ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.12,DESEMBER, 2021


Diterima: 2021-08-04 Revisi: 2021-11-10 Accepted: 15-12-2021

KARAKTERISTIK DAN PROPORSI TRAUMA MASA KANAK PADA REMAJA DI KOTA DENPASAR

Desak Nyoman Puriani,1 Ni Ketut Sri Diniari,1 Cokorda Bagus Jaya Lesmana,1 Desak Ketut Ernawati2

1Departemen/SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali

2Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Trauma masa kanak dikaitkan dengan penganiayaan yang menimbulkan penderitaan bagi yang mengalaminya. Penganiayaan anak merupakan tantangan global yang mendesak. Di seluruh dunia banyak anak yang dihadapkan pada pengalaman yang melecehkan atau pengabaian yang melanggar hak-hak mereka dan konsekuensinya tidak hanya pada aspek biologis juga aspek kesehatan fisik, mental dan perilaku anak yang mengalaminya dan bisa bertahan hingga masa dewasa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan proporsi trauma masa kanak pada siswa SMA di Denpasar. Sampel data tentang karakteristik demografi dan proporsi trauma masa kanak. Data diambil dengan kuesioner tentang demografi dan trauma masa kanak menggunakan Kuesioner Trauma Masa Kanak(Childhood Traumatic Questionairre). Sebanyak 104 siswa berpartisi dalam penelitian ini dengan usia paling banyak umur 17 tahun (63,5%), jenis kelamin perempuan (75%), tinggal di Denpasar (90,4%), status perkawinan orangtua menikah (85,6%), dan tinggal dengan orang tua utuh (85,6%). Disimpulkan proporsi trauma masa kanak yang dilaporkan yaitu kekerasan fisik 47,1%, sakit/terluka parah 41,3%, pengalaman perubahan tiba-tiba yang merubah kepribadian 36,5%, ditinggal orang terdekat 27,9%, pengabaian 27,9%, perubahan situasi orang tua 15,4%, dan pelecehan seksual 13,5%. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk pencegahan terjadinya trauma yang pada masa kanak sebelum terjadi dampak yang tidak diinginkan bagi generasi masa depan.

Kata kunci : trauma masa kanak, remaja, karakteristik, proporsi.

ABSTRACT

Childhood trauma is associated with abuse that causes suffering for those who experience it. Child abuse is an urgent global challenge. All over the world many children are faced with experiences of abuse or neglect that violate their rights and the consequences not only on the biological aspects but also on the physical, mental and behavioral health of the children who experience them and can persist into adulthood. The purpose of this study was to identify the proportion of childhood trauma in high school students in Denpasar. Data on demographic characteristics and proportion of childhood trauma were collected using the Childhood Traumatic Questionnaire. There was 104 students participated in this study. The majority age 17 years (63.5%), female gender (75%), resided in Denpasar (90.4%), had married parents (85.6%), and lived with their parents (85.6%). The proportion of childhood trauma was physical violence 47.1%, severe illness/injury 41.3%, experience of sudden changes that changed personality 36.5%, being abandoned by a close person 27.9%, neglected 27.9% , changes in parental situation 15.4%, and sexual harassment 13.5%. Further research is required to treat and prevent unexpected outcomes of childhood trauma

Keywords: childhood trauma, adolescence, characteristic, proportion.


PENDAHULUAN

Trauma adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kejadian negatif yang menyebabkan penderitaan. Trauma pada anak sering dihubungkan

dengan penganiayaan dan pengabaian. Penganiayaan anak merupakan

faktor risiko terkait dengan penyakit di kemudian hari, kerugian sosial ekonomi, dan kejahatan.1 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan penganiayaan

anak sebagai “ semua bentuk perlakuan buruk fisik dan / atau emosional, pelecehan seksual, penelantaran atau perlakuan lalai atau eksploitasi komersial dan lainnya, yang mengakibatkan bahaya aktual dan potensial terhadap anak tersebut, kesehatan, kelangsungan hidup, perkembangan atau martabat dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan”. Empat tipe penganiayaan merujuk dari definisi ini, yaitu pelecehan seksual, penganiayaan fisik, kekerasan emosional dan pengabaian.1,2,3,4,5,6

Studi menunjukkan bahwa sepuluh persen anak mengalami trauma masa kanak di seluruh dunia.7 Bahkan satu dari 5 anak mengalami beberapa bentuk penganiayaan.1 Anak-anak yang mengalami satu bentuk perlakuan buruk kemungkinan memiliki 2-3 kali lebih besar mengalami bentuk penganiayaan lain dan menjadi korban dari pelaku lain seiring waktu. Prevalensi berbagai jenis kelakuan buruk di negara berpenghasilan tinggi didapatkan 15% dan 30% anak perempuan mengalami pelecehan seksual dan 5% dan 15% pada anak laki-laki. Kekerasan fisik berkisar 5% dan 35%, kekerasan emosional berkisar 4% dan 9%, 10 sampai dengan 20% anak dan remaja mengalami kekerasan pasangan intim di rumah mereka. Prevalensi pengabaian 6% dan 12 % di Inggris raya dan Amerika Serikat. Diantara kasus-kasus yang terbukti, pengabaian merupakan penganiayaan paling umum(44-60%), diikuti oleh kekerasan emosional(11-23%), kekerasan fisik (10-15%), dan pelecehan seksual (7%). Olsen dkk8 menemukan dalam studinya 1 dari 5 pasangan mengalami kekerasan fisik dan 1 dari 4 mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Kejadian dari penganiayaan masa kanak-kanak dan kekerasan dalam rumah tangga meningkat hingga 2017, 60,1(95% CI 54,3 hingga 66,0) per 100.000 anak pertahun dan 34,6 (IK95% 31,4.1 hingga 37,7) per 100.000 anak pertahun. Selain itu, prevalensi penganiayaan anak dan kekerasan dalam rumah tangga terus meningkat secara linier hingga 2017 dari studi kohort retrospektif di Inggris.9

Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya penganiayaan anak disebutkan faktor individu anak yang menjadi korban, faktor individu orang tua atau pengasuh, faktor risiko keluarga dan faktor risiko komunitas. Faktor yang berasal dari individu anak yang menjadi korban seperti anak-anak kecil (usia 5 dan lebih muda), kerentanan fisik, ketidakdewasaan perkembangan dan hubungan yang lebih bergantung ke pengasuh, karakter dan temperamen anak yang sulit atau perilaku bermasalah maupun kecacatan. Faktor individu orangtua atau pengasuh seperti usia orang tua yang muda, pendidikan rendah, pengetahuan tentang perkembangan anak tidak akurat, harapan yang tidak realistis terhadap anak, gangguan kapasitas empati, gangguan regulasi emosi pada orang tua melalui gejala emosional(misalnya, harga diri rendah, kepribadian neurotik dan depresi) dan masalah perilaku(misalnya, perilaku impulsif dan penyalahguna zat). Faktor risiko keluarga seperti ukuran keluarga yang besar, orang tua tunggal, pengasuh sementara non-biologis di rumah dan kekerasan pasangan intim, keluarga yang tidak dapat mengakses dukungan

sosial, kerugian sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang lebih rendah.1 Faktor risiko komunitas seperti lingkungan yang lebih miskin, pengangguran, campur tangan tetangga, perumahan yang tidak stabil, beban pengasuhan anak, ketegangan yang lebih besar pada keluarga dan sikap terhadap kekerasan.1

Beberapa studi menunjukkan penganiayaan berdampak jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak penganiayaan yang terburuk adalah kematian. Konsekuensi penganiayaan anak lainya disebutkan terhadap kesehatan, kekayaan dan kejahatan.1 Danese A dan MacCorry M1 menyebutkan konsekuensi penganiayaan anak pada aspek biologis, kesehatan fisik, kesehatan mental dan perilaku. Pengalaman traumatis menimbulkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Efek jangka pendek terhadap fisik (seperti luka infeksi, symptom anogenital) atau terhadap psikososial (belajar dan masalah konsentrasi, internalizing, ekternalising, masalah perilaku seksual). Efek Jangka panjang dikaitkan dengan gangguan psikiatri (termasuk depresi, gangguan makan, PTSD), percobaan bunuh diri, perilaku melukai diri, sindrom somatik maupun fungsional.10 Hailes HP dkk11 dalam umbrella review, menemukan kekerasan seksual menimbulkan konsekuensi dua gangguan psikiatri( gangguan stres paska trauma dan skizofrenia) dan dampak psikososial(penyalahguna zat). Trauma masa kanak terutama kekerasan emosional dikatakan berhubungan paling kuat dengan ciri kepribadian impulsif.2 Penelitian prospektif terkontrol di Australia menemukan 23,3%(22,5% perempuan, 26,5% laki-laki) orang dewasa yang selamat dari kekerasan seksual memerlukan layanan kesehatan mental seumur hidup dibandingkan dengan 7,7% dari populasi pembanding.12

Saat ini belum banyak studi yang dilakukan terkait dengan trauma masa kanak di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan proporsi trauma masa kanak untuk memberikan bukti adanya trauma di komunitas.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan potong lintang yang mengumpulkan informasi dari partisipan tentang kejadian trauma pada masa kanak. Penelitian ini mengikutsertakan siswa SMA di Denpasar. Data diambil dengan menyebarkan kuesioner melalui Google-form untuk memperoleh informasi tentang data demografik pasien serta menilai trauma masa kanak dengan kuesioner Trauma Masa Kanak (Childhood Traumatic Questionairre).

Teknik penentuan partisipan penelitian dilakukan dengan cara memilih dua sekolah yang ada di Denpasar. Partisipan yang memenuhi kriteria inklusi akan diberikan informed consent, partisipan yang bersedia akan dipilih menjadi sampel penelitian. Adapun kriteria inklusi adalah siswa kelas 3 SMA yang berumur lebih atau sama dengan 17 tahun dan bersedia mengisi kuesioner secara daring. Sedangkan kriteria ekslusi adalah peserta yang mengalami gangguan fungsi kognitif dan gangguan jiwa berat, pengisian kuesioner tidak lengkap dan menolak

berpartisipasi dalam penelitian. Penelitian ini telah Tabel 2. Proporsi Jenis Trauma yang dialami Partisipan

mendapat ijin dari Komisi Etik Penelitian Fakulta Kedokteran Universitas Udayana. Peneliti mengumpulka data data demografi siswa seperti jenis kelamin, umur domisili, status perkawinan orangtua, status tinggal saa ini. Jenis trauma meliputi kekerasan fisik, emosional seksual dan pengabaian berdasarkan tinjauan pustaka Data penelitian diambil dari respon kuesioner yang dikirimkan oleh siswa melalui tautan Google-Form sepert data sosiodemografi dan trauma masa kanak.

Hasil

Penelitian ini menemukan sebagian besa partisipan berumur 17 tahun, memiliki jenis kelamin perempuan, berdomisili di Denpasar, status perkawinan orangtua menikah dan saat ini tinggal bersama orang tua Tabel 1).

s Jenis Trauma

1

Jumlah N=104

Proporsi (%)

, Kekerasan Fisik

49

47,1

t Sakit/Terluka

, Parah

43

41,3

. Pengalaman perubahan  tiba-

i tiba

38

36,5

Ditinggal  orang

terdekat

39

27,9

r Pengabaian

29

27,9

Perubahan Situasi Orangtua

16

15,4

( Seksual

14

13,5

Tabel 1. Karakteristik Sosiodemografi Subyek Penelitian

Karakteristik

Jumlah (N=104)

Persentase

Usia(tahun)

17

66

63

18

38

36,5

Jenis Kelamin

Laki-laki

26

25,0

Perempuan

78

75,0

Domisili

Denpasar

94

90,4

Luar Denpasar

10

9,6

Status   Perkawinan

Orang Tua

Menikah

89

85,6

Bercerai

8

7,7

Janda

3

2,9

Duda

2

1,9

Status Tinggal saat ini

Orangtua utuh

89

85,6

Ayah

5

4,8

Ibu

9

8,7

Lainnya

1

1,0

Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis trauma masa kanak yang paling sering dilaporkan oleh remaja di Kota Denpasar adalah kekerasan fisik (47,1%), sakit/terluka parah (41,9%), pengalaman perubahan tiba-tiba yang merubah kepribadian atau kehidupan (36,5%), ditinggal orang terdekat (27,9%), pengabaian (27,9%), perubahan situasi orangtua (15,4%), dan terakhir pelecehan seksual (13,5%).


Sedangkan pertanyaan tentang open-ended question tentang jenis pengalaman perubahan yang sangat tiba-tiba yang merubah kehidupan atau kepribadian yang paling sering disebutkan oleh responden adalah permasalahan orangtua, permasalahan dengan teman, perundungan, penyesalan karena tidak belajar, merasa bertanggung jawab dan masa pandemic covid-19.

PEMBAHASAN

Saat ini masih belum banyak penelitian tentang studi trauma masa kanak yang terjadi pada masa remaja di Indonesia umumnya dan di Bali khususnya. Penelitian ini menemukan sebagian besar partisipan penelitian ini memiliki dan tinggal dengan orang tua utuh. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa trauma masa kanak yang dilaporkan adalah kekerasan. Partisipan terbanyak melaporkan masalah orangtua sebagai jenis pengalaman perubahan yang tiba-tiba merubah kepribadian atau kehidupan mereka. Studi sebelumnya mengatakan menjadi saksi kekerasan domestik merupakan suatu bentuk kekerasan emosional yang berdampak pada kesehatan psikologis anak kedepannya.13,14 Danese1 menyebutkan sekitar 10-20% anak dan remaja menyaksikan kekerasan pasangan intim di rumah mereka yang berdampak pada trauma emosional. Sebuah survei perwakilan nasional baru-baru ini melaporkan bahwa sekitar 16% anak-anak berusia 17 tahun atau lebih muda terpapar kekerasan fisik pasangan intim selama masa hidup mereka yang berdampak pada masalah sosial, emosional, dan perilaku jangka pendek dan panjang seperti gejala stres pascatrauma dan masalah perilaku internalisasi dan eksternalisasi.

Selain itu memiliki risiko lebih besar untuk terkena peristiwa traumatis lainnya (misalnya, penganiayaan anak, kekerasan masyarakat), yang dapat memperburuk potensi dampak negatif trauma pada perkembangan anak-anak.15 Selain itu paparan kekerasan dalam rumah tangga disebutkan menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap gaya interpersonal manipulatif yang ditunjukkan oleh individu yang memiliki psikopati tinggi.16 Pengalaman penganiayaan masa kanak-kanak sedang sampai berat dikaitkan dengan dua sampai enam kali kemungkinan korban kekerasan dalam rumah tangga dan seksual pada survei masa dewasa. Semua bentuk pelecehan masa kanak-kanak secara independen meningkatkan kemungkinan menjadi korban di masa dewasa.17

Penelitian ini menunjukkan selain kekerasan fisik yang dilaporkan oleh partisipan, juga sakit/terluka parah, pengalaman perubahan tiba-tiba yang merubah kepribadian atau kehidupan, ditinggal orang terdekat, pengabaian, perubahan situasi orangtua dan terakhir pelecehan seksual yaitu berturut-turut 47,1 %, 41,9 %, 36,5 %, 27,9 %, 27,9 %, 15,4 %, dan 13,5 %. Temuan studi ini memperlihatkan bahwa trauma masa kanak yang dialami remaja tidak hanya satu jenis trauma, namun bisa lebih dari 2 atau 3 bahkan lebih dari satu jenis trauma. Hal ini juga ditemukan dalam studi kohort retrospektif di Inggris oleh Chandan,9 dimana anak-anak yang mengalami satu bentuk perlakuan buruk kemungkinan memiliki 2-3 kali lebih besar mengalami jenis trauma yang lain bahkan menjadi korban kekerasan dari pelaku lain seiring dengan waktu.

Jenis trauma yang lain yang dilaporkan oleh responden adalah trauma karena pengalaman perubahan yang sangat tiba-tiba yang dapat merubah kehidupan atau kepribadian. Hasil ini sesuai dengan studi sebelumnya yang menemukan bahwa pengabaian merupakan bentuk penganiayaan yang paling umum (44,6%), diikuti oleh pelecehan emosional (11-23%), penganiayaan fisik (10-15%) dan pelecehan seksual(7%).1 Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk dapat melakukan pencegahan sebagai intervensi sebelum trauma masa kanak dapat memberikan dampak yang tidak diinginkan.

Simpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan karakeristik dan proporsi trauma masa kanak pada remaja di Kota Denpasar. Studi ini mendapatkan karakteristik remaja yang mengalami trauma masa kanak yaitu usia paling banyak jenis kelamin perempuan, usia 17 tahun, domisili Denpasar, status perkawinan orang tua menikah, dan status tinggal saat ini dengan orangtua utuh.

Trauma masa kanak yang terbanyak dilaporkan adalah trauma kekerasan fisik kemudian diikuti oleh trauma karena sakit atau terluka parah, pengalaman perubahan yang tiba-tiba merubah kehidupan atau kepribadian, ditinggal orang terdekat, pengabaian, perubahan situasi orangtua, serta pelecehan seksual.

Studi ini memberikan bukti bahwa terdapat trauma pada masa kanak di komunitas. Trauma tersebut dapat memberikan dampak yang sangat luas pada aspek biologis, fisik, psikologis dan perilaku. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi trauma yang ada di komunitas dengan responden yang lebih banyak dan metode penelitian yang lebih baik untuk mendapatkan data yang akurat sehingga intervensi trauma masa kanak baik pencegahan dan penanganan trauma masa kanak maupun dampak trauma itu sendiri lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Danese A, McCorry E. Child Maltreatment. Dalam: Tappar A, Pine DS, Leckman JF, Scott S, Snowling MJ, Taylor E, penyunting. Rutter’s Child and Adolescent Psychiatry, Edisi ke-6, United Kingdom: Willey Blacwell; 2015. h.364-375.

  • 2.    Liu Rt. Childhood maltretment and impulsivity:

Metaanalysis and recommendations for future study. J Abnorm Child Psychol 2019 Pebruari( Diakses 2 Pebruari 2021). Diunduh dari URL:


  • 3.

  • 4.

  • 5.

  • 6.

  • 7.

  • 8.

  • 9.

10.

11.


http://www.ncbi.nih.gov/pmc/articles/PMC626923 2/#

Barnet W, Freeman BW. Child Maltreatment. Dalam Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, Penyunting. Kaplan and Shadock’s Comprehensive Textbook Of Psychiatry, Edisi ke-10, Philadelphia: Wolters Kluwer; 2017. H 9743-9780.

Sample D, Smith R. Child Maltreatment. Dalam Oxford Handbook of Psychiatry, Edisi ke-4, United Kingdom: Oxford University Express; 2019. h 804-810

Martin H, Bloch MH, Volkmar FR. Child Abuse and Neglect. Dalam Lewis’s Child and Adolescent Psychiatry, A Comprehensive Textbook. Edisi ke-5, Philadelphia: Wolters Kluwer; 2018. h 1807-2936 Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Newburry JB, Arsenault L, Moffitt TE, Caspi Avshalom, Danese A, Baldwin JR, Fisher HL. Measuring Childhood Maltreatment to Predict Early-Adult Psychopathology.  JPsychires 2016

Jan(diakses 3 Maret 2021). Diunduh dari: URL: https:/dx.doi.org/10.1016%2Fj.jpsychires.2017.09. 020

Olsen RZ, Gausel N, Olsen AZ, Beretelsen TB, Tilden T. Physical Couple and Family Violence Among Clients Seeking Therapy: Identifiers and Predictors. Frontiers in Psychology 2019 Desember(Diakses 1 Agustus 2021). Diunduh dari URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC69 28105/pdf/fpsyg-10-02847.pdfPredictors

Chandan JS, Gokhale KM, Jones CB, Nirantharakumar K, Bandyopadhyay S, Taylor J. Exploration of Trends in the Incidence and Prevalence  of childhood  maltreatment and

domestic abuse recording in UK primary care A retrospective  cohort study  using ‘the health

improvement network’ database. BMJ Open 2021 Mei(diakses 29 Juli 2021). Diunduh dari URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC72 79643/pdf/bmjopen-2020

Bosscharart TFV. Brilleslijper-Kater SN, Verlinden E, Widdershoven GAM, Teeuw HA, Voskes Y dkk. A Descriftive Mixed Methods Analysis of Sexual Behavior and Knowledge in Very Young Children Assesed for Sexual Abused:The ASAC Study. Journal of Frontiers in Psychology 2019 Jan (Diakses 3 Maret 2021). Diunduh         dari         :         URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC63 33700/#

Hailes HP, Yu R, Danese A, Fazel S. Long-term outcomes of childhood sexual abuse: an umbrella review. Lancet Psychiatry 2019 Oktober(diakses 25 Pebruari 2021). Diunduh dari:    URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC70 15702/#

  • 12.    Glaser D. Child Sexual Abuse. Dalam: Tappar A, 15. Pine DS, Leckman JF, Scott S, Snowling MJ, Taylor E,  penyunting.  Rutter’s Child and

Adolescent  Psychiatry,  Edisi ke-6, United

Kingdom: Willey Blacwell; 2015. h.376-401.

  • 13.    Carnevale S, Napoli ID, Espocito C, Arcidiacono C, Procentese F. Children Witnessing Domestic Violence in the Voice of Health and Social Professionals Dealing with Contrasting Gender 16. Violence. Int J Environ Res Public Health 2020 Juni(Diakses 1 Agustus 2021). Diunduh dari URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC73 44581/

  • 14.    Gama CMF, Portugal LCL, Gonçalves RM, Junior SS, Vilete LMV, Mendlowicz MV, Figueira I, Volchan E. The invisible scars of emotional abuse:    17.

a common and highly harmful form of childhood maltreatment. BMJ Open 2021(Diakses 29 Juli 2021).       Diunduh       dari       URL:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC79 68325/pdf/12888_2021_Article_3134.pdf

McDonald SE, Collins EA, Maternick A, Nicotera N, Berman SG, Ascione FR dkk. Intimate Partner Violence Survivors’ Reports of Their Children’s Exposure to Companion Animal Maltreatment: A Qualitative Study 2019 Juli (Diakses 1 Agustus 2021). Diunduh dari URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC59 04016/pdf/nihms957558.pdf

Darnis M, Koegnis M. Witnessing domestic violence during childhood is associated with psychopathic traits in adult male criminal offenders. Lawhum Behav 2017 April(Diakses 1 Agustus 2021). Diunduh dari URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC53 64045/pdf/nihms848354.pdf.

Anderson F, Howard L, Dean K, Moran P, Khalifeh H. Childhood maltreatment and adulthood domestic and sexual violence victimisation among people with severe mental illness Soc Psychiatry Psychiatr Epidemiol 2016 Mei (Diakses 1 Agustus 2021). Diunduh dari URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC49 47472/pdf/127_2016_Article_1244.pdf


https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i12.P06

32