GEJALA DAN DIAGNOSIS PENYAKIT HIRSCHSPRUNG

1Putu Ayu Ines Lassiyani Surya, 2I Made Dharmajaya

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Penyakit Hirschsprung merupakan suatu penyakit yang menyerang sistem pencernaan manusia, terutama menyerang usus besar (colon). Pada penyakit ini, dijumpai pembesaran usus besar (megacolon), akibat absennya sel ganglion pada bagian distal usus. Penyakit Hirschsprung sering menyerang neonatus bahkan anak-anak, yang sering ditandai dengan keterlambatan pengeluaran mekonium pertama, muntah bilious, distensi abdomen. Metode diagnois yang dapat dilakukan untuk menkonfirmasi penyakit Hirschsprung adalah dengan melakukan biopsy, barium enema atau contrast enema, dan anorectal manometry. Diagnosis dini sangat penting untuk melakukan treatment yang cepat dan tepat serta untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Kata kunci : penyakit Hirschsprung, gejala, diagnosa

SYMPTOMS AND DIAGNOSIS OF HIRSCHSPRUNG’S DISEASE

ABSTRACT

Hirschsprung disease is a disease that attacks the human digestive system, mainly in the large intestine (colon). In this disease, found enlargement of the colon (megacolon), due to the absence of ganglion cells in the distal intestine. Hirschsprung disease often affects neonates and even children, are often characterized by delays in spending the first meconium, bilious vomiting, abdominal distension. Methods diagnois do for Hirschsprung's disease was confirmed by biopsy, barium enema or contrast enema, and anorectal manometry. Early diagnosis is crucial to conduct rapid and appropriate treatment and to prevent complications.

Keywords: Hirschprung disease, symptoms, diagnose

PENDAHULUAN

Usus besar merupakan organ yang ada dalam tubuh manusia. Usus besar merupakan tabung muscular dengan panjang sekitar 1,5 m yang terdiri dari sekum, kolon, dan rectum. Dimana diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Semakin ke bawah menuju

rectum, diameternya akan semakin kecil (Izadi M, 2007). Secara fisiologis, usus besar berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan elektrolit. Selain itu, usus besar juga berfungsi untuk menyimpan feses, dan mendorongnya keluar. Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom. Inervasi usus besar sangat berkaitan dengan sel ganglion pada

submukosa (Meissner’s) dan pleksus myenteric (Aurbach’s) pada usus besar bagian distal. Apabila sel ganglion tersebut tidak ada, maka akan timbul penyakit yang disebut Hirschsprung’s Disease (Izadi M, 2007).

Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus, dan paling sering pada usus besar (colon). Normalnya, otot pada usus secara ritmis akan menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit Hirschsprung, saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini mengakibatkan feses tidak dapat terdorong, seperti fungsi fisiologis seharusnya (Henna N, 2011).

Pada tahun 1886, Harold Hirschsprung menemukan penyakit ini untuk pertama kalinya. Ia menyimpulkan bahwa penyakit Hirschsprung dapat mengakibatkan nyeri abdomen dan konstipasi pada bayi atau anak-anak, namun hal ini belum diketahui patofisiologinya secara pasti. Hingga tahun1993, dimana Robertson dan Kermohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik di bagian distal akibat defisiensi sel ganglion pada organ usus (colon) (Hidayat M, 2009).

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus yang paling sering dialami oleh neonatus. Demikian pula, kebanyakan kasus Hirschsprung terdiagnosis pada bayi, walaupun beberapa kasus baru dapat terdiagnosis hingga usia remaja atau dewasa muda (Izadi M, 2007). Terdapat kecenderungan bahwa penyakit Hirschsprung dipengaruhi oleh riwayat atau latar belakang keluarga dari ibu. Angka

kejadian penyakit Hirschsprung, sekitar 1 di antara 4400 sampai 7000 kelahiran hidup, dengan rata-rata 1:5000 kelahiran hidup (Lakshmi,2008). Dengan mayoritas penderita adalah laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 4:1.

Penyakit ini harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan dengan berat lahir ≥ 3kg yang terlambat mengeluarkan tinja, hal ini juga dapat dialami oleh bayi yang lahir kurang bulan. Penyakit Hirschsprung dapat berkembang menjadi buruk dan dapat mengancam jiwa pasien, apabila terjadinya keterlambatan dalam mendiagnosis penyakit ini (Lorijn,2006).

Penegakan diagnosis dini merupakan hal yang sangat penting, agar dapat lebih cepat merujuk pasien ke dokter spesialis, sehingga pasien memperoleh penanganan yang lebih baik. Maka dari itu, paper ini dibuat untuk mengulas gejala-gejala serta tanda yang sering timbul dan khas pada penyakit Hirschsprung, dan membahas hal-hal yang diperlukan dalam mendiagnosis penyakit Hirschsprung. Sehingga kami yang nantinya akan menjadi dokter umum, mampu mendiagnosis penyakit Hirschsprung dengan lebih dini, yang nantinya dapat memperkecil angka morbiditas maupun mortalitas dari penyakit ini.

GEJALA

Berdasarkan usia penderita gejala penyakit Hirschsprung dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

  • a.    Periode neonatus

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen. Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit Hirchsprung tidak

dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan bayi akan mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama (24-48 jam). Muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium dapat dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan karena tingginya kadar laktosa pada payudara, yang akan mengakibatkan feses jadi berair dan dapat dikeluarkan     dengan     mudah

(Kessman, 2008)

  • b.    Periode anak-anak

Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak (Lakhsmi, 2008). Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding abdomen disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain obstruksi usus yang komplit, perforasi sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang dapat mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi (Kessman, 2008).

TANDA

  • 1.    Anemia dan tanda-tanda malnutrisi

  • 2.    Perut membuncit (abdomen distention) mungkin karena retensi kotoran.

  • 3.    Terlihat gelombang peristaltic pada dinding abdomen

  • 4.    Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal yang padat/ketat, dan biasanya feses

akan langsung menyemprot keluar dengan bau feses dan gas yang busuk.

  • 5.    Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis (Kessman, 2008; Lakhsmi, 2008)

DIAGNOSIS

  • 1.    Anamnesis

Pada heteroanamnesis, sering didapatkan adanya keterlambatan pengeluaran mekonium yang pertama, mekonium keluar >24 jam; adanya muntah bilious (berwarna hijau); perut kembung; gangguan defekasi/ konstipasi kronis; konsistensi feses yg encer; gagal tumbuh (pada anak-anak); berat badan tidak berubah; bahkan cenderung menurun; nafsu makan menurun;     ibu     mengalami

polyhidramnion; adanya riwayat keluarga. (Hidayat M,2009; Lorijn,2006).

  • 2.    Pemeriksaan fisik

Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang. Apabila keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada dinding abdomen. Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising usus melemah atau jarang. Untuk menentukan diagnosis penyakit Hirschsprung dapat pula dilakukan pemeriksaan rectal touche dapat dirasakan sfingter anal yang kaku dan sempit, saat jari ditarik terdapat explosive stool (Izadi,2007; Lorijn,2006; Schulten,2011).

diagnosis(Lorijn,2006;Schulten,201 1).


Gambar 1. Pasien penyakit

Hirschsprung      dengan

distensi abdomen.

  • 3.    Pemeriksaan Biopsi

Memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen yang terinfeksi, merupakan langkah penting dalam mendiagnosis penyakit Hirschsprung. Ada beberapa teknik, yang dapat digunakan untuk mengambil sampel jaringan rektum. Hasil yang didapatkan akan lebih akurat, apabila spesimen/sampel adekuat dan diambil oleh ahli patologi yang berpengalaman. Apabila pada jaringan ditemukan sel ganglion, maka diagnosis penyakit Hirschsprung dieksklusi. Namun pelaksanaan biopsi cenderung berisiko, untuk itu dapat di pilih teknik lain yang kurang invasive, seperti Barium enema dan anorektal manometri, untuk menunjang

  • 4.    Pemeriksaan Radiologi

Pada foto polos, dapat dijumpai gambaran distensi gas pada usus, tanda obstruksi usus (Lakhsmi, 2008) Pemeriksaan yang digunakan sebagai standar untuk menentukan diagnosis Hirschsprung adalah contrast enema atau barium enema. Pada bayi dengan penyakit Hirschsprung, zona transisi dari kolon bagian distal yang tidak dilatasi      mudah      terdeteksi

(Ramanath,2008). Pada total aganglionsis colon, penampakan kolon normal. Barium enema kurang membantu penegakan diagnosis apabila dilakukan pada bayi, karena zona transisi sering tidak tampak. Gambaran penyakit Hirschsprung yang sering tampak, antara lain; terdapat penyempitan di bagian rectum proksimal dengan panjang yang bervariasi; terdapat zona transisi dari daerah yang menyempit (narrow zone) sampai ke daerah dilatasi; terlihat pelebaran lumen di bagian proksimal zona transisi (Schulten,2011).

  • 5.    Pemeriksaan Anorectal Manometry Pada individu normal, distensi pada ampula   rectum   menyebabkan

relaksasi sfingter internal anal. Efek ini dipicu oleh saraf intrinsic pada jaringan rectal, absensi/kelainan pada saraf internal ini ditemukan pada pasien yang terdiagnosis penyakit Hirschsprung. Proses relaksasi ini bisa diduplikasi ke dalam laboratorium motilitas dengan menggunakan metode yang disebut   anorectal manometry.

Selama anorektal manometri, balon fleksibel didekatkan pada sfingter anal. Normalnya pada saat balon dari posisi kembang didekatkan pada sfingter anal, tekanan dari balon akan menyebabkan sfingter anal relaksasi, mirip seperti distensi pada ampula rectum manusia. Namun pada pasien dengan penyakit Hirschsprung sfingter anal tidak bereaksi terhadap tekanan pada balon. Pada bayi baru lahir, keakuratan anorektal manometri dapat      mencapai      100%

(Schulten,2011).

DAFTAR PUSTAKA

Henna, N et all. 2011. Children With clinical Presentations of Hirschsprung’s     Disease-A

Clinicopathological

Experience. Biomedica; 27: 1-4

Hidayat,M et all. 2009. Anorectal Function of Hirschsprung’s Patient     after Definitive

Surgery. The   Indonesian

Journal of Medical Science; 2: 77-85

Izadi,   M et all. 2007. Clinical

manifestations              of

Hirschsprung’s disease: A 6-year course review on admitted patients in Guilan, North Province of Iran. Iranian Cardiovascular     Research

Journal; 1: 25-31

Kessmann; J. 2006. Hirschsprung’s Disease:    Diagnosis and

Management. American Family Physician; 74: 1319-1322

Lakshmi, P; James, W. 2008. Hirschsprung’s        Disease.

Hershey Medical Center; 44-46

Prakash, M. 2011. Hirschsprung’s Disease Scientific Update. SQU Medical Journal; 11: 138-145

Puri, P; Shinkai, T. 2004. Pathogenesis of Hirschsprung’s Disease and It’s Variant        :        Recent

Progress.University College Dublin; 13: 18-24

5