HUBUNGAN LINGKAR PERUT TERHADAP KADAR GULA DARAH MENGGUNAKAN TES TOLERANSI GLUKOSA ORAL PADA REMAJA AKHIR
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.9,SEPTEMBER, 2021
Diterima: 2020-11-17 Revisi: 2020-12-11 Accepted: 12-09-2021
HUBUNGAN LINGKAR PERUT TERHADAP KADAR GULA DARAH MENGGUNAKAN TES TOLERANSI GLUKOSA ORAL PADA REMAJA AKHIR
Anak Agung Ngurah Krisnanta Adnyana1, I Wayan Surudarma2, Desak Made Wihandani2, I Wayan Gede Sutadarma2, I Nyoman Wande3
1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 3Departemen Patologi Klinis Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
Email: [email protected]
ABSTRAK
Obesitas menjadi salah satu faktor utama dari peningkatan penyakit tidak menular secara global. Di Indonesia sendiri, prevalensi obesitas sentral pada umur 15 tahun ke atas terus mengalami peningkatan, secara berurutan pada tahun 2007, 2013, 2018 yaitu 18,8; 26,6; dan 31,0. Peningkatan lemak visceral berkaitan dengan terjadinya metabolik yang abnormal, seperti penurunan toleransi glukosa dan penurunan sensitivitas insulin sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah, yang mana merupakan faktor risiko dari terjadinya diabetes. Dalam upaya memprediksi kejadian diabetes mellitus tipe 2, lingkar perut merupakan predictor yang lebih baik dibandingkan IMT terhadap kejadian dari diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lingkar perut terhadap kadar gula darah pada remaja akhir. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan metode potong lintang. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan consecutive sampling, yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi pada populasi. Keseluruhan subjek penelitian berjumlah 70 responden. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan bermakna antara lingkar perut terhadap kadar gula darah puasa (p=0,000) dengan korelasi sedang (r=0,440), dan adanya hubungan yang bermakna antara lingkar perut terhadap kadar gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa (p=0,030) dengan korelasi lemah (r=0,259). Kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat hubungan lingkar perut terhadap kadar gula darah menggunakan tes toleransi glukosa oral pada remaja akhir.
Kata Kunci: lingkar perut, diabetes melitus, tes toleransi glukosa oral
ABSTRACT
Obesity is one of the main factors in increasing non-communicable diseases globally. In Indonesia, the prevalence of central obesity at the age of 15 years and over continues to increase, sequentially in 2007, 2013, 2018 are 18.8; 26.6; and 31.0. Increased visceral fat is associated with abnormal metabolic events, such as decreased glucose tolerance and decreased insulin sensitivity results in an increase of blood sugar level, which are risk factors for diabetes. In an effort to predict the incidence of type 2 diabetes mellitus, abdominal circumference is a better predictor than BMI for the incidence of type 2 diabetes mellitus. This study aims to determine the relationship of abdominal circumference to blood sugar levels in adolescent. This study was an observational analytic study using a cross-sectional method. Samples selected using consecutive sampling, which determined based on inclusion and exclusion criteria from the population. The total of study subject was 70 respondents. The results of the study showed a significant relationship between abdominal circumference to fasting blood sugar levels (p = 0.000) with a moderate correlation (r = 0.440), and a significant relationship between abdominal circumference and blood sugar levels 2 hours after glucose loading (p = 0.030) with a weak correlation (r = 0. 259). Conclusion of this study that there is a relationship of abdominal circumference to blood sugar levels using an oral glucose tolerance test in adolescent.
Keywords: waist circumference, diabetes melitus, oral glucose tolerence test.
HUBUNGAN LINGKAR PERUT TERHADAP KADAR GULA DARAH MENGGUNAKAN TES TOLERANSI GLUKOSA ORAL PADA REMAJA AKHIR.. Anak Agung Ngurah Krisnanta Adnyana1, I Wayan Surudarma2, Desak Made Wihandani2, I Wayan Gede Sutadarma2, I Nyoman Wande3
PENDAHULUAN
Obesitas telah menjadi salah satu faktor utama terhadap kenaikan penyakit tidak menular secara global. Obesitas terjadi ketika terdapat kelebihan akumulasi lemak yang meningkatkan risiko kesehatan. Salah satu metode pengukuran dari lemak tubuh yaitu menggunakan metode IMT (Indeks Masa Tubuh) dan lingkar perut.1 Menurut WHO, seseorang dikategorikan obesitas apabila IMT-nya lebih dari atau sama dengan 27 kg/m2.2 Apabila di Indonesia, dikategorikan obesitas apabila IMT-nya lebih dari 25 kg/m2.3 Pengukuran menggunakan lingkar perut memiliki nilai ambang yang berbeda-beda di setiap daerahnya, di Indonesia sendiri seseorang diklasifikasikan sebagai obesitas apabila lingkar perutnya lebih besar dari 90 sentimeter pada laki-laki dan lebih besar dari 80 sentimeter pada perempuan.3
Obesitas merupakan salah satu permasalahan yang menjadi sorotan di dunia, termasuk juga di Indonesia.2 Di Indonesia, prevalensi obesitas terus meningkat yakni obesitas pada umur 18 tahun keatas dari 10,5; 14,8; dan 21,8 secara berurutan pada tahun 2007, 2013, 2018 (IMT lebih dari sama dengan 25,0), obesitas sentral pada umur 15 tahun ke atas juga mengalami peningkatan dari 18,8; 26,6; 31,0 secara berurutan pada tahun 2007, 2013, 2018 (lingkar perut laki-laki >90 cm; lingkar perut perempuan >80 cm).4
Obesitas dapat meningkatkan risiko dari morbiditas dan mortalitas seseorang. Peningkatan lemak visceral berkaitan dengan terjadinya metabolik yang abnormal, seperti penurunan toleransi glukosa dan penurunan sensitivitas insulin, yang mana merupakan faktor risiko dari terjadinya diabetes.5 Diketahui bahwa lingkar perut merupakan suatu prediktor yang lebih baik dibandingkan IMT terhadap kejadian dari diabetes melitus tipe 2.6
Diabetes melitus merupakan suatu kelainan metabolic dengan berbagai etiologi. Ini ditandai dengan adanya hiperglikemia, yang dapat diakibatkan karena pakreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup atau insulin yang diproduksi tidak dapat digunakan oleh tubuh secara efektif.7 Hiperglikemia dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kadar gula darah melebihi batas normal. Apabila keadaan ini terjadi terus menerus, maka dapat mengakibatkan terjadinya diabetes melitus.8 Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menegakkan diabetes melitus adalah melalui tes toleransi glukosa oral (TTGO), dimana cara ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan pemeriksaan glukosa plasma puasa.9 Diabetes melitus memiliki efek kerusakan jangka panjang, yang dapat mengakibatkan kerusakan pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal maupun saraf, ini merupakan akibat dari suatu diabetes yang tidak terkontrol.10
Perjalanan penyakit yang lama hingga menjadi komplikasi menyebabkan diabetes melitus sering tidak terdiagnosa di awal, oleh karena itu pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mendiagnosa diabetes.11 Di Indonesia, jumlah penduduk berusia lebih dari 15 tahun https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V10.i9.P15
yang mengalami diabetes pada tahun 2013 diperkirakan sebanyak 12.191.564 jiwa, yang mana diperkirakan terdapat 8.485.329 jiwa yang belum terdiagnosis.7
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 dan 2013 di Indonesia. Persentase diabetes melitus pada penduduk berusia 15 tahun keatas, yakni dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013.3 Terdapat beberapa faktor risiko dari terjadinya diabetes yaitu genetik, riwayat keluarga diabetes, kelebihan berat badan dan obesitas, diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, serta merokok. Kelebihan dari lemak tubuh, yang diakibatkan dari diet dan aktivitas fisik, merupakan factor risiko paling tinggi terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2.10
Mengingat tingginya prevalensi obesitas dan diabetes melitus yang terus meningkat, disertai dengan adanya kaitan antara obesitas, khususnya obesitas sentral dengan diabetes melitus. Penting untuk diketahui sejak awal terjadinya peningkatan kadar gula darah pada remaja akhir, sebagai awal mula terjadinya resistensi insulin. Maka peneliti ingin mengetahui mengenai “Hubungan Lingkar Perut Terhadap Kadar Gula Darah Menggunakan Tes Tolerensi Glukosa Oral Pada Remaja Akhir”
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional analitik di mana variabel terikat dan variabel bebas diamati hanya satu kali. Penelitian berlokasi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, yang diawali sejak bulan September 2019 hingga bulan Oktober 2019. Pada penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari hasil pengecekan gula darah dan lingkar perut dari responden. Yang menjadi target populasinya adalah seluruh penduduk usia remaja akhir dengan kondisi klinis yang sehat, sedangkan populasi terjangkau yaitu mahasiswa pre-klinik yang sehat di Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana berusia antara 17-25 tahun. Cara pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Pemilihan sampel dari populasi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi yaitu responden penelitian dalam kondisi sakit, Mengkonsumsi obat yang mempengaruhi kadar glukosa darah (metformin, glibenclamid), sedang menjalani program diet tertentu, terdapat penyakit yang dapat mempengaruhi lingkar perut (tumor, hepatomegali).
Analisa data dilakukan dengan program SPSS. Setelah data selesai dikumpulkan data diolah dan digambarkan dalam bentuk tabel. Penelitian ini sudah memiliki izin oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang bernomor surat 2352/UN14.2.2.VII.14/LP/2019.
HUBUNGAN LINGKAR PERUT TERHADAP KADAR GULA DARAH MENGGUNAKAN TES TOLERANSI GLUKOSA ORAL PADA REMAJA
HASIL
Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukan bahwa terdapat 39 responden denga jenis kelamin laki-laki (55,7%) dan sebanyak 31 responden dengan jenis kelamin perempuan (44,3%).
Tabel 1. Karakteristik Jenis Kelamin Responden
Karakteristik Responden |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Jenis Kelamin | ||
Laki-laki |
39 |
55,7 |
Perempuan |
31 |
44,3 |
Jumlah |
70 |
100 |
Berdasarkan tabel 2 didapatkan didapatkan jumlah dan persentase umur responden terbanyak di 20 tahun dengan 20 responden (28,6%). Sedangkan jumlah dan persentase terkecil yaitu pada usia 17 dan 22 tahun dengan masing-masing 5 responden (7,1%).
Tabel 2. Karakteristik Umur Responden
Karakteristik Responden |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Umur | ||
17 Tahun |
5 |
7,1 |
18 Tahun |
6 |
8,6 |
19 Tahun |
19 |
27,1 |
20 Tahun |
20 |
28,6 |
21 Tahun |
15 |
21,4 |
22 Tahun |
5 |
7,1 |
Jumlah |
70 |
100 |
Berdasarkan table 3 didapatkan jumlah dan persentase responden dengan riwayat keluarga diabetes melitus, yaitu 30 responden (42,9%). Sedangkan jumlah dan persentase responden tanpa riwayat keluarga dengan diabetes melitus, yaitu 40 responden (57,1%).
Tabel 3. Karakteristik Riwayat Keluarga DM Responden
Karakteristik Responden |
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Riwayat | ||
Keluarga DM | ||
Ya |
30 |
42,9 |
Tidak |
40 |
57,1 |
Jumlah |
70 |
100 |
Berdasarkan tabel 4, rerata gula darah puasa dari 70 responden pada penelitian ini adalah 86,97 dengan standar deviasi 8,45. Nilai minimum gula darah puasa yaitu 74 dan nilai maksimum gula darah puasa yaitu 112. Nilai median dari hasil gula darah puasa responden pada penelitian ini yaitu 87.
Tabel 4. Gula Darah Puasa Responden
Variabel Numerik |
Rerata SB |
± |
Nilai Minimum |
Nilai Maksimum |
Median (IR) |
Gula Darah Puasa |
86,97 8,45 |
± |
74 |
112 |
87 |
Berdasarkan Tabel 5, rerata gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa dari 70 responden pada penelitian ini adalah 115,71 dengan standar deviasi 37,02. Nilai minimum gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa yaitu 66 dan nilai maksimum gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa yaitu 358. Nilai median dari hasil gula darah puasa responden pada penelitian ini yaitu 111.
Tabel 5. Gula Darah 2 Jam Pasca Pembebanan Glukosa
Responden
Variabel |
Rerata ± |
Nilai |
Nilai |
Median |
Numerik |
SB |
Mini- |
Maksi- | |
mum |
mum |
Gula |
Darah 2 |
Jam . am |
Pasca 115,71 ± 66 358 111 |
Pembe- , |
banan |
Glukosa |
Berdasarkan Tabel 6, rerata lingkar perut dari 39 responden laki-laki pada penelitian ini adalah 90,13 dengan standar deviasi 15,38. Pada responden laki-laki nilai minimum lingkar perut yaitu 66 dan nilai maksimum lingkar perut yaitu 127, dengan nilai median yaitu 84,5. Rerata lingkar perut dari 31 responden perempuan pada penelitian ini adalah 82,23 dengan standar deviasi 12,711. Pada responden laki-laki nilai minimum lingkar perut yaitu 63 dan nilai maksimum lingkar perut yaitu 111, dengan nilai median yaitu 79.
Tabel 6. Lingkar Perut Responden
Variabel Numerik |
Rerata ± SB |
Nilai Minimum |
Nilai Maksimum |
Median |
Lingkar |
90.13 ± |
66 |
127 |
90 |
Perut |
15,38 | |||
Laki- | ||||
Laki | ||||
Lingkar |
82.23 ± |
63 |
111 |
79 |
Perut |
12,711 | |||
Perem- | ||||
puan |
Anak Agung Ngurah Krisnanta Adnyana1, I Wayan Surudarma2, Desak Made Wihandani2, I Wayan Gede Sutadarma2, I Nyoman Wande3
Pada table 7, berdasarkan hasil uji korelasi Spearman’s Rank terhadap variabel lingkar perut dan gula darah puasa, didapatkan nilai signifikansi (p value) sebesar 0,000 sehingga nilai tersebut berada dibawah nilai α (0,05). Hal ini menunjukan bahwa data yang didapat memiliki hasil yang signifikan. Adapula didapatkan nilai koefisien korelasi R sebesar 0,440. Hal ini juga mengindikasikan bahwa lingkar perut dan gula darah puasa memiliki korelasi sedang.
Tabel 7. Hasil Uji Korelasi Spearman’s Rank terhadap Lingkar Perut dengan Gula Darah Puasa
Variabel Signifikansi Koefisien
Korelasi R
Lingkar Perut 0,000 0,440
dengan Gula
Darah Puasa
Pada table 8, berdasarkan hasil uji korelasi Spearman’s Rank terhadap variabel lingkar perut dan gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa, didapatkan nilai signifikansi (p value) sebesar 0,030 sehingga nilai tersebut berada dibawah nilai α (0,05). Hal ini menunjukan bahwa data yang didapat memiliki hasil yang signifikan. Adapula didapatkan nilai koefisien korelasi R sebesar 0,259. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkar perut dan gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa memiliki korelasi lemah.
Tabel 8. Hasil Uji Korelasi Spearman’s Rank terhadap Lingkar Perut dengan Gula Darah 2 Jam Pasca Pembebanan Glukosa
Variabel Signifikansi Koefisien
Korelasi R
Lingkar Perut 0,000 0,440
dengan Gula
Darah Puasa
DISKUSI
Hasil akhir dari penelitian ini berdasarkan analisis bivariat menggunakan korelasi Spearman’s Rank, didapatkan interpretasi bahwa lingkar perut dan gula darah puasa memiliki hubungan yang bermakna (p value yaitu 0,000) dengan korelasi sedang (koefisien korelasi r yaitu 0,440). Didapatkan juga interpretasi bahwa lingkar perut dan gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa memiliki hubungan yang bermakna (p value yaitu 0,030) dengan korelasi lemah (koefisien korelasi r yaitu 0,259). Berdasarkan kedua hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ditemukan hubungan lingkar perut terhadap kadar gula darah menggunakan tes toleransi glukosa oral pada remaja akhir.
Pada individu obesitas diketahui mengalami penurunan fungsi sel-β pada pankreas. Sel-β memiliki peranan penting dalam meregulasi pengeluaran insulin. Penurunan fungsi sel-β dikarenakan obesitas dapat mengakibatkan suatu inflamasi pada pankreas, dimana inflamasi ini menyebabkan proliferasi dari makrofag pada pankreas tersebut. Makrofag tersebut akan berinteraksi dengan sel-β, yang mana diketahui bahwa kontak secara langsung antara makrofag dan sel-β tersebut mengakibatkan kerusakan pada sel-β.12 Terjadinya kerusakan pada sel-β ini dapat mengakibatkan toleransi glukosa puasa yang abnormal dapat terjadi.13
Pada studi yang dilakukan oleh Nenni dan Santi14 mengenai hubungan IMT (indeks masa tubuh), lingkar perut, dan RLPP (rasio lingkar pinggang panggul) terhadap kadar gula darah, menunjukkan IMT berhubungan dengan kadar gula darah (p=0,007; r=0,345), lingkar perut berhubungan dengan kadar gula darah (p=0,001; r=0,424), dan RLPP berhubungan dengan kadar gula darah (p=0,002; r=0,392). Hal ini menunjukkan adanya hubungan pada antropometrik terhadap kadar gula darah, khususnya lingkar perut memiliki hubungan paling kuat dengan kadar gula darah dibanding variabel lainnya.
Meningkatnya lingkar perut dapat berdampak terhadap peningkatan gula darah karena terjadi glukogenesis yang dapat menghambat kerja insulin. Lemak pada abdomen memiliki produk metabolik berupa asam lemak yang dilepaskan ke vena porta hepatika. Asam lemak bebas yang beredar berlebihan ke hati akan menyebabkan oksidasi dan menghasilkan Acetyl CoA. Acetyl CoA ini akan mengaktifkan enzim piruvat karboksilase di hati, yang mengubah asam piruvat menjadi glukosa di dalam hati, proses ini disebut glukoneogenesis15. Selain itu, meningkatnya kadar asam lemak bebas yang beredar di hati dapat menyebabkan berkurangnya senstivitas dari sel otot terhadap insulin, sehingga menyebabkan terjadinya keadaan resistensi insulin. Oleh karena itu, sel otot memerlukan lebih banyak insulin untuk ambilan glukosa darah ke dalam otot16. Pada studi yang dilakukan oleh Rahmadinia15, dengan judul hubungan lingkar perut dan rasio lingkar perut panggul dengan kadar gula darah puasa pada anggota TNI Kodim 0735 Surakarta, dimana didapatkan sampel sebanyak 73 orang responden. Hasil dari studi ini yaitu pada uji korelasi lingkar perut dan gula darah puasa didapatkan nilai p = 0,000 dan r = 0,525 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara lingkar perut dengan gula darah puasa dan korelasi sedang. Pada uji chi-square dengan mengkategorikan obesitas sentral dan non obesitas sentral berdasarkan lingkar perut (laki-laki ≥90 cm dan perempuan ≥80 cm dikategorikan obesitas sentral, dan diluar itu dikategorikan non obesitas sentral). Kadar gula darah puasa dikategorikan menjadi gula darah normal (<90 mg/dL) dan naik (≥90 mg/dL). Hasil pada uji chi-square antara lingkar perut dan gula darah puasa yaitu nilai p = 0,038, menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lingkar perut dan gula darah puasa, dan OR = 3,167,
HUBUNGAN LINGKAR PERUT TERHADAP KADAR GULA DARAH MENGGUNAKAN TES TOLERANSI GLUKOSA ORAL PADA REMAJA AKHIR..
berarti orang dengan obesitas sentral memiliki kemungkinan gula darah puasa yang meningkat 3 kali dibandingkan orang yang tidak obesitas.
Sensitivitas dari insulin akan terpengaruh pada individu obesitas. Pada individu yang memiliki obesitas, terdapat peningkatan sekresi dari substansi Non-esterified Fatty Acid (NEFA) yang dapat menyebabkan terjadinya suatu resistensi insulin.13 Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Sun17, mengenai distribusi dari adiposit dan hubungannya dengan diabetes dan resistensi insulin. Studi ini menggunakan desain penelitian cross-sectional, dengan salah satu metode pengukuran distribusi adiposity menggunakan lingkar perut. Pada analisis menggunakan korelasi Pearson’s antara lingkar perut dan kadar gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa didapatkan nilai p<0,0001 dengan nilai r=0,20 sehingga menunjukkan dimana lingkar perut memiliki hubungan bermakna dengan kadar gula 2 jam pasca pembebanan glukosa dengan kekuatan korelasi yaitu berkorelasi lemah.17
SIMPULAN
Rerata lingkar perut pada laki-laki dan perempuan dapat dikategorikan obesitas sentral. Rerata kadar gula darah puasa dapat dikategorikan sebagai gula darah puasa normal dan rerata kadar gula darah 2 jam post prandial dapat dikategorikan sebagai gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa normal. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya suatu hubungan antara lingkar perut terhadap kadar gula darah pada remaja akhir.
SARAN
Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk lebih menganalisis mengenai factor risiko lainnya yang dapat menyebabkan perubahan kadar gula darah pada remaja akhir. Disarankan bagi masyarakat, khususnya remaja akhir untuk selalu menjaga postur tubuhnya agar tidak mengalami obesitas sentral yang salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan pola hidup sehat, agar dapat terhindar dari diabetes melitus
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Purnell JQ. Definitions, Classification, and Epidemiology of Obesity in: Endotext [Internet]. South Dartmouth (MA): MDText.com, Inc. 2000. Diakses di: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279167/?rep ort=reader pada 21 November 2019.
-
2. WHO (World Health Organization) Obesity and overweight [Internet]. 2018 Diakses di:
https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/obesity-and-overweight pada 27 Desember 2018.
-
3. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/H asil%20Riskesdas%202013.pdf pada 17 Mei 2017
-
4. Kementerian Kesehatan RI. Hasil Utama Riskesdas 2018. 2018. Diunduh dari:
https://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf pada 17 Mei 2017
-
5. Shetty P, Kumanyika S, Tin-Choi Ko G, Lear S, Sørensen T, Zimment P, dkk. Waist circumference and waist-hip ratio: report of WHO expert consultation, Geneva, 8-11 December 2008. 2011. h.12.
-
6. Huang LH, Liao YL, Hsu CH. Waist circumference is a betterPIpredictor than body mass index of insulin resistance in type 2 diabetes. Obesity research & clinical practice.2012;6(4):314-320
-
7. Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis Diabetes. 2014. Diunduh dari:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/i nfodatin/infodatin-diabetes.pdf pada 18 Mei 2017
-
8. Yuliyadi A. Pengaruh berbagai dosis ekstrakPIdaun dan buah pare (Momordica charantia) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) hiperglikemia [Skripsi]. Universitas Muhammadiyah; 2014.
-
9. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2015.
-
10. World Health Organization. Global report on diabetes: executive summary. 2016.
-
11. Arif M, Ernalia Y, Rosdiana D. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pegawai Sekretariat Daerah Provinsi Riau. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2014:1(2):1-10
-
12. Ying W, Lee YS, Dong Y, Seidman JS, Yang M, Isaac R, McNelis J. Expansion of Islet-Resident Macrophages Leads to Inflammation Affecting β Cell Proliferation and Function in Obesity. Cell metabolism. 2019;29(2):457-474.
-
13. Al-Goblan AS, Al-Alfi MA, Khan MZ. Mechanism linking diabetes mellitus and obesity. Diabetes, metabolic syndrome and obesity: targets and therapy. 2014(7):587-591.
-
14. Septyaningrum N, Martini S. Lingkar perut mempunyai hubungan paling kuat dengan kadar gula darah. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2014;2(1):48-58.
-
15. Rahmadinia L. Hubungan Lingkar Perut dan Rasio Lingkar Perut Panggul dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Anggota TNI Kodim 0735 Surakarta [Skripsi]. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2018.
-
16. Wajchenberg BL. Subcutaneous and visceral--adipose tissue: their--relation to the metabolic
syndrome. Endocrine reviews. 2000;21(6):697-738.
-
17. Sun K, Lin D, Feng Q, Li F, Qi Y, Feng W, et al. Assessment of adiposity distribution and its association with diabetes and insulin resistance: a population-based study. Diabetology & Metabolic Syndrome. 2019;11(1):51-60
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V10.i9.P15 93
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V10.i9.P15
94
Discussion and feedback