KARAKTERISTIK ABLASIO RETINA RHEGMATOGENOSA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR PADA TAHUN 2018
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.4,APRIL, 2021
DOAJ
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Diterima:02-04-2021 Revisi:12-04-2021 Accepted: 26-04-2021
KARAKTERISTIK ABLASIO RETINA RHEGMATOGENOSA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR PADA TAHUN 2018
Marcell Dion Wibowo1, I Putu Budhiastra2, I Wayan Jayanegara2, Anak Agung Mas Putrawati Triningrat2
1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUP Sanglah
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Ablasio Retina adalah suatu keajadian di mana sel batang serta sel kerucut retina terpisah dengan sel epitel pigmen retina. Ablasio retina rhegmatogenosa dibandingkan ablasio retina yang lain cukup sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi yang normal memiliki risiko untuk mengalami ablasio retina rhegmatogenosa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif retrospektif dengan rancangan cross-sectional. Pengumpulan data diperoleh dari rekan medik (data sekunder) penderita ablasio retina rhematogenous di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar periode 2018. Pada akhir penelitian ini diperoleh 13 sampel data penderita ablasio retina dengan kasus yang paling banyak terjadi pada kelompok usia 41-50 tahun (53,85%). Proporsi jenis kelamin wanita sebanyak 7 orang (53,85%) dan pria 6 orang (46,15%). Morfologi break sebanyak 4 orang (30,77%) dan hole 9 orang (69,23%). Penderita ablasio retina rhegmatogenosa berlokasi di superior dan medial adalah 1 orang, lateral sebanyak 2 (15,38%) dan inferior 9 orang (69,23%). Penderita unilateral pada mata kiri sebanyak 4 orang (30,77%) dan mata kanan sebanyak 9 orang (69,23%). Penatalaksanaan dengan pas plana vitrectomy sebanyak 9 orang (76,93%) , pneumatic retinopexy sebanyak 3 orang (23,07%) dan dilanjutkan dengan laser.
Kata Kunci: Ablasio Retina Rhegmatogenosa, Karakteristik, Epidemiologi, Pars Plana Vitrectomy
ABSTRACT
Retinal detachment is a condition in which cone cells and retinal stem cells from retinal pigment epithelial cells separate. Rhegmatogenous retinal detachment compared to other kind of retinal detachment is the most common. About 1 in 10,000 normal populations will experience rhegmatogenous retinal detachment. The research method used was retrospective descriptive and the design is cross-sectional design. Data collection was obtained from medical partners (secondary data) rhegmatogenous retinal detachment sufferers at Sanglah Central General Hospital (RSUP) Denpasar in the 2018 period. The results of this study obtained 13 samples of retinal detachment sufferers with the most cases in the age group 41-50 years (53.85%). The proportion of female sex is 7 people (53.85%) and 6 men (46.15%). Morphology breaks 4 people (30.77%) and holes 9 people (69.23%). Patients with rhegmatogenous retinal detachment located superior and medial are 1 person, lateral is 2 (15.38%) and inferior is 9 people (69.23%). Unilateral sufferers in the left eye are 4 people (30.77%) and right eye are 9 people (69.23%). Management with pas plana vitrectomy as many as 9 people (76.93%), pneumatic retinopexy as many as 3 people (23.07%) and followed by laser.
Keywords: Rhegmatogenous Retinal Detachment, Charactersitics, Epidemiology, Pars Plana
Vitrectomy
PENDAHULUAN
Ablasio Retina adalah suatu keajadian di mana sel batang serta sel kerucut retina terpisah dengan sel epitel pigmen retina. Dalam kejadian ini, sel epitel pigmen dengan membrane Brunch masih memiliki perlekatan. Pada dasarnya, tidak terdapat perlekatan yang struktural antara sel batang dan sel kerucut retina dengan lapisan koroid ataupun dengan epitel pigmen retina, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas.1
Rhegmatogenosa berasal dari kata Rhegma yang berarti koyak atau robek. Ablasio retina Rhegmatogenosa terjadi ketika cairan okuler masuk ke bawah retina yang robek. Biasanya robekan pada retina ini terletak pada bagian perifer dari dasar vitrea retina. Kondisi ini dibedakan dari kondisi-kondisi yang mempengaruhi retina perifer, seperti retinoschisis dengan prevalensi 3,9%, sedangkan pemisahan dari profil retina biasa dihubungkan dengan koalesensi dari kista intraretinal.2
Ablasio retina rhegmatogenosa dibandingkan ablasio retina yang lain cukup sering terjadi. Sekitar 1 per 10.000 populasi yang normal memiliki risiko untuk mengalami ablasio retina rhegmatogenosa. Risiko ini meningkat pada pasien yang memiliki miopia tinggi, pasien yang telah menjalani operasi katarak, terutama jika pada saat operasi terjadi komplikasi berupa kehilangan vitreus, baru mengalami trauma mata berat dab pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral.3
Dari latar belakang di atas, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran karakteristik dari penderita Ablasio retina rhegmatogenosa di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.
BAHAN DAN METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif retrospektif dengan rancangan design cross-sectional. Penelitian mengenai karakteristik ini dilakukan di bagian rekam medik yang berada di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dan populasi yang menjadi target pada penelitian ini adalah seluruh pasien Ablasio Retina Rhegmatogenosa yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang terdiagnosis oleh rumah sakit menderita Ablasio Retina Rhegmatogenosa dan mendapatkan pengobatan di RSUP Sanglah pada tahun 2018.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini mencakup seluruh subjek yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan ke dalam penelitian atau teknik consecutive sampling. Variabel diteliti mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan,
morfologi, lokasi, mata yang terkena, visus, serta terapi yang didapatkan pasien Ablasio Retina Rhegmatogenosa yang di didagnosa dan berobat ke RSUP Sanglah Denpasar. Pengumpulan data diperoleh dari rekan medik (data sekunder) penderita ablasio retina rhematogenous di RSUP Sanglah Denpasar pada periode 2018. Data kemudian akan diolah dalam lembar pencatataan dan kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak computer dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel, dan grafik.
Penelitian ini telah disetujui dan laik etik.
HASIL
Tabel 1. Distribusi karakteristik ablasio retina rhegmatogenosa di RSUP Sanglah pada tahun 2018
Variabel |
Total |
(%) |
Pasien |
13 | |
Usia |
42,85 (± SD 12,6) | |
< 20 tahun |
1 |
7,69 |
21–30 tahun |
1 |
7,69 |
31–40 tahun |
1 |
7,69 |
41–50 tahun |
7 |
53,85 |
> 50 tahun |
3 |
23,07 |
Jenis Kelamin Laki-laki |
7 |
53,85 |
Perempuan |
6 |
46,15 |
Morfologi Break |
4 |
30,77 |
Hole |
9 |
69,23 |
Lokasi Superior |
1 |
7,69 |
Inferior |
9 |
69,23 |
Temporal |
2 |
15,38 |
Nasal |
1 |
7,69 |
Mata yang terkena Kiri |
4 |
30,77 |
Kanan |
9 |
69,23 |
Visus Pre-op LP-1/200 |
9 |
69,23 |
1/60-2/60 |
3 |
23,07 |
3/60-5/60 |
1 |
7,69 |
Tatalaksana Pars Plana Vitrectomy |
10 |
76,93 |
Pneumatic Retinopexy |
3 |
23,07 |
Pada penelitian ini diperoleh 20 pasien Ablasio Retina Rhegmatogenosa dan terdapat 13 pasien yang memenuhi kriteria inklusi serta kriteria eksklusi. Pada tabel 1 didapatkan usia termuda penderita ablasio retina adalah 12 tahun, sedangkan usia tertua adalah 55 tahun. Kelompok umur dengan
penderita ablasio retina yang paling sedikit adalah kelompok <20 tahun yaitu sebanyak 1 orang dengan persentase 7,69%. Kemudian diikuti oleh kelompok berumur 21-30 tahun dan 31-40 tahun sebanyak 1 orang dengan besar persentase 7,69%. Rentang usia >50 tahun berjumlah 3 orang dengan besar persentase 23,07%. Kelompok usia dengan penderita ablasio retina terbanyak adalah 41-50 tahun sejumlah 7 pasien dengan besar persentase 53,85%. Rerata umur penderita ablasio retina adalah 42,85 (± SD 12,6).
Proporsi penderita ablasio retina berdasarkan jenis kelamin tidak jauh berbeda antara pria dan wanita. Penderita ablasio retina terbanyak berjenis kelamin wanita yaitu 7 orang dengan persentase 53,85%, lebih besar bila dibandingkan dengan pria berjumlah 6 orang dengan persentase 46,15%. Morfologi ablasio retina dibagi menjadi 2 yaitu break atau robekan dan hole atau lubang tanpa adanya flap. Pada penelitian ini diapatkan bahwa morfologi terbanyak dari ablasio retina adalah break sebanyak 4 orang dengan persentase 30,77% sedangkan hole 9 orang orang dengan persentase 69,23%.
Ablasio retina dapat terjadi di berbagai lokasi di retina. Pada penelitian ini didapatkan penderita ablasio retina berlokasi di superior dan medial adalah 1 orang dengan persentase masing-masing 7,69%, lateral sebanyak 2 orang dengan persentase 15,38% dan yang terbanyak adalah inferior sejumlah 9 orang dengan persentase sebesar 69,23%. Penderita ablasio retina umumnya bersifat unilateral, pada penelitian ini didapatkan penderita ablasio retina unilateral pada mata kiri yaitu 4 orang dengan persentase 30,77% dan mata kanan sejumlah 9 orang dengan persentase sebesar 69,23%.
Pada penderita ablasio retina umumnya terjadi penurunan visus yang tajam dan secara tiba-tiba. Pada penelitian ini didapatkan semua penderita ablasio retina memiliki visus <6/60, dengan penderita dengan visus hand movement adalah 6 orang dan dengan light perception – bad perception sebanyak 2 orang. Distribusi penderita ablasio retina terbanyak dengan visus LP – 1/200 sebanyak 9 orang (69,23%). Pada penelitian ini ditemukan proporsi terbanyak adalah penderita ablasio retina yang mendapatkan penatalaksanaan dengan pas plana vitrectomy sebanyak 9 orang dengan persentase 76,93% selanjutnya pneumatic retinopexy sebanyak 3 orang dengan persentase 23,07%. Penatalaksanaan dengan laser dilakukan bersamaan dengan tatalaksana yang lain sebanyak 13 orang dengan persentase 100%.
PEMBAHASAN
Penelitian mengenai ablasio retina rhegmatogenosa telah diselenggarakan di berbagai negara. Di Italia pada tahun 2015 dilakukan sebuah penelitian pada 40 pasien didapatkan rerata usia 62,4 ± 9,8 dengan rentang: 48-83 tahun.5 Pada penelitian lainnya yang dilakukan di Taiwan dari tahun 2000 –
2012 terdapat 2359 pasien yang mengalami ablasio retina rhegmatogenosa. Dari data tersebut median usia dari setiap jenis kelamin adalah 50 tahun dan rerata usia adalah 47,76 tahun (95% CI 47,09 – 48,42), sedangkan rentang usia yang paling banyak mengalami ablasio retina rhegmatogen adalah 50-59 tahun pada kedua jenis kelamin. Rentang usia <20 tahun paling sedikit yaitu hanya 3,76% dan usia 41 – 50 adalah 19,64%.4
Bila dibandingkan dengan data usia penderita ablasio retina pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan data tersebut memiliki perbedaan yang cukup besar. Pada penelitian ini didapatkan penderita ablasio retina rhegmatogenosa terbanyak ada pada rentang usia 41-50 tahun bila dibandingkan dengan penelitian lain yang menyatakan rentang usia terbanyak adalah 50-59 tahun. Usia yang paling sedikit adalah penderita berusia <20 tahun, hasil penelitian ini sebanding bila disandingkan dengan studi epidemiologi yang lain. Alasan utama rendahnya penderita ablasio retina rhegmatogenosa pada usia anak dan remaja adalah etiologi yaitu tingginya myopia, dan ekstraksi katarak yang jarang pada anak-anak.
Penderita ablasio retina rhegmatogenosa jika dilihat dari segi jenis kelamin, pada penelitian sebelumnya di italia terdapat 20 wanita dan 20 pria dengan rasio 1:1.5 Penelitian yang dilakukan di Taiwan, dari 2359 pasien terdapat 1336 pasien pria dan 1023 pasien wanita dengan rasio 1,31:1 dengan perbedaan yang signifikan p = 0,000.4 Pada penelitian ini
diapatkan 6 pasien pria dan 7 pasien wanita dimana didapatkan perbandingan yang tidak bergitu jauh antara pria dan wanita. Penelitian ini memiliki perbedaan yang cukup bermakna dengan penelitian sebelumnya disebabkan oleh data yang masuk dalam inklusi tidak banyak sehingga kemungkinan terjadinya bias cukup tinggi.
Morfologi ablasio retina rhegmatogenosa dapat dibagi menjadi 2 yaitu break dan hole. Penelitian yang telah berlangsung Jepang tahun 2017 didapatkan perbedaan yang cukup signifikan antara kedua morfologi yaitu dari 37 pasien terdapat break pada 12 pasien dan hole pada 24 pasien.6 Pada penelitian ini didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu break pada 4 pasien dan hole pada 9 pasien. Penelitian ini menunjukkan bahwa hole merupakan morfologi yang paling sering ditemukan, hal ini berhubungan dengan etiologi dari hole yaitu degenerasi retina dan banyaknya pasien berusia lanjut yang tercatat.
Berdasarkan Lokasinya ablasio retina dibagi menjadi 4 kuadran yaitu medial, lateral, superior dan inferior. Pada penelitian sebelumnya di China ditemukan bahwa dari 400 pasien terdapat 24 pasien dengan superior break, 135 lateral, 42 medial dan 106 dengan inferior break, menunjukan bahwa pasien ablasio retina dengan lateral break merupakan yang terbanya.7 Pada penelitian lain di Mesir didapatkan dari 160 pasien terdapat 115 mata dengan superior break
Marcell Dion Wibowo1, I Putu Budhiastra2, I Wayan Jayanegara2, Anak Agung Mas Putrawati Triningrat2
dan 45 mata dengan inferior break.8 Pada penelitian ini didapatkan penderita ablasio retina berlokasi di superior dan medial adalah 1 orang dengan persentase masing-masing 7,69%, lateral sebanyak 2 orang dengan persentase 15,38% dan yang terbanyak adalah inferior sebanyak 9 orang dengan persentase 69,23%. Berdasarkan lokasinya, Ablasio retina rhegmatogenosa paling seirng terjadi di kuadran inferior temporal dan diikuti dengan superior nasal.9
Pada penelitian sebelumnya didapatkan bahwa ablasio retina lebih sering terjadi unilateral dibandingkan dengan bilateral.7 Pada penelitian ini didapatkan bahwa pada mata kiri yaitu 4 orang dengan persentase 30,77% dan mata kanan 9 orang sejumlah 69,23%, data ini belum dapat dibandingkan dengan penelitian lain karena ketidaktersidaannya data yang mencantumkan perbedaan jumlah antara mata kanan dan kiri.
Pada penelitian yang dilakukan di Jepang pada tahun 2009 dari 51 pasien didapatkan rerata visus penderita ablasio retina rhegmatogenosa adalah 20/67 dengan rentangan hand movement – 20/12.5.10 Hal ini selaras dengan hasil penelitian ini dimana rerata pasien ablasio retina memiliki visus hand movement dengan rentangan LP – 1/200.
Penatalaksanaan pada ablasio retina rhegmatogenosa dapat dibagi menjadi 3 yaitu Scleral Buckling, ParsPlana Vitrectomy, Penumatic Retinopext dan dilanjutkan dengan Laser. Pada penelitian yang dilakukan di Vienna dari tahun 2009 sampai tahun 2015 dari 628 pasien terdapat 73 pasien yang menjalani scleral buckling, 507 pasien dengan pars plana vitrectomy, dan 226 dengan pneumatic retinopexy. Menurut pengamatan penatalaksanaan dengan scleral buckel menurun dari 40,5% menjadi 2,7% pada tahun 2014, dan Pars Plana Viterctomy meningkat dari 38% menjadi 90% pada tahun 2014.11 Penelitian ini memiliki hasil yang selaras dengan penelitian sebelumnya yaitu didapatkan penatalaksanaan dengan pas plana vitrectomy sebanyak 9 orang dengan persentase 76,93% selanjutnya pneumatic retinopexy sebanyak 3 orang dengan persentase 23,07% sedangkan penatalaksanaan dengan scleral buckling tidak ditemukan. Hal ini berkaitan dengan ditemukannya Pars Plana Vitrectomy karena tidak adanya perubahan pada fungsi mata setelah operas, rendahnya komplikasi dan rasio lepasnya retina kembali.
SIMPULAN
Prevalensi penderita ablasio retina rhegmatogenosa di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah pada tahun 2018 ditemukan sejumlah 13 kasus. Kasus terbanyak terdapat pada kelompok yang berusia 41-50 tahun (53,85%). Proporsi dari jenis kelamin wanita 7 orang (53,85%) dan pria 6 orang (46,15%). Morfologi break sebanyak 4 orang (30,77%) dan hole 9 orang (69,23%). Penderita ablasio retina rhegmatogenosa
berlokasi di superior dan medial adalah 1 orang, lateral sebanyak 2 (15,38%) dan inferior 9 orang (69,23%). Penderita unilateral pada mata kiri sebanyak 4 orang (30,77%) dan mata kanan sebanyak 9 orang (69,23%). Penatalaksanaan dengan pas plana vitrectomy sebanyak 9 orang (76,93%), pneumatic retinopexy sebanyak 3 orang (23,07%) dan dilanjutkan dengan laser.
SARAN
Keterbatasan utama pada penelitian ini disebabkan oleh ketidaktersediaannya data pada rekan medik yang menyebabkan banyak pasien yang tidak tercatat sehingga diperlukan manajemen penataan dan penyimpanan data yang lebih baik pada kasus ablasio retina rhegmatogenosa.
ACUAN REFERENSI
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Thomas R Gest, PhD. Retina Anatomy. Medscape References, Professor of Anatomy, Department of Medical Education, Texas Tech University Health Sciences Center, Paul L Foster School of Medicine. 2015. Diakses 5/7/2018 Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/2019624-overview#a4.
-
2. Husney A, MD. Retinal Tear and Detachment, 2015. Diakses 15 April 2018, Tersedia dari: < http:///www.St LukeEyes.com>.
-
3. Van de Put M, Hooymans J, Los L. The Incidence of Rhegmatogenous Retinal Detachment in The Netherlands. Ophthalmology. 2013;120(3):616-622.
-
4. Chen, S., Lian, I. dan Wei, Y. Epidemiology and characteristics of rhegmatogenous retinal detachment. British Journal of Ophthalmology, 2015;100(9): pp.1216-1220.
-
5. Rizzo, S., dkk. Comparative Study of 27-Gauge vs 25-Gauge Vitrectomy for the Treatment of RRD. Journal of Ophthalmology, 2017; pp.1-5.
-
6. Katagiri, S., Yokoi, T., dkk. Characteristics of Retinal Breaks & Surgical Outcomes in Rhegmatogenous Retinal Detachment . Ophthalmology Retina, 2018; 2(7): pp.720-725.
-
7. Lin, Z., Sun, J., Wu, R., Moonasar, N. and Zhou, Y. The Safety and Efficacy of Adjustable Postoperative Position after Pars Plana Vitrectomy for Retinal Detachment. Journal of Ophthalmology, 2017; pp.1-7.
-
8. Stavrakas, P., Tranos, P., Androu, A., Xanthopoulou, P., Tsoukanas, D., Stamatiou, P. and Theodossiadis, P. Anatomical and Functional After 23-Gauge Primary Pars Plana Vitrectomy for Rhegmatogenous Retinal Detachment: Superior versus Inferior. Journal of
Ophthalmology, 2017; pp.1-7.
-
9. Pasarinho, M. and Faz, F. Horseshoe or flap tear - EyeWiki. 2018. Diakses 11/12/2018. Tersedia
dari:
http://eyewiki.aao.org/Horseshoe_or_flap_tear.
-
10. Wakabayashi, dkk. Foveal Microstructure and Visual Acuity Retinal Detachment Repair. Ophthalmology, 2009; 116(3): pp.519-528.
-
11. Eibenberger, K., dkk. Development of Surgical Management in Rhegmatogenous Retinal Detachment Treatment from 2009 to 2015. Current Eye Research, 2018; 43(4), pp.517-525.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i4.P18
113
Discussion and feedback