OSTEOKONDROMA ULNA DISTAL DENGAN DEFORMITAS MASADA TIPE I PADA ANAK LAKI-LAKI BERUSIA 7 TAHUN: SEBUAH LAPORAN KASUS

Putu Gede Thurdy Gustandra

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

ABSTRAK

Osteokondroma merupakan tumor jinak pada tulang yang paling umum dijumpai dan bermanifestasi sebagai eksostosis soliter non-herediter yang mengenai metafisis tulang panjang pada mayoritas kasus. Nyeri, gangguan pergerakan sendi, peradangan tendon, serta kompresi pembuluh darah dan saraf tepi merupakan komplikasi yang ditimbulkan oleh osteokondroma. Deformitas merupakan komplikasi yang sering dilaporkan pada osteokondroma yang mengenai tulang-tulang lengan bawah (forearm). Laporan ini membahas osteokondroma pada ulna distal seorang pasien laki-laki berusia 7 tahun yang disertai deformitas pemendekan ulna (ulnar shortening) sesuai klasifikasi Masada tipe I. Pembedahan (eksisi tumor) merupakan pilihan terapi utama pada kasus ini. Deformitas lengan bawah selanjutnya dikoreksi melalui prosedur ulnar lengthening dengan pemasangan fixation plate. Koreksi deformitas memberikan perbaikan penampilan kosmetik lengan bawah pasca operasi pada pasien ini.

Kata kunci : osteokondroma, deformitas, forearm, klasifikasi Masada

OSTEOKONDROMA OF DISTALIS ULNAR WITH MASADA TIPE I DEFORMITY AMONG SEVEN YEARS OLD BOY: A CASE REPORT

ABSTRAK

Osteokondroma a benign tumor on the spine of the most common and manifests as a solitary non - hereditary exostosis is the long bone metaphysis in the majority of cases. Pain, impaired joint motion, tendon inflammation, as well as the compression of blood vessels and peripheral nerves is a complication caused by osteokondroma. Deformity is a frequent complication reported in osteokondroma that the bones of the lower arm (forearm). This report discusses the distal ulna osteokondroma on a male patient aged 7 years with shortening deformity of the ulna ( ulnar shortening ) according to the classification of type I. Masada Surgery ( excision of the tumor ) is the primary treatment option in this case . Forearm deformity subsequently corrected through the installation procedure with the ulnar lengthening plate fixation. Correction of the deformity provides improved cosmetic appearance of the forearm after surgery in these patients.

Keywords : osteokondroma , deformity , forearm , classification Masada

PENDAHULUAN

Osteokondroma didefinisikan sebagai penonjolan tulang (eksostosis) dengan penutup kartilago yang berasal dari permukaan      eksternal      tulang.1

Osteokondroma berkontribusi terhadap lebih dari 30% kasus tumor jinak pada tulang dan 10-15% keseluruhan kasus tumor pada tulang.2 Mayoritas osteokondroma (85%) merupakan lesi soliter non-herediter. Kira-kira 15% kasus merupakan manifestasi dari eksostosis herediter multipel (multiple hereditary exostoses atau MHE) yang merupakan patologi herediter yang 3 diturunkan secara autosomal dominan.3 Metafisis tulang panjang seperti femur, tibia, humerus, ulna, dan radius merupakan predileksi anatomis paling 2 umum pada osteokondroma soliter.2 Osteokondroma     biasanya     tidak

menimbulkan gejala dan didiagnosis secara insidental pada foto rontgen.4 Diagnosis membutuhkan pemeriksaan radiologis seperti foto rontgen, dan pada beberapa kasus yang dicurigai adanya keganasan, pemeriksaan histologi juga diperlukan.5 Pilihan terapi utama pada osteokondroma adalah pembedahan.

Deformitas pada tulang lengan bawah (forearm) pada osteokondroma bukanlah tidak jarang dan dapat menimbulkan masalah kosmetik yang cukup signifikan bagi pasien.6 Timbulnya deformitas seperti pemendekan ulna (ulnar shortening), radial bowing, serta subluksasi atau dislokasi caput radius merupakan   pertimbangan penting

dilakukannya     koreksi     melalui

pembedahan di samping eksisi osteokondroma.2 Kasus pada laporan ini adalah seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan diagnosis osteokondroma ulna dekstra bagian distal yang disertai deformitas pemendekan ulna (ulnar shortening, klasifikasi Masada Tipe I). Penanganan untuk kasus ini adalah

pembedahan, yakni eksisi tumor dan koreksi deformitas, yakni ulnar lengthening dengan pemasangan pelat fiksasi (fixation plate).

ILUSTRASI KASUS

Pasien laki-laki, usia 7 tahun, suku NTT, datang ke Poliklinik Orthopaedi RSUP Sanglah pada bulan Juli 2013 dengan keluhan utama benjolan di lengan bawah kanan. Benjolan dikatakan tumbuh perlahan-lahan sejak 4 tahun yang lalu, semakin lama dikatakan semakin membesar. Benjolan tanpa disertai rasa nyeri atau gangguan pergerakan sendi pergelangan tangan kanan. Pasien tidak memiliki riwayat trauma pada lengan bawah kanan, demam, batuk lama atau riwayat penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir. Tidak ada riwayat penyakit kronis pada pasien. Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal.

Pemeriksaan tanda-tanda vital (status present) dan pemeriksaan fisik umum (status general) tidak menunjukkan adanya kelainan. Pemeriksaan status lokalis pada lengan bawah kanan (regio antebrachii dekstra) menunjukkan: 1) Look: benjolan berukuran ±3x3 cm, warna sama dengan kulit sekitar, venektasi (-), deformitas (+) angulasi (Gambar 1a dan 1b) ; 2) Feel: benjolan berbentuk bulat, ukuran ±3x3 cm, soliter, konsistensi keras, berbatas tegas (well-defined), terfiksir, nyeri tekan (-), AVN distal (+); 3) Move: ROM (range of motion) wrist dekstra 80o∕80o dan ROM fingers 0/90o. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dalam batas normal. Pada foto rontgen antebrachii dekstra AP dan lateral, didapatkan gambaran eksostosis soliter pada bagian distal ulna berbentuk sesil dengan batas tegas, tanpa infiltrasi soft tissue disekitarnya, dan deformitas pemendekan ulna (ulnar shortening) dan

radial bowing (Gambar 1c dan 1d). Diagnosis klinis pasien ini adalah osteokondroma ulna distal (klasifikasi Masada Tipe I).

Pasien selanjutnya menjalani eksisi tumor dan koreksi deformitas yakni ulnar lengthening dengan pemasangan pelat fiksasi (fixation plate) (Gambar 2a-c). Durante operasi dilakukan pengambilan sampel jaringan untuk pemeriksaan histopatologi. Sampel yang didapatkan memiliki penampakan makroskopik berupa jaringan berwarna putih keabu-abuan, sebagian berwarna kecoklatan, konsistensi kenyal, sebagian keras, dan berbentuk tidak teratur (Gambar 3a). Pada gambaran mikroskopis, jaringan sampel tersusun atas jaringan ikat kolagen dan jaringan tulang rawan yang berlanjut menjadi jaringan tulang trabekular. Jaringan tulang rawan tersusun atas sel-sel kondrosit matur dengan nukleus berbentuk bulat oval, polaritas baik, tersusun teratur dalam pola linear, tanpa tanda-tanda cellular atypia (Gambar 3b-d). Kesimpulan pemeriksaan histopatologi adalah osteokondroma.

0,9-2 individu per 100.000 penduduk.2 Metafisis tulang panjang merupakan predileksi anatomis osteokondroma, khususnya tulang femur (30%), humerus (26%), dan tibia (43%). Osteokondroma


DISKUSI

Secara epidemiologis, osteokondroma umumnya mengenai remaja dan anak-anak, sangat jarang mengenai bayi atau neonatus.2 Pada osteokondroma soliter, tidak dijumpai adanya predisposisi gender dibandingkan MHE yang lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan.3 Osteokondroma soliter merupakan patologi yang lebih umum dijumpai dibanding MHE dan mengenai kira-kira 3% populasi. MHE mengenai

Gambar 1. a-b. Foto klinis antebrachii dekstra pasien pada posisi anteroposterior (a) dan lateral (b). Tampak benjolan berukuran ±3x3 cm, warna sama dengan kulit sekitar, venektasi (-), deformitas (+) angulasi. c-d Foto rontgen regio antebrachii dekstra posisi anteroposterior (c) dan lateral (d). Tampak gambaran eksostosis soliter pada bagian distal ulna berbentuk sesil dengan batas tegas, tanpa infiltrasi soft tissue disekitarnya, dan deformitas pemendekan ulna (ulnar shortening) dan radial bowing.


Gambar 2. a-b Pasien menjalani eksisi tumor (a) dan koreksi deformitas melalui pembedahan (b), yakni ulnar lengthening dengan pemasangan pelat fiksasi (fixation plate). c. Foto rontgen antebrachii dekstra posisi AP-lateral post-operatif pasien.

d


c

s


keseluruhan


an

x3x0,5 cm, sebagian berwarna putih abu-abu sebagian berwarna

kecoklatan, konsistensi kenyal sebagian keras, bentuk tidak teratur, b-d Penampakan mikroskopis lesi. Lesi tersusun atas jaringan ikat kolagen dan jaringan tulang rawan (b) yang berlanjut menjadi jaringan tulang trabekular (c). Jaringan tulang rawan tersusun

atas sel-sel kondrosit matur yang teratur secara linear dengan nukleus berbentuk bulat oval, polaritas baik, tanpa tanda-tanda cellular atypia (d).

karpal, tulang tarsal, patela, sternum, tengkorak, atau vertebra.7

Osteokondroma lebih tepat disebut sebagai lesi perkembangan tulang (developmental lesion) dibandingkan sebagai sebuah neoplasma (true neoplasma). Lesi terbentuk sebagai akibat terjadinya pemisahan fragmen cakram pertumbuhan (epiphyseal growth plate) yang mengalami herniasi melalui lapisan periosteal yang normalnya mengelilingi cakram pertumbuhan (encoche of Ranvier).8 Mekanisme terpisahnya sebagian fragmen cakram pertumbuhan masih belum dipahami sampai saat ini. D’Ambrosia, dkk pada eksperimen mereka mencoba

menumbuhkan osteokondroma dengan melakukan transplantasi fragmen cakram epifisis ke dalam korteks tulang.9 Kasus-kasus osteokondroma yang muncul akibat trauma atau pembedahan (osteokondroma sekunder) juga pernah dilaporkan dan biasnya berhubungan dengan jejas Salter-Harris yang menyebabkan transplantasi in vivo fragmen cakram epifisis ke dalam korteks tulang.10

Seperti halnya cakram pertumbuhan normal, cakram pertumbuhan yang terpisah ini juga mengalami osifikasi enkondral sehingga membentuk penonjolan osseus subperiosteal dengan penutup kartilago (cartilage cap) yang mengalami proyeksi dari permukaan korteks tulang didasarnya. Pada true osteochondroma, tangkai (stalk) dari penonjolan tulang merupakan persambungan langsung dari korteks dan

kanalis medularis tulang didasarnya.8 Osteokondroma akan terus tumbuh dari penutup kartilago, identik dengan cakram pertumbuhan yang normal. Pertumbuhan akan terhenti ketika cakram pertumbuhan telah menutup.

Penutup kartilago (cartilage cap) pada penampakan makroskopis memiliki permukaan       berdungkul-dungkul,

mengkilat, licin, dan berwarna abu-abu kebiruan. Osteokondroma memiliki ukuran bervariasi antara 1-10 cm. Penutup kartilago memiliki ketebalan rata-rata 1-3 cm pada pasien usia muda, sedangkan pada pasien dewasa ketebalannya hanya beberapa millimeter atau bahkan tidak ada sama sekali.11 Penutup kartilago berupa jaringan hialin dengan lobulasi dan beberapa area yang mengalami invaginasi ke dalam komponen medularis lesi. Pada potongan lesi, terkadang dapat dijumpai area berwarna kuning keabu-abuan yang merupakan area kalsifikasi matriks kartilago.

Pada penampakan mikroskopis, penutup kartilago bersambungan langsung dengan tulang trabekular dibawahnya dan ditutup oleh kapsul fibrosa (jaringan ikat kolagen) yang berfungsi sebagai perikondrium.11 Penutup kartilago menyerupai cakram   pertumbuhan

dengan kolom-kolom  atau kluster

kondrosit yang terdisribusi secara teratur dan mengalami maturasi enkondral. Kondrosit dapat mengalami peningkatan jumlah   dengan nukleus ganda

(binukleus) yang dapat disalahartikan sebagai   tanda   keganasan   namun

sebenarnya disebabkan oleh trauma mekanik.11 Proses osifikasi enkondral menyebabkan terbentuknya tulang dengan kanal medularis, namun dengan sumsum tulang berwarna kekuningan 5

yang mengandung banyak debris yang mengalami kalsifikasi.

Penampakan pada foto rontgen cukup bersifat patognomonik. Osteokondroma tampak sebagai penonjolan tulang (eksostosis) yang berasal dari permukaan atau korteks tulang. Morfologi lesi dapat berupa penonjolan tulang dengan tangkai (stalk) yang semakin meruncing (tapering) mendekati korteks tulang (pedunculated osteochondroma) atau lesi dengan basis yang lebar pada korteks (sessile osteochondroma). Lesi memiliki predileksi pada metafisis dan lokasi insersio tendon pada tulang panjang. Lesi memiliki batas tegas, jarang bersifat ireguler, bersambungan langsung dengan korteks tulang didasarnya. Temuan yang umum adalah kalsifikasi yang nampak sebagai area radioopak. Osteokondroma pada dinding toraks dapat menimbulkan pneumotoraks, hemotoraks, atau fraktur yang dapat dikenali secara mudah pada foto rontgen.11

Osteokondroma biasanya jarang menimbulkan keluhan spesifik pada pasien. Gejala yang paling umum adalah tumbuhnya benjolan tanpa disertai nyeri pada tulang yang terkena.12 Gejala yang lebih spesifik biasanya menandakan timbulnya komplikasi seperi nyeri pada fraktur basis osteokondroma, deformitas tulang, atau masalah persendian. Nyeri pada osteokondroma juga dapat ditimbulkan oleh inflamasi atau pembengkakan bursa atau tendon yang berada di dekat lesi.2 Osteokondroma yang tumbuh di dekat serabut saraf atau pembuluh darah (paling sering nervus dan arteri popliteal) dapat menimbulkan gejala yang lebih spesifik seperi rasa kebas (numbness), kelemahan motorik, hilangnya pulsasi periferal, serta perubahan warna pada tungkai yang terkena.13 Kompresi vaskular, trombosis arteri, aneurisma, pseudoaneurisma, dan

trombosis vena merupakan komplikasi yang umum dan dapat menimbulkan manifestasi klaudikasio, nyeri, iskemia akut, serta tanda-tanda flebitis. Kompresi serabut saraf terjadi pada kira-kira 20% kasus osteokondroma soliter.13 Osteokondroma yang berlokasi di bawah tendon dapat menimbulkan nyeri selama pergerakan dan keterbatasan ruang gerak sendi (range of motion). Transformasi ganas memberikan gejala seperti nyeri, pembengkakan, dan penambahan ukuran tumor.

Pada kasus ini, osteokondroma menimbulkan deformitas berupa pemendekan ulna (ulnar shortening). Prevalensi deformitas ekstremitas atas pada osteokondroma diketahui sebesar 40% sampai 74%.14 Pemendekan ulna merupakan deformitas yang paling sering dideskripsikan dalam berbagai seri laporan kasus dan dapat berkaitan dengan melengkungnya radius (radial bowing). Jaffe15 dan Porter, dkk.16 dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa panjang tulang lengan bawah berbanding terbalik dengan ukuran eksostosis. Selain itu, diketahui bahwa lesi dengan morfologi sesil berhubungan dengan pemendekan dan deformitas yang lebih nyata dibanding lesi bertangkai (pedunculated osteochondroma). Lesi yang berukuran lebih besar dengan keterlibatan kortikal yang lebih luas juga menyebabkan gangguan pertumbuhan yang lebih berat dibanding lesi yang lebih kecil. Pada kasus ini, lesi memiliki morfologi sesil dan berukuran cukup besar mengenai seluruh bagian distal ulna.

Gangguan pertumbuhan epifisis akibat efek langsung lesi merupakan mekanisme yang dapat menjelaskan timbulnya pemendekan pada tulang panjang yang terkena. Pemendekan ulna dapat disebabkan oleh 2 faktor utama.

Pertama, epifisis ulna distal bertanggung jawab terhadap pertumbuhan longitudinal yang lebih besar relatif terhadap epifisis radius distal (85% vs. 75%) sehingga dengan derajat kerusakan epifisis yang sama, pemendekan ulna akan menjadi lebih nyata dibanding pemendekan radius. Kedua, tulang dengan diameter potong lintang (crosssectional) yang lebih kecil cenderung mengalami pemendekan yang lebih nyata mengingat area epifisis yang pertumbuhannya terganggu oleh keberadaan lesi akan menjadi lebih luas. Ulna memiliki diameter potong lintang yang lebih kecil, kira-kira seperempat diameter radius. Hal ini menjadi jelas mengapa pemendekan ulna akan lebih nyata seandainya pada radius dan ulna sama-sama terdapat gangguan pertumbuhan epifisis. Melengkungnya radius (radial bowing) pada beberapa kasus kemungkinan akibat efek ‘tethering’ yang ditimbulkan oleh pemendekan ulna.17 Namun, Burgess dan Cates18 dalam penelitian mereka yang melibatkan 35 pasien osteokondroma, menyimpulkan bahwa radial bowing tidak berhubungan dengan pemendekan ulna. Mereka menyimpulkan bahwa melengkungnya radius (radial bowing) memiliki korelasi yang kuat dengan dislokasi caput radius.

Masada, dkk.19 mengklasifikasikan deformitas tulang lengan bawah (forearm) pada osteokondroma menjadi tiga tipe berdasarkan morfologi deformitas yang terbentuk (Gambar 4). Pada tipe I, seperti pada kasus ini, eksostosis terbentuk di bagian distal ulna. Ulna mengalami pemendekan dan disertai melengkungnya radius (radial bowing), namun caput radius tidak terkena dampak lesi dan bagian proksimal radius tidak mengalami dislokasi. Deformitas tipe I ini adalah deformitas yang paling umum dijumpai,

yakni pada 55% sampai 61% kasus.6 Pada tipe II, caput radius terdislokasi dan ulna memendek, namun dengan radial bowing yang lebih ringan dibanding tipe I. Radial bowing pada tipe II merupakan proses sekunder akibat dislokasi caput radius. Pada tipe IIa, caput radius terdislokasi akibat terbentuknya eksostosis pada metafisis radius proksimal. Pada tipe IIb, terjadi dislokasi caput radius tanpa disertai eksostosis pada radius proksimal. Tipe III dicirikan oleh keberadaan eksostosis pada metafisis distal radius dengan pemendekan relatif radius jika dibandingkan dengan ulna.19

Gambar 4. Klasifikasi deformitas lengan bawah pada osteokondroma menurut Masada, dkk. (Diadaptasi dari: Masada K, Tsuyuguchi Y, Kawai H, Kawabata H, Noguchi K, Ono K: Operations for forearm deformity caused by multiple osteochondromas. J Bone Joint Surg Br 1989;71:24-29.)

Pembedahan merupakan pilihan terapi utama pada osteokondroma. Kemoterapi

dan radioterapi tidak terbukti efektif, namun merupakan pilihan terapi pada tumor yang mengalami dediferensiasi (dediferrentiated tumors) dan memiliki prognosis yang lebih buruk. Eksisi lesi dan koreksi deformitas merupakan komponen esensial pada prosedur pembedahan. Perlu diingat bahwa osteokondroma soliter asimptomatik bukanlah termasuk ke dalam indikasi pembedahan. Indikasi spesifik untuk pembedahan pada osteokondroma adalah jika lesi menimbulkan nyeri, kompresi saraf tepi atau pembuluh darah, gangguan pergerakan sendi (ROM), atau deformitas seperti peningkatan sudut artikular radius (radial articular angle), pemendekan ulna yang progresif, tergelincirnya tulang-tulang karpal secara berlebihan (excessive carpal slip), hilangnya pronasi, dan melengkungnya radius (radial bowing) dengan subluksasi atau dislokasi caput radius.6 Menurut Masada, pasien dengan deformitas tipe I memiliki luaran yang cukup memuaskan. Masada merekomendasikan eksisi eksostosis, osteotomi radius (radial osteotomy), dan ulnar lengthening sebagai modalitas pembedahan pada deformitas tipe I.19

Fogel,dkk.20 sdalam penelitiannya yang melibatkan 18 pasien yang menjalani koreksi deformitas lengan bawah melalui pembedahan melaporkan bahwa meskipun eksisi tumor secara dini dapat menurunkan insidensi atau mencegah timbulnya deformitas, namun koreksi melalui pembedahan nampaknya tidak dapat menghasilkan koreksi penuh ketika deformitas itu sudah terbentuk. Translokasi ulnar tulang-tulang karpal pada radius distal dapat dikoreksi dengan prosedur pemanjangan ulna (ulnar lengthening), namun pemendekan relatif tulang ulna yang bersifat persisten masih memiliki kecenderungan untuk mengalami kekambuhan. Pada pasien-

pasien dengan peningkatan angulasi radiokarpal atau subluksasi karpal, eksisi osteokondroma ditambah dengan osteotomi radial atau hemiepiphyseal stapling dilaporkan memberikan perbaikan fungsi sendi pergelangan tangan dan hasil kosmesis yang lebih baik.

Pritchett,   dkk.21   yang melakukan

prosedur ulnar lengthening pada 10 pasien osteokondroma melaporkan bahwa prosedur ulnar lengthening memberikan hasil perbaikan penampilan kosmetik lengan bawah pasca pembedahan, perbaikan ROM, serta 22 stabilitas caput radius. Waters, dkk.22 dalam penelitiannya yang melibatkan 17 pasien yang menjalani prosedur ulnar lengthening yang dikombinasikan dengan long Z-cut osteotomy dan pemasangan pelat fiksasi (plate fixation) melaporkan bahwa 85% pasien mengalami     perbaikan     gerakan

pronasi/supinasi pasca pembedahan dan 40% mengalami perbaikan deviasi radial/ulnar. Sebelas pasien dalam penelitian Waters, dkk. menjalani prosedur tambahan berupa osteotomi radius distal (distal radial osteotomy) dan mengalami reduksi yang stabil pada inklinasi radius abnormal yang dialami sebelumnya.

Dengan    demikian,    pembedahan

merupakan pilihan terapi utama pada osteokondroma. Tumor harus dieksisi jika menimbulkan komplikasi seperti nyeri, deformitas, kompresi saraf tepi atau pembuluh darah. Reseksi profilaktik disarankan pada kasus-kasus dimana lesi berlokasi di dekat pembuluh darah. Osteokondroma harus dieksisi secara lengkap, tanpa terjadinya kebocoran jaringan miksomatus (myxomatous tissue) atau bagian dari penutup kartilago, khususnya jika dicurigai adanya degenerasi sarkomatus pada lesi.

Sebagai tambahan terhadap reseksi, teknik rekonstruksi juga diperlukan untuk memperbaiki deformitas yang ada. Kemoterapi dan radioterapi merupakan pilihan terapi pada kasus di mana tumor mengalami     dediferensiasi     atau

transformasi ganas. Eksisi biasanya bersifat kuratif.1 Kekambuhan dapat dijumpai jika eksisi tidak lengkap mengeliminasi lesi. Rekurensi pada lesi yang sebelumnya telah dieksisi total dapat mengarahkan kecurigaan ke arah timbulnya keganasan.

RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dengan diagnosis osteokondroma ulna distal dekstra yang disertai deformitas pemendekan ulna (ulnar shortening) dan radial bowing sesuai klasifikasi Masada tipe I. Pembedahan, yakni eksisi tumor, merupakan pilihan terapi utama pada kasus ini. Deformitas lengan bawah (forearm), yakni pemendekan ulna pada kasus ini dikoreksi melalui prosedur ulnar lengthening dengan pemasangan fixation plate. Hasil eksisi berupa massa tumor yang dikonfirmasi pada pemeriksaan histopatologi sebagai osteokondroma. Koreksi deformitas yakni ulnar lengthening dengan pemasangan fixation plate memberikan hasil perbaikan penampilan kosmetik lengan bawah pasca operasi pada kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Khurana J, Abdul-Karim F and Bovée JVMG: Osteochondroma. In: World    Health     Organization

Classification of Tumours. Pathology and Genetics of Tumours of Soft Tissue and Bone. Fletcher CDM, Unni KK and Mertens F (eds.). Lyon, France: IARC pp. 234-236, 2002.

  • 2.    Saglik Y, Altay M, Unai VS, Basari K and Yildiz Y: Manifestations and management of osteochondromas: a retrospective analysis of 382 patients. Acta Orthop Belg 2006;72:748-755.

  • 3.    Peterson HA: Multiple hereditary osteochondromata. Clin Orthop 2009;239:222-230.

  • 4.    Porter DE, Emerton ME, Villanueva-Lopez F, Simpson AH: Clinical and radiographic       analysis       of

osteochondromas and    growth

disturbance in hereditary multiple exostoses. J Pediatr Orthop 2000;20:246-250.

  • 5.    Murphey MD, Choi JJ and Kransdorf MJ: Imaging of osteochondroma: variants and complications with radiologicpathologic     correlation.

Radiographics 2006:20;1407-1434.

  • 6.    Noonan KJ, Levenda A, Snead J, Feinberg JR, Mih A: Evaluation of the forearm in untreated adult subjects with multiple hereditary osteochondromatosis. J Bone Joint Surg Am 2002;84:397-403.

  • 7.    Solomon L. Hereditary multiple exostosis. J. Bone Joint Surg 2003;45: 292-304.

  • 8.    Mirra JM. Benign cartilaginous exostoses:   osteochondroma and

osteochondromatosis. In: Mirra JM, ed. Bone tumors: clinical, radiologic, and pathologic correlations. Vol 2. Philadelphia, Pa: Lea & Febiger, 1989; 1626-1659.

  • 9.    D’Ambrosia R, Ferguson AB Jr. The formation of osteochondroma by epiphyseal cartilage transplantation. Clin Orthop 1968;61:103-115.

  • 10.    Mintzer CM, Klein JD, Kasser JR. Osteochondroma formation after a Salter II fracture. J Orthop Trauma 2004; 8:437-439.

  • 11.    Lange RH, Lange TA, Rao BK. Correlative             radiographic,

scintigraphic, and histological evaluation of exostoses. J Bone Joint Surg Am 2004;66:1454-1459.

  • 12.    Chrisman OD and Goldenberg RR: Untreated solitary osteochondroma. J Bone Joint Surg Am 2008;50:508-512.

  • 13.    Vallance R, Hamblen DL dan Kelly IG:  Vascular complications of

osteochondroma. Clin Radiol 2005;36: 639-642.

  • 14.    Schmale GA, Conrad EU III, Raskind WH: The natural history of hereditary multiple exostoses. J Bone Joint Surg Am 2004;76:986-992.

  • 15.    Jaffe H:   Hereditary multiple

exostosis.vArch Pathol Lab Med 2003;36:335-357.

  • 16.    Porter DE and Simpson AHRW: The neoplastic pathogenesis of solitary and multiple osteochondromas. J Pathol 2009;188:119-125.

  • 17.    Solomon L. Bone growth in diaphysial aclasis. J Bone Joint Surg Br 2001;43:700-716.

  • 18.    Burgess RC, Cates H: Deformities of the forearm in patients who have multiple cartilaginous exostosis. J Bone Joint Surg Am 2003;75:13-18.

  • 19.    Masada K, Tsuyuguchi Y, Kawai H, Kawabata H, Noguchi K, Ono K: Operations for forearm deformity caused         by        multiple

osteochondromas. J Bone Joint Surg Br 1989;71:24-29.

  • 20.    Fogel GR, McElfresh EC, Peterson HA, Wicklund PT: Management of deformities of the forearm in multiple                   hereditary

osteochondromas. J Bone Joint Surg Am 2004;66:670-680.

  • 21.    Pritchett JW. Lengthening the ulna in patients with hereditary multiple exostoses. J Bone Joint Surg Br 2006;68:561-565.

  • 22.    Waters PM, Van Heest AE, Emans J. Acute forearm lengthenings. J Pediatr Orthop 2007;17:444-449.

10