ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA,VOL. 10 NO.2,FEBRUARI, 2021


Diterima:04-12-2020 Revisi:20-12-2020 Accepted: 05-02-2021

INTENSITAS AKTIVITAS FISIK BERPENGARUH TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PASIEN PROLANIS DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS KOTA DENPASAR

Ida Bagus Yorky Brahmantya1, Kadek Dina Puspitasari2, Isabella Soerjanto Putri1, I Made Pande Dwipayana3, Made Ratna Saraswati3

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

3Divisi Endokrinologi dan Metabolisme, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Aktivitas fisik telah lama diketahui bermanfaat sebagai salah satu pilar penatalaksanaan diabetes, dengan mekanisme metabolisme glukosa yang independen terhadap insulin. Dalam memberikan manfaatnya terhadap pengaturan kadar glukosa darah, aktivitas fisik dipengaruhi oleh intensitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas aktivitas fisik terhadap kadar glukosa darah dengan mengontrol variabel yang diduga sebagai kovariat. Penelitian dilakukan dengan desain studi cross-sectional dari bulan Februari hingga Agustus 2019 di tujuh Puskesmas Kota Denpasar yang dipilih melalui cluster random sampling. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan aplikasi SPSS versi 17 untuk windows, dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisis bivariat untuk mengetahui pengaruh intensitas aktivitas fisik atau kovariat terhadap kadar glukosa darah dilakukan dengan uji one-way ANOVA dan korelasi pearson. Untuk mengetahui pengaruh intensitas aktivitas fisik terhadap kadar glukosa darah dengan mengontrol kovariat, dilakukan uji ANCOVA. Sebanyak 94 orang berpartisipasi dalam penelitian ini. Rata-rata kadar glukosa darah adalah 170,16 mg/dL. Sampel tergolong memiliki intensitas aktivitas fisik rendah (27,7%), sedang (45,7%), dan berat (26,6%). Intensitas aktivitas fisik memiliki pengaruh bermakna terhadap kadar glukosa darah (nilai p = 0,027), sedangkan kovariat tidak berpengaruh bermakna dalam penelitian ini (nilai p > 0,05). Hasil uji ANCOVA menunjukkan intensitas aktivitas fisik berpengaruh terhadap kadar glukosa darah (nilai p = 0,026) setelah kovariat dikontrol. Kelompok intensitas aktivitas fisik yang memiliki rata-rata berbeda bermakna adalah kelompok intensitas rendah dan berat. Intensitas aktivitas fisik memiliki pengaruh bermakna terhadap kadar glukosa setelah jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, penggunaan insulin eksogen, dan lingkar pinggang dikontrol.

Kata Kunci: Intensitas Aktivitas Fisik, Glukosa Darah, Diabetes, ANCOVA.

ABSTRACT

Physical activity has long been known to be beneficial as one of the pillars of diabetes management, with a mechanism of glucose metabolism that is independent of insulin. In providing its benefits for regulating blood glucose levels, physical activity is influenced by its intensity. This study aims to determine the effect of physical activity intensity on blood glucose levels by controlling covariates. The study was conducted with a cross-sectional study design from February to August 2019 in seven Denpasar Primary Health Care Facilities selected through cluster random sampling. Data processing https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i2.P13                                                         68

INTENSITAS AKTIVITAS FISIK BERPENGARUH TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU.., Ida Bagus Yorky Brahmantya1, Kadek Dina Puspitasari2, Isabella Soerjanto Putri1, I Made Pande Dwipayana3, Made Ratna Saraswati3

and analysis were carried out with the 17th version of SPSS for Windows, with a confidence level of 95%. Bivariate analysis to determine the effect of physical activity intensity or covariate on blood glucose levels was performed by one-way ANOVA and Pearson correlation test. To determine the effect of physical activity intensity on blood glucose levels by controlling the covariate, an ANCOVA test was performed. A total of 94 people participated in this study. The average blood glucose level is 170.16 mg/dL. Samples were classified as having low (27.7%), moderate (45.7%), and high physical activity intensity (26.6%). The intensity of physical activity had a significant effect on blood glucose levels (p-value = 0.027), while the covariate had no significant effect in this study (p-value > 0.05). ANCOVA test results showed that the physical activity intensity had a significant effect on blood glucose levels (p-value = 0.026) after the covariate was controlled. The physical activity intensity group that has a significantly different mean is the low and high-intensity group. The intensity of physical activity has a significant effect on glucose levels after sex, age, body mass index, use of exogenous insulin, and waist circumference were controlled.

Keywords: Physical Activity Intensity, Blood Glucose, Diabetes, ANCOVA

ini telah diperkuat oleh banyak studi, salah satunya

PENDAHULUAN                                  oleh Reiner dkk. melalui penelitian longitudinal

Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan serius secara global. Diabetes menyerang 422 juta jiwa pada tahun 2014. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), angka tersebut meningkat hingga empat kali lipat sejak tahun 1980 dengan jumlah penderita sebanyak 108 juta jiwa.1 Penderita DMT2 di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 8,5 juta jiwa dan termasuk ke dalam 10 besar negara dengan angka diabetes tinggi dengan rentang umur penderita antara 20-79 tahun. Kasus ini diramalkan akan mencapai angka 14,1 juta jiwa pada tahun 2035.2 Namun ternyata perkembangannya lebih cepat dari yang diramalkan. Prevalensi diabetes di Indonesia pada tahun 2016 justru telah mencapai 18 juta jiwa dengan faktor risiko inaktif secara fisik sebesar 22,8%.3

Meskipun merupakan penyakit yang dapat dicegah, angka insiden DMT2 terus meningkat. Sehingga banyak penelitian dilakukan dengan tujuan mengurangi jumlah penderita dan dampak komplikasi DMT2 yang sangat berkaitan dengan kadar glukosa darah (GD) yang melambung tinggi dan dapat berujung pada kematian. Salah satu dari empat pilar upaya manajemen diabetes yang dapat dilakukan untuk menangani hal tersebut adalah edukasi, terapi nutrisi, aktivitas fisik, dan farmakologi.4

Aktivitas fisik merupakan salah satu upaya manajemen diabetes yang tergolong mudah dilakukan dan hampir tidak memakan biaya besar. American Diabetes Association    (ADA)

merekomendasikan agar aktivitas fisik dilakukan

oleh penderita diabetes dengan tujuan menurunkan GD sehingga menjadi terkontrol. Selain menurunkan GD yang berlebih, aktivitas fisik mampu meminimalisir munculnya komplikasi diabetes dan meningkatkan sensitivitas insulin. Hal https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V10.i2.P13

yang menyatakan bahwa aktivitas fisik memiliki efek jangka panjang yang positif terhadap DMT2.5

Meski selama ini selalu direkomendasikan, dalam memberikan manfaatnya aktivitas fisik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah intensitas saat melakukan aktivitas fisik tersebut. Simper dkk. melalui studinya menemukan bahwa aktivitas fisik dengan intensitas berat memiliki manfaat dalam menurunkan glukosa darah dibandingkan jika dilakukan pada intensitas rendah atau sedang.6 Colberg dkk. dan Matshipi dalam studinya menemukan bahwa intensitas dari aktivitas fisik memiliki hubungan yang signifikan dengan penurunan GD.7,8 Meski demikian, beberapa studi mengemukakan bahwa pada intensitas dan populasi yang berbeda, hasil yang diperoleh bisa jadi berbeda. Temuan-temuan sebelumnya mengenai intensitas aktivitas fisik (IAF) ini masih tumpang-tindih.

Pemerintah Pusat telah berupaya dalam meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes melitus dengan dibentuknya program pengelolaan penyakit kronis (prolanis) pada Puskesmas, seperti yang terdapat di Kota Denpasar. Pasien prolanis di Kota Denpasar merupakan salah satu komunitas penyandang diabetes yang aktif melakukan aktivitas fisik dalam berbagai rentang intensitasnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh IAF yang dilakukan pasien prolanis penyandang DMT2 di Puskesmas Kota Denpasar terhadap GD sewaktu yang dimiliki.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan desain studi analitik observasional dengan rancangan crosssectional, yang dilaksanakan dari bulan Januari hingga September 2019. Penelitian ini melibatkan pasien prolanis penyandang DMT2 di Puskesmas se-Kota Denpasar, yang dipilih melalui cluster sampling dengan Puskesmas sebagai cluster. Puskesmas akan dipilih secara acak dengan teknik simple random sampling, kemudian seluruh pasien prolanis penyandang DMT2 dalam Puskesmas yang terpilih akan direkrut sebagai responden penelitian. Kriteria inklusi sampel adalah pasien yang melakukan pemeriksaan GD saat pengambilan data dilakukan dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Pasien yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi verbal akan dieksklusi dari penelitian ini. Besar sampel minimum pada penelitian ini diestimasi berdasarkan rule of thumb studi dengan analisis multivariat. Diperoleh besar sampel minimum yang diperlukan sebanyak 70 orang.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, terikat, dan perancu (kovariat). Intensitas aktivitas fisik sebagai variabel bebas, GD sewaktu sebagai variabel tergantung, serta jenis kelamin, usia, penggunaan insulin eksogen, indeks massa tubuh (IMT), dan lingkar pinggang sebagai kovariat dalam penelitian ini. Seluruh variabel diukur melalui wawancara langsung dengan pasien. Intensitas aktivitas fisik dikelompokkan menjadi ringan, sedang, dan berat berdasarkan klasifikasi international physical activity questionnaire (IPAQ) versi pendek, yang merupakan kuesioner yang digunakan untuk mengukur IAF pada penelitian ini.9 Kadar glukosa darah sewaktu yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil pengukuran darah kapiler yang diperiksa oleh pihak Puskesmas saat pengambilan data dilakukan. Selain itu pasien juga melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan, yang selanjutnya digunakan untuk mengelompokkan status gizi berdasarkan IMT menggunakan kriteria WHO untuk Asia. Data lingkar pinggang merupakan satu-satunya variabel yang diukur secara langsung menggunakan pita pengukur oleh peneliti.

Penelitian ini telah memperoleh keterangan layak etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor 432/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 tertanggal 12 Maret 2019. Penelitian ini juga telah memperoleh

rekomendasi dari Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Denpasar. Sebelum dilakukan penelitian, telah dilakukan koordinasi dengan pihak Puskesmas terkait pelaksanaan penelitian. Selain itu untuk mengedepankan aspek etika penelitian, informed consent diberikan kepada pasien sebelum pengambilan data dilakukan.

Data dalam penelitian ini diolah dan dianalisis menggunakan software SPSS versi 17 untuk windows. Uji one-way ANOVA dilakukan untuk menilai perbedaan rata-rata GD di masing-masing kelompok IAF. Kemudian akan dilakukan uji post hoc Bonferroni untuk melihat kelompok mana yang memiliki perbedaan rata-rata GD bermakna. Variabel kovariat juga diuji hubungannya dengan GD menggunakan uji korelasi Pearson, untuk mengetahui bagaimana pengaruh masing-masing kovariat terhadap GD. Analisis multivariat dilakukan untuk mengontrol efek variabel kovariat menggunakan analysis of covariance (ANCOVA). Uji statistik dilakukan pada tingkat kemaknaan 95%. Penelitian ini menerapkan teorema limit sentral, sehingga distribusi data dianggap normal.10

HASIL

Puskesmas yang terpilih sebagai cluster dalam penelitian ini adalah Puskesmas Denpasar Selatan I, Puskesmas Denpasar Selatan II, Puskesmas Denpasar Selatan IV, Puskesmas Denpasar Timur I, Puskesmas Denpasar Utara I, Puskesmas Denpasar Utara III, dan Puskesmas Denpasar Barat II. Penelitian ini melibatkan 94 orang responden yang telah disesuaikan dengan kriteria sampel.

Tabel 1. Karakteristik responden penelitian

Karakteristik

N (%)

Jenis Kelamin

Laki-Laki

45 (47,9)

Perempuan

49 (52,1)

Usia

40-49 tahun

6 (6,4)

50-59 tahun

24 (25,5)

61-69 tahun

44 (46,8)

70-78 tahun

20 (21,3)

Pekerjaan

Negeri

2 (2,1)

Swasta

30 (31,9)

Tidak Bekerja

34 (36,2)

Ibu Rumah Tangga

28 (29,8)

Pendidikan

SD

25 (26,6)

SMP

21 (22,3)

SMA

30 (31,9)

Perguruan Tinggi                  18 (19,1)

Tabel 1.     Karakteristik responden penelitian

(lanjutan)

Karakteristik

N (%)

Status Gizi

Underweight

3 (3,2)

Normal

24 (25,5)

Pra Obesitas

14 (14,9)

Obesitas Kelas I

49 (52,1)

Obesitas Kelas II

4 (4,3)

Intensitas Aktivitas Fisik

Ringan

26 (27,7)

Sedang

43 (45,7)

Berat

25 (26,6)

Penggunaan Insulin

Ya

19 (20,2)

Tidak

75 (79,8)

Lingkar Pinggang

Normal

30 (31,9)

Tidak Normal

64 (68,1)

Variabel GD memiliki rata-rata 170,16 mg/dL (SD = 58,37), dengan median 166 mg/dL (IQR = 72), dan nilai minimum-maksimum sebesar 94-423 mg/dL.

Tabel 2. Uji one-way ANOVA

IAF

GD

Nilai p

Mean (SD)

IK95%

Rendah

194,14 (37,59)

179,01

209,38

Sedang

166,40

148,65-

0,027

(57,66)

184,14

Berat

151,64 (70,01)

122,74

180,54

Hasil uji one-way ANOVA menunjukkan nilai p sebesar 0,027 yang berarti ada perbedaan GD bermakna pada setidaknya satu kelompok IAF. Berdasarkan hasil uji post hoc Bonferroni ditemukan perbedaan rata-rata GD yang bermakna terdapat pada kelompok IAF rendah dengan berat (nilai p = 0,026).

Tabel 3.     Uji Korelasi Pearson

Kovariat

GD

Nilai p

r

Jenis Kelamin

0,471

0,075

Usia

0,257

-0,118

Indeks Massa Tubuh

0,890

0,014

Penggunaan Insulin

0,588

0,057

Eksogen

Lingkar Pinggang

0,975

-0,003

Berdasarkan hasil analisis, tidak terdapat satupun kovariat memiliki hubungan bermakna secara statistik dengan GD (nilai p ≥ 0,05). Walau secara statistik tidak bermakna, namun terdapat hubungan lemah antara kovariat dengan GD. Oleh karena itu analisis multivariat tetap dilakukan untuk mengontrol efek variabel kovariat.

Tabel 4. Analisis Multivariat ANCOVA

Parameter             Nilai p

Intercept

0,095

Usia

0,258

Jenis Kelamin

0,514

Indeks Massa Tubuh

0,491

Penggunaan Insulin Eksogen

0,868

Lingkar Pinggang

0,791

Intensitas Aktivitas Fisik

0,026

Berdasarkan hasil ANCOVA pada Tabel 4, IAF tetap memiliki hubungan yang bermakna dengan GD setelah kovariat dikontrol. Hasil uji Levene untuk homogenitas data menunjukkan nilai p = 0,123. Nilai p dari kovariat ≥ 0,05, yang berarti kovariat tidak mempengaruhi efek dari IAF terhadap GD.

PEMBAHASAN

Berdasarkan temuan pengaruh IAF yang bermakna terhadap GD ini, dapat dinyatakan bahwa teori yang selama ini telah dipelajari adalah benar. Prinsip dari aktivitas fisik adalah mengoptimalkan kerja otot semaksimal mungkin. Mekanisme regulasi glukosa darah oleh otot melibatkan protein GLUT-4, yang dominan pada otot rangka. Protein tersebut memiliki dua mekanisme kerja, aktivitas fisik merangsang translokasi GLUT-4 menuju membran plasma sel otot tanpa melibatkan lipid kinase phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K), sehingga independen terhadap insulin. Aktivitas fisik mengaktifkan 5’-AMP-activated protein kinase (AMPK) yang dipercaya berperan dalam translokasi exercise-responsive GLUT-4-containing vesicles menuju permukaan sel untuk memediasi transport glukosa, hal ini terjadi untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi oleh otot rangka saat aktivitas fisik dilakukan.11,12

Penelitian dengan desain serupa yang menggunakan kuesioner IPAQ di Malaysia juga menemukan IAF memiliki hubungan signifikan dengan GD.13 Temuan ini juga didukung oleh hasil studi yang dilakukan oleh ADA yang mengamati perbedaan rata-rata penurunan glukosa darah pada kelompok intensitas aktivitas fisik sedang dan berat.7 Meski demikian, ADA menentukan klasifikasi IAF berdasarkan jenis aktivitas yang dilakukan, sehingga berbeda dengan penelitian ini. Hal ini melahirkan suatu pemahaman baru, bahwa IAF dapat ditentukan dengan berbagai cara selain berdasarkan kuesioner IPAQ.

Walaupun IAF ditemukan berhubungan signifikan dengan GD, namun kenyataannya GD tidak hanya dipengaruhi oleh IAF. Beberapa kemungkinan variabel lain yang ikut mempengaruhi GD (kovariat) pada penelitian ini telah dikontrol secara analisis. Meskipun beberapa kovariat secara teori langsung mempengaruhi GD, pada penelitian ini pengaruhnya tidak bermakna secara statistik.

Dinamika GD sejatinya sangat dipengaruhi oleh pola makan seseorang. Kemampuan tubuh untuk mengelola lonjakan GD berbeda pada individu yang sehat dengan penyandang DMT2. Tubuh individu dengan DMT2 umumnya kesulitan memetabolisme karbohidrat, yang dapat diamati dari pemeriksaan kadar glukosa darah post-prandial (2 jam setelah makan) dan HbA1c.15 Oleh karena itu, pengukuran pola makan pasien sangat diperlukan untuk meningkatkan akurasi interpretasi data pada penelitian ini. Pengukuran pola makan sulit dilakukan, karena IAF yang dinilai menggunakan IPAQ berdasar pada aktivitas fisik yang dilakukan selama satu minggu. Maka akan sulit bagi pasien untuk melakukan recall terhadap makanan yang dikonsumsi selama satu minggu. Oleh karena itu variabel pola makan tidak diukur dalam penelitian ini.

SIMPULAN DAN SARAN

Intensitas aktivitas fisik memiliki pengaruh bermakna terhadap GD bahkan setelah kovariat dikontrol. Kelompok yang memiliki perbedaan rata-rata GD bermakna adalah kelompok IAF ringan dan berat. Kovariat dalam penelitian ini tidak memiliki hubungan bermakna dengan GD.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan hasil desain studi cross-sectional. Aktivitas fisik sebaiknya diukur melalui penelitian longitudinal atau eksperimental, agar dapat

mengurangi kemungkinan bias, sehingga hasil yang diperoleh dapat secara akurat menilai pengaruh IAF terhadap GD.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada penanggungjawab prolanis di Puskesmas yang menjadi lokasi penelitian ini, karena telah menerima dan membantu pelaksanaan penelitian ini dengan baik. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan tahun 2016 yang telah memberikan dukungan selama berjalannya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    World Health Organization. Global Report on Diabetes. Geneva; 2016 p. 6.

  • 2.    Forouhi NG, Wareham NJ. Epidemiology of diabetes. Medicine. 2019.

  • 3.    World Health Organization. Indonesia Diabetes Country Profile [Internet]. 2016. Tersedia di: http://www.who.int/entity/diabetes/cocount-profiles/idn_en.pdf?ua=1 [Diakses pada tanggal 7 Mei 2017].

  • 4.    Putra IWA, Berawi KN. Empat pilar penatalaksanaan pasien diabetes mellitus tipe 2. Majority. 2015;4(9):1.

  • 5.    Reiner M, Niermann C, Jekauc D, Woll A. Long-term health benefits of physical activity -A systematic review of longitudinal studies. BMC Public Health. 2013.

  • 6.    Simper TN, Morris C, Lynn A, O’Hagan C, Kilner K. Responses to oral glucose challenge differ by physical activity volume and intensity: A pilot study. J Sport Heal Sci. 2016;

  • 7.    Colberg SR, Hernandez MJ, Shahzad F. Blood glucose responses to type, intensity, duration, and timing of exercise. Diabetes Care. 2013;36(10):2013.

  • 8.    Matshipi M, Monyeki KD, Kemper H. The relationship between physical activity and plasma glucose level amongst ellisras rural young adult males and females: Ellisras longitudinal study. Int J Environ Res Public Health. 2017.

  • 9.    International Physical Activity Questionnaire. IPAQ scoring protocol - International Physical Activity Questionnaire [Internet]. 2019. Tersedia                                      di:

https://sites.google.com/site/theipaq/scoring-protocol [Diakses pada tanggal 14 Januari 2019].

  • 10.    Ghasemi A, Zahediasl S. Normality tests for statistical analysis: A guide for non-statisticians. Int J Endocrinol Metab. 2012

  • 11.    Shepherd PR, Kahn BB. Glucose transporters and insulin action: Implications for insulin resistance and diabetes mellitus. New England Journal of Medicine. 1999.

  • 12.    Bryant NJ, Govers R, James DE. Regulated transport of the glucose transporter GLUT4. Nature Revies Molecular Cell Biology. 2002.

  • 13.    Teh CH, Chan YY, Lim KH, Kee CC, Lim KK, Yeo PS, dkk. Association of physical activity with blood pressure and blood glucose among Malaysian adults: a population-based study. BMC Public Health. 2015;1–7.

  • 14.    Chacko E. Blunting post-meal glucose surges in people with diabetes. World J Diabetes. 2016;

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i2.P13

73