JMU             ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.06,JUNI, 2022


Jurnal medika udayana       I    I—∖ΓΛ Λ I DIRECTORY OF

∕            ∕ ∖ OPEN ACCESS

∕ IJOURNALS

Diterima: 2022-01-04 Revisi: 2022-03-04 Accepted: 2022-06-16

PREVALENSI KEJADIAN BURNOUT SYNDROME DAN HUBUNGAN DENGAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA DOSEN PRIA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Dewa Made Prasetya Sudarsana Mahaputra1. Susy Purnawati2, Luh Made Indah Sri Handari Adiputra2

  • 1    Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

  • 2Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Korespondensi: [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Pekerja yang tidak dapat mengolah stres saat bekerja akan mengakibatkan terjadi burnout syndrome, terutama pekerja pria yang berprofesi sebagai dosen. Penelitian ini memiliki tujuan mengetahui prevalensi kejadian burnout syndrome pada dosen pria dan hubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rancangan penelitian cross sectional analitik pada penelitian ini melibatkan 91 responden dosen pria yang bekerja di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada tahun 2021. Data dianalisis menggunakan Chi-Square serta Rank Spearman. Frekuensi terjadinya burnout syndrome yakni no sign yaitu 62 (68,1%) responden, little sign yaitu 25 (27,5%) responden, severe risk yaitu 3 (3,3%%) dan very severe yaitu 1 (1,1%) responden. Penelitian juga menunjukan tak ada korelasi signifikan usia terhadap burnout syndrome (p=0,238); ada korelasi signifikan status perkawinan terhadap burnout syndrome (p=0,004); tak ada korelasi signifikan masa kerja terhadap burnout syndrome (p=0,428); ada korelasi signifikan individual factors terhadap burnout syndrome (p=0,000); tak ada korelasi signifikan organizational factors terhadap burnout syndrome (p=0,099); tak ada korelasi signifikan antara work environment terhadap burnout syndrome (p=0,301).

Kata kunci : pekerja pria,, burnout syndrome,, stres

ABSTRACT

Workers who cannot handle the stress at work will result in burnout syndrome, especially men who work as lecturers. This study aims to determine the prevalence of burnout syndrome in male lecturers and the relationship with the factors that influence it. The analytical cross-sectional research design in this study involved 91 male lecturer respondents who worked at the Faculty of Medicine, Udayana University in 2021. The data were analyzed using Chi-Square and Spearman Rank. The frequency of occurrence of burnout syndrome were 62 (68.1%) respondents with no sign, 25 (27.5%) respondents with little sign, 3 (3.3%) respondents with severe risk and 1 (1.1%) respondent with very severe sign. The study also showed that there was no significant correlation between age and burnout syndrome (p=0.238); there was a significant correlation between marital status and burnout syndrome (p=0.004); there was no significant correlation between years of service and burnout syndrome (p=0.428); there is a significant correlation of individual factors on burnout syndrome (p=0.000); there was no significant correlation of organizational factors on burnout syndrome (p=0.099); there was no significant correlation between work environment and burnout syndrome (p=0.301).

Keywords : male workers., burnout syndrome., stress

PENDAHULUAN

Individual yang tak sanggup melakukan pemenuhan pada target kinerja berakibat pada stres. Respon yang ditimbulkan berisikan keluhkesah dalam bentuk fisik serta emosi. Dari hal inilah mengakibatkan seseorang berupaya mencari solusinya. Namun, tak semua orang berhasil mengatasi stres tersebut yang memberikan akibat pada individu terkurung pada kondisi yang dapat menurunkan keadaan fisikal serta mental. Pada kondisi semakin buruk ini istilah Burnout syndrome akan muncul. Burnout syndrome https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V11.i06.P07

pertama kali ditemukan pada pertengahan 1970-an di Amerika Serikat oleh Freudenberger 1

Burnout syndrome merupakan permasalahan yang menyerang dunia pekerjaan. Burnout syndrome yakni sebuah kondisi ketika individual merasakan kelelahan fisiknya, mentalnya, juga emosionalnya, akibat stress pada durasi lama di kondisi melibatkan emosi menjadi meningkat. Dampak dari burnout syndrome ialah turunnya motivasi, merasa gagal, muncul perilaku negative, self enteem rendah dan timbul perasaan ditolak oleh lingkungan2. Burnout sering terjadi di individual pekerja di sektor terkait masyarakat.

Terdapat tiga komponen burnout, yakni kelelahan secara emosi, depersonalisasi, juga turunnya capaian individual 3

Burnout dikategorikan sebagai “syndrome” yang dihasilkan dari stress kronis ditempat kerja yang belum berhasil dikelola menurut WHO di ICD 11. Burnout bisa mendapat pengaruh dari stress berlebih akibat tuntutan kerja. Efek di individual yang tampak yakni kesulitan tidur, mudah sakit, ada gangguan psikosomatis dan psikologis yakni penerapan nilai buruk ke pribadi dan bisa berakhir dengan depresi 4

Burnout terjadi akibat tubuh mengelami kelelahan secara fisik, mental, maupun emosional akibat stress. Ada ragam solusi guna mencegah kejenuhan kerja, contohnya seperti melakukan meditasi agar pikiran mengalami relaksasi, mendengarkan lagu, membaca buku, dan melakukan kontak dengan teman di tempat kerja. Mengatur pikiran juga harus bisa dilakukan agar perasaan nyaman muncul saat melakukan pekerjaan. Pada Elective Study ini akan membahas mengenai pengertian burnout, insiden burnout dan dampaknya bagi kesehatan dan kualitas kerja, aspek dan tahapan dari burnout dan pencegahannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Burnout syndrome

Burnout syndrome adalah suatu bentuk ekspresi dari situasi lelah fisik, mentalnya juga emosionalnya karena stress pekerjaan mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku seseorang 5. Pekerja yang merasakan burnout bisa berimbas pada penuruna semangat juga kehilangan minat pada pekerjaan, menjadi mudah tersinggung, apatis, depresi dan bosan6. Memiliki tendensi mencari kesalahan, juga memiliki reaksi negatif. Ketegangan yang berkorelasi pada stress kronik, yang dirasakan individu dengan ciri lelahnya fisik, mentalnya serta emosionalnya ialah Burnout. Individual yang menghadapi konflik internal yang tak terpecahkan, akan merasakan kebingungan atas tugas juga tanggung jawabnya, pekerjaan yang berlebihan namun kurangnya penghargaan yang sesuai akan menjadikan individu merasakan burnout7

Pada dosen burnout terjadi akibat beban kerja, yakni 12 SKS serta paling banyak 16 SKS. Selain itu, dosen memiliki beban kerja lain seperti, meningkatkan mutu dosen, meningkatkan prestasi dan kinerja, serta harus melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pendidikan, penelitian juga pengabdian ke masyarakt. Hal ini akan menyebabkan dosen mengalami kelebihan jam mengajar yang akan mejadikan dosen memiliki tekanan 8

Dampak burnout bagi kesehatan akan mengakibatkan masalah kesehatan fisik, kelelahan emosi, dan kelelahan mental. Lalu bagi kualitas kerja memiliki dampak yang negatif yang menyebabkan menurunnya job performance yang mengakibatkan naiknya kemungkinan karyawan tidak masuk kerja dan berhenti dari pekerjaan 9. Burnout pada seseorang akan menurunkan kinerja fungsi kognitifnya, terutama fungsi atensi 10

Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya burnout antara lain individual effort (Berpikir positif, Prilaku

Kreatif, Tekad dan Kepatuhan), Organizational effort (Dukungan rekan kerja, Dukungan atasan, dan Suasana Organisasi), Lingkungan kerja (kerja fisik serta non fisik) juga Faktor Demografi (Status Pernikahan, Usia, dan Masa Kerja). Banyaknya faktor ini akan menyebabkan dampak buruk bagi karyawan dan juga instansinya 11

Aspek dan Tahapan Burnout

Berdasarkan kuesioner MBI burnout memiliki tiga aspek/dimensi mendasar yaitu, kelelahan emosional (EE) yang dinilai dari skala 0-≥30 dibagi jadi 3 yakni low level burnout 0-17, moderat burnout 18-29, juga high burnout ≥30, Depersonalisasi (D) pada rentang 0 - ≥12 lalu hasil di bagi menjadi 3 yaitu low level burnout antara 0-5, moderate burnout antara 6-11, juga high burnout ≥12, dan ada penurunan prestasi pribadi yang ditafsirkan pada rentang 0 -≥40 dibagi 3 yakni low level burnout pada rentang ≥ 40, moderate burnout antara 34-39, dan high burnout antara 033. 12

Burnout terjadi melalui 3 tahapan yakni, ialah stress kerja yakni rasa akibat tidak seimbangnya input individual dengan beban yang ditanggung individual; strain, yakni tanggapan secara emosi sementara pada kondisi yang tidak seimbang dicirikan oleh kecemasan, perasaan tegang serta kelelahan; dan coping yakni Kondisi serta dorongan individual dalam penyelesaian problema hidup individu juga menelusuri solusi dalam pengurangan stress dalam bentuk berubahnya perikaku individual yakni menjauh dari pergaulan ataupun sinisme 5

Pencegahan dan manajemen burnout harus dilakukan agar dampak yang ditimbulkan bisa di atasi dan tidak meluas. Terdapat cara melakukan pencegahan dari burnout menurut Maslach, Schaufeli, Leiter antara lain, dengan changing the individual (mengubah individu) dan changing the Organization (mengubah organisasi)1

BAHAN DAN METODE

Desain penelitian ini ialah cross sectional menggunakan data kuisioner dosen pria Fakultas Kedokteran Universitas Udayana untuk mengetahui prevalensi dan faktor - faktor penyebab burnout. Populasi dan sampel dalam penelitian ini ialah dosen pria Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Kriteria inklusi ialah seluruh dosen pria Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana juga bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Kemudian kriteria eksklusi ialah dosen pria Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang sedang mengambil cuti akademik atau tidak aktif dan menolak berpartisipasi menjadi responden dalam penelitain ini. Teknik sampling penelitian ini adalah consecutive sampling. Instrumen penelitian ialah kuisioner, dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada bulan Agustus - Oktober 2021. Setelah data burnout pada subjek

penelitian tercatat, selanjutnya data kuisioner dianalisis menggunakan program SPSS

HASIL

Penelitian ini dilaksanakan secara online sejak bulan Agustus – Oktober 2021. Adanya pandemi Covid-19 yang sedang terjadi, maka pengambilan data dilaksanakan secara online menggunakan google form. Pelaksanaan dilakukan secara online dengan menghubungi melalui sosial media whatsapp pada dosen pria Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini mengundang 110 partisipan dan yang menyetujui untuk mengisi kuesioner adalah sebanyak 91 responden.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden

Karakteristik

Responden

Persentase (%)

Usia

<40 tahun

64

70,3

>40 tahun

27

29,7

Pendidikan Terakhir

S1

9

9,9

S2

45

49,5

S3

37

40,7

Status Perkawinan

Menikah

80

87,9

Belum Menikah

11

12,1

Agama

Hindu

88

96,7

Kristen

2

2,2

Buddha

1

1,1

Suku Bangsa

Bali

88

96,7

Non Bali

3

3,3

Masa kerja

>15 tahun

40

44,0

<15 tahun

51

56,0

Burnout Syndrome

no sign

62

68,1

Little sign

25

27,5

severe risk

3

3,3

very severe

1

1,1

Tabel 1 memperlihatkan responden didominasi berusia <40 tahun (70,3%) yang berarti termasuk pada usia tersebut termasuk dalam kategori dewasa. Sebagian besar dosen pria berpendidikan terakir sebagai S2 (49,5%). Program S2 pada Fakultas Kedokteran meliputi program pascasarjana, maupun spesialis. Mayoritas status perkawinan pada responden adalah menikah (87,9%) dan pada agama mayoritas dari responden adalah agama Hindu (96,7%). Sebagian besar responden dosen pria Fakultas Kedokteran Universitas Udayana bersuku bangsa bali (96,7%). Selain itu, sebagian besar responden bekerja selama <15 tahun (50,6%). Sebagian besar dosen pria Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memiliki pengalaman dalam bekerja sebagai dosen. Frekuensi terjadinya burnout syndrome pada dosen pria Fakultas Kedokteran Universitas Udayana didapatkan dengan hasil no sign yaitu 62 (68,1%) responden, little sign

yaitu 25 (27,5%) responden, severe risk yaitu 3 (3,3%%) dan very severe yaitu 1 (1,1%) responden.

Tabel 2 Distribusi Karakteristik

Karakteristik

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Individual factors

Ya

91

100

Tidak

0

0

Organizational factors Ya

86

94,5

Tidak

5

5,5

Work Environment Ya

43

47,3

Tidak

48

52,7

Dari tabel 2 diketahui bahwa pada individual factors didapatkan dengan hasil yang memenuhi kriteria sejumlah 91 (100%) responden dan tidak ada yang tidak memenuhi kriteria. Disisi lain pada sejumlah 91 (96,8%) responden. Disisi lain pada organizational factors didapatkan hasil yang memenuhi kriteria 86 (94,5%)

responden dan yang tidak memenuhi kriteria 5 (5,5%)

responden sementara untuk work environment didapatkan hasil yang memenuhi kriteria 43 (47,3) responden sementara yang tidak memenuhi kriteria yaitu 48 (52,7%) responden.

Tabel 3. Chi-Square dan Tabulasi Silang

Variabel

Burnout Syndrome

p value

PR

95% Confidence Interval

Ya (%)

Tidak (%)

Usia 40 tahun

11 (40,7)

16 (59,3)

0,238

0,690

0,379 - 1,258

<40 tahun

18 (28,1)

46 (71,6)

Status Perkawinan Sudah

21

59

Menikah

(26,3)

(73,8)

0.004

0,133

0,032 - 0,551

Belum

8

3

Menikah

(72,7)

(27,3)

Masa Kerja 15 tahun

11 (27,5)

29 (72,5)

0,428

0,695

0,282-1,712

<15 tahun

18 (35,3)

33 (64,7)

Organizational factors

Ya

26

62

(30,2) 3

(69,7) 0

0,099

0,303

0,221-0,416

Tidak

(60,0)

(0,0)

Work Environment

Ya

16

27

(37,2)

(62,8)

0,301

1,595

0,657-3,875

Tidak

13

35

(27,1)

(72,9)

Berdasarkan tabel 3, 11 orang (40,7%) dosen pria dengan usia ≥ 40 tahun mengalami burnout syndrome sementara 16 orang (28,1%) dosen pria tidak mengalami burnout syndrome. Disisi lain ditemukan bahwa 18 orang (28,1%) dosen pria dengan usia <40 tahun mengalami burnout syndrome sementara 46 orang (71,6%) tidak mengalami burnout syndrome.

Chisquare yang dilakukan usia dan burnout syndrome menunjukan p value 0,238 (p>0,05), tak ada korelasi signifikan usia pada burnout syndrome. Prevalence ratio yang didapat dari analisis yaitu 0,690 dengan IK95% (0,379 – 1,258).

21 orang (26,3%) dosen pria yang sudah menikah mengalami burnout syndrome dan 59 orang (73.8%) dosen pria yang sudah menikah tidak mengalami burnout syndrome, sementara pada dosen pria yang belum menikah ada 8 responden (72,7%) merasakan burnout syndrome serta 3 responden (27,3%) tak merasakan burnout syndrome. Chisquare p value 0,004 (p>0,05), terdapat korelasi signifikan dari pernikahan dengan burnout syndrome. Prevalence ratio yaitu 0,133 dengan 95%CI (0,032 – 0,551).

11 orang (27,5%) dosen pria yang sudah bekerja selama ≥15 tahun mengalami burnout syndrome sementara 29 orang (72,5%) tidak mengalami burnout syndrome. Disisi lain ditemukan bahwa 18 orang (35,3%) dosen pria yang sudah bekerja <15 tahun mengalami burnout syndrome dan 33 orang (64,7%) responden pria tidak mengalami burnout syndrome. Chisquare p value 0,428 (p>0,05), tak ada korelasi signifikan dari masa kerja dengan burnout syndrome. Prevalence Ratio didapatkan 0,695 dengan 95% CI (0,2821,712).

26 orang (30,2%) dosen pria mengalami burnout syndrome sementara 62 orang (69,7%) dosen pria tidak mengalami burnout syndrome. Disisi lain terdapat 3 orang (60,0%) dosen pria yang tidak dipengaruhi oleh organizational factors dan mengalami burnout syndrome dan tidak terdapat dosen pria mengalami burnout syndrome. Dari Chisquare didapatan dengan p value 0,099 (p>0,05), tak ada korelasi signifikan dari organizational factors dengan terjadinya burnout syndrome. Prevalence risk didapatkan 0,303 dengan IK95%(0,221-0,416).

16 orang (37,2%) dosen pria yang mengalami burnout syndrome sedangkan 27 orang (62,8%) dosen pria yang tidak mengalami burnout syndrome. Disisi lain yang tidak mempengaruhi work environment didapatkan 13 orang (27,1%) dosen pria yang mengalami burnout syndrome dan 35 orang (72,9%) dosen pria yang tidak mengalami burnout syndrome. Chisquare pvalue 0,301 (p>0,05), tak ada korelasi signifikan dari work environment dengan terjadinya burnout syndrome. Prevalence risk didapatkan 1,595 dengan 95%CI (0,657-3,875).

Tabel 4 uji korelasi Rank Spearman

Individual Factors

Burnout

Individual Factors

Koefisien Korelasi

1.000

.370

p value

0.000

Burnout

Koefisien Korelasi

.370

1.000

p value

0.000

Berdasarkan tabel 4, individual factors didapatkan hasil koefisien (rs) 0,370 memiliki nilai p 0,000 (p < 0,05) memiliki https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V11.i06.P07

hubungan yang signifikan dengan terjadinya burnout syndrome pada dosen pria Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

PEMBAHASAN

Usia dengan burnout syndrome

Pada hasil analisis yang dipaparkan sebelumnya dengan tes ChiSquare pvalue 0,238 (p>0,05), tak terdapat korelasi signifikan yang dirasakan oleh dosen pria. Dengan ini maka hipotesis mengenai terdapat korelasi usia pada burnout syndrome pada dosen pria di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ditolak. Hal ini memiliki kesamaan pada studi terdahulu yang mendapatkan hasil umur tak berhubungan dengan burnout syndrome yang mengatakan semakin menua umur, individual bisa lebih stabil yang menyebabkan individu semakin berpikir lebih ke realita13 14

Status Perkawinan dengan burnout syndrome

Pada hasil analisis yang dipaparkan dengan menggunakan tes Chisquare dengan pvalue 0,004 (p<0,05). Terdapat korelasi signifikan yang dirasakan oleh dosen pria. Dengan ini maka hipotesis mengenai terdapat korelasi usia pada burnout syndrome pada dosen pria Fakultas Kedokteran Universitas Udayana diterima. Sari (2015) menunjukkan pernikahan mempunyai korelasi pada burnout syndrome yang menjelaskan bahwa tanggung jawab yang berbeda antara seseorang yang sudah menikah dan belum menikah baik secara finansial dalam membiayai keluarga juga melaksanakan fungsi sosial dalam masyarakat. Status pernikahan tampak memiliki keterkaitan dengan kelelahan secara emosional dan diprediksi menjadi salah satu dimensi atau penyebab dari burnout syndrome16

Masa Kerja dengan burnout syndrome

Pada hasil analisis yang dipaparkan sebelumnya dengan tes ChiSquare pvalue 0,428 (p>0,05), memperlihatkan tak terdapat korelasi signifikan yang dirasakan oleh dosen pria. Dengan ini maka hipotesis mengenai ada korelasi masa kerja pada burnout syndrome dosen pria di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ditolak. Eliyana (2015) mengatakan seseorang sudah melakukan pekerjaannya di waktu yang cukup lama akan memiliki pengalaman dan pandangan yang realistis pada masalah yang dihadapi serta pekerja yang bekerja lebih lama, menunjukkan kelelahan emosi di level rendah. Berdasarkan terdahulu menemukan tak terdapat perbedaan bermakna masa kerja pada burnout syndrome dikarenakan sebagian besar responden pada penelitian tersebut memiliki masa kerja > 7 tahun yang berjumlah 66 orang dosen (67,35%). Karyawan yang baru bekerja memiliki kecenderungan untuk mengalami burnout syndrome dibandingkan dengan karyawan yang telah bekerja dalam waktu lama. Hal tersebut merupakan resiko awal dalam karir seseorang 18.

Individual factors dengan burnout syndrome

Berdasarkan uji statistik Rank Spearman diperoleh koefisien (rs) 0,370 dan p sebesar 0,000 (p<0,05), ada korelasi individual factors pada burnout syndrome. Nilai 0,20,399 tergolong ke hubungan yang rendah 19. Nilai korelasi positif memperlihatkan korelasi individual factors pada burnout syndrome pada dosen pria di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Semakin tinggi karakteristik individu, maka burnout syndrome yang dirasakan semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan pola pikir dan adaptasi yang berbeda pada setiap individu dalam menghadapi pekerjaan. Meskipun pekerjaan dilakukan dengan senang hati, penuh semangat, dan sesuai dengan kemampuan, kemudian hal tersebut diimbangi dengan peningkatan keterampilan dan kesabaran dalam bekerja, tetapi tidak didukung dengan situasi yang nyaman dan kondusif, tentunya hal ini menurunkan tingkat kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya burnout 20.

Organizational factors dengan burnout syndrome

Pada hasil analisis yang dipaparkan sebelumnya dengan tes ChiSquare pvalue 0,099 (p>0,05), memperlihatkan tak terdapat korelasi yang signifikan yang dirasakan oleh dosen pria. Dengan ini maka hipotesis mengenai terdapat hubungan antara organizational factors dengan burnout syndrome pada dosen pria di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ditolak. Individual mendapatkan support cenderung berada pada kenyamanan, di perhatikan, dan dibantu. Individu yang mendapat dukungan sosial mempunyai rasa kebersamaan yang lebih besar21. Tak terdapat korelasi signifikan iklim organisasi pada burnout syndrome dikarenakan selain burnout dapat dipengaruhi oleh faktor yang memiliki keterkaitan dengan lingkungan, burnout bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor internal atau individual, seperti keterampilan, pengetahuan, tingkat stres, dan kemampuan bekerja 22

Work Environment dengan burnout syndrome

Pada hasil analisis yang dipaparkan sebelumnya dengan tes ChiSquare pvalue 0.301 (p>0,05), memperlihatkan tak terdapat korelasi signifikan yang dirasakan oleh dosen pria. Dengan ini maka hipotesis mengenai korelasi work environment pada burnout syndrome pada dosen pria di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ditolak. Memperlihatkan hasil negatif keadaan lingkungan kerja pada burnout syndrome. Lingkungan kerja bisa memberi pengaruh pada kondisi Pekerja dan meningkatkan motivasi juga tak menyebabkan kelelahan dan ketengana emosional. Semakin baik kondisi lingkungan kerja di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana maka tingkat terjadinya burnout syndrome akan sedikit23.

Studi terdahulu mendapatkan hasil penelitian yang berbeda antara keadaan lingkungan perawat rawat inap dan keadaan lingkungan perawat rawat jalan diakibatkan kondisi juga keadaan lingkungan kerja mempunyai perbedaan, dengan nilai p value = 0,000 pada keadaan lingkungan kerja perawat rawat inap terhadap burnout syndrome dan p value = 0,116 pada keadaan lingkungan kerja perawat rawat jalan

terhadap burnout syndrome. Hal ini bisa disebabkan oleh jam kerja dan aktivitas yang sesuai pada waktu kerja normal, berbeda dengan perawat rawat inap 24.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasar hasil penelitian bisa disimpulkan ada 62 responden dosen pria yang tidak mengalami burnout syndrome, sementara yang memiliki little sign terdapat 25 orang, lalu yang mengalami severe risk yaitu 3 orang, very severe yaitu 1 orang. Kemudian ada korelasi signifikan status perkawinan dan individual factors pada burnout syndrome dosen pria Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Namun tak terdapat korelasi pada usia, masa kerja, organizational factors juga work environment dengan burnout syndrome pada dosen pria Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Saran yang dapat direkomendasikan ialah bagi dosen pria yang mengalami burnout syndrome sebaiknya melakukan aktivitas yang dapat mengurangi efek terjadinya burnout syndrome yang dapat terjadi khususnya pada saat melakukan pekerjaan untuk meminimalisir penurunan kualitas hidup seperti melakukan refreshing. Bagi peneliti lain sebaiknya dapat melanjutkan penelitian ini lebih dalam untuk mengetahui lebih jelas mengenai prevalensi terjadinya burnout syndrome pada dosen pria Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dengan memperbanyak jumlah sampel penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.     Schaufeli W., Maslach C, Marek T. Professional

Burnout. Routledge Publishing.; 2017.

  • 2.     Adawiyah RA. Kecerdasan Emosional, Dukungan

Sosial dan Kecenderungan Burnout. J Psikol Indones. 2013;2(2):1.

  • 3.     Hanum SA, Siswati. Hubungan Antara Emotional

Labor Dengan Burnout Pada Pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang. J Empati. 2017;6(2):21-30.

  • 4.     Rahayu T. Burnout dan Coping Stress Pada Guru

Pendamping (Shadow Teacher) Anak Berkebutuhan Khusus Yang Sedang Mengerjakan Skripsi. Psikoborneo. 2017;5(2):290–300.

  • 5.     Saputri WW. Gambaran Kejadian Burnout

Berdasarkan  Faktor Determinan  pada  Pekerja

Gudang dan Lapangan PT. Multi Terminal Indonesia Tahun 2017. Skripsi. Universitas Islam Negerei Syarif Hidayatullah; 2017.

  • 6.     Hardiyanti R. Burnout Ditinjau dari Big Five Factors

Personality Pada Karyawan Kantor Pos Pusat Malang. J Ilm Psikol Terap. 2013;1(2):343.

  • 7.     Tawale E., Budi W, Nurcholis G. Hubungan antara

Motivasi Kerja Perawat dengan Kecenderungan mengalami Burnout pada Perawat di RSUD Serui-

Papua. INSAN. 2011;13(2):1.

  • 8.     Meycandra AC. Gambaran Burnout Pada Dosen

Keperawatan Di Stikes Kusuma Husada Surakarta. Artik Ilmiah Surakarta Stikes Kusuma Husada. 2018;1(1):1.

  • 9.     Sari EA. Hubungan Antara Persepsi Kondisi

Lingkungan Kerja dan Persepsi Beban Kerja Dengan Burnout. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.; 2014.

  • 10.    Wardhani AA. hubungan antara burnout dengan

atensi      pada      karyawan.      UNIKA

SOEGIJAPRANATA SEMARANG.; 2018.

  • 11.    Maslach C, Leiter MP, Schaufeli WB. Job Burnout.

Annu Rev Psychol. 2001;52(1):397–422.

  • 12.    Surya PAA., Adiputra I. Hubungan Antara Masa

Kerja Dengan Burnout Pada Perawat di Ruang Rawat Inap Anak RSUP Sanglah. E-Jurnal Med. 2017;6(4):10–9.

  • 13.    Swasti KG, Ekowati W, Rahmawati E. Faktor-faktor

yang mem- pengengaruhi burnout pada wanita bekerja di kabupaten banyumas. J Keperawatan Soedirman. 2017;12(3):190-198.

  • 14.    Ayudytha AU, Putri DA. Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Burnout Pada Perawat Diruang Rawat Inap RS PMC. Real Nurs J. 2019;2(3):144-152.

  • 15.    Sari NLPDY. hubungan beban kerja, faktor

demografi, locus of control dan harga diri terhadap burnout syndrome pada perawat pelaksana ird rsup sanglah. COPING Ners J. 2015;3(2):51-60.

  • 16.    Cañadas-De la Fuente G. Risk Factors and

Prevalence of Burnout Syndrome in the Nursing Profession. Int J Nurs Stud. 2014;1(1):1.

  • 17.    Eliyana. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan

Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSJ Provinsi Kalimantan BaratTahun 2015. J Adm Rumah Sakit. 2015;2(3):172-182.

  • 18.    Darmawan AAYP, Silviandari IA, Susilawati IR.

Hubungan Burnout dengan Work-Life Balance pada Dosen Wanita. MEDIAPSI. 2016;1(1):28-39.

  • 19.     Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D. Bandung: PT Alfabet; 2016.

  • 20.    Kusumaningrum IY, Sunardi S, Saleh C. Pengaruh

Beban Kerja dan Karakteristik Individu Terhadap Kinerja Perawat Melalui Burnout Sebagai Variabel Intervening pada Pt. Nusantara Medika Utama Rumah Sakit Perkebunan (Jember Klinik). BISMA J Bisnis dan Manaj. 2016;10(3):329-342.

  • 21.    Labiib. Analisis hubungan dukungan sosial dari

rekan kerja dan atasan dengan tingkat burnout pada perawat rumah sakit jiwa. J Kesehat Masy. 2013;2(1):1.

  • 22.    Marpaung F V, Wiroko EP, Wicaksana S. Pengaruh

iklim organisasi terhadap burnout pada perawat rumah sakit di lebak dalam masa covid-19. Jiva J Behav Ment Heal. 2020;1(2):1.

  • 23.    Romadhoni LC, Asnomy T, Suryatni M. Pengaruh

beban kerja, lingkungan kerja, dan dukungan sosial terhadap burnout pustakawan di Kota Mataram. J Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan Khizanah Al-Hikmah. 2015;3(2):125-145.

  • 24.    Pradana BA, Kristanto RS, Hidayat DS. Pengaruh

Lingkungan Kerja dan Beban Kerja Terhadap Burnout Pada Perawat RSUD Kardinah Kota Tegal. Magisma J Ilm Ekon dan Bisnis. 2017;5(2):61-69.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V11.i06.P07

39