ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.4,APRIL, 2022


Diterima: 21-05-2021. Revisi: 28 -08- 2021 Accepted: 29-05-2022

KARAKTERISTIK KLINIS CEDERA KEPALA PADA PEDIATRI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2020

Made Favian Budi Gunawan1), Sri Maliawan2), Tjokorda Gde Bagus Mahadewa2), I Wayan Niryana2)

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen Bedah, Subdepartemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah

Denpasar

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Cedera kepala merupakan salah satu kasus emergensi dengan angka mortalitas yang tinggi pada anak-anak. Insiden dari cedera kepala pada usia anak di dunia, berada pada rentang 47-280 per 100.000 jiwa dan total ada sebanyak lebih dari 3 juta kasus cedera kepala anak yang terjadi setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai karakteristik klinis cedera kepala yang ada pada anak-anak khususnya pasien yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif potong lintang menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien. Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan ada sebanyak 86 kasus, dengan kesimpulan bahwa kasus terbanyak ada pada kelompok pasien anak remaja, pada rentang usia 13-18 tahun (62,8%), dengan mekanisme cedera terbanyak akibat dari kecelakaan lalu lintas tanpa penggunaan helm (47,7%), kemudian nilai GCS paling sering ada pada rentang 14-15 yang tergolong dalam CKR (55,8%), keluhan klinis paling umum ditemui adalah nyeri kepala (79,1%), fraktur tengkorak paling banyak adalah fraktur linier (41,9%) dan lesi intrakranial dengan frekuensi terbanyak adalah epidural hematoma (46,5%). Temuan penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai landasan untuk penelitian cedera kepala anak yang lebih lanjut serta dapat mendorong kesadaran masyarakat terhadap keselamatan anak.

Kata kunci : karakteristik klinis, cedera kepala, pediatri

ABSTRACT

Head injury is one of many emergency cases in pediatric with high mortality cases. The incidence of pediatric head injury in the world, is in the range of 47-280 per 100,000 inhabitants and a total of more than 3 million cases of head injury in children occur each year. This study aims to find out more about the clinical characteristics of head injuries in children, especially patients treated at Sanglah Hospital Denpasar in 2020. This study was conducted using a cross-sectional descriptive method using secondary data in the form of patient medical records. From the results of the research conducted, it was obtained as many as 86 cases, with the conclusion that the most cases were in the group of adolescent patients, in the age range of 13-18 years (62.8%), with the most mechanism of injury due to traffic accidents without the use of helmets (47.7%), then the most frequent GCS values were in the range 14-15 which were classified as mild head injury (55.8%), the most common complaint was headache (79.1%), the most common skull fractures were linear fractures (41 .9%) and intracranial lesions with the most frequency were epidural hematomas (46.5%). The findings of this study are expected to be used as a basis for further research in pediatric head injury and to increase community awareness about child safety.

Keywords : Clinical characteristic, head injury, pediatric patient

PENDAHULUAN

Cedera atau trauma kepala merupakan kasus yang emergensi dan dapat menyebabkan kerusakan pada otak serta tulang tengkorak manusia. Dengan adanya cedera ini, pasien dapat mengalami keluhan tertentu seperti nyeri kepala, mual, muntah, kehilangan kesadaran, perdarahan pada THT dan pada kasus berat dapat menyebabkan amnesia, kejang hingga kematian.1,2

Insiden cedera kepala pada pediatri memiliki jumlah yang beragam di seluruh dunia dengan kisaran angka di antara 47-280 per 100.000 anak. Dari angka tersebut, dapat diperkirakan bahwa insiden dari cedera kepala pada pediatri di dunia adalah lebih dari 3 juta kasus per tahunnya.3 Laporan prevalensi kasus tertinggi di Indonesia ditemukan di Provinsi Sulawesi Selatan (12,8%) dan kasus terendah di Jambi (4,5%). Prevalensi tersebut cenderung mengalami peningkatan bila dilihat dari perbandingan hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 dengan Riskesdas 2013, yang tercatat bahwa terdapat perubahan prevalensi cedera kepala dari 7,5% menjadi 8,2%. Dua penyebab cedera terbanyak adalah jatuh (40,9%) dan kecelakaan kendaraan bermotor (40,6%).4 Kedua penyebab cedera tersebut menjadi penyebab yang paling sering mengakibatkan cedera kepala dan ditemukan juga, bahwa semakin meningkatnya usia seorang anak, maka risiko untuk mengalami cedera kepala juga semakin meningkat.5 Kemudian dari data terakhir pada Riskesdas tahun 2018, didapatkan bahwa prevalensi cedera kepala di Indonesia berada pada angka 11,9% dan kejadian cedera kepala yang terjadi di provinsi Bali memiliki prevalensi sebesar 10,7%.6 Data dari Register Instalasi Rawat Darurat di RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan rata-rata insiden cedera kepala per tahun lebih dari 2.000 kasus dengan sebanyak 70% diantaranya termasuk ke dalam cedera kepala ringan (CKR) dan 30% sisanya mengalami cedera kepala sedang (CKS) serta cedera kepala berat (CKB).7

Dalam penanganan cedera kepala, perlu untuk dilakukan klasifikasi dan diagnosis yang tepat untuk menentukan tatalaksana dari kasus yang ada. Klasifikasi tersebut dapat didasarkan pada derajat keparahannya, yang diklasifikasikan menjadi CKR, CKS dan CKB dengan basis perhitungan pada nilai glasgow coma scale (GCS) pasien saat mengalami cedera kepala.8 Berdasarkan morfologinya, cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan fraktur tulang tengkorak dan juga lesi intrakranial yang timbul akibat adanya cedera. Fraktur dan lesi intrakranial tersebut dapat dilihat dengan jelas melalui pencitraan CT-scan ataupun MRI. Fraktur tulang tengkorak terdiri dari fraktur linier, fraktur diastetik, fraktur basis kranii dan fraktur depresi.9,10 Lesi intrakranial kemudian dapat dibagi menjadi fokal dan difus, yang dimana lesi intrakranial fokal dapat berupa epidural hematoma (EDH), subdural hematoma (SDH), subarachnoid hemorhagi (SAH), intrakranial hemorhagi (ICH) dan intraventricular hemorhagi (IVH) sedangkan lesi intrakranial difus dapat berupa konkusio, kontusio serebri, edema serebri dan cedera aksonal difus.9,10,11,12 Setelah mengetahui kondisi cedera kepala secara lengkap, penanganan cedera dapat dilakukan secara konservatif dengan pengobatan maupun menggunakan terapi operatif seperti kraniotomi atau kraniektomi.13

Penanganan pasien cedera kepala memerlukan penanganan yang cepat dan tepat guna mencegah komplikasi cedera yang lebih lanjut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peningkatan dari tekanan intrakranial di otak yang jika tidak ditangani segera dapat berakibat fatal bagi keberlangsungan sistem organ pasien secara menyeluruh. Komplikasi jangka panjang yang juga dapat dialami oleh anak adalah growing fracture, yang terjadi ketika fraktur yang tidak ditangani dengan baik ikut berkembang dan menyebabkan abnormalitas bentuk kepala di usia yang lebih lanjut.10

Melihat bahwa cedera kepala merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas, mortalitas dan disabilitas yang tinggi bagi anak, serta alangkah baiknya pendekatan dengan pencegahan lebih diupayakan dibandingkan pencegahan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan pembahasan tentang karakteristik klinis cedera kepala pada kelompok pasien pediatri khususnya yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020 untuk mengetahui kondisi cedera kepala anak lebih jauh lagi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Subdepartemen/KSM Bedah Saraf RSUP Sanglah Denpasar dengan menggunakan data dari Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah pada tahun 2020. Penelitian telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor referensi 997/UN14.2.2.VII.14/LT/2021. Tulisan ini merupakan bentuk resume dan kewajiban yang dibuat oleh penulis berdasarkan skripsi yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya.14 Metode yang digunakan dalam penelitian merupakan deskriptif potong lintang dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis. Populasi target merupakan kelompok pasien pediatri dengan rentang umur 0 – 18 tahun, yang mengalami cedera kepala dan dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada periode 1 Januari 2020 – 31 Desember 2020. Data yang terkumpul kemudian dikaji menggunakan Stastistical Package for the Social Science (SPSS), Microsoft Excel, dan Microsoft Word.

HASIL

Jumlah pasien pediatri yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020 berdasarkan pada data rekam medis yang ada, adalah sebanyak 86 kasus. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah usia, mekanisme cedera, GCS pasien saat mengalami cedera, keluhan klinis yang pasien alami, tipe fraktur tengkorak dan lesi intrakranial yang dialami pasien. Data pertama yang dicari oleh peneliti adalah distribusi usia pasien yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.     Distribusi usia pasien pediatri dengan cedera

kepala yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020

Kelompok usia

Rentang usia (Tahun)

Frekuensi (n=86)

Persentase (%)

Bayi

<1

2

2,3

Anak balita

1-4

6

7,0

Anak pra sekolah

5

3

3,5

Anak usia sekolah

6-9

14

16,3

awal

Anak pra remaja

10-12

7

8,1

Anak remaja

13-18

54

62,8

Total

86

100

Tabel 1, menunjukkan distribusi usia pasien pediatri yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2020. Kasus cedera kepala terbanyak terjadi pada kelompok umur remaja dari rentang 13-18 tahun dengan jumlah 54 kasus (62,8%), diikuti kelompok umur anak usia sekolah awal dengan rentang umur 6-9 tahun sebanyak 14 kasus (16,3%), kemudian anak pra remaja dari rentang umur 10-12 tahun dengan total 7 kasus (8,1%), anak balita dari rentang umur 1-4 tahun dengan total 6 kasus (7%), anak pra sekolah pada umur 5 tahun dengan total sebanyak 3 kasus (3,5%), dan kejadian terendah ada pada kelompok usia bayi pada rentang umur dibawah 1 tahun, dengan total 2 kasus (2,3%). Selanjutnya peneliti mencari distribusi mekanisme cedera kepala pasien yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2.     Distribusi mekanisme cedera kepala pada pasien

pediatri yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020

Mekanisme cedera

Frekuensi (n=86)

Persentase (%)

KLL pejalan kaki

5

5,8

KLL motor dengan helm

15

17,4

KLL motor tanpa helm

41

47,7

Jatuh

19

22,1

Olahraga

1

1,2

Benda tumpul

3

3,5

Tidak diketahui

2

2,3

Total

86

100

Tabel 2, menunjukkan distribusi mekanisme cedera kepala pada pasien pediatri yang dimana kasus cedera kepala terbanyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas (KLL) pada pengguna atau penumpang kendaraan bermotor tanpa penggunaan helm dengan total 41 kasus (47,7%), diikuti akibat terjatuh dengan total 19 kasus (22,1%), kemudian KLL pada pengguna atau penumpang kendaraan bermotor dengan menggunakan helm sebanyak 15 kasus (17,4%), KLL pada pejalan kaki sebanyak 5 kasus (5,8%), akibat benda tumpul sebanyak 3 kasus (3,5%), tidak diketahui sebanyak 2 kasus, dan kasus cedera kepala terendah adalah akibat dari kecelakaan saat berolahraga sebanyak 1 kasus (1,2%). Selanjutnya peneliti mencari distribusi cedera kepala berdasarkan GCS dari pasien dan menampilkannya dalam tabel 3.

Tabel 3.     Distribusi derajat keparahan cedera kepala pada

pasien pediatri yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020 berdasarkan GCS

GCS

Klasifikasi

Frekuensi (n=86)

Persentase (%)

14-15

CKR

48

55,8

9-13

CKS

30

34,9

≤ 8

CKB

8

9,3

Total

86

100

Tabel 3, menunjukkan distribusi derajat keparahan cedera kepala berdasarkan GCS yang kemudian dibagi menjadi CKR, CKS dan CKB. Kasus cedera kepala terbanyak terjadi pada rentang GCS 14-15 yang tergolong dalam CKR dengan total sebanyak 48 kasus (55,8%), diikuti CKS dengan rentang GCS 913 dengan total sebanyak 30 kasus, dan jumlah kasus terendah ada pada kelompok CKB dengan GCS dibawah 8 sebanyak 8 kasus (9,3%). Selanjutnya peneliti mencari distribusi keluhan klinis yang dialami oleh pasien dan menjabarkannya pada tabel 4.

Tabel 4.     Distribusi keluhan klinis pasien pediatri dengan

cedera kepala yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020

Keluhan klinis

Frekuensi

Persentase (%)

Nyeri kepala

68

79,1

Riwayat pingsan

45

52,3

Muntah

44

51,2

Penurunan kesadaran

33

38,4

Mual

18

20,9

Riwayat amnesia

9

10,5

Perdarahan THT

6

7,0

Kejang

5

5,8

Bicara kacau

2

2,3

Pandangan kabur

2

2,3

Tabel 4, menunjukkan distribusi dari keluhan klinis yang dialami oleh pasien pediatri, yang dimana keluhan terbanyak yang dialami oleh pasien adalah nyeri kepala dengan keluhan ada pada 68 kasus (79,1%), diikuti riwayat pingsan sebanyak 45 kasus (52,3%), muntah sebanyak 44 kasus (51,2%), penurunan kesadaran pada 33 kasus (38,4%), mual sebanyak 18 kasus (20,9%), riwayat amnesia pada 9 kasus (10,5%), perdarahan pada THT sebanyak 6 kasus (7,0%), riwayat kejang sebanyak 5 kasus (5,8%), dan keluhan yang paling sedikit dialami oleh pasien adalah bicara kacau dan pandangan kabur, dengan masing-masing sebanyak 2 kasus (2,3%). Selanjutnya peneliti akan mencari distribusi dari jenis fraktur yang dialami oleh pasien dan menjabarkannya pada tabel 5.

Tabel 5.     Distribusi jenis fraktur tengkorak pada pasien

pediatri dengan cedera kepala yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020

Fraktur Tengkorak

Frekuensi

Persentase (%)

Fraktur linier

36

41,9

Fraktur basis kranii

19

22,1

Fraktur depresi

12

14,0

Fraktur diastetik

1

1,2

Tabel 5, menunjukkan distribusi jenis fraktur pada pasien pediatri yang mengalami cedera kepala di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2020. Fraktur yang paling banyak terjadi adalah fraktur linier, yaitu sebanyak 36 kasus (41,9%), diikuti fraktur

basis kranii sebanyak 19 kasus (22,1%), kemudian fraktur diastetik sebanyak 12 kasus, dan kasus fraktur terendah yang terjadi adalah fraktur diastetik sebanyak 1 kasus (1,2%). Yang terakhir, peneliti mencari terkait distribusi lesi intrakranial yang dialami oleh pasien dan menjabarkannya pada tabel 6.

Tabel 6.      Distribusi lesi intrakranial pada pasien pediatri

dengan cedera kepala yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020

Lesi intrakranial

Frekuensi

Persentase (%)

Epidural hematoma

40

46,5

Edema serebri

14

16,3

Subdural hematoma

13

15,1

Kontusio serebri

12

14,0

Intracranial hemorhagi

11

12,8

Subarachnoid hemorhagi

9

10,5

Cedera aksonal difus

1

1,2

Tabel 6, menunjukkan distribusi lesi intrakranial yang dialami oleh pasien, yang dimana lesi terbanyak yang dialami oleh pasien adalah epidural hematoma (EDH) sebanyak 40 kasus (46,5%), diikuti edema serebri sebanyak 14 kasus (16,3%), subdural hematoma (SDH) sebanyak 13 kasus (15,1%), kontusio serebri sebanyak 12 kasus (14,0%), intracranial hemorhagi (ICH) sebanyak 11 kasus (12,8%), subarachnoid hemorhagi (SAH) sebanyak 9 kasus (10,5%) dan lesi intrakranial dengan jumlah terendah adalah cedera aksonal difus sebanyak 1 kasus (1,2%).

PEMBAHASAN

Temuan pada tabel 1, terkait distribusi kelompok usia pasien pediatri, sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Wongsonegoro Semarang yang menemukan bahwa frekuensi kasus cedera kepala yang yang tertinggi ada pada kelompok anak usia remaja dengan persentase 40,87%.15 Selain penelitian tersebut, penelitian di RS Cipto Mangunkusumo juga menunjukkan bahwa kasus tertinggi ada pada anak usia sekolah awal dengan total sebanyak 149 kasus (29,6%), diikuti dengan usia pra-remaja yang mencapai 137 kasus (27,2%).2 Dari studi lainnya oleh Moya serta studi dari Alhabdan, mendukung pola distribusi tersebut dengan menyatakan bahwa kelompok usia remaja merupakan kelompok usia yang memiliki risiko tertinggi untuk mengalami cedera kepala yang penyebabnya adalah kurangnya kesadaran anak dalam keamanan penggunaan kendaraan bermotor. Dengan adanya hal tersebut, maka risiko terjadinya cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas akan meningkat.16,17

Hasil pada tabel 2, terkait dengan distribusi mekanisme cedera kepala, memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Wongsonegoro Semarang, yang menemukan bahwa penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat dari kecelakaan lalu lintas dengan persentase 37,6%, dan diikuti dengan mekanisme akibat terjatuh dengan persentase 32,6%.15 Kemudian dari penelitan di RS Cipto Mangunkusumo pada periode Januari 2004 – Juli 2005, ditemukan juga bahwa mekanisme cedera paling umum pada pediatri adalah kecelakaan lalu lintas (21,9%), diikuti terjatuh dari ketinggian (11,7%).2

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya oleh studi dari Moya dkk bahwa terdapat hubungan antara usia dengan mekanisme cedera, karena semakin meningkatnya usia maka risiko cedera kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas akan meningkat. Selain dari penelitian tersebut, dari penelitian Putra yang menyatakan kelompok usia remaja merupakan kelompok usia yang ada dalam tahap aktif untuk mencoba banyak hal baru dan kurang berhati-hati.18

Hasil pada tabel 3, terkait distribusi derajat keparahan cedera memiliki distribusi kasus yang serupa dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa derajat keparahan yang paling banyak terjadi adalah CKR (91,8%), diikuti dengan CKS (6,6%), dan yang terendah adalah CKB (1,6%).2 Penelitian lain yang dilakukan di Rumah Sakit Wongsonegoro Semarang juga menunjukkan hasil yang sejalan, yang dimana ditemukan pasien pediatri terbanyak tergolong pada CKR (79,1%), diikuti CKS (18,9%), dan yang terendah adalah CKB (2,0%).15 Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa CKR memiliki distribusi yang lebih banyak dibandingan klasifikasi cedera kepala lainnya. Hal ini berkaitan dengan mekanisme cedera pasien, dan dari hasil yang didapat menandakan bahwa mekanisme cedera yang terjadi, sebagian besar tidak terlalu parah dan saat mengalami cedera kepala pasien masih memiliki GCS atau kesadaran yang penuh. Namun walaupun demikian, variasi data bisa terjadi dalam kasus cedera kepala dan hal ini berkaitan erat juga dengan tempat daerah penelitian serta periode pelaksanaan penelitian.19

Temuan klinis yang dijabarkan pada tabel 4, memiliki beberapa kesamaan distribusi dengan penelitian yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo pada periode Januari 2004 – Juli 2005, yang dimana ditunjukkan keluhan klinis yang paling banyak terjadi adalah nyeri kepala (25,6%), muntah (20,9%) dan diikuti dengan riwayat hilangnya kesadaran (6,5%).2 Melalui kondisi traumatik yang terjadi, otak akan mengalami guncangan dan menyebabkan keluhan klinis berupa nyeri kepala, riwayat pingsan, dan penurunan kesadaran. Nyeri kepala ini lah yang dirasakan seseorang dan mengindikasikan adanya cedera pada kepala sehingga tenaga medis bisa mengetahui apakah perlu ada tindakan yang lebih lanjut terkait keluhan yang dialami. Selain itu, jika kondisi cedera kepala parah, maka akan terjadi kerusakan otak yang lebih lanjut dan dapat menyebabkan bicara kacau, amnesia hingga kejang.20

Hasil penelitian pada tabel 5, terkait dengan fraktur tengkorak juga memiliki distribusi yang serupa dengan penelitian yang dilaksanakan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, yang menemukan bahwa kasus fraktur terbanyak adalah fraktur linier (25,7%).2 Berdasarkan morfologinya, fraktur linier merupakan fraktur yang tidak mengakibatkan pergeseran dari fragmen tulang dan diakibatkan oleh benturan oleh benda atau area yang luas yang mengarah ke tulang tengkorak secara langsung.9,21 Salah satu contohnya adalah akibat dari kecelakaan lalu lintas. Fraktur linier menjadi fraktur yang lebih dominan terjadi karena bentuk morfologi dan patofisiologi yang lebih sederhana dibandingkan dengan bentuk fraktur lainnya. Hal ini

yang menyebabkan fraktur linier banyak ditemukan pada kasus pediatri.22

Pada hasil penelitian terakhir pada tabel 6, terkait dengan distribusi lesi intrakranial menunjukkan pola distribusi yang sama dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Wongsonegoro Semarang. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa tipe lesi intrakranial yang terbanyak adalah EDH (49,57%), diikuti dengan SDH dengan frekeunsi kejadian 13,91% dari total kasus yang ada.15 Sedangkan pada penelitian di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, ditemukan distribusi lesi yang berbeda, yang dimana edema serebri menjadi lesi dengan frekuensi tertinggi (7,65%), diikuti EDH (7,14%) dan yang terendah adalah SAH (2,55%).2 Lesi intrakranial merupakan cedera sekunder yang merupakan kelanjutan dari proses cedera pada kepala. Dengan adanya kejadian traumatik ke arah kepala, maka bagian kepala terluar menjadi bagian yang paling awal mengalami cedera. Dengan adanya hal tersebut, maka lesi intrakranial seperti EDH dapat lebih mudah terjadi dibandingkan lesi yang ada di bagian lebih dalam dari kepala.15

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pasien pediatri dengan cedera kepala yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2020, memiliki distribusi usia terbanyak pada kelompok usia remaja dengan mekanisme cedera kepala terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas baik pasien sebagai pengguna atau penumpang kendaraan bermotor tanpa penggunaan helm. Berdasarkan derajat keparahannya, CKR merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan dengan nyeri kepala sebagai keluhan klinis yang paling sering dialami pasien. Berdasarkan hasil pencitraan medis, didapatkan fraktur tengkorak yang terbanyak adalah fraktur linier serta lesi intrakranial yang paling banyak terjadi adalah epidural hematoma. Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat membantu penelitian ataupun pembelajaran yang lebih lanjut dan dapat mendorong masyarakat serta keluarga dalam menjaga keselamatan anak dalam pencegahan terjadinya cedera kepala pada anak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada KSM Bedah Saraf dan Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar yang telah mendukung dan membantu dalam memberikan data dan informasi untuk melancarkan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Sudira, P. Post Concussion Syndrome: Kondisi Underdiagnosis Pasca Cedera Kepala. BANU 5 Udayana University Press. 2017;27-41.

  • 2.    MS M, Mangunatmadja I, Ramli Y. Karakteristik Klinis Trauma Kepala pada Anak di RS Dr. Cipto Mangunkusumo    Jakarta.    Sari    Pediatri.

2008;9(5):354.

  • 3.  Dewan M, Mummareddy N, Wellons J, Bonfield

  • C. Epidemiology of Global Pediatric Traumatic Brain Injury:   Qualitative Review. World

Neurosurgery. 2016;91:497-509.e1.

  • 4.    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Lap Nas 2013. 2013:1-384.

  • 5.    Erny E, Prasetyo O, Prasetyo D. Trauma Kepala Pada Anak: Klasifikasi Hingga Pemantauan Jangka Panjang. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. 2019;8(2):42-58.

  • 6.    Kementerian Kesehatan RI. 2019. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2018. Riset Kesehatan Dasar 2018, p. xlii + 628 hlm. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

  • 7.    Yasa I, Golden N, Niryana I. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan operasi pada pasien cedera kepala ringan dan cedera kepala sedang di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari-Desember 2017. Medicina. 2019;50(1):174-179.

  • 8.    Stewart, dkk. ATLS: Advanced Trauma Life Support Student Course Manual 10th ed. Chicago:American College of Surgeon. 2018.

  • 9.    Alexiou G, Prodromou N, Sfakianos G. Pediatric head trauma. Journal of Emergencies, Trauma, and Shock. 2011;4(3):403.

  • 10.    Rincon S, Gupta R, Ptak T. Imaging of head trauma. Handbook of Clinical Neurology. 2016;135:447-477.

  • 11.    Astrand R, Romner B. Classification of Head Injury. Book Management of Severe Traumatic Brain Injury. 2012;1:11-16.

  • 12.    Barnaure I, Liberato A, Gonzalez R, Romero J. Isolated intraventricular haemorrhage in adults. The    British    Journal    of    Radiology.

2017;90(1069):20160779.

  • 13.    Tieves K, Sharp N. Pediatric Head Trauma. Journal of Pediatric Intensive Care. 2015;04(01):047-054.

  • 14.    Gunawan M, Maliawan S, Mahadewa T, Niryana I. Karakteristik Klinis Cedera Kepala pada Pediatri Di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2020. 2021. Skripsi.

  • 15.    Diyo A, Budiman N, Christian N, Pratama R. Characteristics of pediatric traumatic brain injury: study from Wongsonegoro Regional Public Hospital in Semarang. Health Science Journal of Indonesia. 2021;12(1):1-5.

  • 16.    Moya Zamzami N, Fuadi I, Nawawi A. Angka Kejadian dan Outcome Cedera Otak di RS. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2008-2010. Jurnal Neuroanestesi Indonesia. 2013;2(2):89-94.

  • 17.    Alhabdan S, Zamakhshary M, Al Naimi M, Mandora H, Alhamdan M, Al-Bedah K et al. Epidemiology of traumatic head injury in children and adolescents in a major trauma center in Saudi

Arabia: implications for injury prevention. Annals of Saudi Medicine. 2013;33(1):52-56.

  • 18.    Putra M. Karakteristik pasien cedera kepala di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Umbu Rara Meha Waingapu periode 1 Januari 2017 – 31 Desember 2018. Intisari Sains Medis. 2019;10(2).

  • 19.    Siahaya N, Huwae L, Angkejaya O. Prevalensi Kasus Cedera Kepala berdasarkan Klasifikasi Derajat Keparahannya pada Pasien Rawat Inap di RSUD DR. M. Haulussy Ambon pada Tahun 2018. Molucca Medica. 2020;12(2):14-22

  • 20.    Blyth B, Bazarian J. Traumatic Alterations in Consciousness:    Traumatic Brain Injury.

Emergency Medicine Clinics of North America. 2010;28(3):571-594.

  • 21.    Satyanegara, dkk. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2014.

  • 22.    Karepov Y, Kozyrev D, Benifla M, Shapira V, Constantini S, Roth J. E-bike-related cranial injuries in pediatric population. Child's Nervous System. 2019;35(8):1393-1396.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i5.P16

100