TERAPI DENYUT ITRAKONAZOL PADA KASUS TINEA UNGUIUM

Kadek Yuda Sujana, S.Ked dr. IGK Darmada, Sp.KK(K)N dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar-Bali

ABSTRACT

Dermatophytosis is a superficial fungal infection on skin, hair, and nail which caused by dermatophyt. Onicomycosis refers to nail infection which caused by fungal dermatophyt, fungal nondermatophyt, or yeast. Dermatophyt that infected the nail called tinea unguium. Diagnosis for tinea unguium based on the microscopic test with KOH 20%, culture Saboraud’s dextrose agar (SDA) and histopathologic. In this case reported male, 28 years old with changed of the color of nail since four years ago. Dermatologic states is located on ten hand’s fingers and ten foot’s fingers which looked like the nail is thickening, there are keratin debris on the distal part of nail with rough end and nail plate looked like picked up. KOH 20% test from nail’s scratch founded long hypha and branched. This patient gives treatment with Itraconazol dose 200 mg twice a day for one week in one month and repeated for three months. The prognosis is good.

Key words: tinea unguium, itrakonazol

ABSTRAK

Dermatofitosis atau tinea adalah infeksi jamur superfisial pada kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan dermatofita. Onikomikosis adalah istilah infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita, jamur nondermatofita atau yeast (ragi). Dermatofita yang mengenai kuku disebut tinea unguium. Diagnosis pasti tinea unguium ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik (KOH 20%), kultur Saboraud’s dextrose agar (SDA), atau dengan histopatologi. Dilaporkan kasus laki-laki 28 tahun dengan riwayat warna kuku yang berubah suram dan rapuh sejak empat tahun yang lalu. Dari status dermatologi lokasi sepuluh kuku jari tangan dan sepuluh jari kaki tampak kuku menebal dengan permukaan tidak rata, bagian distal kuku tampak debris keratin dengan ujung bebas kuku tidak rata dan lempeng kuku tampak terangkat dari dasar (onikolisis). Pemeriksaan KOH 20% dari kerokan kuku bagian distal dari keratin debris ditemukan hifa panjang, bersepta dan bercabang. Pasien diberikan pengobatan dengan itrakonazol dengan terapi denyut dosis 200 mg 2 kali per hari selama satu minggu tiap bulan, dan diulang selama tiga bulan. Prognosis pasien ini baik.

Kata Kunci : tinea unguium, itrakonazol

PENDAHULUAN

Dermatofitosis atau tinea adalah infeksi jamur superfisial pada kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan dermatofita.1 Spesies dengan prevalensi tertinggi penyebab dermatofitosis adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.2 Penyakit ini terjadi pada abnormalitas kuku dan sebagian dari infeksi jamur pada kulit.

Dermatomikosis banyak diderita di negara tropis. Angka kejadian di Indonesia masih cukup tinggi. Berbagai penelitian pun menunjukkan prevalensi onikomikosis sebanyak setengah dari abnormalitas kuku dan sepertiga dari seluruh infeksi jamur kulit. Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap infeksi dermatofita antara lain iklim tropis, higienitas yang buruk, adanya sumber penularan, serta penyakit sistemik dan kronis yang meningkat.2

Tinea unguium menyebabkan masalah bagi pasien, berupa fisik dan psikologis. Permasalahan lain yang ada adalah pengobatan onikomikosis bersifat menahun dan resisten pada pengobatan.

ILUSTRASI KASUS

Pasien laki-laki umur 28 tahun, suku Bali, warga Negara Indonesia, datang ke

poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar tanggal 7 Agustus 2013 dengan no RM 015672. Pasien datang dengan keluhan utama sepuluh kuku jari tangan dan sepuluh jari kaki berubah warna menjadi suram dan rapuh. Keluhan ini mulai muncul kurang lebih empat tahun yang lalu. Pasien tidak mengeluh gatal. Perubahan warna pada kuku dimulai dari ujung kuku kemudian meluas ke pangkal kuku. Kuku jari tangan dan kaki bersamaan mengalami perubahan warna. Riwayat bengkak di jari disangkal, keluhan gatal, nyeri, merah, mengelupas pada telapak tangan dan kaki disangkal. Riwayat kelainan kulit pada daerah kulit anggota tubuh lainnya juga disangkal.

Delapan bulan yang lalu Pasien pernah berobat ke puskesmas dan diberikan obat anti jamur namun tidak ada perbaikan. Pasien mengatakan lupa nama obat antijamur yang diberikan. Akibat penyakit yang dirasakan tidak kunjung sembuh pasien berobat ke RSUP Sanglah.

Riwayat penurunan berat badan, diare, demam, dan batuk lama disangkal. Riwayat operasi dan transfusi darah belum pernah. Riwayat alergi terhadap obat atau makanan juga disangkal. Di dalam anggota keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang sama.

Pasien bekerja sebagai tukang bangunan. Saat bekerja pasien tidak menggunakan pelindung tangan dan alas kaki. Untuk mandi pasien dan keluarga pergi ke sungai. Pasien tidak memelihara binatang namun banyak anjing disekitar rumah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos mentis. Keadaan vital dalam batas normal. Status generalis dalam batas normal.

Status dermatologi pada sepuluh kuku jari tangan kanan dan kiri dan sepuluh kuku jari kai kanan dan kiri tampak suram, hiperpigmentasi, menebal, permukaan kuku tidak rata, bagian distal kuku tampak debris keratin, ujung kuku rapuh dan lempeng kuku tampak terangkat dari dasar (onikolisis). Kulit disekitar kuku seluruh jari tangan dan kaki tampak normal.

Pemeriksaan Kalium Hidroksida (KOH) 20% diambil dari keratin debris kerokan distal kuku dalam Dengan pemeriksaan tersebut dijumpai kandungan hifa panjang, bercabang dan bersepta yang diidentifikasi sebagai jamur.

Gambar 1. Pemeriksaan KOH 20% tampak hifa mengindikasikan suatu jamur

Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal dalam batas normal. Tidak dilaporkan pemeriksaan kultur jamur.

Diagnosis kerja pasien ini adalah tinea unguium oleh karena dermatophyta. Diagnosis banding adalah onikomikosis oleh karena candida dan psoriasis. Pasien diberikan pengobatan dengan terapi denyut itrakonazol dan direncanakan diberikan sebanyak tiga denyut. Denyut pertama dengan itrakonazol 400 mg/hari selama 7 hari, diikuti fase istirahat selama 3 minggu. Direncanakan diberikan tiga kali. KIE pada pasien dengan minum obat teratur, memakai sarung tangan dan alas kaki saat beraktivitas serta menghindari keadaan lembab yang lama. Lalu pasien konrol satu bulan untuk terapi denyut kedua. Prognosis pada pasien ini baik.

Gambar 2. Jari kaki Pasien dengan

onikomikosis

PEMBAHASAN

Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial yang terjadi hampir di seluruh dunia. Pada Gambaran klinis onikomikosis adalah kuku yang suram dan rapuh disertai lempeng kuku yang terangkat dari dasar (onikolisis). Etiologi ini sebagian besar teridentifikasi sebagai Tricophyton rubrum, Trikophyton mentagrophytes dan Trichopyton tonsuran.2 Tinea unguium adalah penyakit onikomikosis oleh karena dermatophyta.

Onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang disebabkan jamur dermatofita, jamur nondermatofita atau ragi. Kelainan kuku oleh dermatofita disebut tinea unguium.2

Tinea unguium menular melalui kontak langsung dengan sumber (manusia atau hewan terinfeksi), atau lingkungan yang mengandung spora jamur misalnya tempat mandi umum. Faktor predisposisi antara lain kelembaban, trauma pada kuku, dan penurunan sistem imun. Kebiasaan

penggunaan kaos kaki dan sepatu yang lama, dan penggunaan pemandian umum ikut meningkatkan risiko tertular penyakit3.

Faktor risiko pada kasus penderita adalah seorang tukang bangunan yang bekerja tanpa alas kaki dan tangan serta mandi di pemandian umum.

Hay dan Baran Tahun 2011 membuat klasifikasi onikomikosis terdiri dari onikomikosis subugual distal lateral (OSDL), onikomikosis superfisial (OS), onikomikosis campuran (OC), onikomikosis distrofi total (ODT), dan onikomikosis sekunder. Tipe OSDL adalah insiden terbanyak, karakteristiknya jamur mulai menginvasi dari hiponikium ke lempeng kuku dan dasar kuku menuju lipat kuku proksimal. Penampakan distal kuku akan tampak tebal dan opak, dan memisahkan antara lempeng kuku dan dasar kuku.

Pada kasus, perubahan warna kuku dimulai dari ujung kuku menuju bagian pangkal kuku, tampak kerusakan kuku pada ujung distal berwarna kusam dan rapuh, terdapat debris subngual dan onikolisis. Ini sesuai dengan tipe OSDL.4

Diagnosis pasti tinea unguium ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik, kultur, atau dengan histopatologi. Pemeriksaan

mikroskopik dengan KOH 20% adalah langkah cepat dan praktis untuk memastikan tinea unguium. Pada pemeriksaan ini akan ditemukan hifa bercabang dan bersepta. Pemeriksaan kultur tersering melalui media Saboraud’s dextrose agar (SDA).5 Kultur ini dapat mengidentifikasi spesies dermatofitosis dan menghindari patogen kontaminan. Pada kasus, pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 20% ditemukan hifa panjang bercabang dan bersepta. Pemeriksaan kultur tidak dilaporkan.

Penatalaksanaan tinea unguium mencakup obat topical, oral atau penggunaan alat. Pengobatan tinea unguium membutuhkan waktu yang panjang dan kedisiplinan pasien. Prinsip pengobatan dengan menghilangkan faktor predisposisi dan pemberian terapi farmakologis. Obat anti jamur oral secara umum lebih baik dari topical namun memiliki efek samping sistemik dan interaksi obat yang lebih berbahaya. Terapi obat oral diantaranya dengan menggunakan griseofulvin, ketokonazol, terbinafin, flukonazol, dan itrakonazol.6

Itrakonazol bersifat lipofilik, berspektrum luas, fungistatik dan efektif terhadap jamur dermatofita, yeast dan kapang. Obat antijamur ini adalah golongan triasol yang telah teruji efektif dan aman. Mekanisme

kerja obat ini dengan cara difusi pasif melalui epidermis ke dalam sel basal keratinosit. Penghantaran menuju kuku melalui matriks dan dasar kuku. Obat ini mampu bertahan di kuku selama 6 sampai 9 bulan sehingga digunakan sebagai terapi denyut.6

Pemberian itrakonazol sebagai terapi denyut dengan dosis 200 mg 2 kali per hari selama satu minggu tiap bulan, dan diulang selama tiga bulan. Alasan diberikan sebagai terapi denyut adalah melalui beberapa penelitian disebutkan konsumsi obat secara terus menerus dan terapi denyut angka kesembuhan adalah 66% dan 69%. Itrakonazol berafinitas tinggi pada kulit, bertahan pada stratum korneum selama 3-4 minggu setelah pengobatan.6 Efek samping itrakonazol diantaranya, sakit kepala, mual muntah, dan hepatitis. Regimen lain yang dapat menjadi pilihan jika pengobatan dengan itrakonazol gagal adalah terbinafin yang bersifat fungisidal dan keratofilik.7

Pada kasus diberikan terapi denyut itrakonazol 2 x 200 mg selama 1 minggu dan direncanakan selama 3 bulan. Pemantauan terhadap hasil pengobatan dinilai dari perbaikan klinis dan mikologi. Pada kasus diperkirakan prognosis dubius apabila tidak ada penyakit sistemik lain yang ikut mempengaruhi.

RINGKASAN


mucous


membranes.


JDDG


Telah dilaporkan kasus tinea unguium pada seluruh kuku jari tangan dan kaki. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan KOH 20%. Penatalaksanaan dengan terapi denyut itrakonazol 2x 200 mg selama seminggu dan diulang tiga kali pengobatan . Prognosis pada pasien baik.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1 .Roderick J, Hay MD, Robert B. Oncyhomycosis: A prposed revision of the clinical classification. J Am Acad Dermatol.2011;65;11219-27.

  • 2 .Patel, et al. Superficial Mycoses and Dermatophytes. Tropical Dermatology, British : Elsivier Churchil Livingstone, 2006. P.185-196

  • 3 .Elewski BE. Onychomycosis: Pathogenesis, Diagnosis, and Management. Clinical Microbiology review. 1998;11(3):415-429.

  • 4 .Hay RJ, Ashbee HR. Mycology. Rook’s Textbook of Dermatology. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2010. P 36.1-36.93

  • 5 .Singal A, Khanna D. Onychomycosis: Diagnosis and Management. IJDVL. 2011; 77 (6): 659-72

  • 6 .Korting HC, Schollmann C. The Significance of Itrconazole for treatment of fungal infections of skin, nails, and

2009;7(1):11-9.

  • 7 .Arrese JE. Treatment Failures and Relapses in onychomycosis : A Stubborn Clinical Problem. Dermatology ISSN. 2003;207(3)

6