Faktor gaya hidup Faktor Gaya Hidup yang Mempengaruhi Kejadian Diabetes Mellitus Di Kota Padang Tahun 2020
on

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.12,DESEMBER, 2021

Diterima: 2021-05-09 Revisi: 2021-10-18 Accepted: 15-12-2021
FAKTOR GAYA HIDUP MEMPENGARUHI DIABETES MELLITUS
DI KOTA PADANG
Putri Dafriani1, Putri Minas Sari2
Sekolah Tinggi Kesehatan Syedza Saintika e-mail: [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang: Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit dengan angka kejadian yang terus meningkat. Salah satu faktor yang berpengaruh pada DM adalah gaya hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara usia, pola makan, dan stres dengan kejadian DM. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian croos-sectinal yang telah dilakukan pemeriksaan etik dari penelitian sebelumnya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode accidental sampling dengan jumlah sampel 89 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terbimbing dan Food Frequency Questionnaire atau FFQ. Hasil: Analisis bivariat dengan chi-square menemukan bahwa ada hubungan DM dengan obesitas (p-value = 0,021), DM dengan diet (p-value = 0,000), dan DM dengan tingkat stres (p-value = 0,008). Sehingga dengan menjaga pola makan, manajemen stres, dan pengendalian berat badan dapat menurunkan risiko DM.
Kata Kunci : Gaya Hidup, Diabetes Mellitus, Faktor
ABSTRACT
Background: Diabetes Mellitus (DM) is one of the diseases with an increasing incidence rate. One of the influential factors in DM is life style. The purpose of this study is to find out the relationship between age, diet, and stress with the incidence of DM. Method: This study is a cross-sectional study that has been conducted ethical clearance of previous research. Sampling techniques were conducted using accidental sampling with 89 of samples. Data is collected by using guided interviews and FFQ (Food Frequency Questionnaire). Results: Bivariate analysis by using chi-square found that there is a relationship of DM to obesity (p-value = 0.021), DM to diet (p-value = 0.000), and DM to stress levels (p-value = 0.008). So that by maintaining diet, stress management, and weight control can decrease the risk of DM.
Keywords: Lifestyle, Diabetes Mellitus, Factor
Faktor gaya hidup menjadi bagian yang penting dalam prevalensi kejadian DM di masyarakat. DM tergolong kedalam penyakit yang tidak menular yang angkanya selalu meningkat setiap tahun. Berdasarkan data rikesdas 2018, prevalensi DM di Indonesia meningkat dari 6,9% tahun 2013 menjadi 8,5%. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan angka kelebihan berat badan 11,5% tahun 2013 menjadi 13,6%. Obesitas juga meningkat dari 14,8% menjadi 21,8% pada tahun 2018. Obesitas dan kelebihan berat badan sangat erat kaitannya dengan pola makan. Prevalensi ganguan mental emosional meningkat dari 6% menjadi 9,8% pada tahun 2018. Pasien depresi 9,1% pada tahun 2018, hanya 9% yang mendapatkan pengobatan. Hal ini menunjukkan semakin bermasalahnya pola hidup masyarakat Indonesia (3).
Obesitas merupakan penumpukan jaringan lemak dapat mengakibatkan penurunan kinerja insulin pada jaringan sasaran sehingga
menyebabkan glukosa sulit untuk memasuki sel, keadaan ini berakhir pada peningkatan kadar glukosa dalam darah(4). Faktor obesitas merupakan faktor prediposisi untuk meningkatkan gula darah yang merupakan sebuah indikator diabetes melitus. Secara patologi hal ini dikarenakan se-sel beta pulau Langerhans menjadi kurang peka terhadap rangsangan akibat kadar gula darah dan kegemukan (obesitas) akan menekan jumlah reseptor insulin pada sel-sel seluruh tubuh (5).
Pola makan tinggi karbohidrat dan lemak dapat meningkatkan kadar gula darah. Makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi dapat dengan cepat menaikkan kadar gula darah. Kadar lemak yang tinggi dapat mengurangi2. efektifitas hormon insulin(6). Hormon insulin adalah salah satu hormon yang bertanggung jawab dalam menjaga keseimbangan kadar gula darah. Pengaturan pola makan penting dalam mempertahankan agar kadar gula darah tetap berada dalam rentang yang normal. Berdasarkan penelitian Dafriani tahun 2017 di RSUD Rasidin Padang didapatkan hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian DM dengan nilai p= 0.001(7). Hal yang sama juga didapatkan dari penelitian Majid tahun 2019, bahwa pola makan memiliki hubungan yang bermakna dengan kadar gula darah dengan p=0,000 (8).
Stress adalah respon tubuh terhadap stressor psikososial akibat berbagai tekanan yang terjadi kepada seseorang. Stress dapat memicu kenaikan kadar hormon epinefrin dan kortisol. Akibatnya adalah peningkatan pemecahan gula darah sehingga kadar gula darah tinggi di pembuluh darah (9). Pada kondisi stress memicu peningkatan hormon yang mempengaruhi nafsu makan. Sehingga pasien DM akan mengkonsumsi karbohidrat lebih tinggi. Hal ini juga3. berkontribusi untuk meningkatkan kadar gula darah pada pasien DM. Berdasarkan penelitian Pratiwi 2016 didapatkan peningkatan kadar gula darah sewaktu pada pasien DM yang menjalani hemodialisa dengan nilai p=0,0001. Hasil yang sama juga didapatkan dari penelitian Derek tahun 2017 di RS. Pancaran Kasih Manado. Terdapat hubungan yang bermakna antara stress dengan kadar gula darah sewaktu dengan nilai p= 0,001(10). Pada penelitian Irfan tahun 2015 didapatkan 55,6% pasien DM mengalami stress berat dan hampir separuhnya (48,9%) memiliki kadar gula darah yang buruk, dengan nilai p= 0,001.
Penyakit DM merupakan salah satu penyakit kronik yang menjadi salah satu penyebab stress pada pasien DM. Pasien DM harus bolak balik ke pelayanan Kesehatan untuk pemeriksaan rutin, pengambilan obat dan pemeriksaan kadar gula darah. Pasien DM harus menyediakan waktu khusus untuk melakukan semua ini. Selain itu, beban kehidupan
yang sudah ada membuat bertambahnya penyebab stress pada pasien DM terutama setelah pandemi covid 19 yang merubah kehidupan masyarakat. Pasien DM terbatas untuk melakukan kunjungan rutin.Prevalensi kasus DM di Sumatera Barat meningkat cukup pesat. Kota Padang adalah salah satu daerah yang memiliki jumlah pasien DM tertinggi di Sumatera Barat. Pada tahun 2019 terdapat 1390 kasus DM di Kota padang. Sumatera Barat, khususnya kota Padang merupakan salah satu daerah di Indonesia yang terkenal dengan masakannya yang enak. Berbagai masakan padang memiliki bahan baku yang terdiri dari santan kelapa dan minyak goreng yang tinggi lemak. Selain itu, nasi putih masih menjadi makanan pokok utama bagi masyarakat. Berdasarkan uraian diatas peneliti tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan obesitas, pola makan dan stress dengan kejadian DM di Kota Padang.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Nanggalo Kota Padang pada bulan Juli 2020. Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan etik dari komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dengan nomor : 085/KEP/FK. Responden pada penelitian ini adalah pasien dewasa dan lansia yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo pada bulan Juli 2020 yang berjumlah 89 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Data stress dan pola makan diambil dengan melakukan wawancara terpimpin.Kuisioner stress disusun berdasarkan skala Hawari. Sedangkan untuk pola makan berdasarkan Food Frequency Questionnaire (FFQ). Pengolahan data dilakukan dengan komputer. Hasil yang didapatkan diuji dengan uji Chi Square untuk menentukan hubungan antara variabel obesitas, pola makan dan stress dengan variabel kejadian DM.
HASIL
Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian diabetes mellitus di poli umum puskesmas nanggalo kota padang tahun 2020
No |
Kejadian Diabetes Mellitus |
N |
% |
1 |
Diabetes Mellitus |
49 |
55,1 |
2 |
Tidak Diabetes Mellitus |
40 |
44,9 |
Jumlah |
89 |
100 |
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan indeks massa tubuh (imt) di poli umum puskesmas nanggalo kota padang tahun 2020.
No |
Umur |
N |
% |
1 |
Obesitas |
69 |
77,5 |
2 |
Tidak Obesitas |
20 |
22,5 |
Jumlah |
89 |
100 |
Berdasarkan tabel 2 didapat bahwa dari 89 responden lebih dari separoh responden yaitu 69 orang (77,5%) responden dengan obesitas di Poli Umum Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2020.
-
b. Pola Makan
Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pola makan di poli umum puskesmas nanggalo padang tahun 2020.
No |
Pola Makan |
N |
% |
1 |
Baik |
44 |
49,4 |
2 |
Tidak Baik |
45 |
50,6 |
Jumlah |
89 |
100 |
2.
Analisis Bivariat
Tabel 5. Hubungan umur, pola makan, dan stres dengan kejadian Diabetes Mellitus di poli puskesmas nanggalo Padang.
N o |
Kejadian DM | |||||||
Gaya Hidup |
DM |
Tidak DM |
Total |
p value | ||||
N |
% |
N |
% |
N |
% | |||
1 |
Obesitas
Obesita s |
43 6 |
62,3 30,0 |
2 6 1 4 |
37, 7 70, 0 |
6 9 2 0 |
100 100 |
0,021 |
2 |
Pola Makan
Baik |
9 40 |
20,5 88,9 |
3 5 5 |
79, 5 11, 1 |
4 4 4 5 |
100 100 |
0,000 |
3 |
Tingkat Stres
|
32 17 |
69,6 39,5 |
1 4 2 6 |
30, 4 60, 5 |
4 6 4 3 |
100 100 |
0,008 |
Berdasarkan tabel 3 didapat bahwa dari 89 responden lebih dari separoh responden yaitu 45 orang (50,6%) responden dengan pola makan tidak baik di Poli Umum Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2020.
d.Stres
Tabel 4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan
tingkat stres di poli umum puskesmas nanggalo padang Tahun 2020.
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa proporsi kejadian diabetes mellitus lebih banyak ditemukan pada responden dengan obesitas yaitu 43 orang (62,3%) dibandingkan dengan yang tidak obesitas yaitu 6 orang (30,0%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan memakai rumus Chi-Squuare didapat nilai p = 0,021 (p < 0,05), artinya ada hubungan obesitas dengan Kejadian Diabetes Mellitus di Poli Umum Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2020.
No |
Stres |
N |
% |
1 |
Sedang |
46 |
51,7 |
2 |
Ringan |
43 |
48,3 |
Jumlah |
89 |
100 |
Berdasarkan tabel 4 didapat bahwa dari 89 responden lebih dari separoh responden yaitu 46 orang (51,7%) responden dengan tingkat stres sedang di Poli Umum Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2020.
Proporsi kejadian diabetes mellitus lebih banyak ditemukan pada responden dengan pola makan tidak baik yaitu 40 orang (88,9%)dibandingkan dengan pola makan yang baik yaitu 9 orang (20,5%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan memakai rumus Chi-Square didapat nilai p = 0,000 (p < 0,05), artinya ada hubungan pola makan dengan Kejadian Diabetes Mellitus di Poli Umum Puskesmas Nannggalo Kota Padang Tahun 2020. Proporsi kejadian diabetes mellitus lebih banyak ditemukan pada responden dengan tingkat stres sedang yaitu 32 orang (69,6%)dibandingkan dengan stres ringan yaitu 17 orang (39,5%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan memakai rumus Chi-Square didapat nilai p = 0,008 (p < 0,05), artinya ada hubungan stres dengan Kejadian Diabetes Mellitus di Poli Umum Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2020.
PEMBAHASAN
Tingginya angka obesitas pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo (62,3%) menggambarkan buruknya pola makan. Konsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak membuat munculnya masalah bagi Kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian 88,9% pasien memiliki pola makan yang tidak baik. Penelitian yang sama oleh Sari, 2018, obesitas berhubungan dengan kejadian DM dengan nilai p= 0,000. Hasil penelitian Astuti, A 2019 memperlihatkan bahwa ada hubungan antara obesitas dengan prediabetes dengan p-value 0,000. Karena ketika seseorang mengalami obesitas terjadi penyimpanan lemak secara berlebihan sehingga menutup sensitifitas insulin tehadap glukosa dan menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Obesitas yang merupakan jaringan lemak dapat mengakibatkan penurunan kinerja insulin pada jaringan sasaran sehingga menyebabkan glukosa sulit untuk memasuki sel, keadaan ini berakhir pada peningkatan kadar glukosa dalam darah(11).
Faktor obesitas merupakan faktor prediposisi untuk meningkatkan gula darah yang merupakan sebuah indikator diabetes melitus. Secara patologi hal ini dikarenakan se-sel beta pulau Langerhans menjadi kurang peka terhadap rangsangan akibat kadar gula darah dan kegemukan (obesitas) akan menekan jumlah reseptor insulin pada sel-sel seluruh tubuh. Kadar gula darah dipengaruhi pula oleh faktor herediter, aktivitas fisik, asupan diet, keluaran energi, metabolisme dan hormonal (12). Peningkatan glukosa dan lemak akan mengakibatkan transportasi asam lemak ke dalam adipose. Sehingga lipogenesis meningkat (13).
Berdasarkan hasil penelitian 62,3 % pasien yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo memiliki pola makan yang buruk. Pola makan yang buruk mempengaruhi kadar gula darah sehingga beresiko dengan kejadian DM. Walaupun ada beberapa pasien yang pola makannya buruk tidak mengalami DM. Hal ini bisa terjadi karena DM dipengaruhi oleh faktor lain seperti genetik, aktifitas, obesitas, dan lain-lain. Banyak penelitian yang sudah membuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian DM. Pola makan yang baik juga sangat penting bagi penderita DM. Penderita DM wajib mengerti tentang tentang pengaturan pola makan sehari-hari. Pola makan ini mencakup pengaturan jadwal makan untuk pasien diabetes. Frekuensi makan yang baik adalah 6 kali makan per hari yang terdiri dari 3 kali makan utama dan 3 kali makan sampingan. Penjadwalan makannya dapat dilakukan sebagai berikut sarapan pagi pukul 06.00-07.00, makan antara pagi dan siang pada pukul 09.00-10.00, makan siang pukul 12.00-13.00, makan siang dan malam pukul 15.00-16.00, makan malam
pukul 18.00-19.00, dan makan setelah makan malam pukul 21.00-22.00. Frekuensi makan yang disarankan bagi penderita DM yaitu makan sering dengan porsi kecil sedangkan cara makan yang dihindari adalah makan dalam jumlah yang banyak, seperti sarapan pagi (20%), selingan makan pagi (10%), makan siang (25%), selingan makan siang (10%), makan malam (25%), selingan makan malam (10%). Aneka makanan merupakan hal yang penting diperhatikan karena dapat menentukan meningkatnya kadar glukosa darah(13).
Berdasarkan hasil penelitian 80,2% pasien DM memiliki kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia). Hal ini berarti tidak terkendalinya kadar gula darah DM meskipun pasien DM mengkonsumsi obat DM. Ini menggambarkan bahwa pengaturan pola makan sangat mempengaruhi kadar gula darah pasien DM(14).
Semua pasien yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo mengalami stress. Berdasarkan penelitian,51,7% pasien mengalami stress sedang. Diantara yang mengalami stress sedang, 69,6% menderita DM. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan hubungan yang bermakna antara stress dengan kejadian DM. Sebagian besar pasien DM memiliki tingkat ekonomi yang rendah, hal ini ditambah dengan situasi pandemi covid 19 yang mempengaruhi semua sendi kehidupan. Hal ini dapat memicu munculnya ketidaksabaran atau kontrol diri yang buruk dalam menghadapi suatu gangguan. Selain itu, terdapat 56,4% pasien DM merasa dirinya menjadi marah karena hal-hal yang sepele, 81% cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi,78,3% mudah kesal, 83,7% sangat mudah marah, 83,7% sulit tenang setelah sesuatu membuatnya menjadi kesal, dan 89,1% sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan (15). Beberapa pertanyaan kuesioner tersebut menggambarkan bahwa pasien DM mengalami kondisi emosional yang buruk.
Stressor merupakan penyebab stress yang paling sering terjadi. Stressor muncul dapat sendiri-sendiri atau dapat pula bersamaan, salah satunya stressor kimia yang timbul dari luar tubuh dapat berupa obat dan pengobatan(16). Reaksi individu terehadap stress dapat berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya stress yang diperoleh individu misalnya faktor perkembangan. Stress mengaktifkan hormone kortisol yang mengakibatkan peningkatan gula darah (17). Gula darah yang terus-menerus dalam kondisi yang tinggi membuat terjadinya resistensi insulin. Hal ini berkontribusi dalam meningkatkan prevalensi dm(18).
Terdapat hubungan yang bermakna antara gaya hidup obesitas dengan DM ( nilai p=0.021 ), pola makan
dengan DM (nilai p=0.000) dan stress dengan DM (nilai p=0.008). Sehingga peran petugas Kesehatan sangat penting dalam mengedukasi pasien agar memperbaiki gaya hidupnya agar terhindar dari kejadian DM.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Bornfeldt KE, Tabas I. Insulin resistance, hyperglycemia, and atherosclerosis. Vol. 14, Cell Metabolism. 2011. p. 575–85.
-
2. Naderi R, Mohaddes G, Mohammadi M, Alihemmati A, Badalzadeh R. on oxidative stress and histopathology of cardiac tissue in streptozotocin-induced diabetic rats. 2015;102(4):380–90.
-
3. Balitbangkes Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2018 (Riskesdas 2018). In: Kemenkes RI. 2018.
-
4. Saraswati AT. Kejadian Sindrom Metabolik Pada Remaja Putri Stunted Obesity Di Pedesaan Jepara. J Nutr Coll. 2016;5(3):192–7.
-
5. Rachmi CN, Agho KE, Li M, Baur LA. Stunting, underweight and overweight in children aged 2.0-4.9 years in Indonesia: Prevalence trends and associated risk factors. PLoS One. 2016;11(5):1–17.
-
6. Leon BM. Diabetes and cardiovascular disease: Epidemiology, biological mechanisms, treatment recommendations and future research. World J Diabetes. 2015;6(13):1246.
-
7. Dafriani P. Hubungan Pola Makan dan Aktifitas Fisik Terhadap Kejadian Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr . Rasidin Padang. 2017;13(2).
-
8. Majid, N., Muhasidah, M., & Ruslan H. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Pola Makan Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Kota Makassar. Media Keperawatan Politek Kesehat Makassar. 2019;8(2):23–30.
Derek, M.I, Rottie, J.V, Kallo V. Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Kasih Gmim Manado. e-Journal Keperawatan. 2017;5(1):2.
.Czech MP. Insulin action and resistance in obesity and type 2 diabetes. Nat Med. 2017;23(7):804–14.
.Berawi KN, Putra IWA. Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Majority. 2015;4(9):8– 12.
.Garber, A., Klein, E., Bruce, S., Sankoh, S., & Mohideen P. Metformin‐glibenclamide versus metformin plus rosiglitazone in patients with type 2 diabetes inadequately controlled on metformin monotherapy. Diabetes, Obes Metab. 2006;8(2):156–63.
.Melaku YA, Zello GA, Gill TK, Adams RJ, Shi Z. Prevalence and factors associated with stunting and thinness among adolescent students in Northern Ethiopia: A comparison to World Health Organization standards. Arch Public Heal. 2015;73(1):1–11.
.Marinda FD, Suwandi JF, Karyus A. Tatalaksana Farmakologi Diabetes Melitus Tipe 2 pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak Terkontrol Pharmacologic Management of Diabetes Melitus Type 2 in Elderly Woman with Uncontrolled Blood Glucose. J Medula Unila. 2016;5(2):7.
.Rush SE, Sharma M. Mindfulness-Based Stress
Reduction as a Stress Management Intervention for Cancer Care: A Systematic Review. J Evidence-Based Complement Altern Med. 2017;22(2):348–60.
.Nip, A. S., Reboussin, B. A., Dabelea, D., Bellatorre, A., Mayer-Davis, E. J., Kahkoska, A. R., ... & Pihoker C. Disordered eating behaviors in youth and young adults with type 1 or type 2 diabetes receiving insulin therapy: The SEARCH for diabetes in youth study. Diabetes Care. 2019;42(5):859–66.
.Pratiwi, P., Amatiria, G., & Yamin M. Pengaruh Stress Terhadap Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Hemodialisa. J Kesehat. 2016;5(1).
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i12.P02
10
Discussion and feedback