IMPETIGO BULOSA : SEBUAH LAPORAN KASUS

Nyoman Raditya Adiprayoga, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah, Denpasar, Bali

ABSTRAK

Impetigo merupakan peradangan superfisialis yang terbatas pada bagian epidermis yang disebabkan oleh infeksi bakteri stafilokokus dan streptokokus sp. Salah satu bentuk klinis yang paling sering dijumpai pada kasus pediatrik adalah impetigo bulosa, bakteri ini menyebar dari satu individu ke individu yang lainnya melalui suatu kontak langsung seperti melalui kontak tangan. Dilaporkan suatu kasus impetigo bulosa pada anak perempuan usia 7 tahun dengan gambaran klinis berupa bula dengan dinding kendor berisi berisi nanah, hipopion di atas kulit yang eritema, tanpa riwayat demam maupun nyeri. Pengobatan yang diberikan adalah kapsul oral Cefadroxil 500 mg 2x1 selama lima hari dan topikal Mupirosin 2 % cream dioleskan 2 x sehari selama 7 hari dengan memberikan respon terapi yang baik, serta tanpa komplikasi. Prognosis pasien ini adalah baik

Kata Kunci : Impetigo bulosa, Cefadroxil, Mupirosin

ABSTRACT

Impetigo is a superficial inflammation is limited to the epidermis caused by a bacterial infection staphylococcus and streptococcus sp. One of the most frequent clinical forms encountered in pediatric cases is Bullous impetigo, these bacteria spread from one individual to another through a direct contact such as through hand contact. Reported a case of bullous impetigo in girls aged 7 years with a clinical picture of a bull with saggy walls contain pus, hypopyon above skin erythema, without a history of fever and pain. Treatment is given Cefadroxil 500 mg oral capsule 2x1 for five days and topical mupirocin 2% cream applied 2 times daily for 1 week with good results. The patient's prognosis is good.

Keywords: bullous impetigo, Cefadroxil, Mupirocin

PENDAHULUAN

Kulit manusia adalah salah satu organ yang penting sebagai barier atau pelindung tubuh dari trauma, gesekan, serta mikroorganisme dari luar.1 Pada bagian permukaan kulit banyak mengandung nutrisi yang sangat penting bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain lemak, bahan-bahan yang mengandung nitrogen , mineral dan lain-lain yang merupakan hasil tambahan proses keratinisasi atau yang merupakan hasil appendiks kulit.2 Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan

membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, dari kulit yang berwarna terang, pirang, hitam, bahkan ada yang berwarna merah muda pada telapak kaki dan tangan serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa. Selain itu terdapat variasi mengenai kelembaban, ketebalan dan ketipisan kulit yang mempengaruhi kemampuan kulit dalam menjalankan fungsinya.3

Apabila kulit mengalami kelainan berupa barier kulit yang tidak intak misalnya akibat mikotrauma akan memudahkan untuk terjadinya penyakit kulit, salah satunya penyakit infeksi. Penyakit infeksi ini bisa disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur, dan mikroorganisme lainnya. Salah satu jenis infeksi yang paling banyak dijumpai adalah infeksi bakteri, di mana organism yang sering mengakibatkan infeksi bakteri adalah dari golongan Staphylococcus dan Streptococcus.2 Infeksi yang biasanya disebabkan oleh kedua jenis bakteri tersebut biasanya hanya terbatas pada bagian epidermis dan dapat memberikan gambaran klinis berupa impetigo. Terdapat 2 jenis impetigo yang umum terjadi yaitu Impetigo Bulosa dan impetigo non bulosa.3 Dari hasil

KASUS

Pasien perempuan inisial IGAAMP usia 7 tahun, Bali, Hindu, pada tanggal 15 Januari 2013 datang diantar oleh orangtuanya untuk memeriksaan keadaannya. Pasien dikeluhkan oleh orang tuanya muncul gelembung-gelembung berisi nanah di leher sejak 1 minggu sebelum dibawa ke poliklinik kulit. Awalnya gelembung berisi nanah ini berukuran kecil, semakin lama gelembung ini semakin menyebar di leher. Karena sempat digaruk oleh pasien beberapa gelembung ini ada yang pecah. Demam serta nyeri tidak dijumpai. Gatal dikatakan sempat pada awal munculnya gelembung namun saat pemeriksaan dikatakan tidak ada gatal. Riwayat alergi disangkal di dalam keluarga.

Orang tua penderita sempat membawa pasien berobat ke Puskesmas dan mendapatkan dua jenis obat yaitu

penelitian tahun 2005 yang dipublikasikan oleh E-Medicine dikemukakan bahwa di Amerika Serikat serta Eropa bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang tersering menyebabkan terjadinya impetigo baik Impetigo Bulosa maupun impetigo non bulosa.4,5 Impetigo dapat berasal dari proses primer karena memang terjadi kerusakan pada kulit yang intak atau utuh tersebut, atau dapat terjadi karena proses infeksi sekunder yang disebabkan oleh karena proses infeksi yang sebelumnya atau karena terjadinya suatu proses sistemik4. Oleh karena itu identifikasi awal sangat penting untuk dapat melakukan pencegahan serta dapat memberika penanganan yang tepat.

amoksisilin serta salep kulit, namun orang tua pasien lupa nama dan jenis salep kulit

yang dimaksud.

Menurut orang tua pasien keluhan ini merupakan keluhan pertama yang dialami oleh pasien. Tidak terdapat anggota keluarga yang juga menderita keluhan yang sama seperti pasien.

Penderita adalah anak kedua di keluarganya, sudah bersekolah kelas 2 SD, tidak ada teman sekolah pasien yang mengalami keluhan seperti pasien. Pada pemeriksaan fisik umum kesadaran pasien kompos mentis, dengan nadi 84 kali/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, dan suhu tubuh 36,6oC. Status dermatologi dengan lokasi pada leher ditemukan berupa bula multipel, terlihat bula tersebut berada di atas kulit sekitarnya yang eritema, dengan dinding bula yang kendor dan berisi cairan seropurulen (hipopion) berukuran 5-7mm serta terdapat erosi pada bekas dinding

gelembung yang telah pecah (Gambar 1). Untuk menunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan gram stain dimana diperoleh hasil yang mengarah pada infeksi bakteri gram positif. Pasien didiagnosis dengan Impetigo bulosa. Diagnosis banding pertama Impetigo krustosa dan diagnosis banding kedua adalah varisela. Pasien diberikan pengobatan Cefadroxil kapsul 500mg 2 x 1 selama lima hari, Lokal diberikan Mupirosin 2 % cream

Gambar 1. Bula hipopion pada pasien Impetigo Bulosa yang terdapat pada leher pasien disertai erosi di sekitarnya.

Gambar 2. Bula hipopion pada pasien mulai berkurang setelah menjalani pengobatan.

dioleskan 2 kali sehari selama 7 hari, kemudian pasien diberikan KIE menjaga kebersihan diri, mandi dua kali sehari dengan sabun untuk datang kontrol kembali bila obat habis. Pada kontrol berikutnya, setelah menjalani pengobatan, pasien mengatakan gelembung – gelembung di kulitnya sudah berkurang tanpa menimbulkan luka parut, gatal, maupun nyeri (gambar 2).

DISKUSI

Impetigo merupakan peradangan superfisialis yang terbatas pada bagian epidermis yang disebabkan oleh infeksi bakteri stafilokokus dan streptokokus.1 Lesi yang timbul dapat terjadi pada tempat yang normal atau pada tempat yang sebelumnya pernah terkena trauma. Terdapat vesikel yang biasanya tidak mudah untuk mengalami ruptur kemudian yang khas dari vesikel ini vesikel tersebut biasanya membesar menjadi bula.2 Di dalam bula tersebut awalnya mengandung cairan yang jernih berwarna kuning, yang kemudian berubah warna menjadi lebih gelap, serta lebih berwarna kuning kehitaman. Setelah 1-3 hari lesi ini biasanya akan ruptur dan meninggalkan krusta yang tipis, berwarna cokelat terang, dan satu lagi yang khas pada penderita Impetigo Bulosa adalah hipopion.5

Dari heteroanamnesis didapatkan bahwa penderita dikeluhkan oleh orang tuanya muncul gelembung-gelembung berisi nanah sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya gelembung nanah ini berukuran kecil, semakin lama menyebar di leher. Beberapa gelembung ada yang pecah karena gesekan. Demam serta nyeri disangkal oleh pasien. Hal ini sesuai dengan gejala dan tanda impetigo bulosa.

Karena impetigo terbatas hanya pada epidermis dan tidak mencapai bagian yang lebih dalam, umumnya pasien hanya mengeluh gatal tanpa disertai nyeri. Pada pasien dikatakan sempat merasa gatal saat awal munculnya gelembung namun saat pemeriksaan rasa gatal disangkal. Keluhan berupa gelembung disertai nanah yang diawali rasa gatal tanpa disertai rasa nyeri ini dapat dipikirkan sebagai suatu impétigo. Pasien yang merasa gatal pada awal munculnya lesi yang merupakan tanda bahwa telah terjadi infeksi oleh bakteri yang menimbulkan reaksi radang. Data epidemiologi menyatakan daerah predileksi impétigo bulosa antara lain leher, ketiak, dada, serta punggung dengan gambaran efloresensi yang khas berupa bula hipopion di atas kulit yang eritema.1,2 Bula hipopion bisa terjadi karena kehilangan dari kemampuan adhesi sel yang diakibatkan karena adanya eksotoksin A yang bekerja pada desmoglein I tersebut. Desmoglein I ini berperan dalam mengatur proses adhesi sel.6 Molekul-molekul eksotoksin tersebut bekerja sebagai antigen serin biasa yang bekerja secara local dan mengaktifkan sel limfosit T. Eksotoksin ini juga akan mengalami koagulasi, di mana toksin tersebut akan tetap terlokalisasi pada bagian atas dari lapisan epidermis dengan memproduksi fibrin thrombus.5,6 Selain itu yang khas pada Impetigo Bulosa adalah lesi kulit terjadi pada kulit yang intak atau kulit yang sehat. Bula yang terdapat di atas kulit yang eritema menunjukkan proses infeksi yang masih aktif. 4,5

Dari status dermatologi pasien, didapatkan letak lesi pada bagian leher serta terjadi pada anak-anak. Dari effloresensi didapatkan bula multipel yang berlokasi pada bagian leher, terlihat

bula tersebut berada di atas kulit sekitarnya yang eritema, dengan dinding bula kendor dan berisi cairan seropurulen berukuran 5-7mm serta terdapat erosi pada bekas dinding gelembung yang telah pecah serta terdapat erosi pada bekas dinding bula yang telah pecah. Data ini mendukung diagnosis ke Impetigo Bulosa.

Langkah selanjutnya ialah dengan melakukan pemeriksaan penunjang gram stain untuk mempertajam diagnosis. Dengan pemeriksaan gram stain nantinya, dapat terlihat pada mikroskop berwarna kebiruan jika bakteri yang diberikan pengecatan adalah bakteri gram positif atau akan nampak kemerahan jika bakteri yang diberikan pengecatan adalah bakteri gram negatif.6 Pada kasus ini didapatkan pada pemeriksaan gram stain mengarah pada bakteri gram positif. Temuan ini sesuai dengan teori mengenai impetigo bulosa yang sering disebabkan oleh bakteri stafilokokus atau streptokokus. Kedua jenis bakteri ini termasuk bakteri gram positif.1,2

Di dalam mendiagnosis Impetigo Bulosa, kita sering mengalami kesulitan akibat banyaknya gejala klinisnya yang mirip dengan gejala klinis penyakit kulit yang lain di antaranya adalah impetigo krustosa, namun terdapat beberapa perbedaan yang khas. Untuk diagnosis impetigo krustosa walaupun terjadi pada anak dan biasanya tidak didahului dengan gejala konstitusi atau prodromal, namun dapat kita singkirkan karena dari daerah predileksi untuk impetigo krustosa adalah di bagian wajah (sekitar lubang hidung serta mulut) sedangkan pada pasien terdapat di daerah leher, kemudian untuk gambaran effloresensinya pada impetigo krustosa yang khas adalah adanya gambaran vesikel dengan krusta yang

tebal berwarna kuning seperti madu dengan dasar erosi. Kemudian untuk diagnosis varisela walaupun sering terjadi pada anak, namun dapat kita singkirkan karena biasanya didahului dengan gejala konstitusi atau prodromal seperti demam serta muncuknya lesi secara sentrifugal (mulai dari wajah dan batang tubuh ke ekstrimitas), sedangkan pada pasien terdapat di daerah leher saja, kemudian untuk gambaran effloresensinya pada varicella yang khas adalah adanya gambaran vesikel berisi cairan bening/serous yang tersusun diskret di atas kulit yang eritema.

Penatalaksanaan impetigo bulosa dapat diberikan dengan antibiotika topikal hingga oral dengan pertimbangan luas lesi serta kondisi klinis pasien seperti ada tidaknya demam serta limfadenopati.7 Apabila Impetigo Bulosa tidak disertai dengan gejala lymphadenopati maka pengobatan yang dapat dipilih jenis topikal. Antibiotika yang dipilih untuk pengobatan lokal adalah antibiotika yang tidak digunakan secara sistemik, seperti neomisin, basitrasin, gentamisin, asam fusidat, mupirosin dan framisetin dalam bentuk salep dioleskan 2 kali sehari. Penisilin dan sulfa tidak boleh digunakan untuk pengobatan lokal oleh karena dapat terjadi sensitisasi.

Sedangkan pemilihan obat sistemik berdasarkan juga pada gejala pasien, misalnya apabila ditemukan lesi dalam jumlah yang banyak, serta disertai dengan gejala konstitusi sebelumnya seperti misalnya demam.7 Obat antibiotika sistemik yang biasanya digunakan meliputi golongan Beta-lactam seperti Amoksisilin, namun nantinya jika muncul reaksi hipersensitivitas tipe I, dapat diganti dengan golongan sefalosporin yang lebih hipoalergenik seperti

cefadroxil atau dapat diganti dengan golongan lainnya seperti Kloksasilin, serta Eritromisin. Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan Cefadroxil kapsul 2 x 500 mg mengingat jumlah bula yang cukup banyak yang hampir mengenai seluruh bagian depan leher. Kemudian dilanjutkan dengan mupirosin 2% krim dosis 2 x sehari. Impetigo Bulosa disebabkan oleh bakteri gram positif perlu diberikan obat antibiotik yang bersifat bakterisidal seperti Cefadroxil yang merupakan antibiotika berspektrum luas yang merupakan generasi pertama dari Cephalosporin serta pengobatan antibiotik topikal yang dalam kasus ini diberikan mupirosin.

Selanjutnya yang juga penting adalah memberikan KIE kepada penderita dan anggota keluarganya untuk meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan, terutama bila penderita sedang bermain untuk mencegah penularan kepada orang lain.

Prognosis dari Impetigo Bulosa bergantung pada pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan, dan menghilangkan faktor predisposisi. Secara umum mengingat penatalaksanaan yang diberikan untuk mengeradikasi bakteri penyebab, prognosis penyakit pada pasien ini adalah baik.

RINGKASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus Impetigo Bulosa pada anak perempuan,usia 7 tahun. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gambaran kliniknya berupa bula multipel yang berlokasi pada bagian leher, terlihat bula tersebut berada di atas kulit sekitarnya yang eritema, dengan dinding bula yang kendor dan

berisi cairan seropurulen berukuran 57mm serta terdapat erosi pada bekas dinding gelembung yang telah pecah. Pengobatan yang diberikan adalah Cefadroxil, Kompres Na Cl 0,9%, dan

Mupirosin 2 % cream. Prognosis pada pasien ini pada umumnya baik mengingat keadaan ini telah diberikan penanganan secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta (2007).

  • 2.    Harahap, Marwali.: Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta (2000).

  • 3.    Hurwitz, Sidney.: Clinical Pediatrc Dermatology. W.B Saunders Company, Canada, United States of America (1981).

  • 4.    Ratz, John. Impetigo: Treatment and Medication. E-Medicine. 2010. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/219473-treatment (Akses : 18 Januari 2013).

  • 5.    Sadegh, Amini. Dermatology Manifestasion of Impetigo. E-Medicine. 2010. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1052709-overview (18 Januari 2013).

  • 6.    Yasushi Hanakawa, et al : Molecular mechanisms of blister formation in bullous impetigo and staphylococcal scalded skin syndrome. The Journal of Clinical Investigation (2002)

  • 7.    Koning S, et al: Interventions for impetigo (Review). Cochrane Collaboration. John Wiley & Sons, Ltd (2009).

7