DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PENATA RAMBUT

Shirley M. Oslan, Made Bratiartha

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Laporan dari para ahli dermatologi menyebutkan bahwa tingginya angka kejadian dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) semakin tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan patofisiologinya DKAK dibedakan menjadi dua yaitu dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan. Keduanya mempunyai gambaran klinis yang sukar dibedakan, namun ketepatan diagnosis sangat diperlukan demi memberikan penatalaksanaan yang terbaik. Pekerjaan sebagai penata rambut menduduki peringkat ketiga dari jenis pekerjaan yang paling berisiko menyebabkan DKAK. Diperlukan identifikasi pada alat dan bahan yang digunakan dalam setiap pekerjaan, cara kerja, dan faktor risiko lain untuk mendapatkan solusi dalam pencegahan DKAK, khususnya pada para penata rambut.

Kata Kunci: dermatitis kontak akibat kerja, penata rambut, alergi, bahan iritan.

ABSTRACT

Reports from dermatologist, there is an increasing rate of occupational contact dermatitis from years to years. Occupational contact dermatitis, based on its pathophysiology, can be divided into allergic contact dermatitis and irritant contact dermatitis. Unfortunately both have a similar clinical presentation that sometimes difficult to differentiate, but a precise diagnosis is needed to give the most effective treatment. Hairdressers placed in the third rank in the most highly risk occupation for occupational contact dermatitis. Proper identification on tools and materials used in each occupation, method of working, and other risk factors is needed in order to prevent occupational contact dermatitis, for hairdressers in particular.

Keywords: occupational contact dermatitis, hairdressers, allergy, irritant.

Pendahuluan

Ada berbagai macam pekerjaan yang mempunyai resiko dalam kesehatan, salah satunya adalah penata rambut atau hairdresser, sebagai pekerjaan yang sangat beresiko untuk terkena dermatitis. Seorang penata rambut, yang dalam pekerjaannya sering berkontak langsung dengan berbagai jenis bahan iritan atau alergen memiliki tingkat insiden dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) yang cukup tinggi. Bahan iritan atau alergen yang dapat menimbulkan dermatitis kontak tidak dapat sepenuhnya dieliminasi.

Dari semua jenis penyakit akibat kerja, 10%-40% di antaranya adalah penyakit kulit. Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat penyakit kulit pada pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Di Inggris, penata rambut menduduki peringkat tiga tertinggi untuk jenis pekerjaan yang berhubungan dengan dermatitis kontak akibat kerja. Resikonya akan lebih tinggi pada orang yang mempunyai riwayat dermatitis atopik. Hal ini dapat mengurangi tingkat produktivitas pekerja, yang secara langsung berefek terhadap menurunnya penghasilan dan dapat menjadi beban bagi orang tersebut.

Oleh sebab itu, perlu adanya pembahasan lebih mendalam tentang dermatitis kontak akibat kerja pada penata rambut. Pembahasan ini diharapkan nantinya dapat mengurangi angka morbiditas para penata rambut dan dapat meningkatkan produktivitas pekerja sehingga kehidupan ekonomi dan psikososial menjadi lebih stabil.2 Dengan mengetahui dan memahami lebih mendalam tentang dermatitis kontak akibat kerja, khususnya pada penata rambut diharapkan nantinya dapat berguna dalam mengoptimalkan pencegahan dan pengobatan DKAK pada penata rambut yang diharapkan dapat meningkatkan sumber daya manusianya.

Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Penata Rambut

Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik akibat paparan bahan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik.1 Dermatitis kontak akibat kerja adalah suatu jenis dermatitis kontak yang timbul akibat kontak dengan bahan maupun alat yang biasa digunakan pada suatu jenis pekerjaan. Ada beberapa jenis pekerjaan yang beresiko untuk terkena DKAK, seperti penata rambut, pekerja bangunan, pekerja laundri, petani, tenaga kesehatan, dan lain-lain. Penata rambut adalah salah satu dari sekian banyak pekerjaan yang beresiko untuk terkena DKAK karena pekerjaannya dilakukan dengan situasi yang lembab dan banyak melibatkan bahan kimia seperti pewarna rambut, bleaching, obat pelurus rambut, obat pengeriting rambut, shampo, dan lain-lain.

Dermatitis kontak adalah suatu penyakit yang dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti cuaca, kelembaban, faktor psikologi, dan konstitusi atopik. Gejala klinis yang timbul bersifat kambuh-kambuhan.

Dermatitis kontak akibat kerja dibagi menjadi dua, yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA). DKI adalah dermatitis kontak yang dapat disebabkan oleh bahan iritan kuat seperti asam kuat, basa kuat, garam logam berat dengan konsentrasi kuat dan bahan iritan lemah, seperti sabun, deterjen, dan pelarut organik. DKI oleh karena iritan kuat biasanya timbul seketika setelah berkontak dengan iritan, dan semua orang dapat terkena. Sedangkan DKI karena iritan lemah dapat timbul sesudah pemakaian bahan yang lama dan berulang, dan seringkali baru timbul bila ada faktor fisik berupa abrasi, trauma kecil, dan maserasi. DKA biasanya disebabkan oleh

bahan dengan berat molekul rendah yang disebut hapten. Kelainan kulit terjadi melalui

2 proses hipersensitivitas tipe IV atau proses alergik tipe lambat.2

Epidemiologi Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Penata Rambut

Terdapat beberapa jenis penyakit kulit akibat kerja seperti urtikaria kontak, folikulitis, chloracne, leukoderma, ulserasi, dan lain-lain. Dari semua penyakit kulit akibat kerja, 90%-95% diantaranya adalah dermatitis kontak. Secara statistik, dermatitis kontak iritan lebih sering dijumpai dibandingkan dermatitis kontak alergik, di mana perbandingannya 4:1, namun bila hanya ditinjau dari statistik yang ada hal ini dapat menyesatkan karena sesungguhnya banyak dermatitis kontak alergik yang tidak terdiagnosis sehingga tidak dilaporkan. Salah satu penyebab utamanya adalah tidak tersedianya alat uji tempel (patch test) sebagai sarana diagnostik.1 Di Amerika, lebih dari 90% kasus dermatitis kontak dialami oleh para pekerja.

Di Inggris, tahun 2007, terdapat lebih dari 31.000 kasus penyakit kulit yang diderita oleh tenaga kerja, di mana peringkat tiga teratasnya diduduki oleh penata rambut.3Di Cina, tahun 2006, dari semua DKAK pada penata rambut, prevalensi DKI sebesar 83% dan DKA sebesar 44%. Contoh alergen yang paling sering adalah glyceryl thioglycolate, p-phenylenediamine, ammonium persulfate, dan nikel.5 DKAK cenderung timbul setelah enam bulan bekerja sebagai penata rambut.4

Pada suatu studi, tahun 2009 di Inggris, disebutkan bahwa bahan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak pada penata rambut adalah bahan kimia yaitu sebanyak 49,8%, lalu diikuti oleh aromatic amines 38,3%, nikel 20,5%, sabun 17,9%, wet work 13,6%, preservatives 8,4%, dan terakhir kosmetik dan pewangi sebesar 6,6%.6

Dilihat dari segi umur, sebuah studi menyatakan bahwa DKAK cenderung timbul di usia antara 20-30 tahun, sedangkan khusus pada penata rambut biasanya

timbul pada usia di bawah 20 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin, wanita tercatat lebih banyak terkena DKAK daripada pria, tetapi hal ini hanya dikarenakan lebih banyaknya populasi wanita yang mengambil pekerjaan penata rambut daripada pria.

Etiologi Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Penata Rambut

DKAK dapat dibagi menjadi dua, DKI dan DKA. DKI, yang bersifat non-spesifik, terjadi karena adanya kontak kulit secara langsung dengan satu atau lebih bahan iritan yang dapat menyebabkan kerusakan.7 DKI akut dapat muncul dalam satu jam sampai satu hari setelah adanya kontak dan biasanya terdeteksi berasal dari satu faktor. Sedangkan DKI kronik muncul dalam jangka waktu yang lebih lama(bulanan sampai tahunan) dan biasanya multifaktorial. Pada seorang penata rambut, ada beberapa jenis iritan yang biasa dijumpai dan digunakan dalam kesehariannya, seperti shampo, cairan pengeriting rambut, hydrogen peroxide, ammonium persulfate, sarung tangan, udara yang kering, pekerjaan yang lembab dan basah (wet work).

Sedangkan DKA bersifat spesifik, terjadi sebagai akibat terpajannya kulit oleh bahan yang bersifat alergen pada individu yang telah tersensitisasi, melalui mekanisme hipersensitivitas tipe lambat (tipe-IV). Bahan penyebab DKA pada umumnya adalah bahan kimia yang terkandung dalam alat-alat yang dikenakan oleh penderita (asesoris, pakaian, sepatu, kosmetika, obat topikal dll), atau yang berhubungan dengan pekerjaan atau hobi (semen, sabun cuci, pestisida, bahan pelarut, bahan cat, tanaman dll) dapat pula oleh bahan yang berada disekitarnya (debu semen, bulu binatang atau polutan yang lain). Disamping bahan penyebab ada faktor penunjang yang mempermudah timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu udara, kelembaban, gesekan dan oklusi.1 Ada beberapa jenis alergen yang dapat menimbulkan dermatitis kontak alergik pada penata rambut, seperti nikel (alat-alat seperti gunting, penjepit rambut, dan lain-lain), bahan

karet (sarung tangan), preservatives (kosmetik), p- Phenylenediamine/ PPD (pewarna rambut permanen), cinnamic aldehyde (pewangi), glyceryl monothioglycolate/ GMTG (obat pengeriting rambut permanen), ammonium persulfate (bleaching rambut), ammonium thioglycolate (obat pengeriting rambut permanen), p-toluylenediamine (pewarna rambut permanen).

Saat ini PPD dan GMTG merupakan alergen tersering yang dapat menyebabkan DKAK pada penata rambut. Bahkan DKAK akibat GMTG mengalami peningkatan yang signifikan selama sepuluh tahun terakhir ini. Ammonium persulfate dari bleaching rambut merupakan suatu fenomena yang kompleks karena dapat menyebabkan urtikaria dan dermatitis. Sarung tangan juga dapat menjadi penyebab urtikaria kontak jika terbuat dari bahan latex.

Seringkali dijumpai beberapa bahan iritan yang juga bisa menjadi suatu alergen dan begitu pula sebaliknya, oleh karena itu untuk pembedaannya, diperlukan pemahaman yang lebih lanjut tentang patofisiologi dan gejala klinis pasien yang dapat membedakan antara DKA dan DKI.5

Patogenesis Dermatitis Kontak Akibat Kerja

Karakteristik utama dari dermatitis kontak adalah adanya edema interseluler pada epidermis. Reaksi awal biasanya menimbulkan vesikel intraepidermal dan pembentukan bula pada kasus akut dan pada kasus kronik terdapat papul, skuama, dan likenifikasi. Pada lapisan dermal, banyak terdapat berbagai macam jenis sel radang yang berkumpul di sekitar pembuluh darah kapiler yang dilatasi yang semakin membantu terjadinya respon inflamasi.8

Terdapat dua jenis dermatitis kontak yang dibagi berdasarkan patofisiologinya, yaitu DKI dan DKA. Jika dilihat dari penyebabnya, banyak agen atau bahan yang dapat

sebagai iritan sekaligus sebagai alergen. Gejala klinis yang ditimbulkan dari keduanya mirip, namun patogenesisnya berbeda.

Dermatitis Kontak Iritan

DKI terjadi karena adanya pajanan langsung terhadap kulit oleh satu atau lebih bahan iritan. Kerusakan dapat terjadi pada membran lipid keratinosit, yang akhirnya dapat mengaktifkan phospolipase yang berefek pada dikeluarkannya asam arakidonat dan pembentukan eicosanoids. Hal ini merangsang keluarnya berbagai macam sel inflamasi seperti sitokin. Eicosanoids mengaktifkan limfosit T yang merupakan chemoattractant bagi limfosit dan neutrofil. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya suatu respon inflamasi bahkan hanya pada sekali pemakaian atau pajanan. Pemakaian yang lama akan mengarah menjadi suatu bentuk kronik. Temperatur yang tinggi dan kelembaban lingkungan yang rendah akan memicu terjadi hiperhidrasi kulit yang dapat membuat kulit semakin rentan terhadap iritasi dan dapat terbentuk eritema dan fisura yang terasa nyeri.8 Dermatitis atopik adalah salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko 7

seseorang untuk terkena DKI, demikian juga pasien eksem dan pasien dengan ulkus.7 Dermatitis Kontak Alergik

DKA adalah suatu bentuk hipersensitivitas tipe-IV atau tipe lambat akibat adanya antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Prosesnya terdiri dari dua fase, yang pertama adalah fase sensitisasi. Pada fase ini, hapten suatu bahan kimia molekul rendah terpajan pada stratum korneum, lalu masuk ke bagian bawah epidermis, bergabung dengan protein menjadi alergen dan ditangkap oleh sel Langerhans. Sel Langerhans lalu mengatur ekspresi dari MHC I dan II, ICAM-1, dan lain-lain. Selanjutnya, antigen dipresentasikan pada T helper spesifik yang mengekspresikan molekul CD4. Setelah pengenalan antigen terjadi, beberapa sitokin dihasilkan oleh sel T

dan sel Langerhans, sel Langerhans mengeluarkan IL-1 yang menstimulasi sel T untuk mengeluarkan IL-2 yang dapat membantu proliferasi sel T itu sendiri. Pada fase ini, sel T telah memiliki memori akan antigen tersebut dan individu telah tersensitisasi untuk merespon jika terjadi ekspos yang kedua kalinya oleh antigen ini.

Fase yang kedua yaitu fase elisitasi, bila terjadi paparan kembali oleh antigen yang sama, akan terjadi suatu respon imun karena sel T yang telah memiliki memori sebelumnya teraktivasi. Sitokin-sitokin menyebabkan dilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Proses inilah yang menyebabkan inflamasi.5

Gejala Klinis Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Penata Rambut

Delapan puluh sampai sembilan puluh persen DKAK menimbulkan gejala klinis di tangan. Daerah palmar adalah yang tersering jika alergennya adalah p-phenylenediamine yang biasa terdapat pada pewarna rambut permanen. Pada penata rambut yang melakukan wet works sering dijumpai dermatitis pada sela jari dan dapat menyebar sampai ke punggung tangan. Penderita umumnya mengeluh gatal dan mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tidak tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.

Pada DKAK akut, gejala awal dimulai dengan makula eritema pada bagian belakang jari dan daerah di antara jari. Selain itu, pada kulit dapat muncul papul, edema, dan vesikel/bula yang bila pecah akan terdapat eksudasi dan basah. Biasanya lesi berbatas tidak tegas dan terbatas di tangan. Pada fase subakut, vesikel yang pecah telah mengering dan dapat timbul eritema, krusta, skuama, dan erosi. Sedangkan pada DKAK kronik yang biasanya timbul karena adanya pajanan yang berulang dapat menimbulkan

kulit yang menebal, hiperpigmentasi, likenifikasi, kering dan bersisik. Pada pekerjaan-pekerjaan basah seperti penata rambut yang banyak terpajan dengan air, sabun, dan detergen, eritema ringan disertai fisur merupakan tanda awalnya. Pada kondisi yang lebih parah dapat muncul kemerahan, edema, bahkan sampai fisura hemoragik.7

Pada DKA, gambaran klinis umumnya berupa papul, vesikel dengan dasar eritem dan edema, disertai rasa gatal. Gejala memang agak sulit dibedakan dengan DKI, namun pada suatu studi menunjukan bahwa DKA dapat muncul pada semua pola pada area tangan yaitu palmar, dorsal, jari-jari, atau keseluruhan tangan; sedangkan DKI lebih sering terjadi pada palmar.9 Selain itu, DKI dan DKA dapat dibedakan berdasarkan gejala yang timbul sebagai berikut:5

Gejala Klinis

Dermatitis Kontak Alergik

Dermatitis Kontak Iritan

Gatal

+ + + + (lebih cepat muncul)

+ + (lebih lambat muncul)

Sakit, burning

++

+ + + + (lebih cepat muncul)

Eritema

++++

++++

Vesikel Bula

++++

+

+

+++

Ada beberapa kriteria yang dapat membantu untuk menegakkan diagnosis dermatitis kontak iritan atau dermatitis kontak alergik. Berikut di bawah ini adalah kriterianya (Contact and Occupational Dermatology, 2002):

Kriteria Dermatitis Kontak Iritan

  • 1.    Kriteria subjektif mayor:

  • -    Gejala mulai dari beberapa menit sampai beberapa jam setelah pajanan

  • -    Ada rasa perih, menyengat, terutama pada gejala awal

  • 2.    Kriteria subjektif minor:

  • -    Gejala muncul dalam kurun waktu 2 minggu setelah pajanan

  • -    Banyak orang lain pada lingkungan yang sama yang terkena atau mempunyai gejala yang mirip

  • 3.    Kriteria objektif mayor:

  • -    Predominasi makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura(bula mungkin muncul karena adanya bahan iritan yang kuat)

  • -    Jika vesikel lebih mendominasi, kemungkinan DKA

  • 4.    Kriteria objektif minor:

  • -    Dermatitis dengan batas yang tegas

  • -    Kurangnya kecenderungan dermatitis untuk menyebar ke bagian tubuh lain5

Kriteria Dermatitis Kontak Alergik

  • 1.    Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan yang berulang dan lama.

  • 2.    Terdapat tanda-tanda dermatitis seperti efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas kurang tegas terutama pada tempat kontak.

  • 3.    Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat.

  • 4.    Adanya rasa gatal

  • 5.    Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.1

  • 6.    Dermatitis polimorf dengan batas yang tidak tegas

  • 7.    Ada kecenderungan untuk menyebar ke bagian tubuh lain

  • 8.    Gejala yang mucul bersifat kambuh-kambuhan(relaps)

  • 9.    Pada lingkungan kerja hanya satu atau sedikit orang yang mengalami gejala

7 dermatitis

Diagnosis Dermatitis Kontak Akibat Kerja

Untuk menegakkan diagnosis DKAK, perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, 2 pemeriksaan laboratorik, dan uji tempel/ patch test.2

Anamnesis

Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal seperti onset gejala saat pertama kali muncul, di mana lokasi munculnya, apa jenis pekerjaannya, apakah ada rekan kerja yang menderita gejala yang sama, apakah dermatitis membaik saat tidak masuk kerja atau semakin parah saat masuk kerja, apakah ada upaya pasien untuk menghilangkan keluhan ini sebelumnya, dan apakah pasien mempunyai riwayat atopik. Selain itu, sebagai tambahan perlu juga ditanyakan hobi dan kegiatan pasien di luar pekerjaan. Pada pasien yang bekerja sebagai penata rambut, perlu ditanyakan bahan-bahan apa saja yang biasa digunakan oleh pasien dalam keseharian pekerjaannya. Perhatian juga harus diberikan tentang apakah pasien menggunakan sarung tangan, produk perawatan kulit, dan pengobatan lainnya saat bekerja.

Kunjungan ke tempat kerja

Terkadang anamnesis dari seorang pasien saja tidak cukup untuk menentukan karakteristik dari DKAK yang diderita, untuk itu sering kali diperlukan suatu kunjungan ke tempat kerja dalam rangka mencari penyebab, mendukung penegakan diagnosis dan

juga untuk membantu penyembuhan pasien yang optimal. Beberapa jenis informasi yang dapat ditanyakan pada saat kunjungan ke tempat kerja adalah sebagai berikut:

  • -    Nama, alamat, dan nomor telepon tempat kerja

  • -    Jumlah karyawan dan posisinya di tempat kerja itu

  • -    Jenis-jenis pekerjaan apa saja yang dilakukan di tempat kerja itu dan tempat kerja mana yang mensuplai bahan dan alat yang digunakan

  • -    Bagaimana situasi dan kondisi di tempat kerja, dilihat dari ruangannya, penerangannya, ventilasinya

  • -    Apakah menggunakan sistem pengamanan dalam kerja, baik dari alat, pakaian, maupun produk perawatan kulit

  • -    Apakah ada tenaga kerja yang menderita penyakit kulit

  • -    Jika ada kasus, maka perlu diberi penyuluhan tentang prevensi yang benar kepada pekerja.9

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus berfokus pada lokasi dan tampilan morfologisnya, seperti adanya kemerahan, vesikel, bula, nekrosis, papula, skuama, dan fisura. Selain lesi pada tangan, kulit pada bagian tubuh yang lain juga perlu diperiksa, terutama kulit pada muka dan leher, karena banyak DKAK terjadi pada daerah tersebut. Lalu, pasien juga harus dilihat apakah ada dermatitis atopik, psoriasis, kulit kering, dan eksim.7 Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut dapat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, kering dan skuama. Bila ada infeksi terlihat pustul.2

Pemeriksaan Laboratorik

Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus diambil untuk dibiakan dan selanjutnya

dilakukan tes resistensi.9

Uji tempel

Uji tempel harus dilakukan pada semua kasus dermatitis pada tangan. Tujuan dari uji tempel adalah untuk mendeteksi bahan penyebab dermatitis kontak alergik, dilakukan dengan menempelkan bahan yang dicurigai dengan konsentrasi yang benar pada kulit normal. Selain untuk keperluan diagnosis, uji tempel juga dapat digunakan sebagai screening test untuk DKAK dan bahan yang digunakan berasal dari lingkungan kerja pasien. Tes tempel yang telah distandarisasi disebut unit uji tempel. Bahan yang akan diuji diteteskan atau diletakkan pada filter paper disc, kemudian ditutup dengan bahan impermeabel, selanjutnya ditutup lagi dengan plester yang hipoalergis. Pembacaan dilakukan setelah 48, 72 dan 96 jam. Setelah penutup dibuka, ditunggu dahulu selama 15-30 menit untuk menghilangkan efek plester, hasil sebagai berikut:

Hasil 0 : bila tidak ada reaksi.

+      : bila hanya ada eritema.

++    : bila ada eritema dan papul.

+++   : bila ada eritema, papul dan vesikel.

++++ : bila ada edema, vesikel.

Dalam penilaian ini harus dapat dibedakan antara reaksi iritasi dan reaksi alergi, reaksi negatif semu dan reaksi positif semu, untuk itu diperlukan pengalaman dan penilaian khusus. Tes yang menunjukkan hasil negatif mendukung diagnosis DKI, namun hal ini bisa jadi merupakan negatif semu sehingga ada beberapa alergen yang penting terlewatkan. Pengulangan, dilusi serial, dan tes kontrol adalah kunci untuk menghindari

positif semu. Reaksi negatif semu dapat dihindari dengan kewaspadaan seperti tidak menggunakan kortikosteroid dan lain-lain saat sebelum tes.

Diagnosis Banding Dermatitis Kontak Akibat Kerja

Ada beberapa diagnosis banding yang perlu diketahui karena terkadang sulit untuk menegakkan diagnosis dermatitis kontak. Yang pertama adalah dermatitis atopik, biasanya terjadi pada tangan dan dapat dipicu atau diperparah oleh pekerjaan yang melibatkan air dan banyak bahan iritan seperti penata rambut. Dermatitis atopik juga termasuk salah satu faktor yang dapat memperparah dermatitis kontak iritan.

Selain itu, psoriasis dan tinea pada tangan sering kali sulit dibedakan dengan DKAK. Psoriasis pada tangan dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan DKI kronik. Terkadang, kombinasi dermatitis atopik dan psoriasis akan menimbulkan vesikel yang terasa gatal di tangan. Tinea pada tangan dapat timbul skuama yang kering pada telapak tangan, ditandai dengan adanya lokalisasi unilateral dan terkenanya kuku-kuku pada jari tangan pasien.5

Ada juga beberapa jenis dermatitis lain yang perlu dibedakan dengan DKAK yaitu:

  • -    Dermatitis numularis, merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas dan punggung tangan.

  • -    Dermatitis dishidrotik, erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam

  • -    Dermatitis seboroik, bila DKAK dijumpai pada wajah akan sulit dibedakan. Pada dermatitis seboroik terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang telinga

- Liken simplek kronikus, bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau

sensitisasi. Perlu dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.1

Pengobatan Dermatitis Kontak Akibat Kerja

Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak akibat kerja yang baik adalah dengan mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya. Pada kasus yang parah, sering disarankan untuk tidak masuk kerja selama beberapa waktu atau bahkan pindah jenis pekerjaan. Namun jika tidak memungkinkan, ada beberapa hal yang dapat diubah seperti prosedur kerja, perlengkapan dan alat yang digunakan, atau menggunakan alat pelindung. Untuk perlindungan dapat digunakan sarung tangan saat bekerja. Jenis sarung tangan yang dapat digunakan tergantung dengan jenis pekerjaannya, seperti elastisitas, ketebalan, dan tipe polimer dari sarung 7

tangan tersebut.

Pengobatan dapat diberikan sesuai dengan derajat penyakitnya. Untuk pengobatan, terdapat dua jenis yang dapat diberikan yaitu pengobatan topikal dan sistemik.

Pengobatan topikal

Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu pada fase akut bila basah, dapat diberikan terapi basah (kompres terbuka) berupa kompres salin sampai eksudasi mengering. Pada fase subakut dapat diberikan losio, pasta, krim, atau linimentum (pasta pendingin) berupa krim hidrocortisone 1%-2.5%, betamethasone valerate 0.01% atau triamcinolone acetate 0.1%. Bila fase kronik dapat diberikan salep dexoksimethasone 0.25% atau betamethasone dipropionate 0.05%.10 Sedangkan radiasi ultraviolet (PUVA atau UVB) dapat diberikan untuk kasus yang sulit sembuh. Perlu diingat bahwa pemakaian

kortikosteroid topikal jangka panjang perlu dihindari karena dapat merusak keratin kulit. Selain itu, karena pekerjaan sebagai penata rambut yang banyak melakukan wet work, salep yang lengket sebaiknya dihindari; lebih dipilih krim yang tidak lengket setelah pemakaian.7 Pengobatan Sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenis pengobatan yang sering digunakan adalah antihistamin dan kortikosteroid. Jika pengobatan tersebut tidak berhasil, dapat diberikan obat-obatan second line seperti siklosporin, pentoksifilin, takrolimus, dan kalsium antagonis.1

Prognosis Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Penata Rambut

Berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan di Eropa, prognosis DKAK termasuk kasus yang cukup berat yang perlu dikonsultasikan dengan seorang dermatologis karena penyakitnya dapat bertahan lama. Mengganti pekerjaan dapat memperbaiki prognosis bagi sebagian besar orang, namun 10% di antaranya tetap mengalami persistence postoccupational dermatitis. Prognosis yang kurang baik ini, baik DKA dan DKI, dapat dikarenakan berbagai hal seperti terpajan oleh bahan yang tidak diketahui secara terus 9 menerus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak, kapan terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor pencetusnya, terjadinya kontak ulang dan adanya faktor individual seperti atopi. Dengan adanya uji tempel maka prognosis DKA lebih baik daripada DKI. Prognosis DKI akut lebih baik daripada DKI kronis yang bersifat kumulatif dan sulit disembuhkan. Dermatitis kontak alergik terhadap bahan-bahan kimia industri yang terdapat di luar lingkungan tempat

kerja atau pada barang-barang milik pribadi, mempunyai prognosis yang buruk, karena

bahan-bahan tersebut banyak dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari.1

Prognosis dermatitis pada penata rambut sangat tergantung pada banyaknya faktor-faktor merugikan lainnya, prognosis semakin buruk bila ada riwayat dermatitis atopik, iritasi shampo, dan sulitnya menghindari alergen seperi PPD atau GMTG. Kombinasi dari faktor itu mengindikasikan perlunya pasien untuk mencari alternatif pekerjaan yang lain.

Pencegahan Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Penata Rambut

Terdapat berbagai macam usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah DKAK, seperti eliminasi atau pengggantian bahan atau alat yang membahayakan, proteksi personal, identifikasi individu yang rentan, dan edukasi.11 Untuk penata rambut, ada beberapa hal sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah DKAK, seperti:

  • -    Tempat kerja yang bersih dan sistem ventilasi yang baik.

  • -    Menggunakan sarung tangan sekali pakai saat menggunakan produk-produk salon (seperti shampo, pewarna rambut, bleaching) dan saat bekerja dengan tangan terdendam air. Sarung tangan yang dapat dipakai adalah sarung tangan powder-free berbahan vinil dengan panjang 300 mm. Sebuah studi di London tahun 2005 telah menunjukkan bahwa penggunaan sarung tangan yang dipakai berulang-ulang dapat meningkatkan resiko DKAK akibat pewarna rambut (PPD).12

  • -    Menggunakan moisturizer atau “barrier creams” saat sebelum mulai bekerja dan setelah mencuci tangan dapat memberikan lapisan proteksi antara kulit dan bahan berbahaya, sehingga berguna untuk mencegah iritasi pada tangan pada

berbagai jenis pekerjaan termasuk penata rambut. Krim ini direkomendasikan untuk digunakan saat berkontak dengan bahan yang non-toksik, non-karsinogen, dan iritan lemah seperti air dan detergen. Krim ini juga hanya dapat digunakan pada kulit yang normal karena terkadang malah dapat memperparah dermatitis jika diaplikasikan pada kulit yang mengalami inflamasi.

  • -    Menggunakan salep untuk mencegah DKAK terutama DKI karena dapat mencegah kerusakan lapisan tanduk epidermis dengan cara membentuk suatu lapisan proteksi yang mencegah penguapan air dari kulit. Namun, penggunaan jangka panjang pada kulit yang normal dapat mengganggu fungsi stratum korneum sebagai barrier dan meningkatkan kerentanan kulit terhadap bahan iritan. 11

  • -    Mengganti prosedur kerja seperti memotong rambut dilakukan sebelum mewarnai rambut agar tangan penata rambut tidak terekspos secara berulang.12

  • -    Menyimpan produk-produk salon pada tempat yang kering dan simpan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan, tidak terlalu banyak.

  • -    Membaca instruksi pemakaian produk dengan benar, mempersiapkan atau mengeluarkan produk sesuai dengan jumlah yang akan segera digunakan saat itu, dan hindari kontak langsung dengan kulit dengan memakai sarung tangan.

13

  • -    Setelah mencuci tangan dikeringkan dengan handuk kering

  • -    Pemberian edukasi terhadap penata rambut tentang cara pemakaian pelindung yang benar, pemakaian krim, dan prosedur kerja yang benar terbukti lebih efektif, terutama jika diberikan saat pelatihan tenaga kerja sebagai primary prevention.11

Ringkasan

Dermatitis kontak akibat kerja terbagi menjadi dua yaitu dermatitis kontak iritan(DKI) dan dermatitis kontak alergik(DKA). DKI dapat terjadi karena adanya sekali paparan bahan iritan yang kuat dan langsung menimbulkan dermatitis sedangkan DKA memerlukan adanya sensitisasi terlebih dahulu lalu setelah ada paparan kedua dapat menimbulkan suatu reaksi alergi. DKI dan DKA mempunyai gejala klinis yang sulit dibedakan. Namun keduanya dapat dibedakan dengan melakukan uji tempel yang merupakan alat diagnostik utama dan merupakan suatu prosedur yang harus dilakukan untuk semua kasus dermatitis kontak akibat kerja pada tangan.

Pekerjaan sebagai penata rambut menempati peringkat ketiga terbanyak untuk jenis pekerjaan yang berhubungan dengan dermatitis kontak akibat kerja. Kebanyakan penderitanya adalah wanita dengan usia kurang dari dua puluh tahun dan daerah tubuh yang paling sering terkena adalah tangan. Hal ini dikarenakan pada pekerjaannya, seorang penata rambut sering berkontak langsung dengan bahan-bahan iritan dan alergen yang ada di lingkungan kerjanya, kebanyakan karena kegiatan mencuci rambut yang harus dikerjakan terus-menerus.8 Alergen yang paling sering adalah p-phenylenediamine (PPD) pada pewarna rambut dan glyceryl monothioglycolate (GMTG) pada obat pengeriting rambut.

Diagnosis DKAK dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, tes laboratorik, dan uji tempel. Pengobatan yang dapat dilakukan umumnya sama dengan kasus-kasus dermatitis lainnya, yaitu dengan pengobatan topikal dan pengobatan sistemik yang dapat membantu mengurangi rasa gatal, burning sensation, dan perih. Yang paling utama harus diperhatikan adalah bagaimana cara untuk mencegah DKAK itu. Pada penata rambut, salah satu cara yang paling efisien adalah dengan

menggunakan sarung tangan saat harus berkontak dengan bahan-bahan iritan atau alergen seperti saat mencuci rambut, mewarnai rambut, mengeriting rambut, dan lain-lain. Selain itu, penggunaan krim pelindung pada tangan atau moisturizer sebelum bekerja dan setelah mencuci tangan juga dapat membantu untuk membersihkan bahan-bahan yang dapat mengkontaminasi kulit. Prognosis DKAK pada penata rambut akan semakin memburuk jika pasien mempunyai riwayat dermatitis atopik dan ketidakmampuan pasien untuk menghindari bahan-bahan iritan atau alergen.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Trihapsoro, I. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan. 2003. USU Digital Library.

  • 2.    Siregar, RS. Dermatosis Akibat Kerja. Cermin Dunia Kedokteran No. 107. 1996: 44-47.

  • 3.    Lind, ML. Dermatitis in Hairdressers as a Problem in Chemical Control. Annual Occupational Hygiene Vol. 49. 2005; 6 : 457–459.

  • 4.    Khumalo, NP, Jessop, S, and Ehrlich, R. Prevalence of Cutaneous Adverse Effects of Hairdressing. Arch Dermatology. 2006; 142: 377-383.

  • 5.    Marks, JG, Elsner, P, and Deleo, VA. Contact and Occupational Dermatology. 3rd Edition. United States of America: Mosby Inc.; 2002; 15: 358-361

  • 6.    Meyer, JD, Chen, Y, Holt, DL, Beck, MH, and Cherry, NM. Occupational Contact Dermatitis in the UK: a surveillance report from EPIDERM and OPRA. Occup. Med. Vol. 50. 2000; 4: 265-273.

  • 7.    Menne, T and Maibach, HI. Hand Eczema. 2nd Edition. United States of America: CRC Press; 2000: 13: 133-139.

  • 8.    Dermatitis Contact Emergency Medicine. 2009 September [ diakses 10 Juni

2010]. Diunduh dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/.

  • 9.    Rycroft, RJ, Menne, T, and Frosch, PJ. Textbook of Contact Dermatitis. 2nd Edition. Germany: Springer-Verlag; 1995; 11: 343-376.

  • 10.    Perry, AD and Trafeli, JP. Hand Dermatitis: Review of Etiology, Diagnosis, and Treatment. Journal America Board Family Medicine Vol.22. 2009; 22:325-330.

  • 11.    Brown, T. Strategies for Prevention: occupational contact dermatitis. Occupational Medicine. 2004; 54:450–457.

  • 12.    Lind, ML, Boman, A, Sollennberg, J, Johnsson, S, Hagelthorn, G, and Meding, B. Occupational Dermal Exposure to Permanent Hair Dyes Among Hairdressers. Annual Occupational Hygiene Vol. 49. 2005; 6: 473- 480.

  • 13.    Control of Substances Hazardous to Health Regulations (COSHH) in Hairdressing. 2006 Oktober [ diakses 10 Juni 2010]. Diunduh dari: URL: http://hse.gov.uk/skin/information.htm.

22