama yang sering dijumpai pada permukiman masyarakat, industri makanan, maupun peternakan. Lalat ini juga merupakan vektor penyakit yang membahayakan kesehatan manusia, seperti tifus, diare, disentri dan kolera.

Gambar 3. Musca domestica (Dokumentasi pribadi)

Berdasarkan gambar 3, Musca domestica memiliki ciri-ciri khusus yaitu, memiliki panjang sekitar 6-7 mm. Kepalanya berwarna gelap dengan mata majemuk berwarna

Lela Fara Arifa1, Efrida Pima Sari Tambunan2, Syukriah3

merah. Dada memiliki garis longitudinal yang genap dan lebar di permukaan dorsal dengan warna abu-abu dan hitam. Abdomennya memiliki tanda gelap dan garis gelap di bagian samping yang tidak teratur dan berwarna abu-abu ataupun kekuningan. Mempunyai tarsus di bagian kaki, dan diujung setiap kaki memiliki sepasang cakar.

Rhipicephalus microplus

Caplak Rhipicephalus microplus merupakan salah satu ektoparasit yang berkulit keras dan menyebabkan kerugian pada ternak secara ekonomis. Caplak Rhipicephalus microplus menyerang hewan ternak, seperti sapi, kerbau, dan hewan liar yang penyebarannya luas di berbagai wilayah Indonesia.14

Gambar 4. Rhipicephalus microplus bagian Dorsal (kiri); bagian Abdomen (kanan) (Dokumentasi pribadi)

Berdasarkan gambar 4.4, Rhipicephalus microplus memiliki ciri-ciri khusus yaitu, panjang tubuhnya sekitar 30 mm. Basis capituli dan scutumnya berwarna kuning. Memiliki alloscutum berwarna merah, dan memiliki 4 pasang kaki berwarna merah.

Prevalensi dan Intensitas Serangan Ektoparasit pada Sapi di Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 25 ekor sapi dengan pemeliharaan intensif atau dikandangkan dan 25 ekor sapi dengan pemeliharaan ekstensif atau dilepaskan di Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan, maka dapat diketahui nilai prevalensi ektoparasit dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2. Prevalensi dan Intensitas Serangan Ektoparasit pada Sapi di Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan

Metode Pemeliharaan

No. JenisEktoparasit

Ekstensif

Intensif

Prevalensi

Intensitas

Prevalensi

Intensitas

j RhipKephaItis ' microplus

100% (Always)

9.3 (Heavy)

96% (Almost always)

8.8 (Heavy)

2 CalIphora ' Wmitoria

100% (Always)

4.5 (Right)

42% (Commonly)

2.6 (Light)

1 Aedes triseriatus

100% (Always)

6.9 (Heavy)

54% (Frequently)

2,7 (Light)

4. Musca domestica

90% (Almost always)

4.7 (Light)

52% (Frequently)

3.2 (Light)

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa prevalensi tertinggi terdapat pada pola pemeliharaan ekstensif dan ditemukan pada spesies Rhipicephalus microplus, Calliphora vomitoria, dan Aedes triseriatus dengan nilai prevalensi 100% berada pada kategori Always (selalu), yang artinya ektoparasit tersebut selalu menginfeksi tubuh sapi dan sulit jika dilakukan upaya pengendaliannya karena ektoparasit tersebut sudah meninggalkan vektor-vektor penyakit pada tubuh hewan yang ditumpanginya. Prevalensi terendah terdapat pada pola pemeliharaan intensif yang ditemukan pada spesies Calliphora vomitoria dengan nilai prevalensi 42% berada pada kategori Commonly (umumnya), yang artinya tingkat infeksinya masih biasa.

Intensitas serangan ektoparasit paling tinggi terdapat pada spesies Rhipicephalus microplus dengan nilai intensitas 9,3 pada pemeliharaan ekstensif dan 8,8 pada pemeliharaan intensif dan termasuk ke dalam kategori Heavy (parah), yang artinya tingkat infeksi atau serangan dari ektoparasit tersebut sangat tinggi. Sedangkan intensitas serangan ektoparasit paling rendah terdapat pada spesies Calliphora vomitoria memiliki intensitas dengan nilai 2,6 dan Aedes triseriatus memiliki nilai intensitas yaitu 2,7 pada pemeliharaan intensif dan termasuk ke dalam kategori light (ringan), yang artinya tingkat infeksi atau serangan dari ektoparasit tersebut sangat rendah dan masih bisa dikendalikan.

SIMPULAN

Berdasarkan data hasil penelitian mengenai Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit pada Sapi di Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara dapat disimpulkan antara lain yaitu:

Jenis ektoparasit yang didapatkan pada sapi dengan pemeliharaan Intensif dan Ekstensif di Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan terdiri dari empat spesies yaitu, Rhipicephalus microplus, Calliphora vomitoria, Aedes triseriatus, dan Musca domestica.

Prevalensi ektoparasit tertinggi ditemukan pada sapi yang dipelihara secara ekstensif yaitu Rhipicephalus microplus, Calliphora vomitoria, dan Aedes triseriatus dengan nilai 100% (Always: selalu). Prevalensi terendah terdapat pada sapi dengan pemeliharaan secara intensif yakni, Calliphora vomitoria dengan nilai 42% (Commonly: umumnya).

Intensitas serangan ektoparasit paling tinggi terdapat pada spesies Rhipicephalus microplus dengan nilai intensitas 9,3 (Heavy: parah) pada pemeliharaan ekstensif. Intensitas serangan ektoparasit paling rendah terdapat pada spesies Calliphora vomitoria dengan nilai 2,6 (Light: ringan) pada pemeliharaan intensif.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1. Jumriah, Syam. 2013. Ilmu Dasar Ternak Potong. Makassar: Alauddin Press.

  • 2.    Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2010-2014 Edisi Revisi. Jakarta [ID]: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.

  • 3.    Dariyanto, A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. Bogor [ID].: IPB Press.

  • 4.    Syafrial, Z., A. Yusri, E. Susilawati, Bustami. 2007. Manajemen Pengelolaan Penggemukan Sapi Potong. Jambi. Laporan Hasil Pengkajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.

  • 5H adi, U.K., dan Susi, S. 2010. Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi, dan Pengendaliannya. IPB Press. Bogor.

  • 6.    Widaswari, K.W., Ni, Luh W., I. B. Made, S. 2016. Diversitas Serangga Yang Berinteraksi Dengan Sapi Bali (Bos sondaicus) Di Daerah Tegalan Dan Pinggir Hutan. Jurnal Biologi. 20 (2): 83.

  • 7. Almet, J, Lidya Emmanuela N., Aji W. 2017. Landing Site Predileksi Lalat Sumba (Hippobosca sp.) Pada Sapi Bali. Jurnal Kajian Veteriner. Vol 5 (1): 59-72.

  • 8. Hadi U.K., Dwi, J.G., Susi, S., Singgih, H. S. 2017. Pandun Ektoparasit: Bidang Medis & Veteriner Edisi ke 2. Bogor: PB Press.

  • 9.    Nezar, Muhammad dan Rofiq. 2014. Jenis Cacing pada Feses Sapi di TPA Jatibarang dan KTT Sidomulyo Desa Nongkosawit Semarang. Semarang: Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang.

  • 10. Hadi, U.K., dan Susi, S. 2017. Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi, dan Pengendaliannya. Bogor: IPB Press.

  • 11.    Hadi, U.K., Dwi, J.G., Susi, S., Singgih, H. S. 2017. Panduan Ektoparasit: Bidang Medis & Veteriner Edisi ke 2. Bogor: IPB Press.

  • 12.    Lestari, Bekti, D. 2009. Identifikasi Nyamuk Diurnal di Kelurahan Sawojajar Kota Malang. Skripsi. FMIPA. Malang: Universitas Brawijaya.

  • 13.    Pituari, Dirhan dan Murtiningsih. 2020. Analisis Tingkat Kepadatan Lalat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Sebakul Kota Bengkulu. Jurnal Sains Kesehatan. Vol. 27 (3): 9-17.

  • 4    Sahara, Ana, Joko P., Rini W., Kurniasih, dan Wisnu N. 2015. Kekerabatan Genetik Caplak Rhiphicephalus (Boophilus) microplus Asal Indonesia berdasarkan Sekuen Internal Transcribed Spacer-2. Jurnal Veteriner. Vol. 16 (3): 311.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2022.V11.i11.P10

61