JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 11, Nomor 1, bulan April, 2023

Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Bambu Tabah dan Lama Perendaman terhadap Masa Simpan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Segar

Effect of The Concentration of Tabah Bamboo Liquid Smoke and Immersion Time Against the Shelf Life of Fresh Tilapia (Oreochromis niloticus)

Made Praditiya Widyantara, Pande Ketut Diah Kencana*, I Made Anom Sutrisna Wijaya Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: [email protected]

Abstrak

Mempertahankan mutu ikan nila sebaiknya dapat dilakukan dengan memanfaatkan asap cair dari bambu tabah, karena dapat menghambat perkembangan bakteri (kandungan senyawa fenolik dalam asap cair). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair bambu tabah dan lama perendaman terhadap masa simpan ikan nila, serta menentukan kombinasi perlakuan untuk masa simpan paling panjang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan menggunakan dua faktor, yaitu konsentrasi (0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%) dan lama perendaman (10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40 menit dalam 2 kali ulangan. Parameter yang diukur meliputi pH, kadar air, tekstur, TPC, dan uji organoleptic terhadap kenampakan fisik ikan nila segar seperti mata, insang, daging, aroma, lendir permukaan badan, dan tekstur. Penentukan umur simpan ikan nila menggunakan metode Extended Storage Studies (ESS) dan dilakukan pengamatan setiap 12 jam selama masa penyimpanan pada suhu ruang ± 28°C hingga produk dinyatakan rusak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, konsentrasi asap cair bambu tabah dan lama perendaman berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap perubahan nilai pH, kadar air, tekstur, TPC, dan organoleptik kenampakan fisik ikan nila (mata, insang, daging, aroma, lendir permukaan badan, dan tekstur ikan nila. Kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair 20% dengan lama perendaman 40 menit adalah kombinasi yang memberikan masa simpan paling lama yaitu 24 jam. Pada waktu penyimpanan jam ke-36 semua produk dinyatakan rusak.

Kata kunci: asap cair, ikan nila, konsentrasi, lama perendaman, masa simpan

Abstract

Maintaining the quality of tilapia should be done by utilizing liquid smoke from tough bamboo because it can inhibit the growth of bacteria (the content of phenolic compounds in liquid smoke). The purpose of this study was to determine the effect of the concentration of liquid smoke of tough bamboo and the duration of immersion on the shelf life of tilapia and determine the combination of treatments that give the shelf life the longest. This study used a factorial Completely Randomized Design (CRD) using two factors, namely concentration (0%, 5%, 10%, 15%, and 20%) and immersion time (10 minutes, 20 minutes, 30 minutes, and 40 minutes) in 2 replications. Parameters measured included pH, water content, texture, TPC, and organoleptic tests on the physical appearance of fresh tilapia such as eyes, gills, flesh, smell, body surface mucus, and texture. Determination of shelf life of tilapia using the method Extended Storage Studies (ESS).

The observations were made every 12 hours during storage at room temperature ± 28°C until the product was declared damaged. The results showed that concentration and soaking time had a significant effect (P<0.05) on changes in pH value, water content, texture, TPC, and physical appearance of tilapia's organoleptic (eyes, gills, flesh, smell, body surface mucus, and tilapia's texture. A combination of 20% liquid smoke concentration treatment with a soaking time of 40 moments is a combination that provides the longest, 24 hours shelf life. At the 36th hour of storage, all products declared they were damaged.

Keywords: concentration, immersion time, liquid smoke, shelf life, tilapia

PENDAHULUAN

Ikan nila merupakan ikan yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan ikan air tawar lainnya. Nila adalah ikan rendah lemak dan tinggi protein. Ikan nila merupakan salah satu komoditas ekspor potensial di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia, ekspor ikan nila pada 2020

mencapai 12,29 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai US$78, juta.

Peneurunan kualitas ikan nila bisa dicegah dengan memakai pengawet natural yang memiliki senyawa bioaktif. Asap cair memiliki senyawa bioaktif semacam fenol, karbonil serta asam organik yang berfungsi sebagai anti bakteri serta menghindari

kerusakan mutu ikan (Saloko et al., 2014). Asap cair bisa dibuat memakai bambu tabah. Diatmika et al. (2019), menyatakan jika pemakaian asap cair bambu tabah sanggup memperlambat tumbuhnya kuman, sebab asap cair bambu tabah mempunyai senyawa-senyawa aldehid, ketone, asam, serta fenolik sehingga aman untuk pengawet makanan. Asap cair mudah diterapkan pada daging ataupun ikan, hanya dengan merendam ataupun menyemprotkan asap cair terhadap daging ataupun ikan yang hendak diberikan asap cair.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perubahan karakteristik serta berapa konsentrasi asap cair bambu tabah dan lama perendaman terbaik yang diterapkan pada ikan nila. Parameter yang diukur untuk mengetahui perubahan karakteristik adalah pH, kadar air, tekstur, Total Plate Count (TPC), dan uji organoleptik terhadap kenampakan fisik ikan nila seperti kenampakan mata, insang, daging, bau, tekstur dan lendir permukaan badan serta penentuan umur simpan. Penentuan umur simpan yang dimaksud untuk mengukur seberapa jauh asap cair berperan dalam meningkatkan daya simpan ikan nila terhadap jangka waktu penyimpanan dibandingkan dengan tanpa menggunakan asap cair. Umur simpan ikan nila segar diamati melalui metode Extended Storage Studies (ESS), yang lazim disebut sebagai metode konvensional, merupakan penentuan waktu kerusakan produk dengan disimpan pada kondisi normal sehari-hari.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2020 sampai bulan Oktober 2020 di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah ikan nila segar sebanyak 160 ekor dengan ukuran panjang ±12 cm, lebar ±6 icm, dan berat ±100-150 gram. Berasal dari Pemasok Kolam Ikan Bahari Perkasa, Denpasar, Bali. Plate Count Agar (PCA), dan plastik Polyethylen.

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah baskom, cool box, timbangan, oven, dan alat analisis antara lain cawan porselin, tabung reaksi (Pirex-Iwaki), pipet tetes, gelas ukur, Textur Analyzer (TA

XT Plus), inkubator (memmert), desikator, pH-meter, Erlenmeyer, vortex, dan gelas beker 100 ml.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan menggunakan dua faktor, yaitu lama perendaman (P) sebanyak 4 taraf perlakuan dan konsentrasi asap cair (K) sebanyak 5 taraf perlakuan. Kombinasi Perlakuan penelitian dilakukan sebanyak 2 kali ulangan, sehingga diperoleh sebanyak 40 unit percobaan. Perlakuan penelitian yang pertama adalah metode lama perendaman (P), 10 menit (P1), 20 menit (P2), 30 menit (P3), 40 menit (P4) dan perlakuan penelitian yang kedua adalah faktor konsentrasi asap cair (K), 0% (K1) = tanpa konsentrasi asap cair bambu tabah ditambah air sebanyak 1000 ml, 5% (K2) = 50 ml asap cair bambu tabah ditambah air sebanyak 950 ml, 10% (K3) = 100 ml asap cair bambu tabah ditambah air sebanyak 900 ml, 15% (K4) = 150 ml konsentrasi asap cair ditambah 850 ml air, dan 20% (K5) = 200 ml konsentrasi asap cair ditambah 800 ml air. Data setiap parameter penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam. Apabila nilai berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Sampel diamati pada awal penyimpanan atau jam ke-0 dan diamati kembali dengan selang waktu tiap 12 jam sekali hingga ikan mengalami kerusakan. Banyak sampel yang diambil setiap kali dilakukan pengujian yaitu sebanyak 20 sampel dalam 2 kali ulangan perlakuan, sehingga diperoleh faktor kombinasi penelitian adalah sebanyak 40 data pengamatan.

Pembuatan Konsentrasi Asap Cair dan Perendaman Ikan Nila

Persiapan bahan, bahan baku yang digunakan adalah ikan nila segar dengan ukuran 8-10 cm dengan berat 100-150 gram per ekor, diperoleh dari supplier benih ikan Bahari Perkasa. Ikan nila segar didinginkan dalam cool box untuk dibawa ke laboratorium penelitian. Pencucian bahan baku, setelah bahan baku diperoleh segera dicuci dengan air bersih bersih mengalir. Pembuatan konsentrasi asap cair:

0% : 0 ml larutan asap cair dan 1000 ml air kemasan; 5% : 50 ml larutan asap cair dan 950 ml air kemasan; 10% : 100 ml larutan asap cair dan 900 ml air

kemasan;

15% : 150 ml larutan asap cair dan 850 ml air

kemasan; dan

20% : 200 ml larutan asap cair dan 800 ml air

kemasan.

Pengaplikasian asap cair bambu tabah terhadap ikan nila meliputi persiapan bahan baku, pencucian, perendaman asap cair, dan penyimpanan. Melakukan kontrol terhadap masa simpan ikan nila.

Penentuan Umur Simpan

Penentuan umur simpan ikan nila setelah direndam dalam konsentrasi asap cair, dapat dilakukan atau diperkirakan dengan menyimpan dan menguji produk sampai produk tersebut rusak atau dapat dikatakan mengalami penurunan kualitas secara signifikan (Herawati, 2008).

Ikan nila segar dilakukan sudah perendaman dengan penambahan asap cair dan tanpa penambahan asap cair, sebagai variable kontrol. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang ±28°C. Analisa ikan nila salama penyimpanan, seperti pH, Total Plate Count (TPC), kadar air, tekstur dan uji organoleptic seperti tekstur fisik, aroma, dan kenampakan setiap 12 jam sekali. Pengamatan dihentikan apabila setiap sampel ikan nila segar menunjukkan satu atau lebih kriteria kerusakan. Adapun kriteria kerusakan ikan segar yang menunjukan perubahan pada fisik ikan berdasarkan SNI 2346:2011 seperti kenampakan mata, insang, lendir, daging, bau, dan tekstur ikan.

Parameter yang Diamati

pH

pH dapat diukur dengan menggunakan alat pH meter (AOAC, 1995). Pengukuran nilai pH bisa dimulai dari menimbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 3 gram. 20 ml aquades ditambahkan pada sampel, selanjutnya dihomogenkan dengan mortar selama 1 menit. Tuang ke dalam gelas beker dan pH diukur menggunakan pH imeter. Sebelum digunakan kepekaan jarum petunjuk pH meter harus ditera dengan larutan buffer pH 7. Nilai pH yang konstan dibaca oleh jarum alat ukur adalah besar nilai pH yang diukur.

Kadar Air

Kadar air merupakan jumlah air yang terdapat dalam bahan ataupun produk. Kadar air bisa pengaruhi penampakan serta tekstur pada bahan pangan. Pengukuran kandungan air bisa memakai dengan metode pemanasan (Sudarmadji et al., 1997). Sebanyak 5 gr sampel ditimbang ke dalam cawan yang sudah diketahui massa keringnya. Sampel dikeringkan dengan oven pada temperatur 100105°C selama 5 jam, berikutnya didinginkan pada desikator 30 menit serta ditimbang. Sampel dipanaskan kembali dalam oven sepanjang 30 menit, didinginkan kembali dalam desikator serta ditimbang kembali beratnya. Selisih antara berat basah serta berat kering merupakan kadar air dalam bahan ataupun bisa dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar Air (%) = a-b × 100%               [1]

Keterangan:

a : Berat Sampel Awal (g) b : Berat Sampel Akhir (g)

Tekstur

Tektur ikan nila segar dapat ditentukan dengan metode Texture Profile Analysis (TPA) dengan alat Texture Analyzer TXT. Siapkan dan letakkan pada meja texture analyzer TXT. Gunakan probe yang pas pada sampel, pengukuran tekstur ikan nila segar menggunakan probe penetrasi TA-56 dan diameter 6 mm. Setel Probe hingga menyentuh bahan dan probe akan melakukan penetrasi pada bahan, setel kecepatan probe 5 mm/s dan sampel dipenetrasikan dengan kedalaman 10 imm. Kurva profil tekstur ditampilkan di layar, beban yang terbaca pada skala menunjukkan kekerasan ikan nila, dinyatakan dalam satuan Kg (Force).

Total Plate Count (TPC)

Total Plate Count (TPC) adalah jumlah mikroorganisme aerob mesofilik per gram atau per milliliter sampel yang ditentukan dengan metode standar. Tujuan dari prinsip TPC adalah untuk menampilkan jumlah mikroorganisme yang ada dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri. Semakin rendah nilai TPC, maka semakin aman/layak dikonsumsi. Adapun tata cara menghitung cemaran mikrobiologi menurut (SNI 7388:2009) yaitu:

  • 1.    Sampel ditimbang sebanyak 5 gram, selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik steril;

  • 2.    45 ml larutan NaCl steril ditambahkan ke dalam sampel, dihomogenkan dengan stomacher selama 1 menit. Ini merupakan larutan pengenceran 10-1;

  • 3.    Pindahkan 1 ml suspensi pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet steril ke dalam larutan 9 ml NaCl untuk mendapatkan pengenceran 10-2;

  • 4.    Buat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 dan seterusnya dengan cara yang sama sesuai dengan kebutuhan;

  • 5.    Selanjutnya 1 ml suspensi dari setiap pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri secara duplo;

  • 6.    Tambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml PCA yang sudah didinginkan pada masing-masing cawan yang sudah berisi suspensi;

  • 7.    Inkubasikan pada temperatur 37℃ selama 24-48 jam; dan

  • 8.    Hitung jumlah koloni bakteri pada setiap pengenceran dengan menggunakan.

Uji Organoleptic

Uji iorganoleptic dilakukan menggunakan score sheet organoleptic ikan segar berdasarkan SNI 2346:2011. Pengujian organoleptic adalah metode pemeriksaan subjektif yang menggunakan indera manusia, termasuk menilai tingkat kenampakan, bau, dan tekstur ikan nila. Setiap subjek memberikan kriteria yang menunjukkan bahwa ikan segar memburuk dan terus mengalami perubahan selama masa simpan dan akan mencapai pembusukan maksimum dalam rentan waktu tertentu. Berdasarkan

Badan Standardisasi Nasional (SNI 2346:2011), skala penilaian organoleptik untuk produk ikan segar yaitu 1-9 dengan persyaratan mutu dan keamanan pangan minimal 7. Dalam pengujian organoleptic, panelis perlu menyepakati beberapa hal antara lain berminat dan terampil serta konsisten dalam mengambil keputusan, panelis bersedia saat dibutuhkan selama proses pengujian, panelis tidak menolak sampel yang diuji, dalam keadaan sehat, bebas dari penyakit THT, dan tidak buta warna. setiap pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel pengujian sebanyak 2 kali ulangan. Dari data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis ikan nila asap seperti, mata, insang, lendir, daging, bau dan tekstur ikan nila segar.

Penentuan Umur Simpan

Penentuan umur simpan metode Extended Storage Studies (ESS) menggunakan hasil uji organoleptik sebagai acuan dalam menentukan umur simpan berdasarkan SNI 2725.1:2009. Prosedur menentukan umur simpan dilakukan sebagai berikut:

  • 1.    Sampel ikan nila hasil perendaman dengan konsentrasi asap cair bambu tabah disimpan pada suhu ruang ±28℃ hingga produk dikatakan rusak;

  • 2.    Pengamatan organoleptik mata, insang, bau, lendir permukaan badan, daging dan tekstur, di lakukan selama masa simpan jam ke-0 hingga jam ke-36;

  • 3.    Penilaian panelis terhadap organoleptik sampel dinyatakan dalam skoring 1-9;

  • 4.    Sampel yang memperoleh rata-rata skoring di bawah 7 dikatakan rusak; dan

  • 5.    Umur simpan dinyatakan dalam satuan waktu (jam), dan dinyatakan tidak dapat disimpan, apabila ikan nila segar telah memperoleh skor di bawah 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN

pH

Pengukuran nilai pH merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui tingkat keasamaan ikan nila segar, pada tingkat keasaman yang optimum untuk pertumbuhan bakteri. Penurunan mutu ikan nila segar disebabkan oleh kondisi yang memungkinkan bakteri untuk tumbuh sehingga memperpendek umur simpan ikan nila segar. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Gambari 1. Hasil sidik ragam penyimpanan jam ke-0, hingga jam ke-36 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar pH. Hasil sidik ragam perlakuan lama perendaman pada penyimpanan jam ke-0 sampai jam ke-36 menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar pH. Penggunaan asap cair bambu tabah

berpengaruh terhadap perubahan nilai pH ikan nila segar. Semakin tinggi asap cair bambu tabah yang diberikan, maka semakin rendah nilai pH. Gambar 1 menunjukkan bahwa peningkatan pH ikan nila setiap 12 jam selama penyimpanan, yang disebabkan oleh senyawa basa sepertii amoniak, trimetilamin, dan senyawai volatile selama penyimpanan yang muncul, dapat menurunkan nilai sensoris produk (Alinti et al., 2018). Menurut Sutanaya et al., (2018) kadar konsentrasi asap cair mempengaruhi indikator yang digunakan untuk menentukan kesegaran ikan, hasil penelitian menunjukkan kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair 20% dan lama perendaman 40 menit (P4K5), dan konsentrasi 20% lama perendaman 30 menit (P3K5) adalah kombinasi terbaik yang mampu menekan kenaikan nilai pH tetap pada kategori asam hingga waktu penyimpanan jam ke-36.

Total Plate Count (TPC)

Penentuan jumlah mikroorganisme dalam makanan dapat dilakukan dengan melakukan uji TPC. Menurut Buckle et al., (1987), mikroorganisme dapat tumbuh dalam makanan di bawah pengaruh faktor lingkungan yang mendukung antara lain keberadaan zat gizi, kelembaban, ketersediaan oksigen dan pH. Hasil sidik ragam penyimpanan jam ke-0, jam ke-12, jam ke-24 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan lama perendaman dan kosentrasi asap cair berpengaruh nyata (P<0.05).

Gambar 2 menunjukkan bahwa untuk setiap perlakuan terjadi peningkatan nilai TPC setiap 12 jam selama periode penyimpanan berikutnya, dengan nilai TPC tertinggi pada setiap periode penyimpanan diwakili oleh kombinasi perlakuan tanpa penambahan konsentrasi asap cair (konsentrasi 0%) dan perlakuan lama perendaman 10 menit (P1K1). Sampel yang ditambah dengan konsentrasi asap cair menghambat pertumbuhan mikroba karena senyawa asam dan fenol dalam asap cair berperan besar dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur (Lebois et al., 2004). Berdasarkanl SNI 2721.1:2009 produk perikanan dianggap rusak jika nilai TPC maksimum yang diperlukan untuk cemaran mikroba adalah sebesar 1.0 x 105. Kombinasi perlakuan tidak nenunjukkan tanda-tanda kerusakan selama penyimpanan jam ke-0 dan jam ke-12. Pada penyimpanan jam ke-24 kombinasi perlakuan lama perendaman dan konsentrasi asap cair kode sampel P1K1, P1K2, P3K1, P4K1 menunjukkan peningkatan nilai TPC melebihi batas maksimum pembusukan produk berdasarkan SNI TPC, dengan nilai total koloni masing-masing sejumlah 1.35 x 105, 1.05 x 105, 1.25 x 105a, dan 1.21 x 105. Pada waktu penyimpanan ke-24 jam juga menunjukkan Bahwa kombinasi perlakuan lama perendaman 40 menit dan konsentrasi asap cair 20% (P4K5) merupakan

kombinasi perlakuan dengan jumlah pertumbuhan mikroba paling sedikit, dengan jumlah koloni sebesar 6.40 x 105. Menurut Dwiyitno & Riyanto (2007), perlakuan perendaman dalam larutan asap cair mampu menekan laju pembentukan basa volatile, semakin tinggi konsentrasi asap cair yang digunakan semakin besar potensinya untuk menghambat laju pembentukan basa-basa volatile. Pada penyimpanan

jam ke-36 setiap kombinasi perlakuan menunjukkan peningkatan jumlah koloni yang melebihi syarat maksimal SNI sehingga pada penyimpanan jam ke-36, semua kombinasi perlakuan dikatakan rusak. Kombinasi perlakuan terbaik untuk menekan laju pertumbuhan mikroba ditunjukan oleh kombinasi perlakuan lama perendaman 40 menit dengan konsentrasi asap cair bambu tabah 20% (P4K5).

9


P1K1


P1K2


ft 7,5

• rd

6,5


6


8,5

8

0

12


P1K3

P1K4

P1K5

P2K1

P2K2

P2K3

P2K4

—■— P2K5

P3K1

P3K2

—⅛- P3K3

—♦— P3K4

—■— P3K5

P4K1

P4K2


24                   26  —⅛- P4K3


Nilai pH


P4K4

P4K5


Gambar 1. Grafik rata-rata kadar pH ikan nila segar


Waktu Penyimpanan (Jam)


P1K1

P1K2

P1K3

P1K4

—■—P1K5

P2K1

P2K2

P2K3

—♦— P2K4

P2K5

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

P3K5

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4

-■- P4K5


Gambar 2. Grafik rata-rata Total Plate Count ikan nila segar


Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan kualitas ikan segar. Hasil sidik ragam ikan nila segar pada penyimpanan jam ke-0 menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman tidak berpengaruh nyata (P>0.05), sedangkan perlakuan konsentrasi asap cair pada penyimpanan jam ke-0 berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap masa simpan ikan nila segar. Hasil sidik ragam ikan nila segar penyimpanan jam ke-12 menunjukkan bahwa, setiap perlakuan konsentrasi dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata (P>0.05). Hasil sidik ragam penyimpanan jam ke-24 dan jam ke-36 menunjukka bahwa perlakuan beda waktu penyimpanan dan konsentrasi asap cair berpengaruh nyata (P<0.05). Berdasarkan hasil sidik ragam, kadar air ikan nila selama penyimpanan mengalami pengingkatan setiap

waktu penyimpanan. Pengamatan hasil rata-rata nilai kadar air disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan hasil sidik ragam, kadar air ikan nila selama penyimpanan mengalami pengingkatan setiap waktu penyimpanan. Peningkatan tertinggi terjadi pada sampel ikan nila segar P1K1 sedangkan peningkatan kadar air terendah terjadi pada sampel ikan nila segar P4K5. Rata-rata hasil kombinasi perlakuan menunjukkan kenaikan kadar air untuk semua perlakuan penyimpanan jam ke-0, ke-12, ke-24, dan ke-36 denga masing-masing nilai rata-rata sebesar 25.6 %, 29.2%, 35.9% dan 43.1%. Alinti et al., (2018) menyatakan bahwa kadar air suatu produk dipengaruhi oleh kelembaban udara di sekitarnya. Jika kelembaban di dalam ruangan lebih tinggi, produk akan menyerap air, dan jika kelembaban di dalam ruangan rendah, produk akan menguapkan air.

75,0

70,0

65,0

60,0

55,0

50,0

45,0

40,0

35,0

0                         12                        24                        36

Waktu Penyimpanan (Jam)


P1K1

P1K2

P1K3

P1K4

-■-P1K5

P2K1

P2K2

P2K3

P2K4

-■- P2K5

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

-■- P3K5

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4

P4K5

Gambar 3. Grafik rata-rata kadar air ikan nila segar

Tekstur

Hasil sidik ragam tekstur ikan nila segar menunjukkan bahwa perlakuan persentase penambahan konsentrasi asap cair bambu tabah dan lama perendaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kekerasan tekstur ikan nila segar. Hasil sidik ragam menunjukkan tekstur ikan nila segar mengalami penurunan setiap masa simpannya. Perubahan nilai tekstur ikan nila segar disajikan pada Gambar 3. Nilai rata-rata kekerasan ikan nila segar tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan konsentrasi asap cair bambu tabah 20% dengan lama perendaman 40 tidak jauh berbeda dengan konsentrasi asap cair 0%, 5%, 10%, dan 15% pada waktu penyimpanan ke jam ke-0. Pada hari penyimpanan jam ke-12 sampai jam ke-36 mulai terjadi berubahan tekstur pada ikan nila segar. Perubahan terkstur tertinggi terjadi pada perlakuan

lama perendaman 10 menit dengan konsentrasi asap cair 10% (kontrol) pada waktu penyimpanan jam ke-36. Tekstur sangat berkaitan dengan kadar air. Semakin tinggi kadar air, maka semakin lunak tekstur bahan, begitu juga sebaliknya. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi asap cair bambu tabah yang ditambahkan maka kekerasan ikan cenderung makin tinggi (Kalista et al., 2012).

Organoleptic

Uji organoleptic merupakan suatu uji penginderaan yang biasa dilakukan terhadapat bahan pangan. Uji organoleptic ikan segar berdasarkan ysaitu uji deskripsi: skoring sesuai dengan SNI 2346:2011. Dasar dari pengujian ini adalah kesensitifan alat indra dalam melihat, mencium, merasakan maupun meraba suatu bahan pangan, tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang diteliti atau diolah. Metode ini

merupakan cara yang digunakan terhadap produk yang diteliti atau diolah. Metode ini merupakan cara yang digunakan untuk mengukur, menganalisa dan menginterprestasikan karakter dari suatu bahan

pangan. Penilaian organoleptic dilakukan terhadap kenampakan mata, insang, lendir permukaan badan, bau, tekstur dan daging.


P1K1

P1K2

P1K3

P1K4

P1K5

P2K1

P2K2

P2K3

—♦— P2K4

P2K5

P3K1

P3K2

P3K3

—♦— P3K4

P3K5

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4

—■— P4K5

Gambar 5. Grafik rata-rata nilai kenampakan mata ikan nila segar


P1K1

P1K2

P1K3

—♦—P1K4

P1K5

P2K1

P2K2

P2K3

—♦— P2K4

P2K5

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

P3K5

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4

P4K5

Mata

Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dan penambahan konsentrasi asap cair bambu tabah berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap organoleptic mata ikan nila segar.

Hasil sidik ragam mununjukkan bahwa mata ikan

nila mengalami penurunan nilai pada setiap masa simpan. Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata organoleptic mata ikan nila segar tertinggi diperoleh pada perlakuan lama perendaman 10 menit dengan konsentrasi asap cair 10% selama jam ke-0 sebesar 8.93, tidak berbeda dengan lama perendaman

40 menit dengan konsentrasi asap cair 20% pada penyimpanan jam ke-0 (cerah, bola mata menonjol, kornea jernih) sedangkan organoleptic mata terendah diperoleh pada perlakuan perendaman 10 menit dengan konsentrasi asap cair 0% (Kontrol) sebesar 1.07 (bola mata sangat cekung, kornea agak kuning). Hasil menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan maka nilai rata-rata organoleptic semakin menurun. Menurut Ilyas (1983), bahwa salah satu akibat dari mulai berkembangnya bakteri adalah mata jadi terbenam dan pudar pada sinarnya.

Insang

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan persentase perlakuan lama perendaman dengan konsentrasi asap cair berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap organoleptic insang ikan nila segar. Hasil sidik ragam mununjukkan bahwa insang ikan nila mengalami penurunan nilai pada setiap masa simpan. Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata organoleptic insang ikan nila segar tertinggi

diperoleh pada perlakuan lama perendaman 40 menit dengan konsentrasi asap cair 20% di jam ke-0 sebesar 9.00 (warna merah cemerlang, tanpa lendir) sedangkan organoleptic insang terendah diperoleh pada perlakuan lama perendaman 10 menit dengan konsentrasi asap cair 5 % di waktu penyimpanan jam ke sebesar 1.13 (warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal). Hasil menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan maka nilai rata-rata organoleptic insang semakin menurun. Secara organoleptic insang mengalami perubahan warna menjadi merah coklat sampai menjadi coklat atau kelabu, tertutup dengan lendir tebal, bau busuk. Secara organoleptic ikan tersebut sudah tidak dapat dikonsumsi lagi. Menurut Berhimpon (1993), bahwa ikan yang baru ditangkap mengandung mikroba yang secara alami dimana mikroba tersebut terkonsentrasi pada bagian utama yaitu permukaan kulit, insang, dan isi perut. Jumlah bakteri pada ikan bervariasi tergantung media dimana bakteri itu hidup.

Gambar 6. Grafik rata-rata nilai kenampakan insang ikan nila segar


P1K1

P1K2

P1K3

—♦—P1K4

—■—P1K5

P2K1

P2K2

P2K3

P2K4

P2K5

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

P3K5

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4

■ P4K5

Lendir Permukaan Badan

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dan konsentrasi asap cair bambu, serta interaksi lama perendaman dan konsentrasi asap cair tidak berpengaruh nyata (P>0.05), terhadap organoleptic lendir ikan nila segar. Hasil sidik ragam mununjukkan bahwa kenampakan lendir permukaan badan ikan nila mengalamin penurunan nilai pada setiap masa simpan. Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai rata-

rata organoleptic lendir ikan nila segar tertinggi diperoleh pada perlakuan lama perendaman 40 menit dan kosentrasi asap cair 15% dan 20% sebesar 8.97. Mutu ikan termasuk pada rentang yang baik dan masih segar (lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna), sedangkan organoleptic lendir terendah diperoleh pada perlakuan lama perendaman 10 menit dengan konsentrasi 0% (Kontrol) pada waktu penyimpanan jam ke-36 sebesar 1.13 (lendir tebal menggumpal,

berwarna kuning kecoklatan). Kondisi ini menunjukkan adanya penurunan mutu pada setiap waktu penyimpanan. Ikan nila segar selama penyimpanan timbul senyawa-senyawa yang bersifat

amoniak, trimetilamin, dan senyawa volatile lainnya yang juga dapat menurunkan nilai organoleptik dari produk (Alinti et al., 2018).

Gambar 7. Grafik rata-rata nilai lendir permukaan badan ikan nila segar


Gambar 8. Grafik rata-rata nilai daging ikan nila segar


P1K1

P1K2

P1K3

—♦—P1K4

P1K5

P2K1

P2K2

P2K3

P2K4

P2K5

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

P3K5

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4

P4K5

P1K1

P1K2

P1K3

P1K4

P1K5

P2K1

P2K2

P2K3

P2K4

P2K5

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

P3K5

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4

P4K5

Daging

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dan konsentrasi asap cair tidak berpengaruh nyata (P>0.05), terhadap

organoleptic daging ikan nila segar. Hasil sidik ragam mununjukkan bahwa daging ikan nila mengalamin penurunan nilai pada setiap masa simpan. Nilai rata-rata organoleptic daging ikan nila

segar tertiggi diperoleh pada perlakuan lama perendaman 40 dengan konsentrasi asap cair 15% dan 20% sebesar 8.97 pada waktu penyimpanan jam ke-0. Mutu ikan termasuk pada rentang yang baik dan masih segar (sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut utuh) sedangkan organoleptic daging terendah diperoleh pada perlakuan lama perendaman 10 menit dengan konsentrasi asap cair 0% sebesar 1.20 pada waktu penyimpanan jam ke-36 (sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak). Kondisi ini

menunjukkan adanya penurunan mutu pada setiap harinya.

Bau

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dengan konsentrasi asap cair berpengaruh nyata (P<0.05) sedangkan interaksinya tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap organoleptic bau ikan nila segar. Hasil sidik ragam mununjukkan bahwa bau ikan nila mengalamin penurunan nilai pada setiap masa simpan.

10


9

8

7

6

5

4

3

2

1


0

0


12


24


36


P1K1

P1K2

P1K3

P1K4

P1K5

P2K1

P2K2

P2K3

—♦— P2K4

—■— P2K5

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

P3K5

P4K1

P4K2

P4K3

—♦— P4K4

P4K5


Waktu Penyimpanan (Jam)

Gambar 9. Grafik rata-rata nilai bau ikan nila segar.

Nilai rata-rata organoleptic bau ikan nila segar tertinggi diperoleh pada perlakuan lama perendaman 40 menit dengan konsentrasi asap cair 15% dan 20% pada waktu penyimpanan jam ke-0 sebesar 9.00 (bau sangat segar) sedangkan organoleptic bau terendah diperoleh pada perlakuan lama perendaman 10 menit dengan konsentrasi asap cair 0% (Kontrol) pada waktu penyimpanan jam ke-36 sebesar 1.27 (bau busuk jelas). Asap cair telah digunakan sebagai bahan pemberi aroma asap karena adanya komponen flavor dari senyawa fenolik (Muratore et al., 2007). Dari segi organoleptic bau sudah mulai tercium bau busuk dan bau amoniak pada jam ke-24 sehingga memiliki kesan ditolak oleh panelis. Menurut Ilyas (1983), bahwa pembusukan pada ikan lebih bersifat

ketengikan oksidatif. Perubahan ini terjadi akibat oksidasi lemak sehingga menimbulkan bau tengik yang tidak diinginkan. Kalista et al. (2012), menyatakan mikroorganisme pada ikan juga mengakibatkan perubahan bau.

Tekstur

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dengan konsentrasi asap cair berpengaruh nyata (P<0.05) sedangkan interaksinya tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap organoleptic tekstur ikan nila segar. Hasil sidik ragam mununjukkan bahwa tekstur ikan nila mengalamin penurunan nilai pada setiap masa simpan.

10

Gambar 10. Grafik nilai rata-rata tekstur ikan nila segar.


P1K1

P1K2

P1K3

P1K4

P1K5

P2K1

P2K2

P2K3

P2K4

P2K5

P3K1

P3K2

P3K3

P3K4

-■- P3K5

P4K1

P4K2

P4K3

P4K4

P4K5

Nilai rata-rata organoleptic tekstur ikan nila segar tertinggi di peroleh pada perlakuan lama perendaman 40 menit dengan konsentrasi asap cair 15% dan 20% pada waktu penyimpanan jam ke-0 sebesar 9.00 (padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang), sedangkan nilai rata-rata organoleptic tekstur ikan nila segar terendah diperoleh pada perlakuan lama perendaman 10 menit dengan konsentrasi asap cair 0% (Kontrol) dan 5% pada waktu penyimpanan jam ke-36 sebesar 3.60 (agak lunak kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang). Tekstur ikan merupakan salah satu anggota tubuh ikan yang digunakan sebagai parameter kesegaran oleh konsumen (Green-Petersen et al., 2006). Menurut Enampato (2011), semakin rendah jumlah kadar air suatu bahan, maka nilai tekstur akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan daging ikan semakin padat seiring menurunnya kadar air dari daging ikan. Menurut (Ali et al., 2011), meningkatnya daya ikat air dengan meningkatnya konsentrasi asap cair menandakan bahwa asap cair berperan dalam melonggarkan ikatan serabut myofibril membentuk ruang-ruang kosong yang diisi oleh air dalam bentuk setengah bebas sehingga kemampuan daging mengikat air meningkat. Masa simpan yang lama dapat mempengaruhi tekstur ikan nila. Menurut Santoso (2005) yang menyatakan bahwa penurunan tekstur juga disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang mendegradasi protein

menjadi senyawa yang lebih sederhana dan menyebabkan kemampuan protein untuk mengikat air akan semakin menurun.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Lama perendaman dan konsentrasi asap cair bambu tabah, memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap perubahan pH, kadar air, TPC, tekstur dan organoleptic kenampakan fisik ikan nila segar. Semakin lama waktu perendaman dan semakin tinggi konsentrasi asap cair bambu tabah mampu mempertahankan nilai pH, kadar air, TPC, tekstur dan organoleptic ikan nila tetap optimal. Ikan nila dengan kombinasi perlakuan lama perendaman dan konsentrasi asap cair memiliki masa simpan lebih panjang, sedangkan ikan nila segar tanpa perlakuan lama perendaman dan konsentrasi asap cair (Kontrol) memiliki masa simpan terpendek. Penentuan umur simpan menggunakan metode Extended Storage Studies (ESS) menunjukkan kombinasi perlakuan lama perendaman 40 menit dengan konsentrasi asap cair 20% memperoleh penilaian terbaik dengan masa simpan terpanjang hingga jam ke-36 semua kombinasi perlakuan dikatakan rusak.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, saran yang dapat peneliti berikana adalah, perlunya

dilakukan penelitian lanjutan mengenai kombinasi suhu penyimpanan yang dapat memberikan masa simpan yang lebih panjang, dan perbandingan konsentrasi asap cair terbaik dalam mencegah pertumbuhan mikroorganisme antara asap cair bambu tabah dan konsentrasi asap cair dengan bahan yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, H., Abustam, E., & Adriansyah, M. (2011). Pengaruh Level Asap Cair dan Jenis Otot Terhadap Nilai Daya Ikat Air (DIA) dan pH Daging Sapi Bali Yang Ditransportasikan. Jurnal Ilmiah Perternakan Tropika, 8(1), 1–9.

Alinti, Z., Timbowo, S. M., & Mentang, F. (2018). Kadar Air , pH , dan Kapang Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Asap Cair Yang Dikemas Vakum. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan, 6(1), 6–13.

AOAC. (1995). Official Methods of Analysis The Association Official Analytical. Chemists.

Badan Standar Nasional. (2009). SNI 2721.1:2009. Ikan asap - Bagian 1: Spesifikasi ICS (pp. 1– 12).

Badan Standar Nasional. (2009). SNI 7388:2009. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan (p. 17).

Badan Standar Nasional. (2011). SNI 2346:2011. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori pada Produk Perikanan.

Berhimpon, S. (1993). Mikrobiologi perikanan ikan.

Universitas Sam Ratulangi. Manado. 52hlm.

Buckle, K.A. (1987). Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta

Diatmika, I. G. N. A. Y. A., Kencana, P. K. D., & Arda, G. (2019). Karakteristik Asap Cair Batang Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ) yang Dipirolisis pada Suhu yang Berbeda. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 7(2), 271. https://doi.org/10.24843/jbeta.2019.v07.i02.p0 7

Dwiyitno, D.,  & Riyanto, R. (2007). Studi

Penggunaan Asap Cair Untuk Pengawetan Ikan Kembung (Rastrelliger neglectus) Segar. In Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (Vol. 1, Issue 2, p. 143). https://doi.org/10.15578/jpbkp.v1i2.397

Enampato, M.H. (2011). Inventarisasi Keragaman Mutu Produk Ikan Tandipang (Dussumieria acuta C.V.) Asap Kering Produksi Rumah Tangga Di Desa Matani I Kecamatan Tumpaan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado.

Green-Petersen, D. M. B., Nielsen, J., & Hyldig, G. (2006). Sensory profiles of the most common salmon products on the danish market. Journal of Sensory Studies, 21(4),   415–427.

https://doi.org/10.1111/j.1745-459X.2006.00073.x

Herawati, H. (2008). Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 27(4), 124–130.

Ilyas S. (1983). Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan. Jilid I. Teknik Pendinginan Ikan. Jakarta: CV Paripurna

Kalista. A, A. Supriadi, & S. H. Rachmawati J. (2012). Bekasam Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Dengan Penggunaan Sumber Karbohidrat Yang Berbeda. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Sriwijaya,          1(01),          102–110.

http://eprints.unsri.ac.id/3797/

Lebois, M., Connil, N., Onno, B., Prévost, H., & Dousset, X. (2004). Effects of divercin V41 combined to NaCl content, phenol (liquid smoke) concentration and pH on Listeria monocytogenes ScottA growth in BHI broth by an experimental design approach. Journal of Applied Microbiology, 96(5),   931–937.

https://doi.org/10.1111/j.1365-2672.2004.02221.x

Muratore, G., Mazzaglia, A. and Lanza, C. M. (2007) ‘Effect of Process Variables On The Quality Of Swordfish Fillets Flavored With Smoke Condensate’, Food Processing and Preservation, 31, pp. 167–177.

Saloko, S., Darmadji, P., Setiaji, B., & Pranoto, Y. (2014). Antioxidative and antimicrobial activities of liquid smoke nanocapsules using chitosan and maltodextrin and its application on tuna fish preservation. Food Bioscience, 7(October          2018),           71–79.

https://doi.org/10.1016/j.fbio.2014.05.008

Santoso, S. (2005). Teknologi dan Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktek). Kimia Pangan, 2– 7.

Sudarmadji.   S., B. Haryono, & Suhardi.

(2010). Analisa bahan makanan dan pertanian / Slamet  Sudarmadji, Bambang  Haryono,

Suhardi. Yoyakarta: Liberty Yogyakarta.

Sutanaya, A. T. N., Kencana, D. K. P., & Arda, G. (2018). Aplikasi asap cair tempurung kelapa mampu meningkatkan umur simpan fillet ikan tuna. Jurnal Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 6(2), 82–89.

28