ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.10,OKTOBER, 2022


Diterima:2021-11-29 Revisi:2022-08-28 Accepted: 25-09-2022

TINGKAT PENGETAHUAN DALAM MEMBERSIHKAN TELINGA PADA MAHASISWA PSSKPD FK UNUD ANGKATAN 2019 DAN 2020

Visakha Karuna Wijaya1, Made Lely Rahayu2, Komang Andi Dwi Saputra2, I Ketut Suanda2

  • 1.    Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

  • 2.    Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Latar Belakang: Serumen merupakan kombinasi dari sekresi kelenjar minyak dan kelenjar keringat yang melindungi liang telinga dari air, trauma, benda asing, serta infeksi. Kanalis akustikus eksterna memiliki mekanisme alami dalam mengeluarkan serumen dari liang telinga melalui gerakan rahang. Membersihkan telinga sendiri dengan memasukkan benda ke dalam liang telinga justru mengganggu mekanisme alami tersebut dan dapat menimbulkan gangguan telinga. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dalam membersihkan telinga pada mahasiswa PSSKPD FK Unud angkatan 2019 dan 2020. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang deskriptif. Stratified random sampling digunakan sebagai teknik pengambilan sampel. Subjek penelitian berjumlah 102 mahasiswa yang terdiri dari masing-masing 51 mahasiswa angkatan 2019 dan 2020. Kuesioner didistribusikan secara daring untuk menilai tingkat pengetahuan dan perilaku membersihkan telinga. Data dianalisis dengan SPSS versi 20. Hasil: Hanya 16 mahasiswa (15,7%) yang memiliki tingkat pengetahuan baik dan masing-masing 43 mahasiswa (42,2%) memiliki tingkat pengetahuan cukup dan kurang. Mayoritas mahasiswa angkatan 2019 memiliki tingkat pengetahuan cukup (23,5%) sedangkan mahasiswa angkatan 2020 memiliki tingkat pengetahuan kurang (23,5%). Cotton buds merupakan alat pembersih telinga yang paling banyak digunakan (79,4%). Frekuensi pembersihan terbanyak yaitu seminggu sekali (23,5%).

Kata kunci : serumen, pembersihan telinga, pengetahuan, mahasiswa kedokteran

ABSTRACT

Background: Cerumen is a combination of secretions from sebaceous glands and sweat glands that protect the ear canal from trauma, water, infections, and foreign bodies. The external auditory canal has a self-cleaning mechanism to expel cerumen during jaw movement. Self-ear cleaning by inserting foreign objects into the ear canal disturbs this mechanism and causes ear damage. Aims: This study was conducted to assess the knowledge of self-ear cleaning among first and second-year medical students at Udayana University. Method: This study was a cross-sectional descriptive study. Stratified random sampling was used as the sampling technique. This study included 102 medical students, consisting of 51 first and second-year medical students each. An online questionnaire was distributed to assess their knowledge on cerumen and self-ear cleaning practices. Data were analyzed by SPSS version 20. Result: Only 16 students (15,7%) had good knowledge and 43 students (42,2%) had moderate and poor knowledge each. The majority of second-year medical students had moderate knowledge (23,5%) and the first-year students had poor knowledge (23,5%). The most common tool used for self-ear cleaning were cotton buds (79,4%). The frequency of self-ear cleaning at least once a week accounted for 23,5%.

Keywords : cerumen, self-ear cleaning, knowledge, medical students

PENDAHULUAN

Serumen merupakan substansi yang melindungi saluran telinga dan beperan penting dalam menjaga kebersihan serta kesehatan telinga. Serumen adalah kombinasi dari produk hasil sekresi kelenjar serominosa dan kelenjar sebasea.1 Kelenjar serominosa menyusun sepertiga dari meatus auditorius eksterna dan tersusun dari sel epitel kuboid dan kolumnar.2 Menurut Data Litbang Depkes pada tahun 2017, terdapat sembilan provinsi di Indonesia yang memiliki angka prevalensi gangguan pendengaran melampaui angka nasional (2,6%) pada penduduk dengan usia lebih dari lima tahun.3 Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013, dari 2,6% tersebut 0,09% mengalami ketulian; 18,8% terdapat sumbatan serumen; dan 2,4% terdapat sekret di dalam liang telinga.4

Membersihkan sendiri serumen sering berujung pada komplikasi. Pada umumnya, kebiasaan membersihkan serumen dengan memasukkan benda seperti jari, cotton bud, atau handuk ke dalam saluran telinga justru menyebabkan serumen terdorong dan menumpuk ke bagian dalam telinga yang mengakibatkan impaksi serumen. Selain itu, memasukan benda kedalam telinga berisiko merobek gendang telinga dan menimbulkan trauma pada epitel saluran telinga. Trauma pada epitel dapat memicu terjadinya infeksi dengan mudah, terutama apabila benda yang dimasukkan mengandung elemen bakteri dan fungi.5–9

Menurut teori oleh Green dkk., perilaku masyarakat dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factor), salah satunya adalah pengetahuan.10 Pengetahuan yang kurang mengenai pentingnya serumen dapat menimbulkan praktik membersihkan telinga yang salah. Maka dari itu, edukasi sangat diperlukan untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi. Mahasiswa kedokteran sebagai calon tenaga kesehatan diharapkan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat luas sehingga perlu dilakukan studi untuk mengetahui tingkat pengetahuan dalam membersihkan telinga pada mahasiswa PSSKPD (Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan 2019 dan 2020.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan studi potong lintang (crosssectional) deskriptif. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang didistribusikan secara daring satu kali saja dalam satu waktu kepada mahasiswa PSSKPD FK UNUD angkatan 2019 dan 2020 yang terpilih melalui random sampling. Kuesioner pada penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup (close ended question) yang terdiri atas 20 butir pertanyaan terkait tingkat pengetahuan dan dua butir pertanyaan terkait perilaku membersihkan telinga. Kuesioner ini diadaptasi dari studi terdahulu.6,7 Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari hingga Agustus 2021.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah stratified random sampling untuk menghitung jumlah responden yang mewakili setiap angkatan secara proposional dan simple random sampling untuk menentukan subyek penelitian secara acak berdasarkan daftar nama mahasiswa aktif PSSKPD FK UNUD angkatan 2019 dan 2020. Kriteria inklusi meliputi mahasiswa aktif PSSKPD FK UNUD angkatan 2019 & 2020 dan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini dengan menyetujui lembar informed consent. Kriteria eksklusi meliputi mahasiswa PSSKPD FK UNUD angkatan 2019 & 2020 yang berhenti menempuh pendidikan (drop out) selama penelitian berlangsung dan tidak lengkap dalam mengisi kuesioner. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 102 orang dengan masing-masing 51 orang dari angkatan 2019 dan 2020. Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 20. Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapatkan kelaikan etik oleh Komisi Etik Penelitian FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar Nomor 181/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.

HASIL

Jumlah responden pada penelitian ini yang terpilih melalui random sampling dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sejumlah 102 mahasiswa, masing-masing 51 mahasiswa dari angkatan 2019 dan 2020.

Berdasarkan Tabel 1 mayoritas responden berjenis kelamin perempuan Kebanyakan responden dari angkatan 2019 berusia 19 tahun (35,3%) sedangkan pada angkatan 2020 kebanyakan responden berusia 18 tahun (29,4%).

Berdasarkan Gambar 1 hanya 16 responden (15,7%) yang memiliki tingkat pengetahuan baik dengan total skor ≥76%. Mayoritas responden (42,2%) memiliki tingkat pengetahuan cukup (total skor 56-75%) dan kurang (total skor <56%). Pada angkatan 2019, kebanyakan responden memiliki tingkat pengetahuan cukup (23,5%) sedangkan pada angkatan 2020 kebanyakan responden memiliki tingkat pengetahuan kurang (23,5%).

Tingkat pengetahuan mengenai serumen dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga topik (Gambar 2). Jika dilihat dari topik karakteristik serumen, mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan cukup (21,6% dari angkatan 2019; 18,6% dari angkatan 2020). Mayoritas responden baik dari angkatan 2019 maupun 2020 sudah mengetahui fungsi serumen, dimana dari masing-masing angkatan sebesar 29,4% memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Akan tetapi, responden dari kedua angkatan masih belum mengetahui dampak membersihkan telinga yang dibuktikkan dengan temuan bahwa sebesar 27,5% responden dari angkatan 2019 dan 34,3% dari angkatan 2020 memiliki tingkat pengetahuan yang kurang.

Berdasarkan Tabel 2 pernyataan dengan jawaban tepat terbanyak ada pada topik karakteristik serumen, yaitu bahwa serumen mengandung berbagai macam zat yang berfungsi untuk melindungi telinga dan topik fungsi serumen, yaitu

serumen tidak bermanfaat bagi telinga. Pernyataan dengan jawaban tidak tepat terbanyak ada pada topik dampak membersihkan telinga, yaitu membersihkan serumen dapat menyebabkan otomikosis.

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa cotton buds merupakan alat pembersih telinga yang paling sering

digunakan oleh responden yaitu (79,4%). Salah satu responden yang memilih opsi lainnya mengunjungi dokter spesialis THT untuk membersihkan telinga. Frekuensi pembersihan liang telinga terbanyak adalah seminggu sekali (23,5%) dan seminggu dua kali (22,5%)

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden

Karakteristik

Angkatan

Total

2019

2020

n

%

n

%

N

%

Jenis Kelamin

Laki-laki

17

16,7

16

15,7

33

32,4

Perempuan

34

33,3

35

34,3

69

67,6

Total

51

50

51

50

102

100

Usia

17

0

0

1

1

1

1

18

3

2,9

30

29,4

33

32,4

19

36

35,3

15

14,7

51

50

20

11

10,8

5

4,9

16

15,7

21

1

1

0

0

1

1

Total

51

50

51

50

102

100

Kelas

Kelas Umum A

25

24,5

23

22,5

48

47,1

Kelas Umum B

26

25,5

28

27,5

54

52,9

Total

51

50

51

50

102

100

Gambar 1. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden mengenai serumen

Gambar 2. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden berdasarkan ketiga topik kuesioner


Angkatan 2019


Tingkat Pengetaliiian Baik ■ Tingkat Pengetaliuan Cnkup ■ Tingkat Pengetaliiian Ktuang


Angkatan 2020


Tingkat Pengetaliiian Baik BTingkat Pengetaliiian Cukup B Tingkat Pengetaliuan Ktuang


Tabel 2. Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap kuesioner gambaran tingkat pengetahuan serumen

Jawaban Responden

2019              2020

Pernyataan

Tepat    Tidak    Tepat    Tidak

Tepat              Tepat

n (%)    n (%)    n (%)    n (%)

1.

Serumen diproduksi oleh kelenjar serumen pada satu per tiga tulang rawan kanalis akustikus eksternus

18 (17,6)

33 (32,4)

25 (24,5)

26 (25,5)

2.

Kelenjar serumen merupakan modifikasi kelenjar apokrin dan kelenjar sebasea

22 (21,6)

29 (28,4)

20 (19,6)

31 (30,4)

3.

Serumen mengandung substansi yang bermanfaat untuk melindungi telinga

45 (44,1)

6 (5,9)

47 (46,1)

4 (3,9)

4.

Serumen memiliki pH 6,9 (asam)

31 (30,4)

20 (19,6)

28 (27,5)

23 (22,5)

5.

Terdapat 2 tipe serumen

21 (20,6)

30 (29,4)

21 (20,6)

30 (29,4)

6.

Serumen harus dibersihkan setiap hari

44 (43,1)

7 (6,9)

44 (43,1)

7 (6,9)

7.

Serumen harus dibersihkan hingga bersih dan tidak ada kotoran tersisa didalam liang telinga

42 (41,2)

9 (8,8)

34 (33,3)

17 (16,7)

8.

Serumen dapat mengganggu kesehatan telinga

16 (15,7)

35 (34,3)

22 (21,6)

29 (28,4)

9.

Serumen memiliki mekanisme pengeluaran alami melalui gerakan rahang (mengunyah, berbicara)

36 (35,3)

15 (14,7)

33 (32,4)

18 (17,6)

10.

Serumen tidak bermanfaat bagi telinga

45 (44,1)

6 (5,9)

44 (43,1)

7 (6,9)

11.

Serumen melumasi kanalis auditorius eksternal

40 (39,2)

11 (10,8)

35 (34,3)

16 (15,7)

12.

Serumen bersifat antibakterial

36 (35,3)

15 (14,7)

34 (33,3)

17 (16,7)

13.

Serumen bersifat antijamur

31 (30,4)

20 (19,6)

36 (35,3)

15 (14,7)

14.

Serumen tidak melembabkan liang telinga

40 (39,2)

11 (10,8)

33 (32,4)

18 (17,6)

15.

Serumen mencegah masuknya debu dan benda asing kedalam liang telinga

47 (46,1)

4 (3,9)

42 (41,2)

9 (8,8)

16.

Membersihkan serumen dapat menimbulkan serumen prop (menumpuknya serumen)

21 (20,6)

30 (29,4)

15 (14,7)

36 (35,3)

17.

Membersihkan serumen dapat menimbulkan otomikosis

10 (9,8)

41

(40,2)

12 (11,8)

39 (38,2)

18.

Membersihkan serumen dapat menimbulkan otitis eksterna

20 (19,6)

31 (30,4)

11 (10,8)

40 (39,2)

19.

Membersihkan serumen dapat menimbulkan perforasi membran timpani

27 (26,5)

24 (23,5)

20 (19,6)

31 (30,4)

20.

Membersihkan serumen dapat menyebabkan trauma pada kulit liang telinga

41 (40,2)

10 (9,8)

33 (32,4)

18 (17,6)

Tabel 3. Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap kuesioner perilaku dalam

membersihkan telinga

Pernyataan

Angkatan

Total

2019

2020

n

%

n

%

n

%

Alat Pembersih

1. Cotton buds/korek kuping kapas

40

39,2

41

40,2

81

79,4

2. Stainless/sendok kecil dari logam

9

8,8

7

6,9

16

15,7

3. Peniti

0

0,0

0

0,0

0

0,0

4. Penjepit rambut

1

1,0

0

0,0

1

1,0

5. Kain lap/tisu basah (untuk

0

0,0

2

2,0

2

2,0

membersihkan lubang telinga)

6. Lainnya

1

1,0

1

1,0

2

2,0

Frekuensi Pembersihan

1. Setiap hari

3

2,9

6

5,9

9

8,8

2. Seminggu 1x

15

14,7

9

8,8

24

23,5

3. >1x dalam seminggu

Seminggu 2x

9

8,8

14

13,7

23

22,5

Seminggu 3x

11

10,8

4

3,9

15

14,7

Seminggu 4x

1

1,0

3

2,9

4

3,9

Seminggu 5x

2

2,0

0

0,0

2

2,0

4. Jarang Dibersihkan Sebulan 1x

7

6,9

7

6,9

14

13,7

Sebulan 2x

2

2,0

4

3,9

6

5,9

Sebulan 3x

1

1,0

4

3,9

5

4,9

PEMBAHASAN

Penelitian ini menemukan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan cukup dan kurang. Menurut Notoatmodjo, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, diantaranya adalah pendidikan dan informasi/media massa.11 Notoatmodjo juga menjelaskan bahwa salah satu strategi perubahan perilaku adalah melalui pemberian informasi melalui penyuluhan yang kemudian dapat meningkatkan pengetahuan serta membangun kesadaran. Kemungkinan penyebab rendahnya jumlah responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik adalah karena responden belum mendapatkan perkuliahan mengenai sistem pendengaran. Pernyataan ini didukung oleh temuan bahwa mata kuliah otolaringologi memiliki efek yang signifikan pada tingkat pengetahuan.12 Selain itu, kurangnya ketertarikan pada pentingnya serumen dan belum pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan telinga juga bisa menjadi penyebab kurangnya pengetahuan.13

Hasil penelitian terdahulu sejalan dengan hasil penelitian ini, dimana jumlah mahasiswa kedokteran dengan tingkat pengetahuan kurang lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki tingkat pengetahuan baik, namun perbedaan jumlahnya tidak terlalu besar yaitu 55,4% dan 44,6%.14 Penelitian lain juga menemukan bahwa kebanyakan mahasiswa yang belum mendapatkan perkuliahan mengenai otolaringologi memiliki tingkat pengetahuan kurang (94,4%).12 Namun, beberapa penelitian

lain menunjukkan hasil yang berbeda, dimana mahasiswa kedokteran yang berpengetahuan baik lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa yang berpengetahuan kurang.8,13,15

Pada penelitian ini, mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan cukup pada topik karakteristik serumen. Mayoritas responden baik dari angkatan 2019 maupun 2020 sudah mengetahui fungsi serumen, namun masih belum mengetahui dampak membersihkan telinga. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan baik pada ketiga topik kuesioner.13 Hal ini disebabkan oleh karena mahasiswa yang terlibat dalam penelitian tersebut sudah mendapatkan blok Special Sense System.13 Studi lain juga menemukan bahwa hampir seluruh responden telah mengetahui bahaya praktik pembersihkan telinga sendiri.8 Berdasarkan studi terdahulu, terdapat hubungan yang signifikan antara angkatan dengan tingkat pengetahuan dimana mahasiswa tingkat atas memiliki pengetahuan yang lebih baik.12 Namun studi lain justru tidak menemukan hubungan antara angkatan dengan tingkat pengetahuan mahasiswa.14

Pernyataan dengan jawaban tepat terbanyak pada penelitian ini ada pada topik karakteristik serumen, yaitu bahwa serumen mengandung berbagai macam zat yang berfungsi untuk melindungi telinga. Serumen merupakan campuran dari beberapa zat yang memiliki kemampuan baktersidal seperti lisozim, glikoprotein, immunoglobulin, lemak, dan unsur runutan (trace elements). Zat-zat tersebut

membantu mempertahankan mekanisme pertahanan lokal inang di dalam telinga sehingga menurunkan kejadian infeksi.2 Topik yang dijawab tepat terbanyak selanjutnya adalah fungsi serumen, yaitu serumen tidak bermanfaat bagi telinga dan serumen mencegah debu dan benda asing memasuki telinga. Serumen memiliki berbagai macam manfaat, diantaranya untuk melembabkan, membersihkan, melubrikasi, dan melindungi kulit saluran telinga; berperan sebagai antibakterial; mempertahankan kondisi saluran telinga tetap asam; serta sebagai pertahanan terhadap benda asing seperti air, serangga, maupun debu.16,17

Pernyataan dengan jawaban tidak tepat pada penelitian ini terbanyak ada pada topik dampak membersihkan telinga, yaitu membersihkan serumen dapat menyebabkan otomikosis. Otomikosis merupakan infeksi fungal pada kanalis akustikus eksterna. Faktor predisposisi otomikosis yang paling banyak ditemukan adalah membersihkan telinga dengan menggunakan cotton buds, penjepit rambut, atau benda lainnya.18 Studi lain juga menemukan hasil yang serupa yaitu pembersihan telinga sendiri merupakan salah satu fakor predisposisi umum otomikosis, dimana 224 subyek penelitian memiliki riwayat sering membersihkan telinganya sendiri menggunakan benda tajam yang tidak steril.19 Hal ini diakibatkan karena telinga kehilangan serumen yang bermanfaat sebagai antijamur sehingga tidak ada lagi yang melindungi telinga dari organisme tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, cotton buds merupakan alat pembersih telinga yang paling sering digunakan oleh responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang juga menemukan bahwa cotton buds merupakan alat yang paling sering digunakan untuk membersihkan telinga.7,8,12,14,15,17,20,21 Pada beberapa studi, higenitas dan membersihkan serumen telinga menjadi alasan paling utama responden untuk membersihkan telinga.5,12,14,15,21,22

Frekuensi pembersihan liang telinga terbanyak adalah seminggu sekali dan seminggu dua kali. Studi lain juga menemukan bahwa mayoritas responden membersihkan liang telinganya seminggu sekali.8,20 Beberapa studi terdahulu menemukan frekuensi pembersihan liang telinga yang berbeda-beda, mayoritas responden membersihkan liang telinganya sehari sekali sedangkan mayoritas responden pada studi lain membersihkan liang telinganya hanya kadang-kadang saja (tidak setiap hari).14,15,17,21,23

Menurut teori oleh Green dkk., perilaku masyarakat dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factor), salah satunya adalah pengetahuan.10 Pengetahuan yang positif dapat mempengaruhi sikap yang positif. Pengetahuan yang kurang mengenai pentingnya serumen dapat menimbulkan praktik membersihkan telinga yang salah. Beberapa studi telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku. Studi terdahulu menemukan perbedaan yang bermakna antara mahasiswa yang telah dengan yang belum menyelesaikan perkuliahan Special Sense System terhadap penggunaan

cotton buds.22 Studi lain juga menemukan hasil yang serupa yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku dan tingkat pengetahuan, dimana mayoritas mahasiswa yang menggunakan cotton buds memiliki tingkat pengetahuan

yang kurang sedangkan mayoritas mahasiswa yang tidak menggunakan cotton buds memiliki tingkat pengetahuan

yang baik.14 Kebanyakan mahasiswa dengan tingkat edukasi yang lebih tinggi memiliki pengetahuan yang lebih baik dan kurang mempraktikkan pembersihan telinga sendiri.15 Memasukkan benda asing ke dalam liang telinga untuk membersihkan serumen dapat menyebabkan otitis eksterna, sakit telinga, sisa kapas tertinggal di saluran telinga, rasa gatal, perdarahan, dan impaksi serumen.17,21,22,24 Sebuah studi menemukan bahwa gejala gangguan telinga lebih banyak ditemukan pada pengguna cotton buds.17

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan cukup dan kurang. Pada angkatan 2019 kebanyakan responden memiliki tingkat pengetahuan cukup sedangkan pada angkatan 2020 kebanyakan responden memiliki tingkat pengetahuan kurang. Mayoritas mahasiswa PSSKPD FK Unud angkatan 2019 dan 2020 memiliki tingkat pengetahuan yang cukup pada topik karakteristik serumen, tingkat pengetahuan yang baik pada topik fungsi serumen, dan tingkat pengetahuan yang kurang pada topik dampak membersihkan telinga. Cotton buds merupakan alat pembersih telinga yang paling banyak digunakan dengan frekuensi pembersihan terbanyak yaitu seminggu sekali.

Saran untuk mahasiswa PSSKPD FK UNUD sebagai calon tenaga kesehatan diharapkan memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai pentingnya serumen dan praktik membersihkan telinga yang benar sehingga bisa memberikan edukasi kepada masyarakat luas. Edukasi melalui perkuliahan oleh dosen maupun media lainnya seperti sosial media atau seminar oleh lembaga-lembaga mahasiswa di lingkungan FK Unud diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa mengenai pentingnya serumen dan menghindari praktik membersihkan telinga yang salah. Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan sampel yang lebih besar dan melibatkan populasi lain seperti mahasiswa non-kedokteran atau masyarakat umum.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga, teman-teman penulis, dan semua pihak yang mendukung terselesaikannya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Saladin, Kenneth S, Porth C. Anatomy and Physiology: The Unity of Form and Function. 5th ed. New York:

McGraw-Hill Primis; 2010.

  • 2.    Swain S, Sahu M, Debta P, Baisakh M. Antimicrobial properties of human cerumen. Apollo Med. 2018;15(4):197–200.

  • 3.    Kemenkes RI. Rencana Strategis Kemenkes Tanggulangu Gangguan Pendengaran [Internet]. 2017 [cited 2019 Mar 21]. Available from: http://www.depkes.go.id/article/view/17030300004/ren cana-strategis-kemenkes-tanggulangi-gangguan-pendengaran.html

  • 4.    Kemenkes RI. Telinga Sehat Investasi Masa Depan [Internet]. 2018 [cited 2019 Mar 21]. Available from: https://www.kemkes.go.id/article/view/18030500002/t elinga-sehat-investasi-masa-depan.html

  • 5.    Olajide TG, Usman AM, Eletta AP. Knowledge, Attitude and Awareness of Hazards Associated with Use of Cotton Bud in a Nigerian Community. Int J Otolaryngol Head Neck Surg. 2015;4(3):248–53.

  • 6.    Adegbiji, W.A., Olajide, T.G. and Nwawolo CC. Patterns of Self Ear Cleaning Among Otorhinolaryngology Patients in Developing Country. Asian J Sci Technoogy [Internet]. 2018;09(04):7892–

  • 6.                  Available                  from:

https://www.researchgate.net/publication/324953616_ PATTERNS_OF_SELF_EAR_CLEANING_AMONG _OTORHINOLARYNGOLOGY_PATIENTS_IN_DE VELOPING_COUNTRY

  • 7.    Olajide TG, Olajuyin OA, Eletta AP, Agboola SM, Busari AO, Adebara I. Self Ear Cleaning: Prevalence and Profile among School Children in Ekiti, Nigeria. J Biosci Med. 2019;07(04):25–32.

  • 8.    Mohamed AH, Tang CH, Mohan SN. A Study on Prevalence of Self-ear Cleaning Habit: The Risk of Injury and Associated Symptoms Among Undergraduate Medical Students. Am Inst Sci. 2021;7(2):30–46.

  • 9.    Smith M, Darrat I, Seidman M. Otologic complications of cotton swab use: One institution’s experience. Laryngoscope. 2012;122(2):409–11.

  • 10.    Green LW, Kreuter MW, Deeds S, Partridge K. Health education planning a diagnostic approach. Palo Alto, CA: Mayfield; 1980. 1–306 p.

  • 11.    Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012.

  • 12.    Mahfoz T. Cerumen knowledge and ear cleaning practices among medical students in Saudi Arabia: An observational study. Majmaah J Heal Sci. 2021;9(1):80–94.

  • 13.    Merinda. Gambaran Tingkat Pengetahuan Pentingnya Serumen pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2015. Universitas Sumatera Utara; 2018.

  • 14.    Aldawsari SA, Aldawsari AA, Aljthalin AA, Aldossari FM, Alhammad MA, Saud M, et al. Knowledge , Attitudes and Practices of Self-Ear Cleaning Among Medical Students , Majmaah University , Saudi Arabia.

Int J Med Res Prof. 2018;4(4):155–61.

  • 15.    Alshehri A, Asiri K, Alahmari M, Alwabel H, Alahmari Y, Mahmood S. Knowledge, attitudes, and practices of self-ear cleaning among medical and nonmedical students at King Khalid University, Abha, Saudi Arabia. Int J Med Dev Ctries. 2020;4(4):960–7.

  • 16.    Olaosun AO. Does Self ear cleaning increase the risk of ear disease. Int J Recent Sci Res. 2014;5(6):1087– 1090.

  • 17.    Khan NB, Thaver S, Govender SM. Self-ear cleaning practices and the associated risk of ear injuries and ear-related symptoms in a group of university students. J Public Health Africa. 2017;8(2):149–54.

  • 18.    Aremu SK, Adewoye KR, Ibrahim T. A Prospective Analysis of Otomycosis in a Tertiary Care Hospital. Int J Trop Dis. 2020;3(1):1–8.

  • 19.    Agarwal P, Devi LS. Otomycosis in a rural community attending a tertiary care hospital: Assessment of risk factors and identification of fungal and bacterial agents. J Clin Diagnostic Res. 2017;11(6):DC14–8.

  • 20.    Najwati H, Saraswati LD, Muyassaroh. Gambaran Pengetahuan Orang Tua dan Perilaku Membersihkan Liang Telinga Anak dengan Kejadian Impaksi Serumen pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Pesisir (Studi Kasus pada Anak Kelas 1 di Lima Sekolah Dasar, Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo, Semarang Utara). J Kesehat Masy. 2017;4(5):359–67.

  • 21.    Waskitho. Gambaran Pengetahuan dan Karakteristik Pembersihan Telinga Siswa SMA Negeri 1 Tanjung Pura dan SMA Harapan 1 Medan. Universitas Sumatera Utara; 2016.

  • 22.    Dalimunthe KYM. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penggunaan Cotton Bud pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara; 2021.

  • 23.    Gadanya M, Abubakar S, Ahmed A, Maje A. Prevalence and attitude of self-ear cleaning with cotton bud among doctors at aminu Kano teaching hospital, Northwestern Nigeria. Niger J Surg Res. 2016;17(2):43–7.

  • 24.    Alrajhi M, Alim B, Aldokhayel S, Zeitouni L, Tawil L, Alzhrani F. Knowledge, attitudes, and practices pertaining to cotton-bud usages and the complications related to their misuse among outpatients in an ear, nose, and throat clinic. J Nat Sci Med. 2019;2(4):220– 5.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i10.P16

99