PROPORSI DAN KARAKTERISTIK AKNE VULGARIS PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2019
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.4,APRIL, 2021
Diterima:25-03-2021 Revisi:08-04-2021 Accepted: 22-04-2021
PROPORSI DAN KARAKTERISTIK AKNE VULGARIS PADA
MAHASISWA PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2019
Joanne Roxanne1, I Gusti Ayu Agung Elis Indira2, Made Swastika Adiguna2, I Gusti Ayu Agung Dwi Karmila2
-
1 Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
-
2 Departemen Dermatologi dan Venereologi, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali
Email: [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang: Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit yang umum terjadi pada remaja dan merupakan penyakit multifaktorial.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dan karakteristik (jenis, distribusi, dan klasifikasi tingkat keparahan) serta beberapa faktor pencetus yang menyertai kejadian AV pada mahasiswa kedokteran yang sebagian besar dalam usia remaja
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan formulir pengambilan data dilanjutkan dengan pemeriksaan lesi oleh peneliti.
Hasil: Terdapat 87 (70,2%) dari 124 peserta penelitian yang terdiagnosis AV pada Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran dan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana tahun 2019. Laki-laki lebih banyak mengalami AV (51,7%) dibandingkan perempuan (48,7%). Jenis lesi yang paling banyak ditemukan adalah komedo dengan tingkat klasifikasi ringan dan distribusi lesi paling banyak pada wajah. Komplikasi yang paling banyak terjadi adalah hiperpigmentasi. Diagnosis AV lebih banyak ditegakan pada subjek yang tidak memiliki riwayat keluarga, jarang membersihkan wajah (<3 kali sehari). Tercatat penggunaan masker bahan alami dalam penanganan AV yaitu spirulina, tomat, madu dan teh hijau
Kata Kunci: Akne vulgaris, Proporsi, Karakteristik, Faktor Pencetus
ABSTRACT
Background: Acne vulgaris (AV) is a common disease in adolescents. Its a multifactorial disease.
Objective: This study aims to determine the proportions and characteristics (type, distribution, and classification of severity) as well as some triggering factors that accompany the incidence of AV in Undergraduate students.
Method: This research is a descriptive cross-sectional study. Data is collected using a data retrieval form followed by examination of the lesion by the researcher
Results: There were 87 (70.2%) of 124 study participants who were diagnosed with Acne vulgaris in Undergraduate Students, Faculty of Medicine, Udayana University. Men (51.7%) had more AV than women (48.3%). The most common type of lesion is comedos with a mild classification level and the distribution of lesions most on the face. The most
common complication is hyperpigmentation. The diagnosis of AV is more often made on subjects who have no family history, rarely clean the face (<3 times a day). Skin treatment that often done is comedonal extraction. Noted the use of natural ingredients in the handling of AV namely spirulina, tomatoes, honey and green tea
Keywords: Acne vulgaris, Proportion, Characteristics, Triggering Factors
PENDAHULUAN
Kulit memiliki banyak fungsi vital seperti perlindungan organ internal terhadap lingkungan luar, mencegah penguapan air berlebihan dari tubuh, dan memegang peran penting dalam proses termoregulasi.1 Kulit juga merupakan target kelenjar androgen yang dapat memicu produksi sebum dan dapat memicu munculnya masalah AV.2
AV atau yang biasa dikenal sebagai jerawat merupakan keadaan inflamasi pada unit pilosebasea di kulit yang berkaitan dengan kelenjar minyak.3 AV kerap kali disebabkan karena peningkatan produksi sebum, perubahan pada keratinisasi, serta kolonisasi bakteri pada folikel rambut di sekitar wajah, leher, dada, dam punggung. Umumnya AV muncul dengan berbagai lesi pleiomorfik.4
AV sendiri dapat disebabkan dari berbagai faktor. Empat faktor utama yang menjadi penyebab utama AV adalah proliferasi keratinosit yang abnormal, peningkatan sebum yang di picu androgen, inflamasi, dan perkembangbiakan Propionibacterium acnes.5 Secara garis besar, manifestasi klinis yang terlihat berupa lesi pleiomorfik terdiri dari soborrea (lemak berlebih), lesi non inflamasi (komedo terbuka dan tertutup), lesi inflamasi (papul dan pustul), dan berbagai macam bekas luka.4 Distribusi dari AV tergantung pada tingginya jumlah kelenjar pilosebasea. Semakin banyak kelenjar tersebut maka kemungkinan jumlah AV akan semakin banyak.
Prevalensi AV pada masa remaja cukup tinggi, yaitu berkisar antara 47-90%. Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki prevalensi AV tinggi, yaitu 37% dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia 30%, Kaukasia 24%, dan India 23%.6
Masalah AV dapat ditangani dengan kombinasi dari beberapa terapi topikal tergantung dari pada penyebab AV itu sendiri. Penggunaan antibiotik sistemik, isotretinoin, dan agen-agen hormonal juga dapat membantu pengobatan AV. Terapi lain yang dapat disarankan bagi pasien yang memiliki masalah dengan terapi topikal atau sistemik adalah Photodynamic Therapy (PDT).7 AV dikenal sebagai dianggap sebagai penyakit kronis yang menyebabkan scar (bekas luka) dan hiperpigmentasi yang permanen. Beberapa cara yang dapat dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya AV atau kondisi AV yang semakin parah adalah menjaga kebersihan kulit, dan membersihkan komedo secara berkala untuk menghindari terjadinya inflamasi.4,5,7
Kejadian AV di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, hormonal, stres, makanan, riwayat keluarga penderita AV, dan faktor mekanik.8 Salah satu faktor pencetus utama kejadian AV adalah stres. Mahasiswa yang memiliki tingkat stres yang tinggi berisiko lebih besar menderita AV dibandingkan mahasiswa yang tidak.9 Berdasarkan berbagai penelitian, mahasiswa kedokteran memiliki tingkat stres yang cukup tinggi dibandingkan dengan mahasiswa fakultas lainnya.10 Oleh karena itu, mahasiswa fakultas kedokteran lebih beresiko tinggi menderita AV dibandingkan mahasiswa fakultas lainnya.
Keberadaan AV mempengaruhi kualitas hidup individu yang bersangkutan. Sebuah studi menemukan remaja perempuan dan laki laki yang memiliki AV cenderung memiliki lebih banyak tanda tanda depresi, merasa rendah diri, memiliki perasaan tidak berharga, dan rendah diri.11 Selain itu, jika sudah sembuh AV cenderung meinggalkan bekas berupa scar dan hiperpigmentasi yang sulit dihilangkan sehingga menganggu penampilan.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi serta meningkatkan pengetahuan dan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai AV.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan model studi metode deskriptif agar dapat mendeskripsikan data sebagaimana adanya. Hasil yang diperoleh selanjutnya akan di olah dengan metode Cross-sectional (potong lintang) yakni setiap subyek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. Penelitian dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada bulan Februari sampai Mei 2019. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah mahasiswa pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang aktif berkuliah pada tahun 2019. Dapat berasal dari mahasiswa semester 2, semester 4, dan semester 6. Sampel
dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah mahasiswa aktif berjenis kelamin laki-laki dan perempuan Program Studi Sarjana Kedokteran dan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, berasal dari angkatan 2016, 2017, dan 2018. Sedangkan kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah tidak menyetujui sebagai sampel penelitian dan mengisi informed consent dan enderita lesi lain yang serupa atau diagnosis banding dari AV
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus deskriptif kategorikal. Perhitungan besar sampel yang digunakan adalah rumus untuk menghitung estimasi proporsi. Teknik pengumpulan sampel yang dipilih peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah simple random sampling. Pada metode ini semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi akan dipilih secara acak sehingga setiap unit populasi memiliki kesempatan yang sama besarnya untuk menjadi sampel penelitian. Teknik ini digunakan untuk menghindari pemilihan sample yang subjektif oleh peneliti.
Untuk melaksanakan penelitian ini dibutuhkan alat dan bahan berupa lembar informed consent, lembar kuisioner, lembar pemeriksaan fisik, dan kamera
Mahasiswa akan dipilih secara acak pada setiap kelas dan kemudian diberitahukan mengenai penelitian. Jika mahasiswa tersebut, yang memenuhi kriteria akan dimintakan kesediaannya untuk ikut serta dalam penelitian ini. Jika bersedia, responden mengisi lembar informed consent, dan setelahnya responden akan mengisi formulir pengumpulan data yang berisi pertanyaan mengenai data-data yang diperlukan dalam formulir pengumpulan data yang telah disediakan peneliti. Selanjutnya peneliti akan melakukan observasi terhadap AV dan mengisi formulir pemeriksaan fisik. Langkah selanjutnya peneliti akan melakukan observasi terhadap lesi AV vulgais dan meminta izin untuk mengambil gambar jika diizinkan oleh sampel untuk di observasi lebih lanjut.
Data yang di dapatkan akan di olah untuk menganalisis proporsi dari variabel penelitian. Pengolahan akan dilakukan menggunakan perangkat komputer, yaitu menggunakan program Statistical Product and Service Solution for Windows (SPSS). Data yang didapat akan diolah secara manual, dianalisis secara deskriptif, dan disajikan dalam bentuk tabel, diagram atau grafik disertai penjelasan untuk menentukan proporsi dan karakteristik
AV pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada tahun 2019
HASIL
Tabel 1. Deskripsi Subjek Berdasarkan
Diagnosis
Diagnosis | ||
Ya |
Tidak | |
Jenis Kelamin Laki-laki |
45 (51,7%) |
11 (29,7%) |
Perempuan |
42 (48,3%) |
26 (79,3%) |
Angkatan 2016 |
36 (41,4%) |
5 (13,5%) |
2017 |
37 (31%) |
19 (51,4%) |
2018 |
24 (27,6%) |
13 (35,1%) |
Faktor Genetik Memiliki |
43 (49,4%) |
14 (37,8%) |
Riwayat Keluarga Tidak Memiliki Riwayat Keluarga |
44 (50,6%) |
23 (62,2%) |
Penggunaan Kosmetik Menggunakan |
26 (29,9%) |
23 (62,2%) |
Tidak Menggunakan |
61 (70,1%) |
14 (37,8%) |
Frekuensi Membersihkan Wajah Jarang (Kurang dari 3 Kali |
41 (47,1%) |
27 (73%) |
Sehari) Normal (3 Kali Sehari |
39 (44,8%) |
9 (24,3%) |
Sering (Lebih dari 3 Kali Sehari) |
7 (8%) |
1 (2,7%) |
Suhu Air untuk Membersihkan Wajah Air Dingin |
69 (79,3%) |
28 (75,7%) |
Air Hangat |
18 (20,7%) |
9 (24,3%) |
Total |
87 (100%) |
37(100%) |
Berdasarkan perhitungan, dari keseluruhan 124 subjek, terdapat 87 subjek (70,2%) yang dinyatakan terdiagnosis menderita AV dan 37 subjek (29,8%) yang dinyatakan tidak menderita AV. Sebanyak 42 subjek perempuan (48,3%) dan 45 subjek laki-laki (51,7%) dinyatakan terdiagnosis AV. Pada diagnosis positif, 41,4% berasal dari angkatan 2016, 31%
dari angkatan 2017, dan 27,6% dari angkatan 2018.
Berdasarkan faktor genetik, 50,6% terdiagnosis positif tanpa memiliki riwayat keluarga dan 49,4% dengan riwayat keluarga.
Subjek yang menggunakan kosmetik terdiagnosis positif adalah sebesar 29,9% dan subjek yang tidak menggunakan kosmetik namun terdiagnosis positif adalah 70,1%. Subjek yang terdiagnosis positif AV diketahui membersihkan wajah jarang sebanyak 47,1%, normal 44,8%, dan sering sebanyak 8% dari keseluruhan subjek yang jarang, normal, dan sering membersihkan wajah. Sedangkan subjek yang terdiagnosis negatif AV diketahui membersihkan wajah jarang sebanyak 73%, normal sebanyak 24,3%, dan sering sebanyak 2,7%.
Diagnosis positif juga lebih banyak di tegakan pada subjek yang jarang membersihkan wajah. Begitu juga dengan diagnosis negative lebih banyak ditegakan pada subjek yang jarang membersihkan wajah.
Berdasarkan hasil tabulasi, dari eseluruhan subjek, sekitar 71,1% membersihkan wajah dengan menggunakan air dingin dan terdiagnosis positif AV. Sementara itu sekitar 66,7% subjek yang membersihkan wajah dengan air dingin terdiagnosis negatif AV. Diagnosis negatif AV di dapatkan pada 29,9% subjek yang membersihkan wajah dengan air dingin dan 33,3% subjek yang membersihkan wajah dengan air hangat. Secara keseluruhan lebih banyak subjek yang membersihkan wajah dengan air dingin dibandingkan dengan yang membersihkan wajah dengan air hangat.
Tabel 2. Deskripsi Subjek Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Keparahan Lesi
Klasifikasi Tingkat Keparahan
Ringan Sedang
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan |
31 (50%) 31 (50%) |
14 (56%) 11 (44%) |
Angkatan | ||
2016 |
28 (45,2%) |
8 (32%) |
2017 |
19 (30,6%) |
8 (32%) |
2018 |
15 (24,2%) |
9 (36%) |
Faktor
Mekanik Aktif
Kebiasaan 45 (72,6%) 17 (68%)
Menggaruk
Tidak Memiliki 17 (27,4%) 8 (32%)
Kebiasaan
Menggaruk
Komplikasi Lesi Tidak |
21 (33,9%) |
1 (4%) |
Meninggalkan Bekas Hiperpigmentasi |
28 (45,2%) |
9 (36%) |
Skar |
9 (14,5%) |
4 (16%) |
Hiperpigmentasi dan Skar |
4 (6,5%) |
11 (44%) |
Total |
62 (100%) |
25 (100%) |
Pada penelitian ini, baik perserta perempuan maupun subjek laki-laki terdiagnosis AV dengan tingkat klasifikasi ringan dengan persentase yang sama yaitu 50%. Sedangkan diagnosis tingkat keparahan sedang memiliki sedikit perbedaan pada kedua jenis kelamin. Berdasarkan hasil tabulasi, dari 25 subjek yang di diagnosis menderita AV tingkat keparahan sedang, terdiri dari 14 subjek laki-laki (56%) dan 11 subjek perempuan (44%)
Berdasarkan hasil tabulasi, dari 62 subjek yang terdiagnosis AV tingkat klasifikasi ringan, terdiri dari 28 subjek angkatan 2016 (45,2%), 19 subjek angkatan 2017 (30,6%), dan 15 subjek angkatan 2018 (24,2%). Dari 25 subjek yang terdiagnosis AV tingkat klasifikasi sedang, terdapat 8 subjek dari angkatan 2016 (32%), 8 subjek dari angkatan 2017(32%), dan 9 subjek dari angkatan 2018 (36%). Subjek penelitian dengan kebiasaan menggaruk diketahui terdiagnosis AV dengan tingkat keparahan ringan adalah 72,6% dari seluruh tingkat klasifikasi ringan dan tingkat keparahan sedang sebesar 68% dari seluruh tingkat klasifikasi sedang. Sedangkan subjek yang tidak memiliki kebiasaan menggaruk terdiagnosis AV dengan tingkat klasifikasi ringan adalah sebesar 27,4% dari keseluruhan yang di diagnosis dengan tingkat klasifikasi ringan dan tingkat klasifikasi sedang sebesar 32% dari keseluruhan yang di diagnosis dengan tingkat keparahan sedang. Secara keseluruhan, subjek yang memiliki diagnosis positif dari AV memiliki kebiasaan menggaruk lesi. Pada tingkat klasifikasi ringan, sekitar 33,9% subjek tidak memiliki bekas, 45% mengalami hiperpigmentasi, 14,5% meninggalkan skar dan 6,5% mengalami keduanya
Tabel 3. Deskripsi Subjek Berdasarkan Frekuensi
Frekuensi Persentasi
(%) | |
Jenis Lesi | |
Komedo 45 |
71,3 |
Komedo dan 17 |
28,7 |
Papul | |
Komedo dan 12 |
12.1 |
Pustul | |
Papul dan Pustul 13 |
13,1 |
Distribusi Lesi
Wajah |
70 |
80,5 |
Wajah dan Dada |
1 |
1,1 |
Wajah dan |
6 |
6,9 |
Leher | ||
Wajah dan |
8 |
9,2 |
Punggung | ||
Wajah, Leher, | ||
dan Punggung | ||
Jenis Kosmetik | ||
Bedak Dasar |
4 |
5,5 |
(Foundation) | ||
Bedak Padat |
9 |
12,1 |
(Compact | ||
Powder) | ||
Bedak Tabur |
3 |
4,4 |
(Loose Powder) | ||
Krim Blemish |
7 |
8,8 |
Balm (BB | ||
Cream) | ||
Pelembab |
1 |
1,1 |
Sunblock/Sunsc |
2 |
3,3 |
reen | ||
Tidak |
61 |
63,6 |
Menggunakan | ||
Kosmetik | ||
Faktor | ||
Mekanik Aktif | ||
Memiliki |
62 |
71,3 |
Kebiasaan | ||
Menggaruk | ||
Tidak Memiliki |
25 |
28,7 |
Kebiasaan | ||
Menggaruk | ||
Faktor | ||
Mekanik Pasif | ||
Rambut Berponi |
10 |
11,1 |
Menggunakan |
8 |
9,1 |
Topi | ||
Menggunakan |
64 |
69,7 |
Helm | ||
Mengenakan |
5 |
5,5 |
Hijab | ||
Varian | ||
Pembersih | ||
Wajah | ||
Sabun Bayi |
1 |
1,1 |
Sabun Cuci |
70 |
70,8 |
Muka Untuk | ||
Kulit Berminyak | ||
Sabun Cuci |
15 |
15,2 |
Muka Untuk | ||
Kulit Kering dan | ||
Sensitif | ||
Sabun Mandi |
1 |
1,1 |
Komplikasi | ||
Lesi |
Tidak Meninggalkan Bekas |
22 |
22,2 |
Hiperpigmentasi |
37 |
37,4 |
Scar |
13 |
13,1 |
Hiperpigmentasi dan Scar |
15 |
15,2 |
Pola Intervensi Tidak Berobat Sama Sekali |
31 |
31,3 |
Mengatasi Sendiri |
28 |
28,3 |
Konsultasi dengan Klinik Kecantikan |
6 |
6,7 |
Konsultasi dengan Dokter Umum |
3 |
3.3 |
Konsultasi dengan Dokter Spesialis |
19 |
19,2 |
Jenis Perawatan Kecantikan Chemical |
14 |
16,1 |
Peeling Ekstraksi |
31 |
35,6 |
Komedo Terapi Sinar Laser |
3 |
3,4 |
Dermabrasi |
1 |
1,1 |
Masker Wajah |
1 |
1,1 |
Tidak Melakukan Apapun |
40 |
45,9 |
Total |
87 |
100 |
Berdasarkan hasil tabulasi, dari seluruh diagnosis positif, dapat dinyatakan bahwa jenis lesi yang paling banyak ditemukan adalah komedo dan distribusi paling banyak ditemukan di wajah. Sebagian besar subjek yang didiagnosis positif tidak menggunakan kosmetik dan kosmetik yang paling banyak digunakan adalah bedak padat (compact powder). Faktor mekanik yang paling banyak ditemukan pada subjek yang didiagnosis positif adalah kebiasaan menggaruk lesi dan menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor. Sebanyak 70,8% subjek yang didiagnosis positif menggunakan varian pembersih muka untuk kulit berminyak. Komplikasi lesi yang paling banyak ditemukan adalah hiperpigmentasi yaitu sekitar 37,4%. Kebanyakan subjek yang didiagnosis positif tidak berobat sama sekali saat menderita AV. Perawatan kecantikan yang paling banyak
dilakukan adalah ekstraksi komedo yaitu sebesar 35,6%
Tabel 4. Deskripsi Subjek Berdasarkan
Kemunculan Lesi dan Menstruasi
Onset Kemunculan Lesi |
Frekuensi |
Persentasi(%) |
Saat Haid |
9 |
21,4 |
Satu Minggu Sebelum Haid |
32 |
76,2 |
Satu Minggu Setelah Haid |
1 |
2,4 |
Total |
42 |
100% |
Tabulasi dilakukan berdasarkan subjek perempuan dengan diagnosis positif AV. Tabulasi menggambarkan waktu kemunculan AV terkait dengan siklus menstruasi. Subjek perempuan yang terdiagnosis positif menyatakan bahwa AV muncul pada saat haid sebanyak 21,4%, satu minggu sebelum haid sebesar 76,2%, dan satu minggu setelah haid sebesar 2,4%.
Tabel 5. Deskripsi Subjek Berdasarkan Tanaman Obat yang Digunakan untuk Mengatasi AV
Tanaman Obat |
Frekuensi |
Persentasi (%) |
Aloe Vera |
1 |
5,8% |
Bawang |
1 |
5,8% |
Putih | ||
Beras dan |
1 |
5,8% |
Lemon | ||
Cuka Apel |
1 |
5,8% |
Teh Hijau |
2 |
11,7% |
Kopi Bubuk |
1 |
5,8% |
Madu |
2 |
11,7% |
Lidah Buaya |
1 |
5,8% |
dan Putih | ||
Telur | ||
Getah |
1 |
5,8% |
Pepaya | ||
Spirulina |
4 |
23,5% |
Tomat |
2 |
11,7% |
Total |
17 |
100% |
Dalam penelitian ini, beberapa subjek mengaku menggunakan tanaman obat dalam bentuk masker wajah yang dioleskan ke wajah untuk mengatasi AV. Tanaman obat yang digunakan sangat beragam. Adapun bahan alami yang paling banyak digunakan oleh subjek penelitian kali ini adalah spirulina, madu, dan teh hijau.
DISKUSI
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa penelitian diikuti oleh 124 subjek yang terdiri dari 68 orang subjek perempuan (54,8%) dan 56 subjek laki-laki (45,2%). Terdiri dari tiga angkatan mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran dan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yaitu angkatan 2016, 2017, dan 2018. Pada angkatan 2016 terdapat 51,2% subjek laki laki dan 48,7% subjek perempuan. Angkatan 2017 terdiri dari 41,3% subjek laki laki dan 58,6% subjek perempuan. Angkatan 2018 terdiri dari 43,2% subjek laki laki dan 56,7% subjek perempuan.
Berdasarkan data yang didapatkan, dari 124 peserta ditemukan 87 peserta (70,2%) yang menderita AV. Jumlah tersebut terdiri dari 45 peserta laki-laki (51,7%) dan 42 peserta perempuan (48,3%). Terdapat 80,4% subjek laki-laki yang terdiagnosa positif AV dari seluruh subjek laki-laki. Sedangkan pada subjek perempuan terdapat 61,8% yang terdiagnosis positif AV. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjekyan di Palembang. Pada penelitian tersebut, di dapatkan bahwa angka kejadian AV pada wanita 45,3% sedangkan pada lelaki 54,7%.8 Hasil ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan Ayudianti yang mendapatkan prevalensi AV kebanyakan diderita oleh perempuan.12 Hal ini diduga karena kebiasaan melakukan perawatan wajah lebih banyak di lakukan oleh wanita dibandingkan dengan laki-laki.
Beradasrakan data dari ketiga angkatan yang berpartisipasi dalam penelitian, diagnosis AV paling banyak ditemukan pada angkatan 2016 yaitu sebesar 41,3% dari seluruh diagnosis positif pada ketiga angkatan diikut oleh angkatan 2017, dan 2018 secara berurutan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aziz dan Belinawati, mahasiswa kedokteran memiliki tingkat stres yang cukup tinggi dibandingkan dengan mahasiswa fakultas lainnya. Hal ini di duga karena faktor stres yang dimiliki angkatan 2016 sebagai angkatan tertua lebih tinggi dibandingkan dengan kedua angkatan lainnya
Jenis lesi yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah jenis komedonal. Komedo merupakan tahap awal dari penymbatan pori pori yang memicu kejadian AV.6
Klasifikasi tingkat keparahan AV terdiri dari ringan, sedang, berat dan sangat berat. Jumlah ini didasarkan pada jumlah komedo, papul, pustul, dan nodul yang terdapat pada wajah subjek.6 Pada penelitian ini, klasifikasi yang paling banyak di temukan adalah
klasifikasi ringan (71,3%) dari keseluruhan subjek yang di diagnosis menderita AV. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Okoro yang menyatakan bahwa klasifikasi AV yang paling sering ditemukan adalah klasifikasi ringan dan yang paling jarang ditemukan adalah klasifikasi berat dan sangat berat.13 Pada penelitian kali ini, peneliti tidak dapat menemukan subjek dengan klasifikasi tingkat keparahan AV berat dan sangat berat.
Distribusi lesi AV paling banyak ditemukan di wajah. AV juga ditemukan dilokasi yang lain seperti dada, leher, dan punggung. Namun secara keseluruhan, subjek cenderung menderita AV diwajah terlebih dahulu baru kemudian AV dapat ditemukan dilokasi yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Tjekyan juga menemukan kalau sebagian besar lesi AV berdistribusi di wajah namun ada juga yang terdistribusi dibeberapa lokasi lain seperti lengan atas, leher, dada, dan punggung.8
Riwayat keluarga atau faktor genetik diketahui berpengaruh dalam kejadian AV.4 Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Okoro yang menyatakan bahwa riwayat keluarga tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kejadian AV.13 Pada penelitian kali ini ditemukan bahwa diagnosis AV lebih banyak ditemukan pada subjek yang tidak memiliki riwayat keluarga. Hal ini di duga akibat sulitnya penelusuran mengenai riwayat kejadian AV dalam keluarga sehingga jawaban yang diberikan subjek penelitian dapat menjadi kurang akurat.
Penelitian yang dilakukan Perera di Sri Langka menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan kosmetik pada wanita dan kejadian AV. Kejadian AV akan meningkat pada subjek wanita yang menggunakan kosmetik.14 Pada penelitian ini, subjek yang paling banyak terdiagnosis AV adalah subjek laki-laki yang tidak menggunakan kosmetik. Pada subjek perempuan, subjek perempuan yang menggunakan kosmetik ditemukan lebih banyak yang terdiagnosis AV dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kosmetik. Adapun jenis kosmetik yang paling sering digunakan adalah bedak padat (compact powder). Kebanyakan subjek pada penelitian ini tidak menggunakan kosmetik dalam keseharian.
Faktor mekanik dianggap juga berperan terhadap tingkat keparahan lesi AV. Pada penelitian kali ini, terdapat 72,6% dari subjek yang terdiagnosis tingkat klasifikasi ringan dan 68% dari subjek yang terdiagnosis tingkat klasifikasi sedang memiliki kebiasaan menggaruk. Hal ini serupa dengan penelitian
yang dilakukan oleh Tjekyan yang menyatakan bahwa kebiasaan menggaruk atau memencet lesi AV dapat memperparah keadaan lesi AV.8 Selain kebiasaan menggaruk, terdapat beberapa kebiasaan lain yang termasuk kedalam faktor mekanik yaitu kebiasaan menggunakan helm, topi, hijab, dan model rambut berponi. Pada penelitian kali ini, ditemukan bahwa 60,9% dari subjek yang terdiagnosis positif AV memiliki kebiasaan menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor.
Terkait pada faktor hormonal, pada penelitian ini diteliti mengenai waktu kemunculan AV dengan siklus menstruasi. Dari keseluruhan subjek perempuan, 70.6% mengalami kemunculan AV satu minggu sebelum haid. Hal ini terkait dengan perubahan hormonal yang terjadi dalam siklus mestruasi. Berdasarkan perjalanan hormonal siklus menstruasi (jika normal siklus 28 hari), pada hari ke-21 (satu minggu sebelum siklus selanjutnya) terjadi peningkatan hormon progesteron yang dapat memicu hyperplasia kelenjar pilosebasus dan menghasilkan sebum berlebih sebagai salah satu penyebab terjadinya AV. Secara langsung, mesruasi berpengaruh terhadap kejadian AV.15
Frekuensi membersihkan wajah dibagi menjadi jarang, normal, dan sering. Pada penelitian kali ini, dari keseluruhan subjek yang jarang membersihkan wajah, terdapat 59,4% yang terdiagnosis AV positif. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Tjekyan yang menyatakan bahwa subjek yang jarang membersihkan wajah lebih cenderung terdiagnosis positif AV. 8 Subjek yang terdiagnosis positif AV paling banyak menggunakan varian pembersih wajah untuk kulit berminyak dan air dingin untuk membersihkan wajah.
Komplikasi yang dapat muncul adalah bekas setelah inflamasi AV sembuh. Beberapa komplikasi yang dapat muncul adalah hiperpigmentasi dan luka parut (skar). Pada penelitian kali ini, komplikasi yang paling sering terjadi adalah kemunculan hiperpigmentasi paska-AV. Hiperpigmentasi dihasilkan dari produksi berlebih melanin atau penyebaran pigmen yang tidak teratur setelah inflamasi kulit. Peningkatan produksi dan transfer melanin ke keratinosit terdapat pada hiperpigmentasi di epidermis. Walaupun mekanisme pasti belum diketahui, peningkatan aktivitas melanosit distimulasi oleh prostanoid, sitokin, kemokin, dan mediator inflamasi lainnya seperti spesies oksigen reaktif yang dikeluarkan selama proses inflamasi.16 Dari data hasil penelitian yang didapat, terdapat 45,2%
subjek dengan diagnosis tingkat klasifikasi ringan yang menderia komplikasi hiperpigmentasi.
Menurut penelitian yang dilakukan Tjekyan, pola intervensi juga berpengaruh terhadap klasifikasi tingkat keparahan AV. Tindakan mengatasi sendiri AV cenderung akan memperparah AV sehubungan sebagian besar obat yang beredar mengandung bahan keratolitik dan abrasif serta bahan pembawa yang dapat menutup pori-pori kulit yang merangsang aktifitas kelenjar pilosebasea.8 Pada penelitian kali ini subjek yang mengatasi sendiri dan tidak berobat lebih cenderung menderita dengan tingkat klasifikasi ringan.
Jenis perawatan seperti chemical peeling, dan dermabrasi adalah teknik perawatan kecantikan untuk menangani komplikasi berupa bekas luka parut (skar).17 Sedangkan ekstraksi komedo, terapi sinar laser adalah tindakan kuratif dalam menyembuhkan AV.6 Pada penelitian ini 45,9% subjek melakukan ekstraksi komedo untuk mengatasi AV.
Selain dengan perawatan kecantikan, penatalaksanaan AV dapat dilakukan juga dengan menggunakan tanaman obat. Pada penelitian ini, tanaman obat yang paling banyak digunakan adalah teh hijau, spirulina, dan tomat. Teh hijau, spirulina dan aloevera terbukti dapat mengatasi AV dengan bekerja sebagai substansi anti bakteri.18 Beberapa tanaman obat lain yang belum terbukti efektifitasnya dalam menangani AV seperti tomat, bawang putih, getah papaya, dsb.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu proporsi AV di jumpai pada Mahsiswa Program Studi Sarjana Kedokteran dan Pendidikan Dokter sebesar 70,2% (87 peserta. AV ditemukan pada subjek laki laki sebesar 80,4% dari seluruh peserta laki laki dan pada subjek perempuan sebesar 61,8% dari seluruh subjek perempuan dan pada angkatan 2016 sebesar 87.8%, angkatan 2017 sebesar 58,7% dan angkatan 2018 sebesar 64,9% dari keseluruhan peserta perangkatan. Karakteristik yang paling banyak ditemukan pada subjek adalah jenis lesi komedonal dengan klasifikasi ringan baik pada pria maupun wanita dan distribusi di wajah. Tidak ditemukan klasifikasi berat dan sangat berat.
Distribusi lesi AV sebagian besar terdapat pada wajah dan terdapat juga pada lokasi lain seperti dada, punggung, dan leher. Diagnosis AV lebih banyak di tegakan pada subjek yang tidak memiliki riwayat keluarga. Subjek yang
memiliki frekuensi membersihkan wajah jarang lebih banyak terdiagnosis AV. Pada penelitian ini, subjek cenderung membersihkan wajah dengan varian pembersih wajah untuk kulit berminyak dan air dingin. Faktor mekanik yang paling banyak dalam subjek penelitian adalah kebiasaan menggaruk lesi dan menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor.
Pada subjek perempuan, onset AV lebih banyak muncul satu minggu sebelum haid. Subjek yang memiliki riwayat menggunakan kosmetik lebih cenderung terdiagnosis AV. Jenis kosmetik yang paling banyak gunakan adalah bedat padat (compact powder). Pola intervensi yang dilakukan subjek pada penelitian ini adalah tidak berobat atau menangani sendiri. Perawatan kecantikan yang dilakukan untuk menanggulangi AV dan komplikasinya adalah peeling kimia (chemical peeling). Tanaman obat yang paling sering digunakan untuk mengatasi AV adalah spirulina, teh hijau, tomat, dan madu.
SARAN
Terdapat beberapa saran yang bisa diterapkan pada untuk melakukan penelitian lanjutan dari penelitian ini yaitu adalah mempelajari lebih detail lagi mengenai
klasifikasi tingkat keparahan AV, melakukan pemeriksaan lebih detail kepada subjek
mengenai AV pada lokasi yang tertutup, pengambilan gambar lesi diambil dengan
pencahayaan yang cukup agar dapat terfoto dengan baik, melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara kejadian AV dengan faktor resiko yang ditemukan, dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas tanaman obat yang digunakan subjek pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kolarsick P, Kolarsick M, Goodwin C. Anatomy and Physiology of the Skin. Journal of the Dermatology Nurses' Association. 2011;3(4):203-213.
-
2. Ceruti J, Leirós G, Balañá M. Androgens and androgen receptor action in skin and hair follicles. Molecular and Cellular Endocrinology. 2018;(465):122-33.
-
3. Fitzpatrick T, Goldsmith L. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-9. New York, N.Y.: McGraw-Hill Medical; 2012.
-
4. James W, Andrews G, Berger T, Elston D. Andrews' Diseases of the skin. 12th ed. Elsevier; 2015.
-
5. Dawson A, Dellavalle R. Acne vulgaris. BMJ. 2013;346:2634-2634.
-
6. Theresia M. Acne vulgaris. Continuing Medical Education. 2013;40(8):269-71ง
-
7. Strauss J, Krowchuk D, Leyden J, Lucky A, Shalita A, Siegfried E et al. Guidelines of care for acne vulgaris management. Journal of the American Academy of Dermatology. 2007;56(4):651-663.
-
8. Tjekyan SR. Kejadian dan Faktor Resiko AV. M Med Indones. 2008;43(1):37-43ง
-
9. Anandita NS, Sibero HT, dan Soleha TU. Pengaruh Tingkat Stres dengan Tingkat Keparahan AV pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2017ง
-
10. Azis MZ. and Bellinawati N. Faktor Risiko Stres dan Perbedaannya pada Mahasiswa Berbagai Angkatan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan. 2015;2(2):197–202ง
-
11. Dalgard F, Gieler U, Holm J, Bjertness E, Hauser S. Self-esteem and body satisfaction among late adolescents with acne: Results from a population survey. Journal of the American Academy of Dermatology. 2008;59(5):746-751.
-
12. Ayudianti P dan Indramaya DM. Studi Retrospektif : Faktor Pencetus AV ( Retrospective Study : Factors Aggravating
Acne Vulgaris ), Berkala Ilmi Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2014;26(1):41–7ง
-
13. Okoro E, Ogunbiyi A, dan George A. Prevalence and pattern of acne vulgaris among adolescents in Ibadan, south-west Nigeria. Journal of the Egyptian Womenʼs Dermatologic Society. 2016;13(1):7–12.
-
14. Perera MPN, PeirisW. M. D. M., Pathmanathan D, Mallawaarachchi S, dan Karunathilake I. M. Relationship Between Acne Vulgaris and Cosmetic Usage In Sri Lankan Urban Adolescent Females.
Journal of Cosmetic Dermatology, 2017;17(3):431–36
-
15. Kabau S. Hubungan Antara Pemakaian Jenis Kosmetik Dengan Kejadian AV. Semarang: Universitas Diponegoro. 2012ง
-
16. Wardhani PH, Rahmadewi. Pilihan Terapi Hiperpigmentasi Pascainflamasi pada Kulit Berwarna. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin., 2016;28(3)ง
-
17. Sasongko RH, Rahmadewi, 2011. Penatalaksanaan Skar AV. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2011;23(3)ง
-
18. Nasri H, Bahmani M., Shahinfard N, Moradi NA, Saberianpour S, Rafieian, dan Kopaei M. Medicinal Plants for the Treatment of Acne Vulgaris: A Review of Recent Evidences. Jundishapur Journal of Microbiology. 2015;8(11)
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i4.P15
98
Discussion and feedback