JMU

Jurnal medika udayana


ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.4,APRIL, 2022




Diterima: 21-05-2021. Revisi: 28 -08- 2021 Accepted: 29-05-2022

IDENTIFIKASI BAKTERI Escherichia coli SUBTIPE Enteroaggregative Escherichia coli DAN Enteropathogenic Escherichia coli DENGAN METODE KULTUR DAN POLYMERASE CHAIN REACTION PADA SATE DAGING BABI DI KOTA DENPASAR

I Dw. Gd. Bayu Artha Pratama Putra1, I Dewa Made Sukrama2*), Ni Nyoman Sri Budayanti2, Made Agus Hendrayana2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Sate daging babi merupakan kuliner tradisional khas pulau Bali yang bahan dasarnya adalah daging babi. Pada daging babi terdapat bakteri Escherichia coli yang merupakan flora normal pada hewan babi, sehingga jika tidak diolah dengan benar dan higienis maka berpotensi tercemar bakteri Escherichia coli dari daging babi maupun pada proses pengolahannya yang dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kontaminasi bakteri Escherichia coli serta subtipe EAEC dan EPEC pada sate daging babi di Kota Denpasar. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian observasional. Pada penelitian ini menggunakan teknik cluster purposive sampling dengan banyak sampel sebesar 16 sampel yang di ambil pada setiap kecamatan di Kota Denpasar. Seluruh sampel diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Sampel dikultur pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) dan hasil positif bakteri Escherichia coli dari proses kultur dilanjutkan ke tahap identifikasi dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Dari 16 sampel sate daging babi yang diuji kultur didapatkan 9 (56%) sampel positif bakteri Escherichia coli. Seluruh sampel positif tersebut dilanjutkan ke proses identifikasi dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dan didapatkan hasil tidak terdeteksi adanya subtipe EAEC dan EPEC pada seluruh sampel positif tersebut. Pada penelitian ini sebagian besar sampel sate daging babi tercemar oleh bakteri Escherichia coli, namun setelah diidentifikasi molekuler tidak ditemukan adanya subtipe EAEC dan EPEC pada seluruh sampel yang positif bakteri Escherichia coli.

Kata Kunci : Sate daging babi., Escherichia coli., Diare.

ABSTRACT

Pork satay is a traditional Balinese dish whose basic ingredient is pork. Pork contains Escherichia coli bacteria which is a normal flora in pigs, so if it is not processed properly and hygienically, it has the potential to be contaminated with Escherichia coli bacteria from pork or in the processing process which can cause diarrhea if consumed. This study aims to identify the presence of Escherichia coli bacteria contamination as well EAEC and EPEC subtypes on pork satay in Denpasar City. This research is a descriptive study with an observational research design. In this study, using cluster purposive sampling technique with 16 samples taken from each sub-district in Denpasar City. All samples were examined at the Microbiology Laboratory, Faculty of Medicine, Udayana University. The samples were cultured on Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) media and the positive results of Escherichia coli bacteria from the culture process were continued to the identification stage using the Polymerase Chain Reaction (PCR) method. Of the 16 samples of pork satay tested for culture, 9 (56%) samples were positive for Escherichia coli bacteria. All positive samples were continued with the identification process using the Polymerase Chain Reaction (PCR) method and the results showed no one of EAEC and EPEC subtypes were detected in all positive samples. In this study, most of the pork satay samples were contaminated with Escherichia coli bacteria, but after molecular identification, no one of EAEC and EPEC subtypes were found in all samples that were positive for Escherichia coli bacteria.

Keywords : Pork satay, Escherichia coli, Diarrhea.

PENDAHULUAN

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali atau lebih dalam sehari disertai feses yang encer atau cair. Penyakit ini merupakan gejala infeksi gastrointestinal yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit. Diare menyebar melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan juga dari individu ke individu lainnya sebagai dampak dari sanitasi dan kualitas kebersihan yang buruk.1

Terdapat 2 milyar kasus diare yang terjadi pada orang dewasa setiap tahunnya di dunia. Insiden kasus diare telah mencapai 200 juta sampai 300 juta kasus setiap tahunnya di negara Amerika Serikat. Sekitar 900 ribu kasus diantaranya memerlukan perawatan lanjutan di rumah sakit. Di seluruh dunia, total sekitar 2,5 juta kasus diare menyebabkan kematian setiap tahunnya. Di negara Amerika Serikat mortalitas diare paling tinggi pada kalangan lanjut usia. Pada data studi mortalitas nasional dilaporkan lebih dari 28.000 kematian disebabkan oleh diare dalam kurun waktu 9 tahun dan sekitar 51% dari angka tersebut terjadi pada lanjut usia. Sampai saat ini diare masih menjadi penyebab kematian anak di seluruh dunia meski pengobatannya sudah mengalami kemajuan.2,3 Di Indonesia pada tahun 2016 penderita diare yang tercatat adalah sebanyak 6.897.463 orang dengan angka morbiditas sekitar 200-400 kasus per 1000 orang setiap tahunnya dan diperkirakan jumlah kasus diare adalah 60 juta kasus pertahunnya.4,5 Kasus diare pada Provinsi Bali sampai saat ini masih cukup tinggi. Pada tahun 2017 kasus diare di Provinsi Bali mencapai angka 114.656 orang dengan morbiditas 270 kasus per 1000 orang, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 27 kasus per 1000 orang. Untuk kasus diare yang telah ditangani pada tahun 2016 adalah sebanyak 114.656 kasus menurun menjadi 63.293 kasus pada tahun 2017. Di RSU Provinsi Bali, jumlah pasien diare yang dirawat inap pada tahun 2017 adalah sebanyak 3.061 orang dan untuk di RSUD yang ada di Provinsi Bali jumlah pasien diare yang dirawat jalan adalah sebanyak 5.724 orang.6

Diare sebagian besar disebabkan oleh infeksi dari bakteri Escherichia coli, Shigella sp, Vibrio Cholera dan jenis bakteri lainnya. Seseorang yang terinfeksi diare jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat dapat menyebabkan dehidrasi parah dan bahkan bisa mengancam jiwa pasien. Dari agent-agent diare tersebut bakteri Escherichia coli merupakan pernyebab diare terbanyak kedua setelah rotavirus.7,8

Penyebab diare akibat bakteri Escherichia coli yang paling sering terjadi disebabkan oleh galur Diarrheagenic Escherichia coli (DEC) yang memiliki beberapa subtipe. Diantara subtipenya, Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) dan Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC) yang sangat patogen dan kasus diare yang disebabkan subtipe ini sering terjadi di negara berkembang. Subtipe Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) menjadi penyebab diare pada orang dewasa dan yang paling sering menyebabkan diare pada anak. Subtipe Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC) sebagai penyebab terjadinya diare persisten pada negara berkembang dan watery diarrhea pada anak, serta menjadi penyebab tersering kedua kejadian travelers’ diarrhea.9

Sate daging babi merupakan kuliner yang sangat digemari oleh masyarakat Bali. Hal tersebut karena makanan ini memiliki rasanya yang gurih dan juga harganya yang terjangkau. Sate daging babi merupakan kuliner khas Bali yang cara penyajiannya masih

tradisional. Sate ini dapat kita temui diberbagai tempat wisata atau hiburan masyarakat ramai salah satunya di Kota Denpasar. Namun dibalik rasa gurih yang diberikan dan juga harga yang murah terdapat sisi negatif dari sate daging babi ini. Dilihat dari cara pengolahan sate daging babi ini yang masih tradisional dan tidak higienis, berpotensi terkontaminasi bakteri patogen salah satunya adalah bakteri Escherichia coli yang ikut terbawa bersama sate tersebut baik pada saat proses pengolahan maupun penyajiannya. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi masyarakat yang dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi.

Berdasarkan data tersebut peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai kontaminasi bakteri Escherichia coli pada daging sate babi, serta meneliti apakah terdapat subtipe Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) dan Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC) pada daging sate babi yang terkontaminasi bakteri Escherichia coli. Dalam proses identifikasi bakteri Escherichia coli peneliti menggunakan metode kultur dan untuk mengidentifikasi subtipe Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) dan Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC) peneliti menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).10

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menerapkan jenis penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian observasional. Populasi terjangkau penelitian ini adalah pedagang sate daging babi di Kota Denpasar. Sedangkan, untuk sampel penelitian yang digunakan yaitu sate daging babi yang dijual di Kota Denpasar tahun 2021 serta memenuhi kriteria inklusi. Penelitian ini menggunakan teknik cluster purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 16 sampel yang diambil dari 4 pedagang sate daging babi disetiap kecamatan di kota Denpasar.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan untuk pengambilan sampel penelitian dilakukan di Kota Denpasar. Penelitian telah mendapat kelaikan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan rincian No:279/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.

Kultur Bakteri pada Sampel Sate Daging Babi

Sampel sate daging babi dihaluskan dan diambil sebesar 1 gram, lalu ditumbuhkan pada media Tryptic Soy Broth (TSB) yang sudah disiapkan dan diberikan label. Selanjutnya sampel diinkubasi selama 1x24 jam dengan suhu 370C. Pada seluruh sampel tampak adanya gelembung-gelembung gas pada media Tryptic Soy Broth (TSB) dan dilanjutkan ke tahap inokulasi pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMB) dengan metode quadrant streak dan diinkubasi kembali selama 1x24 jam dengan suhu 370C dan posisi cawan terbalik. Setelah diinkubasi pada media selektif Eosin Methylen Blue Agar (EMB) ditemukan pertumbuhan bakteri dengan koloni berwarna hijau metalik dengan titik hitam ditengahnya yang menandakan positif bakteri Escherichia coli. Setelah didapatkan pertumbuhan bakteri Escherichia coli, dilakukan subkultur dengan media yang sama dan langkah yang sama.

Identifikasi PCR untuk Mendeteksi Subtipe EPEC dan EAEC pada Bakteri Escherichia coli

Dalam proses identifikasi dengan metode PCR bakteri Escherichia coli subtipe EAEC menggunakan CVD432 sebagai gen target sedangkan subtipe EPEC menggunakan bfpA sebagai gen target.

Tabel 1. Daftar primer, sekuens dan ukuran bp gen target

PCR.11

Target gen

Primer

bp

bfpA

GGAAGTCAAATTCAT

GGGGGTAT

GGAATCAGACGCAGA

CTGGTAGT

300

CVD432

CTGGCGAAAGACTGT

ATCAT

AAATGTATAGAAATC CGCTGTT

630

Tahap pertama adalah Isolasi DNA dengan metode boiling, sejumlah 10 mL kultur bakteri murni yang telah dilarutkan dengan buffer TE dipanaskan pada suhu 1000C selama 10 menit. Setelah itu suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 8000rpm selama 1 menit pada suhu 220C untuk mendapatkan DNA murni. Lalu DNA disimpang pada suhu -200C yang akan digunakan sebagai template PCR.

Selanjutnya DNA murni yang telah didapatkan dimasukkan ke dalam program PCR unipleks dengan mencampur taq polymerase dan ReadyMix dengan primer EPEC dan EAEC sebagai produk PCR. Selanjutnya dilakukan tahap annealing dengan suhu 580C untuk gen bfpA dan 480C untuk gen CVD432, dilanjutkan dengan tahap ekstensi. Setelah didapatkan hasilnya kemudian masing-masing produk PCR sebesar 2 μL diambil untuk elektroforesis selama 35 menit dengan tegangan 100volt. Lalu gambaran hasil elektroforesis dibaca dengan bantuan gel agarose dibawah sinar UV.

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian ini, jumlah sampel sate daging babi yang ditemukan adanya pertumbuhan bakteri Escherichia coli sebanyak 9 dari 16 sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi.

Gambar 1. Koloni bulat hijau kilap logam ditunjukkan oleh

panah berwarna merah

Dari hasil kultur sampel sate daging babi pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) sampel (03), (05), (07), (08), (10), (11), (13), (14), (15) ditemukan adanya pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan gambaran koloni bakteri berwarna hijau kilap logam dengan titik hitam ditengahnya. Sedangkan sisa sampel lainnya ditemukan pertumbuhan bakteri namun berwarna ungu dan hitam serta tidak ditemukan koloni bakteri berwarna hijau kilap logam dengan titik hitam ditengahnya. Sehingga didapatkan sebanyak 9 sampel positif (+) dan sebanyak 7 sampel negatif (-).

Tabel 2. Identifikasi bakteri Escherichia coli dari hasil kultur

sampel sate daging babi pada media EMBA

Sampel   Gambaran Koloni

Pertumbuhan

E. coli

01

Irreguler, hitam dan ungu, tepi undulate

Negatif

02

Irreguler, ungu dan hitam, tepi undulate

Negatif

03

Irreguler, hijau kilap logam, tepi undulate

Positif

04

Bulat, hitam, tepi entire

Negatif

05

Bulat, hijau kilap logam dan ungu, tepi entire

Positif

06

Irreguler, ungu dan hitam, tepi entire

Negatif

07

Punchtiform, ungu dan hijau kilap logam, tepi entire

Positif

08

Punchtiform, hijau kilap logam dan ungu, tepi entire

Positif

09

Irreguler, ungu dan hitam, tepi undulate

Negatif

10

Irreguler, ungu dan hijau kilap logam, tepi entire

Positif

11

Bulat, ungu, hitam dan hijau kilap logam, tepi entire

Positif

12

Bulat,  ungu  dan

hitam, tepi entire

Negatif

13

Bulat, hitam dan hijau kilap logam, tepi entire

Positif

14

Bulat, hijau kilap logam, tepi entire

Positif

15

Bulat, hijau kilap logam, tepi entire

Positif

16

-

Negatif

Hasil elektroforesis pada Gambar 2, tidak ditemukan adanya pita pada 300 bp dan juga dengan kontrol negatif sehingga disimpulkan tidak terdeteksi adanya gen bfpA pada seluruh sampel.

Gambar 2. Hasil elektroforesis gen bfpA (300bp)

M SOJ SOS 507 S08 SlO Sll SlJ S14 SlS K(-)

Sedangkan pada Gambar 3, ditemukan adanya pita dengan 100 bp pada sampel (03), (07), (08), (10), (11), (13), (14), (15) dan tidak ditemukan adanya pita pada sampel (05) dan kontrol negatif. Namun ditemukan adanya pita pada kontrol positif gen CVD432. Sehingga disimpulkan bahwa tidak terdeteksi adanya gen CVD432 pada seluruh sampel.

Gambar 3. Hasil elektroforesis gen CVD432 (630bp)

Tabel 3. Hasil elektroforesis gen bfpA subtipe EPEC

Sampel

Bispare (Bp)

Gen bfpA

03

-

Negatif

05

-

Negatif

07

-

Negatif

08

-

Negatif

10

-

Negatif

11

-

Negatif

13

-

Negatif

14

-

Negatif

15

-

Negatif

K(-)

-

Negatif

Tabel 4. Hasil elektroforesis gen bfpA subtipe EPEC

Sampel

Bispare (Bp)

Gen bfpA

03

100bp

Negatif

05

-

Negatif

07

100bp

Negatif

08

100bp

Negatif

10

100bp

Negatif

11

100bp

Negatif

13

100bp

Negatif

14

100bp

Negatif

15

100bp

Negatif

K(+)

630bp

Positif

K(-)

-

Negatif

PEMBAHASAN

Bakteri Escherichia coli adalah salah satu penyebab tersering terjadinya diare pada manusia serta menjadi indikator adanya cemaran pada lingkungan. Terdapat 5 jenis subtipe Escherichia coli yang sering menjadi penyebab penyakit diare, yaitu Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC), Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC) dan Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC).12 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya cemaran bakteri Escherichia coli pada sate daging babi serta meneliti ada atau tidaknya subtipe Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC) dan Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) pada sampel sate daging babi.

Dari hasil penelitian menunjukan terdapat cemaran bakteri Escherichia coli pada sampel sate daging babi sebanyak 9 dari 16 sampel dari hasil kultur menggunakan media selektif Eosin Methylen Blue Agar (EMBA). Hal ini juga ditemukan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Raza dkk pada tahun 2012 mengenai beban cemaran bakteri Escherichia coli pada daging asap se’i babi di kota kupang yang memiliki cara pemasakan hampir sama dengan sate daging babi. Dari penelitian tersebut didapatkan cemaran bakteri Escherichia coli pada seluruh sampel yang diteliti yaitu sebanyak 6 sampel.13 Lalu pada penelitian Yulianto dkk tahun 2019 yang meneliti tentang cemaran bakteri Escherichia coli pada lawar merah di Kota Denpasar yang menggunakan daging babi didapatkan juga kontaminasi bakteri Escherichia coli pada sampel lawar merah babi sebanyak 8 sampel dari 12 sampel yang diteliti.14 Serta pada daging babi di Tirupati India yang diteliti oleh Chaitanya dkk tahun 2021 didapatkan cemaran bakteri Escherichia coli pada sampel daging babi sebanyak 16 dari 120 sampel.15 Hasil positif cemaran bakteri Escherichia coli pada sate daging babi bisa disebabkan pada proses pengolahan serta penyajian sate daging babi tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan Syamsir tahun 2010, kontaminasi bakteri Escherichia coli bisa berawal dari proses pemotongan yang sudah terkontaminasi bakteri akibat bakteri Escherichia coli dari saluran pencernaan babi yang dapat mencemari daging saat proses pemotongan. Dilanjutkan dengan kontaminasi silang dari alat yang digunakan seperti pembersihan daging yang menggunakan air keran dan wadah yang dipakai secara berulang-ulang serta tidak

dicuci dengan benar.16 Lalu pada proses penusukan daging penjual tidak mencuci tangan dengan benar dan tidak menggunakan sarung tangan steril dapat menyebabkan cemaran bakteri Escherichia coli. Pada proses pemasakannya, sate daging babi dimasak hanya sebentar tidak hingga matang menyebabkan tidak semua bakteri Escherichia coli hangus saat proses pemanggangan serta dalam penghidangannya sate daging babi tersebut tidak tertutup sehingga mengalami kontak langsung dengan lingkungan luar yang dapat mengundang lalat untuk hinggap. Lalat merupakan agen penyakit enteric bacteria yang salah satunya adalah sebagai agen Escherichia coli.17 Hal ini dapat menyebabkan bakteri Escherichia coli dapat tumbuh pada sate daging babi tersebut.

Pada hasil identifikasi dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) tidak ditemukan adanya pita yang sesuai dengan ukuran bp gen target CVD432 dan bfpA pada seluruh sampel dari hasil elektroforesis. Dari hasil elektroforesis sampel terhadap gen target CVD432 ditemukan adanya pita pada gel, namun pita tersebut berukuran 100 bp sedangkan ukuran bp CVD432 menurut Tobias adalah 630 bp.11 Pita tersebut kemungkinan merupakan pita DNA kontaminan yang didapat saat proses ekstraksi DNA sampel. Lalu pada identifikasi gen bfpA juga tidak ditemukan adanya pita pada gel elektroforesis dari seluruh sampel yang diperiksa.

Hasil negatif pada identifikasi gen CVD432 dan bfpA bisa disebabkan sampel yang positif bakteri Escherichia coli tersebut merupakan jenis gen target patogen lainnya dari subtipe yang berbeda. Hal serupa didapatkan juga pada penelitian yang dilakukan oleh Chaitanya dkk tahun 2021, dari penelitian tersebut sampel daging babi yang positif bakteri Escherichia coli tidak ditemukan adanya gen target CVD432 pada sampel tersebut.15 Tidak ditemukannya gen target CVD432 pada penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Zhang dkk pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa ada kemungkinan babi bukan reservoir subtipe EAEC sehingga gen CVD432 tidak ditemukan pada pemeriksaan PCR.18

Gen target yang digunakan pada pemeriksaan molekuler kali ini adalah gen bpfA merupakan patotipe EPEC jenis tipikal. Hasil negatif gen bpfA pada sampel kemungkinan terjadi karena bakteri Escherichia coli pada sampel merupakan patotipe EPEC jenis atipikal yang persebarannya semakin meningkat. Dari hasil penelitian Cho dkk tahun 2020 yang meneliti karakteristik Diarrheagenic Escherichia coli pada daging babi di pasar Korea didapatkan hasil positif atipikal EPEC pada sampel daging babi namun negatif pada tipikal EPEC yang dapat menjadi alasan tidak terdeteksinya gen bfpA pada sampel.19

Adapun hal lain yang menyebabkan hasil negatif pada identifikasi gen CVD432 (EAEC) dan bfpA (EPEC) adalah karena bakteri Escherichia coli pada sampel merupakan subtipe lain dari yang diteliti. hal tersebut berdasarkan hasil pada penelitian yang dilakukan oleh Goma tahun 2019 dan Cho dkk tahun 2020 didapatkan hasil positif subtipe EHEC dan STEC pada sampel daging babi.19,20 Serta ada kemungkinan bakteri Escherichia coli pada sampel merupakan bakteri yang tidak patogen sehingga tidak terdeteksi pada pemeriksaan PCR terhadap subtipe EAEC dan EPEC.

Dari pembahasan tersebut maka perlu dilakukan kontrol dan sosialisasi kepada pedagang sate daging babi di Kota Denpasar mengenai higienitas dan sanitasi yang baik saat pengolahan sate daging babi. Sehingga dapat mengurangi peluang terjadinya

kontaminasi bakteri Escherichia coli pada sate daging babi terutama jenis bakteri Escherichia coli yang patogen.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa ditemukan adanya kontaminasi bakteri Escherichia coli pada 9 sampel sate daging babi yang di jual di Kota Denpasar. Hal itu disebabkan karena kurangnya higienitas serta sanitasi yang kurang baik saat proses pengolahan sate daging babi.

Identifikasi molekuler subtipe EAEC atau gen CVD432 didapatkan hasil negatif. Hal tersebut bisa disebabkan karena daging babi bukan reservoir subtipe EAEC dan sampel positif merupakan jenis subtipe lain dari yang diteliti. Lalu pada identifikasi molekuler subtipe EPEC atau gen bfpA juga tidak ditemukan adanya subtipe EPEC atau gen bfpA pada sampel. Hasil tersebut bisa dikarenakan sampel positif merupakan subtipe EPEC jenis atipikal dan sampel positif pertumbuhan bakteri Escherichia coli merupakan subtipe yang berbeda dari gen yang diteliti. Serta bisa disebabkan, bakteri Escherichia coli yang tumbuh pada sampel bukan merupakan bakteri Escherichia coli yang patogen sehingga didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan PCR.

Kelemahan penelitian ini adalah jumlah sampel yang diteliti kurang banyak karena keterbatasan peneliti sehingga bisa saja kurang mewakili populasi. Serta pada identifikasi gen bfpA subtipe EPEC tidak menggunakan kontrol positif dikarenakan keterbatasan dalam hal alat dan bahan penelitian sehingga hasil identifikasi PCR menjadi kurang lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    World Health Organization. Diarrhoea [Internet]. 2016.

[cited 20 March 2019] Available At: www.Who.Int/Topics/Diarrhoea/En/Http://www.Who.In t/En/NewsRoom/FactSheets/Detail/Obesity-And-Overweight.

  • 2.    Amin LZ. Tatalaksana diare akut. Cermin Dunia Kedokteran. 2015 Jul 1;42(7):504-8.

  • 3.    Ayuningtyas, E.L. Studi Penggunaan Antibiotik Seftriakson pada Pasien Diare (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Malang). 2017.

  • 4.    Wijaya Y. Faktor Risiko Kejadian Diare Balita di Sekitar TPS Banaran Kampus UNNES. Unnes Journal of Public Health. 2012;1(2).

  • 5.    Latifah H. Hubungan Faktor Lingkungan dan Sosiodemografi Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita (1-4 Tahun) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kambar Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2018 (Doctoral dissertation, Universitas Andalas). 2018.

  • 6.    Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2017.

  • 7.    Ilyas M, Susanti S, Karmilah K, Hapsari IP. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Cayratia trifolia L. Domin. Terhadap Bakteri Escherichia coli. MEDULA. 2018;6(1).

  • 8.    Bakri Z, Hatta M, Massi MN. Deteksi keberadaan bakteri Escherichia coli O157: H7 pada feses penderita diare dengan metode kultur dan PCR. JST kesehatan. 2015 Apr;5(2):184-92.

  • 9.    Jafari A, Aslani MM, Bouzari S. Escherichia coli: a brief review of diarrheagenic pathotypes and their role in diarrheal diseases in Iran. Iranian journal of microbiology. 2012 Sep;4(3):102.

  • 10.    Gitaswari DI, Budayanti S. Identifikasi Subtipe Enterotoxigenic Escherichia coli dan Enteroaggregative Escherichia coli dari Spesimen Usap Dubur Penjamah Makanan di Denpasar Menggunakan Polymerase Chain Reaction. E-Jurnal Medika Udayana. 2019;8(1):7-11.

  • 11.    Tobias J, Vutukuru SR. Simple and rapid multiplex PCR for identification of the main human diarrheagenic Escherichia coli. Microbiological research. 2012 Oct 12;167(9):564-70.

  • 12.    Setianingsih I, Andiarsa D, Hariyati E. Deteksi Diarrhoegenic E. coli pada Sampel Feses Penderita Diare di Puskesmas Batulicin dan Pagatan Kabupaten Tanah Bumbu dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Biomedika. 2019 Sep 30;12(2):132-48.

  • 13.    Raza EM, Suada KE, Mahatmi HA. Beban cemaran bakteri Escherichia coli pada daging asap se’i babi yang dipasarkan di Kota Kupang. Indonesia Medicus Veterinus. 2012;1(4):453-70.

  • 14.    Yulianto D, Sukrama IDM and Hendrayana MA. Isolasi bakteri Escherichia coli pada lawar merah babi di kota Denpasar. Intisari Sains Medis. 2019;10(1), pp.53-56.

  • 15.    Chaitanya KG, Rao TM, Babu AJ and Sreedevi B. Isolation and characterization of enteroaggregative Escherichia coli (EAEC) from pigs and pork in and around Tirupati, Andhra Pradesh. The Pharma Innovation Journal. 2021;10(6), pp. 09-12.

  • 16.    Syamsir E. Keamanan mikrobiologi produk olahan daging. Jurnal Kulinologi Indonesia. 2010;2(5):77-8.

  • 17.    Atmiati WD. Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Bakteri Escherichia Coli pada Jajanan Es Buah yang Dijual di Sekitar Pusat Kota Temanggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. 2012;1(2):18792.

  • 18.    Zhang R, Gu DX, Huang YL, Chan EW, Chen GX, Chen S. Comparative genetic characterization of Enteroaggregative Escherichia coli strains recovered from clinical and non-clinical settings. Scientific reports. 2016 Apr 11;6(1):1-9.

  • 19.    Cho YS, Koo MS, Jang HJ. Characterization of Diarrheagenic Escherichia coli Isolated from Fresh Beef, Pork, and Chicken Meat in Korean Markets. Microbiology     and     Biotechnology     Letters.

2020;48(2):121-8.

  • 20.    Goma MK. Deteksi Escherichia coli O157: H7 pada Air, Feses Babi dan Daging Babi Di Rumah Potong Hewan (RPH) Jagalan dan Pasar Tradisonal Kota Surakarta, Jawa Tengah (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). 2019.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i5.P13

78