ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.11,NOPEMBER, 2023

Iλ Idirectoryof OPEN ACCESS

I_√ <JΛAJ JOURNALS


Diterima: 2021-03-23 Revisi: 2023-10-08 Accepted: 25-10-2023

GAMBARAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI KABUPATEN BANGLI

Sang Kompiang Irpan Anugrah Pradita1, Ida Aju Kusuma Wardani2, Anak Ayu Sri Wahyuni2, Cokorda Bagus Jaya Lesmana2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Skizofrenia merupakan gangguan psikotrik yang ditandai dengan gangguan dalam pikiran yang menyebabkan disharmoni proses berpikir, jiwa yang terpecah belah, persepsi dan perhatian yang keliru dan tidak sesuai, serta gangguan aktivitas motorik yang menunjukan perubahan perilaku. Skizofrenia dibagi menjadi dua kelompok yaitu gejala positif dan negatif. Gejala positif menunjukkan adanya waham dan halusinasi, sedangkan gejala negatif menunjukkan perilaku menarik diri dan mengurung diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Populasinya adalah responden dari keluarga pasien skizofrenia yang bertanggung jawab terhadap pengobatan pasien untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan peneliti. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling pada ruang rawat inap Nakula dan Kunthi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali dengan jumlah 10 pasien yang kemudian dicari penanggung jawab pasien. Pengumpulan data dilakukan dengan in depth interview sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi, dilaksanakan wawancara langsung bersama keluarga pasien dengan panduan kuisioner pertanyaan. Dari hasil penelitian diperoleh tingkat pengetahuan keluarga masih rendah mengenai skizofrenia yang menyebabkan pasien tidak patuh minum obat. Hal tersebut karena obat yang dikonsumsi pasien terlalu banyak, hubungan dengan professional kesehatan dan sistem kesehatan yang terjalin kurang baik, hubungan pemberi rawat (keluarga) dengan pasien yang terjadi keliru, budaya yang dipercaya oleh keluarga pasien menyebabkan perbedaan persepsi, serta tingkat kepatuhan terhadap aturan pengobatan yang rendah. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia masih rendah yang disebabkan karena tingkat pengetahuan keluarga mengenai skizofrenia masih rendah.

Kata Kunci : Kepatuhan Minum Obat., Pasien Skizofrenia., Pilihan Terapi

ABSTRACT

Schizophrenia is a psychotic disorder characterized by disturbances that occur in the mind that cause disharmony thought processes, divided soul, erroneous and inappropriate perception attention, and impaired motor activity that shows behavioral changes. Schizophrenia is divided into two groups, namely positive and negative symptoms. Positive symptoms present delusions and hallucinations, while negative symptoms present withdrawn behavior and self-isolation. This study aims to determine the preference for taking medication in patients. This research is qualitative descriptive study. The population is respondents from patients family who responsible to answer questions submitted. Samples taken with purposive sampling technique in inpatient room Nakula and Kunthi Bali Province Mental Hospital with total 10 patients who were the looked for patients in charge. Data collection was carried out by in depth interviews according to inclusion and exclusion criterion, direct interviews with patient’s family members were carried out with a questionnaire guideline. From the results of the study, it’s found that the level of family knowledge was still low about schizophrenia which caused patients not complete take the medication. This is because too many drugs are consumed, the relationship between health professionals and the health system is poor, also relationship between the care giver and the patient is bad, the culture that’s internalized by the family causes differences in perception, and low adherence to medication rules. From the results of the study, it can be said that medication adherence in patients is still low due to the level of family knowledge about schizophrenia.

Keywords : Compliance with Medication., Schizophrenic Patients., Therapy Options

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan yang terdapat di setiap negara. Keempat masalah tersebut meliputi kanker, kecelakaan, gangguan degeneratif dan berikutnya gangguan jiwa atau mental.1 Seseorang dengan gangguan jiwa akan merasa tidak mampu berpikir dan berfungsi secara maksimal dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah atau pendidikan, maupun di lingkungan masyarakat atau sosial. Salah satu penyebab gangguan jiwa seseorang adalah ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan, baik karena konflik atau perubahan sosial dari orang-orang di lingkungan sosialnya.2

Salah satu gangguan jiwa yang disebabkan oleh ketidakmampuan individu dalam melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan gangguan besar pada pikiran yang menyebabkan disonansi dalam proses berpikir, pikiran yang terpecah, persepsi dan perhatian yang salah dan tidak tepat, serta berbagai gangguan pada aktivitas motorik menunjukan perubahan perilaku.3 Gangguan ini dapat mempengaruhi hingga 1% dari populasi orang dewasa dan biasanya muncul pada masa remaja akhir atau dewasa muda. Pada laki – laki, gangguan dimulai pada usia yang lebih muda yaitu 15-25 tahun, sedangkan pada perempuan terjadi lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun.4

Gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif ditunjukan berupa waham, halusinasi, pikiran bingung, perasaan gelisah dan perilaku unik dan kecenderungan aneh. Waham dalam skizofrenia adalah memiliki keyakinan yang kuat tentang sesuatu yang tidak didasarkan pada sesuatu yang pasti, tetap membantah meskipun bukti menunjukkan sebaliknya, dan tidak dapat dikoreksi oleh akal sehat, seperti berpikir bahwa mereka disiksa, seseorang sedang mengendalikan pikiran dan perilakunya, atau merasa bahwa orang lain sedang membicarakannya. Halusinasi pada skizofrenia terjadi ketika mereka merasakan sesuatu yang sangat nyata, tetapi tidak benar – benar ada, seperti melihat gambar yang tidak dapat dilihat oleh orang lain, mendengar suara, atau merasakan bahwa seseorang melakukan sentuhan tetapi sebenarnya tidak ada. Gangguan berpikir yang dialami pasien skizofrenia bermanifestasi sebagai pikiran yang tidak jelas, pemikiran dan logika yang terputus – putus, bicara yang tidak teratur dan terarah, berbicara dengan diri sendiri dan tiba – tiba berhenti bicara. Perilaku unik dan aneh dari pasien skizofrenia berupa berbicara dengan diri sendiri, menangis atau tertawa tiba tiba atau bahkan berpakaian dengan cara yang aneh. Gejala negatif diklasifikasikan berupa perubahan alam perasaan, penarikan atau isolasi diri dari interaksi sosial, kurangnya kontak emosional (pendiam, dan kesulitan berbicara), pasif, acuh tak acuh, kurangnya motivasi dalam bentuk kehilangan minat pada hal sekitar, bahkan kebersihan pribadi dan perawatan pribadi, sulit berpikir secara abstrak serta kehilangan keinginan untuk melakukan sesuatu atau mengambil inisiatif.5

Skizofrenia dibagi menjadi beberapa kategori termasuk skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia simpleks, serta skizofrenia residual.6

Pengobatan skizofrenia terdiri dari beberapa metode, pengobatan tersebut diantaranya adalah elektrokonvulsif atau terapi listrik, serta pengobatan dengan antipsikotik. Faktor terpenting yang berhubungan dengan kekambuhan pada skizofrenia adalah ketidakpatuhan teerhadap terapi obat. salah satu pengobatan untuk pasien skizofrenia adalah obat antipsikotik. Antipsikotik ini akan bekerja jika dikonsumsi dengan patuh dan tepat, tetapi banyak dijumpai pasien skizofrenia tidak mengonsumsi obat antipsikotik secara teratur. Faktor ketidakpatuhan minum obat pada pasien skizofrenia adalah ketidaktahuan pasien tentang tujuan pengobatan, ketidaktahuan pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditentukan dalam kaitannya dengan pengobatan, prognosis, kesulitan memperoleh obat di luar rumah sakit, harga obat tinggi dan kurangnya perhatian dan perawatan dari keluarga yang bertanggung jawab untuk merawat, membeli dan menyediakan obat untuk pasien. Pengobatan yang efektif dan aman hanya dapat dicapai jika pasien menyadari kesulitan pengobatan dan penggunaan obat.7 Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan mengakibatkan pengurangan penggunaan obat. Dengan demikian, pasien akan kehilangan pengobatan yang diharapkan dan pada akhirnya akan menyebabkan kondisi yang memburuk.8

Melihat begitu maraknya pasien skizofrenia pada masa remaja maupun dewasa menjadi alasan bagi penulis untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia. Sehingga nantinya tulisan ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, Kabupaten Bangli setelah mendapat kelaikan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan rincian No.462/UN14.2.2.VII.14/LT/2021. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggunakan metode pengumpulan data dengan in-depth interview atau wawancara mendalam dengan keluarga pasien skizofrenia. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Subjek dalam penelitian ini didapatkan dari pasien yang berada pada ruang rawat inap Nakula (khusus pasien laki – laki) dan Kunthi (khusus pasien perempuan) Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, Kabupaten Bangli dari catatan rekam medis, kemudian diambil keluarga atau penanggung jawab pasien untuk menjadi informan. Populasi diambil langsung dengan memperhatikan asas kecukupan dan kesesuaian. Dalam pengumpulan data, peneliti dibantu alat perekam sebagai instrumen penelitian karena tidak semua penyampaian informan dapat tercatat oleh peneliti. Analisis data pada penelitian dilaksanakan pertama dengan reduksi data, kemudian melakukan penyajian data serta selanjutnya melakukan penarikan kesimpulan. Kemudian untuk strategi validasi data menggunakan triangulasi sumber dengan membandingkan penyampaian informan, kemudian triangulasi metode dengan menyocokan penyampaian informan dengan dokumentasi alat perekam, peer debriefing yaitu konsultasi dengan dosen pembimbing, serta

member checking atau klarifikasi ulang dengan informan untuk memastikan penyampaiannya tersebut.

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan informan sebanyak 10 orang. Informan merupakan keluarga pasien skizofrenia yang masing – masing data didapatkan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali baik di Ruang Nakula dan Ruang Kunthi. Berikut karakteristik pasien dan karakteristik informan, yang kemudian akan dilakukan wawancara mengenai gambaran kepatuhan minum obat.

Tabel 1. Karakteristik Pasien

Nama Pasien

Usia

Jenis Kelamin

Mulai Sakit

A

42 th

L

2007

B

50 th

L

2004

C

30 th

L

2011

D

49 th

L

2002

E

37 th

L

2009

F

27 th

P

2006

G

27 th

P

2008

H

45 th

P

2003

I

50 th

P

2001

J

42 th

P

2000

Tabel 2. Karakteristik Informan

Nama Informan

Usia

Jenis Kelamin

Hubungan

Dengan Pasien

Z

39 th

L

Adik

Y

48 th

P

Istri

X

40 th

L

Kakak

W

46 th

L

Adik

V

65 th

P

Ibu

T

56 th

L

Ayah

S

60 th

L

Ayah

R

40 th

P

Adik

Q

44 th

P

Keponakan

P

39 th

P

Ipar

Berdasar pemahaman informan mengenai skizofrenia, beberapa informan menyampaikan pendapatnya yaitu :

“…yang saya ketahui disini pasien sering merasa gak nyaman, pagi maupun malamnya. Pasien juga sering mendengar bisikan dari telinganya dan disuruh kesana kesini, ngomong sendiri, tertawa sendiri, bernyanyi dan beberapa kali kalau dia melamun dan pandangannya jauh, saya punya firasat dia akan ngamuk menendang dan menyerang saya…(AZ)”

“…Kejadian pertamanya saat dia berhenti bekerja, dia sering merasa takut dan malas keluar rumah, dia sering dengar bisikan bahwa dia selanjutnya yang akan meninggal, karena ayah dan adiknya sudah meninggal. Selain itu pasien juga sering marah, saat itu saya melihat ponakan saya sedang mengikat tali sepatu, dia menyerang ponakan

saya dan memukulnya secara tiba – tiba. Pasien juga sering ngomong kasar dan ngelantur…(IQ)”

Dari hasil wawancara di atas, didapatkan informasi bahwa skizofrenia menurut informan adalah perasaan tidak nyaman, yang menyebabkan pasien mengalami waham dan halusinasi. Dalam hal ini disebabkan karena trauma yang dirasakan pasien tentang pengalaman pribadinya, hal tersebut menyebabkan pasien sering takut serta tidak aman ketika bertemu dengan banyak orang. Selain itu, pasien juga sering meluapkan perasaannya tersebut dengan perilaku marah dan berbicara kasar.9

Kemudian mengenai pengaruh obat dalam pemulihan skizofrenia beberapa informan menyampaikan pendapatnya berdasar wawancara :

“…pengaruh obat disini sangat efektif menurut saya, saat ketika pasien mengamuk, saya coba ajak kontrol di psikiater dan diberikan obat. Ketika pasien mau meminumnya, saat setelah itu juga pasien menunjukan tingkah laku yang mengarah normal, padahal obat yang diberikan hanya satu tablet…(BY)” “…kita yang merawat pasien seringkali susah untuk ngasi obat. Pasien lebih sering menolak untuk diberikan obat karena dia merasa bahwa dia itu tidak sakit, bahkan obat yang diberikan pertama saat pasien dikatakan menderita gangguan jiwa masih tersimpan lagi beberapa tablet…(HR)”

“…Maka dari itu, saya kembali berpikir untuk ke rumah sakit dan bertemu dengan ahli jiwa agar diberikan obat dengan cara disuntik, biar pasien menunjukkan tanda lebih normal dan tidak mengamuk secara tiba – tiba…(HR)”

“…saya yang memantau dan yang memberikan obat kepada pasien. Setiap pagi ketika pasien sudah selesai sarapan, saya memberikan obat kepada pasien, kemudian ketika saya pulang kerja sorenya, setelah makan malam juga saya yang memberikan obat kepada pasien…(IQ)”

“…Ketika obat hanya bersisa beberapa tablet pil, saya yang menuju ke klinik untuk meminta dokter meresepkan obat, agar saya bisa beli langsung dan pasien tidak putus minum obat. Hal yang saya lakukan itu dapat membuahkan hasil, pasien sekarang sudah mulai bisa terkontrol dan melakukan aktivitas kecil seperti membuat canang dirumah, beda halnya dulu ketika pasien tidak rutin minum obat…(IQ)”

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara mendalam di atas dapat diketahui bahwa obat sangat berpengaruh pada proses pemulihan pasien skizofrenia. Pemberian obat yang patuh dan sesuai dengan waktu yang diresepkan dokter dapat membantu pasien beraktivitas kearah normal. Pemilihan obat yang paling sering digunakan adalah anipsikotik oral. Antipsikotik akan memengaruhi neurotransmitter dopamine

dan serotonin pada otak, sehingga mampu meringankan gangguan skizofrenia.10

Dilanjutkan gambaran kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia yang disampaikan oleh informan, penggunaan multi obat menjadi salah satu alasan informan berhenti memberikan terapi obat, sesuai penyampaian :

“…saya sering gak ngasi obat ke pasien karena terlalu banyak obat yang harus diminum. Karena selain sakit jiwa yang dialami, pasien juga punya penykit lain. Saya takut kalau terlalu banyak obat yang harus diminum, pasien bisa mengalami masalah lain lagi. Makanya kalo pasien gak ngamuk, saya putuskan gak ngasi obat ini…(CX)”

“…pasien masih sering ngamuk biarpun sudah saya berikan obat yang dikasi. Makanya saya berhentikan ngasi obatnya…(EV)”

Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa keluarga pasien masih belum memahami pentingnya pemberian obat antipsikotik dalam proses pemulihan pasien skizofrenia. Apabila pasien mengalami putus obat, hal itulah yang sering menyebabkan pasien mengalami kekambuhan serta aturan pengobatan yang sudah dijalankan harus diulang kembali. Hal tersebut juga menyebbakan dosis pemberian kembali harus diatur oleh psikiater agar obat bekerja secara optimal.11

Dilanjutkan karena hubungan dengan profesional kesehatan dan sistem kesehatan yang terjalin kurang baik, menyebabkan informan dan pasien enggan melanjutkan pengobatan, sesuai wawancara berikut :

“…dari rumah saya disini untuk ke rumah sakit jaraknya lumayan jauh, kemudian sampai disana saya mengambil nomor antrian dan menunggunya sangat lama, sempat saya datang dan sampai disana jam 9 pagi, saya baru dapat giliran masuk jam 2 siang…(FT)”

“…saya gak tau alasan menunggu begitu lama di rumah sakit pas ngajak pasien kontrol, entah karena dokternya yang telat atau pasien yang kontrol sangat banyak. Saya sering bosan untuk nunggu antriannya yang begitu lama…(GS)”

“…ketika sudah dapat giliran masuk untuk konsultasi, saya sering kurang waktu untuk menanyakan keluhan yang dialami pasien. Mungkin karena pasien yang kontrol begitu banyak, makanya waktu konsultasinya dibatasi…(HR)”

“…setelah kontrol dan konsultasi dengan dokter, saya sering bingung dimana harus nebus obat yang diresepkan, selain saya lupa nanya, saya juga gak liat denah dan petunjuk dimana saya harus membawa resep ini…(JP)”

Dari hasil wawancara di atas, didapatkan informasi bahwa ketidakpatuhan minum obat pada pasien skizofrenia dipengaruhi hubungan dengan profesional kesehatan dan sistem kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut menyebabkan

pasien dan informan malas untuk datang kontrol ke rumah sakit dan mengambil obat yang telah habis dikonsumsi.12 Dalam hal tersebut disebabkan karena menunggu kedatangan psikiater, ketrampilan komunikasi, serta sikap yang disampaikan kepada pasien dan informan.13

Hubungan pemberi rawat dengan pasien juga memiliki pengaruh terhadap pola pemberian obat, hal tersebut disampaikan :

“…pasien sering sekali mengamuk dan marah ketika saya suruh minum obat, makanya saya berpikir lagi untuk ngasi dia makan saja. Karena kalau orang marah itu tandanya lapar, kalau lapar pasti mau makan…(CX)”

“…karena pasien sering marah dan ngamuk ketika saya suruh minum obat, jadi saya beri pasien makan untuk meredakannya. Setiap saat pasien ngamuk saya kasi makan, hingga sekarang berat badannya sudah naik sekali, bahkan dinyatakan kelebihan berat badan oleh dokter…(DW)”

“…waktu obat habis, saya tidak membelikan lagi obat untuk pasien, selain susah disuruh minum, pasien juga tidak nunjukin gejala seperti ngamuk, jadi saya kira pasien sudah sembuh…(EV)”

Informasi yang didapat dari hasil wawancara mendalam di atas yakni peran pola asuh keluarga dalam proses pemulihan pasien skizofrenia. Namun, masih banyak keluarga pasien belum memahami pentingnya mengonsumsi antipsikotik yang telah diresepkan oleh dokter.14 Jika membiarkan pasien untuk mengalami putus obat, pasien memang tidak menunjukan gejala secara langsung, tetapi merupakan salah satu indikasi pasien akan mengalami kekambuhan. Selain hal tersebut, memberikan makan yang berlebihan juga akan berdampak pada tingkat kesehatan pasien.15

Budaya yang tercermin dari informan maupun pasien menyebabkan perbedaan kepercayaan dalam proses penyembuhan, hal itu disampaikan dalam wawancara :

“…pertamanya pasien nunjukin gejala pusing dan ngerasa tidak nyaman. Pasien juga ngerasa dibisikin untuk keluar rumah dan menyerang orang yang mengganggunya. Saat itu juga saya minta bantuan ibunya untuk memegang pasien, dan saat itu juga saya ajak berobat ke balian…(DW)”

“…sampai sana memang pasien lumayan membaik, tapi setelah pulang pasien malah lebih tidak tenang dan kembali ngamuk. Bahkan pasien saat itu mencoba untuk bunuh diri…(DW)”

“…ketika sehari sebelum kajeng kliwon, pasien seringkali bengong, pandangan jauh, dan berbicara sendiri. Setelah itu ya pasti akan ngamuk dan nyerang siapapun…(GS)”

“kalau sudah menjelang kajeng kliwon, saya pasti standby ada dirumah, saya yakin pasien pasti akan kumat lagi. Saya menjaga biar pasien gak

g    ,   y    yg

orang lain yang kebetulan ketemu…(CX)”

Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa aspek budaya berpengaruh besar dan menyebabkan pasien skizofrenia tidak patuh minum obat. Hal tersebut dikarenakan keluarga pasien memiliki kepercayaan sendiri mengenai gejala yang dialami pasien skizofrenia. Keluarga pasien skizofrenia percaya bahwa gejala yang ditunjukkan pasien adalah “kesurupan”, karena munculnya kebetulan di saat hari suci tertentu.16 Maka dari itu pasien cenderung malas dengan program pengobatan. Namun apabila seorang pasien mengalami gangguan yang signifikan dan pengobatan dihentikan sebelum waktunya, pasien akan lebih memperhatikan untuk melaksanakan program pengobatan dan mengikuti aturan pengobatan yang disarankan.17

Mengenai tingkat kepatuhan terhadap aturan pengobatan, ditentukan oleh pasien dan tingkat pengetahuan informan, hal itu dibuktikan pada wawancara :

“…saya sering lupa untuk ngasi obat ke pasien. Seumpama hari ini saya lupa, saya selalu usahakan besoknya untuk tidak lupa lagi…(AZ)”

“…saya jarang lupa ngasi obatnya, tapi waktu saya ngasi obat ke pasien itu gak nentu, bisa pagi sama sore, bisa sore terus malam, tergantung pasien mau dan gak nolak dikasi obat…(BY)”

“…waktu ngasi obat saya sering membandingkan keadaan pasien, jika setelah ngasi obat pasien malah memburuk, saya stop ngasi obatnya dulu. Ketika pasien membaik, saya juga stop karena kasian, pasien sudah sembuh kan gak perlu dikasi obat lagi…(FT)” Dari hasil wawancara mendalam di atas, didapat informasi bahwa tingkat kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia masih rendah. Hal tersebut dikarenakan keluarga pasien tidak paham tentang pentingnya obat antipsikotik terhadap proses pemulihan pasien skizofrenia.18 Hal tersebut meliputi penggunaan multi obat yang diresepkan psikiater membuat keluarga pasien bingung untuk membandingkan. Kemudian dikarenakan pemberian obat dalam jangka waktu panjang, menyebabkan ketidakpatuhan jadwal konsumsi yang telah diberikan psikiater. Hal tersebut bisa dikarenakan keluarga pasien lupa ataupun pasien menolak untuk mengonsumsinya. Pengaruh lain adalah efek pengobatan, dalam beberapa keadaan biasa terjadi perubahan dosis atau menggunakan obat alternatif untuk meminimalkan efek yang merugikan. Penurunan kondisi yang diakibatkan efek obat, seperti mual dan muntah, begitu menganggu bagi beberapa pasien sehingga pasien tidak patuh dengan suatu aturan pengobatan. Kemudian faktor lain yakni pasien tidak memiliki gejala, ketika obat dikonsumsi dengan baik, pasien akan mengarah normal  dan  membaik,  hal tersebut

menyebabkan konsumsi  obat diputus.  Akan tetapi

pemberian antipsikotik pada pasien skizofrenia sama sekali tidak boleh putus, karena hal tersebut menjadi pemicu pasien kembali mengalami kekambuhan.11

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian gambaran kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, Kabupaten Bangli, dapat diambil kesimpulan bahwa ditinjau dari pemahaman informan mengenai skizofrenia, informan mengetahui ciri khusus dan tanda bahwa pasien mengalami skizofrenia. Pengetahuan informan mengenai manfaat obat dalam pemulihan skizofrenia cukup baik. Kemudian dilanjutkan penggunaan beberapa jumlah obat yang harus dikonsumsi pasien skizofrenia membuat informan takut untuk memberikan obat terlalu banyak. Hubungan dengan profesional kesehatan kurang baik akan berpengaruh pada ketidakpatuhan minum obat. Hubungan pemberi rawat juga memiliki peran penting untuk kesembuhan pasien, karena memengaruhi tingkat kepatuhan terhadap aturan pengobatan. Budaya yang tercermin dari informan maupun pasien akan menyebabkan terjadinya perbedaan pemahaman dan perbedaan cara pengobatan, serta dilihat dari tingkat kepatuhan terhadap aturan pengobatan, pasien skizofrenia cenderung tidak patuh untuk mengonsumsi obat itu. Selain informan lupa untuk memberikan obat, serta tidak menyesuaikan waktu pemberian. Penelitian ini hanya menggambarkan gambaran kepatuhan minum obat dari penyampaian informan pada satu rumah sakit, sehingga diperlukan penelitian dari sisi yang lain dan tempat dapat dilaksanakan di beberapa rumah sakit agar gambaran kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia dapat dinilai lebih tepat. Mengingat tingkat kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia masih rendah, diharapkan pihak rumah sakit mampu memberikan pelayanan yang lebih baik dan edukasi kepada keluarga pasien mengenai pentingnya obat dalam proses penyembuhan pasien, agar meningkatkan kepatuhan minum obat. Keluarga pasien skizofrenia diharapkan mampu memahami pentingnya pengobatan, agar pasien tidak mengalami kekambuhan dan berfungsi dalam kehidupan sehari – hari.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Simanjuntak, Julianto. Konseling gangguan jiwa & okultisme. Gramedia Pustaka Utama, 2013: 9(4): 118

  • 2.  Murwani A. dan Setyowati S. Asuhan Keperawatan

Keluarga, Yogyakarta:Fitramaya, 2013: 4(2): 12-14

  • 3.  Gaebel,  Wolfgang, Jürgen Zielasek, and H-R.

Cleveland. "Psychotic disorders in ICD-11." Die Psychiatrie, 2013: 10(01): 11-17

  • 4.    Kaplan, Benjamin James. "Kaplan and sadock’s synopsis of psychiatry. Behavioral sciences/clinical psychiatry." Tijdschrift voor Psychiatrie, 2016: 58(1): 78-79.

  • 5.    Kaplan, Harold I., Benjamin J. Sadock, and Jack A. Grebb. "Sinopsis psikiatri: Ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis." Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta: Bina Rupa Aksara, 2010: 39(3): 113-129

  • 6.    Tandon, Rajiv, et al. "Definition and description of schizophrenia in the DSM-5." Schizophrenia research, 2013: 150(1): 3-10

  • 7.    Nasution, D. A. Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pasien Halusinasi Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014. Jurnal STIKes RS. Haji Medan, 2015: 7(2): 258

  • 8.    Hastuti, Pudji, and Sri Hendarsih. Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat di Klinik Keperawatan Jiwa Rumah Sakit Grhasia Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Diss. STIKES'Aisyiyah Yogyakarta, 2011: 28(1): 18-19

  • 9.    Zahnia, Siti, and Dyah Wulan Sumekar. "Kajian epidemiologis skizofrenia." Jurnal Majority,  2016:

5(4): 160-166.

  • 10.    Fahrul, Fahrul, Alwiyah Mukaddas, and Ingrid Faustine. "Rasionalitas penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014." Natural Science: Journal of Science and Technology, 2014: 3(2): 15-17

  • 11.    Mubin, Mohammad Fatkhul, and P. H. Livana. "Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid." Jurnal Farmasetis, 2019: 8(1): 21-24

  • 12.    Rahmatichasari, Raras. "Hubungan Peran Perawat Pendidik dengan Kepatuhan Minum Obat Klien Skizofrenia di Poli Psikiatri RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember." 2016: 9(3): 19-20

  • 13.    Setyaji, Egyi Dian, Avicena Sakufa Marsanti, and Riska Ratnawati. "Hubungan Dukungan Keluarga dan Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia." Jurnal Health Sains, 2020: 1(5): 281-287

Sang Kompiang Irpan Anugrah Pradita1, Ida Aju Kusuma Wardani2, Anak Ayu Sri Wahyuni2, Cokorda Bagus Jaya Lesmana2

  • 14.    Rosdiana, Rosdiana. "Identifikasi Peran Keluarga Penderita dalam Upaya Penanganan Gangguan Jiwa Skizofrenia." Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Universitas Hasanuddin, 2018: 14(2): 174-180

  • 15.    Safitri, Wiwik. PERAN ANGGOTA KELUARGA DALAM PENGAWASAN MINUM OBAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN SKIZOFRENIA. Diss. University of Muhammadiyah Malang, 2019: 16(2): 1115

  • 16.    Kamil, Hajjul, Syarifah Rauzatul Jannah, and Teuku Tahlil. "Stigma Keluarga terhadap Penderita Skizofrenia Ditinjau dari Aspek Sosial Budaya dengan Pendekatan Sunrise Model." Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana Unsyiah. 2017: 19(3): 118-121

  • 17.    Putro, Bambang Dharwiyanto. "Riak Gelombang Resiliensi Keluarga Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Dalam Balutan Aspek Budaya Bali." Pustaka, XIX (2), 2019: 94(100): 121-123

  • 18.    Hartanto, Agung Eko. Model Peran Keluarga Dalam Perawatan Diri Pasien    Skizofrenia.    Diss.

UniversitasAirlangga, 2018: 17(2): 29-31

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i11.P14

89