ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.2,FEBRUARI, 2020



Diterima:16-01-2020 Revisi:20-01-2020 Accepted:22-02-2020

KARAKTERISTIK KLINIKOPATOLOGI PENDERITA ENDOMETRIOSIS DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2017-2018

Putu Ayu Widya Pramesti1, I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi2, I Wayan Juli Sumadi2, Ni Putu Sriwidyani2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

2Departemen/KSM Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Endometriosis merupakan kelainan ginekologi ditandai dengan ditemukannya jaringan mukosa endometrium meliputi kelenjar dan stroma diluar endometrium. Tingkat kejadian endometriosis tinggi secara global, namun di Indonesia belum banyak di dilakukan studi terkait dengan tingkat kejadian dan karakteristik penderita endometriosis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik usia, lokasi, manifestasi klinis, gambaran makroskopis, dan gambaran mikroskopis pasien endometriosis di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018. Metode penelitian yang digunakan adalah potong lintang deskriptif. Data diperoleh dari arsip data pemeriksaan pasien di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 yang memenuhi kriteria. Jumlah data yang diperoleh adalah sebanyak 139 sampel. Hasil penelitian menunjukkan kasus endometriosis memiliki tingkat kejadian tertinggi pada rentang usia 41-50 tahun yaitu pada 52 kasus (37%), pada lokasi ovarium sinistra yaitu sebanyak 51 kasus (37%), dan manifestasi klinis nyeri haid yaitu sebanyak 53 kasus (35%). Secara makroskopis, endometriosis paling banyak terjadi pada ukuran > 3 cm yaitu sebanyak 97 kasus (70%) dengan bentuk unilokular sebanyak 100 kasus (72%). Pada 132 kasus (95%) tidak ditemukan pendarahan makroskopis. Secara mikroskopis, epitel pelapis yang paling banyak ditemukan adalah sel epitel kolumnar yaitu sebanyak 44 kasus (32%). Pada 90 kasus (64,7%) ditemukan adanya kelenjar endometrium dan pada 107 kasus (77,0%) ditemukan adanya stroma endometrium. Pada 105 kasus (76%) tidak ditemukan adanya pendarahan secara mikroskopis. Ditemukan pula adanya sel radang seperti hemosiderofag, limfoplasmasitik, PMN neutrofil, dan eosinofil.

Kata kunci : Endometriosis, Karakteristik.

ABSTRACT

Endometriosis is characterized by the findings of endometrial glands and stroma outside of the endometrium. Globally, endometriosis has a high incidence. However, there have not been many studies conducted about the incidence and characteristics of endometriosis in Indonesia. This research aims to report the characteristics of age, location, clinical manifestations, macroscopic features, and microscopic features of endometriosis patients at Department of Anatomical Pathology of Sanglah General Hospital Denpasar in 2017-2018. The research method used is cross-sectional descriptive study. The data were obtained from the patient examination data archive at Department of Anatomical Pathology of Sanglah General Hospital Denpasar in 2017-2018. that met the criteria. The number of data obtained was 139 samples. The results showed that endometriosis cases had the highest incidence rates in the age range of 41-50 years in 52 cases (37%), in location of the ovarian sinistra in 51 cases (37%), and clinical manifestations https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum                                                   100

doi:10.24843.MU.2020.V9.i2.P17

of menstrual pain in 53 cases (35%). Macroscopically, endometriosis is most common in sizes > 3 cm in 97 cases (70%) with unilocular shape in 100 cases (72%). In 132 cases (95%) no macroscopic bleeding was found. Microscopically, the most common lining epithelium was columnar epithelial cells in 44 cases (32%). Endometrial gland was found in 90 cases (64.7%) and endometrial stroma was found in 107 cases (77.0%). No microscopic bleeding was found in 105 cases (76%). Inflammation cells were also found such as hemosiderophage, lymphoplasmasitic, neutrophil PMN, and eosinophil.

Keywords : Endometriosis, Characteristics.

PENDAHULUAN

Endometriosis merupakan sebuah kelainan ginekologis yang umum terjadi pada wanita. Meskipun kurang dikenal oleh masyarakat, endometriosis memiliki angka kejadian yang tinggi dan terus menunjukkan peningkatan. Manifestasi klinis endometriosis meliputi rasa sakit pada pelvis yang dapat menganggu aktifitas sehari-hari hingga infertilitas.

Endometriosis merupakan kelainan ginekologi ditandai dengan ditemukannya jaringan mukosa endometrium meliputi kelenjar dan stroma diluar endometrium. Jaringan ini memiliki reseptor steroid seperti jaringan mukosa endometrium normal, sehingga mampu merespon terhadap lingkungan siklus hormonal menstruasi.1,2

Umumnya endometriosis terjadi pada organ-organ di cavum pelvis seperti ovarium, saluran tuba falopii, vagina, leher rahim, ligamen uterosakral, septum rektovagina, permukaan luar rahim, kandung kemih, ureter, usus, rektum, dan kantong rektouterina (kantong douglas). Namun, endometriosis juga dapat terjadi diluar cavum pelvis seperti pada organ-organ gastrointestinal meliputi kolon rectosigmoid, apendiks, dan ileum. Manifestasi klinis endometriosis meliputi dismenore berat, nyeri pelvis kronis, hingga infertilitas.3,4

Data studi epidemiologi menunjukkan bahwa endometriosis terjadi pada 5-15% wanita usia 15-49 tahun serta 3-5% wanita usia > 49 tahun.5 Wanita yang mengalami endometriosis dilaporkan sebanyak 7 juta di Amerika Serikat dan > 70 juta secara global. Hingga saat ini angka tersebut ditinjau terus menunjukkan peningkatan.6

Tingginya angka kejadian endometriosis tentunya menarik perhatian para peneliti untuk mengetahui secara mendalam mengenai kelainan ini. Namun hingga saat ini, etiologi pasti dari endometriosis belum dapat dijelaskan.7 Adapun peneliti memaparkan teori-teori dasar yang dipercaya sebagai mekanisme terjadinya endometriosis. Teori-teori tersebut meliputi teori retrograde menstruasi, disfungsi imunologi, metaplasia, adanya sisa sel mullerian, genetik, dan teori limfatik dan vascular.8 Faktor risiko dari kelainan ini meliputi faktor internal yaitu faktor genetic, dan faktor eksternal yaitu stimulus yang berasal dari lingkungan luar.

Diagnosis baku emas endometriosis adalah laparoskopi yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi. Tatalaksana endometriosis meliputi manajemen simtomatik, terapi hormonal, dan pengangkatan jaringan endometriosis. Prognosis angka kesembuhan adalah 10-20% yang disertai dengan tingkat kekambuhan yang bervariasi.8

Di Indonesia, khususnya Bali, studi epidemiologi terhadap angka kejadian endometriosis belum banyak dilaporkan. Bertolak dari hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan studi epidemiologi endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar. Rentang waktu data yang akan diteliti adalah tahun 2017-2018. Studi epidemiologi dilakukan berdasarkan karakteristik klinikopatologi meliputi usia, lokasi, manifestasi klinis, gambaran makroskopis dan gambaran mikroskopis endometriosis. Penulis berharap hasil studi ini akan berguna dalam bidang pendidikan maupun bidang kesehatan di masa mendatang.

BAHAN DAN METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah potong lintang deskriptif restrospektif. Lokasi penelitian adalah Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian dilakukan pada Maret hingga November 2019. Populasi target penelitian ini adalah semua pasien endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar, dengan populasi terjangkau yaitu pasien endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar pada 1 Januari 2017 hingga 31 Desember 2018. Kriteria sampel adalah data pasien tercatat di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar pada 1 Januari 2017 hingga 31 Desember 2018. Sampel penelitian dikumpulkan secara total sampling dengan mendata seluruh populasi yang memenuhi kriteria pada rentang waktu yang telah ditentukan. Teknik total sampling menjadi pilihan bagi peneliti mengingat tujuan dari penelitian ini adalah melakukan studi karakteristik klinikopatologi meliputi usia, lokasi, manifestasi klinis, gambaran makroskopis dan gambaran mikroskopis penderita endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018.

Instrumen yang digunakan berupa arsip data pemeriksaan pasien endometriosis dan lembar pengumpulan data. Peneliti melakukan pengambilan data pada arsip data pemeriksaan pasien endometriosis 101

berdasarkan karakteristik usia, lokasi, manifestasi klinis, gambaran makroskopis dan gambaran mikroskopis kemudian dicatat dalam lembar pengumpulan data. Adapun data yang telah didapat kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan perangkat lunak SPSS. Data hasil analisis tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan diberikan penjelasan. Penelitian ini telah mendapat izin kelaikan etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor surat 444/UN14.2.2.VII.14/LP/2019.

HASIL

Endometriosis pada rentang usia sampel < 21 tahun dan > 60 tahun masing-masing menunjukkan kasus paling sedikit yaitu sebanyak 3 kasus (2%). Pada sampel usia 21-30 tahun terdapat 30 kasus (22%). Selanjutnya pada sampel usia 31-40 tahun terdapat 43 kasus (31%). Kelompok dengan jumlah kejadian terbanyak adalah usia 41-50 tahun yaitu 52 kasus (37%). Pada sampel usia 51-60 tahun terdapat 8 kasus (6%). Jika dikelompokkan berdasarkan usia reproduktif, sebanyak 125 kasus (90%) terjadi pada sampel usia 2150 tahun. Distribusi kasus endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 berdasarkan karakteristik usia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Kasus Endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2017-2018 Berdasarkan Karakteristik Usia

Usia

Frekuensi (n=139)

Persentase (%)

< 21 tahun

3

2

21-30 tahun

30

22

31-40 tahun

43

31

41-50 tahun

52

37

51-60 tahun

8

6

> 60 tahun

3

2

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi tersering kejadian endometriosis pada sampel terjadi pada ovarium sinistra yaitu sebanyak 51 kasus (37%). Berikutnya diikuti oleh ovarium dekstra sebanyak 45 kasus (32%) dan ovarium bilateral sebanyak 24 kasus (17%). Ditemukan pula kejadian endometriosis pada ovarium tanpa lateralisasi dan tuba tanpa lateralisasi sebanyak masing-masing 2 kasus (1,4%). Kejadian endometriosis pada tuba dekstra dan serviks ditemukan sebanyak masing-masing 3 kasus (2%). Selanjutnya kejadian endometriosis pada subserosa dari uterus sinistra, omentum, suprapubis, inguinal sinistra, umbilikus, appendiks, peritoneum, dan rectosigmoid ditemukan sebanyak masing-masing 1 kasus (1%). Hasil penelitian distribusi kasus

endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 berdasarkan karakteristik lokasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Kasus Endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2017-2018 Berdasarkan Karakteristik Lokasi

Lokasi Endometriosis

Frekuensi (n=139)

Persentase (%)

Ovarium dekstra

45

32

Ovarium sinistra

51

37

Ovarium bilateral

24

17

Ovarium tanpa lateralisasi

2

1

Tuba dekstra

3

2

Tuba tanpa lateralisasi

2

1

Subserosa dari uterus sinistra

1

1

Serviks

3

2

Omentum

1

1

Suprapubis

1

1

Inguinal sinistra

1

1

Umbilikus

1

1

Appendiks

1

1

Peritoneum

1

1

Rectosigmoid

1

1

Tidak ada data

1

1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 139 sampel, ada sampel yang mengalami lebih dari satu manifestasi klinis sehingga didapatkan nilai n=153. Manifestasi klinis yang paling sering dialami pasien endometriosis di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 adalah nyeri haid yaitu sebanyak 53 kasus (35%). Manifestasi klinis yang sering berikutnya adalah keluhan perut membesar sebanyak 34 kasus (22%), benjolan di perut sebanyak 13 kasus (8%), dan flek pervaginam sebanyak 5 kasus (3%). Keluhan pendarahan pervaginam, keluar cairan bening pervaginam, dan infertil ditemukan masing-masing sebanyak 2 kasus (1%). Keluhan BAB berdarah, badan kuning, dan mengeluarkan massa ditemukan pada masing-masing 1 kasus (1%). Ditemukan juga pasien tanpa keluhan sebanyak 39 kasus (25%). Hasil penelitian distribusi kasus endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 berdasarkan karakteristik manifestasi klinis dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penderita Endometriosis di RSUP Sanglah

Denpasar   Tahun

2017-2018

Berdasarkan

Karakteristik Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis

Frekuensi

Persentase

(n=153)

(%)

Nyeri haid

53

35

Perut membesar

34

22

Benjolan di perut

13

8

Flek pervaginam

5

3

Pendarahan

2

1

pervaginam

Keluar cairan bening

2

1

pervaginam Infertil

2

1

BAB berdarah

1

1

Badan kuning

1

1

Mengeluarkan massa 4x4

1

1

Tanpa keluhan

39

25

Berdasarkan ukuran, ditemukan kasus endometriosis paling banyak terjadi dengan ukuran >3 cm yaitu sebanyak 97 kasus (70%), diikuti dengan ukuran 1-3 cm sebanyak 38 kasus (27%), dan <1 cm sebanyak 4 kasus (3%). Bentuk endometriosis yang paling banyak ditemukan adalah unilokular sebanyak 100 kasus (72%), diikuti dengan bentuk multilokular sebanyak 32 kasus (23%), dan ditemukan pula endometriosis yang tidak berupa kista sebanyak 7 kasus (5%). Dari 139 sampel penelitian, pada 7 kasus (5%) ditemukan endometriosis dengan pendarahan secara makroskopis. Hasil penelitian distribusi kasus endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 berdasarkan karakteristik gambaran makroskopis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Kasus Endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2017-2018 Berdasarkan Karakteristik Gambaran Makroskopis

Gambaran Makroskopis

Frekuensi

Persentase (%)

Ukuran

(n=139)

•  <1 cm

4

3

•   1-3 cm

38

27

•  >3 cm

97

70

Bentuk

(n=139)

Unilokular

100

72

Multilokular

32

23

•   Bukan kista

7

5

Pendarahan

(n=139)

•  Ada

7

5

•   Tidak ada

132

95

Pada karakteristik gambaran mikroskopis diteliti ada atau tidaknya sel epitel pelapis, kelenjar endometrium, stroma endometrium, pendarahan, hemosiderofag, dan sel radang lain. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada sebanyak 44 kasus (32%) endometriosis dilapisi oleh sel epitel kolumnar. Selanjutnya pada 14 kasus (10%) dilapisi sel epitel kuboid, 27 kasus (19%) dilapisi sel epitel kuboid-kolumnar, 2 kasus (1%) dilapisi sel epitel kuboid-silindris, 2 kasus (1%) dilapisi sel epitel kuboid-kolumnar-silindris, 1 kasus (1%) dilapisi sel epitel squamous, 1 kasus (1%) dilapisi sel epitel squamous-kolumnar, 1 kasus (1%) dilapisi sel epitel silindris, dan 47 kasus (47%) tanpa dilapisi sel epitel permukaan.

Selanjutnya, pada 92 kasus (66%) ditemukan adanya kelenjar endometrium, pada 108 kasus (78%) ditemukan adanya stroma endometrium, dan pada 34 kasus (24%) ditemukan adanya pendarahan. Ditemukan pula sel-sel radang meliputi hemosiderofag pada 89 kasus (43%), limfoplasmasitik pada 81 kasus (39%), PMN neutrofil pada 35 kasus (17%), dan eosinofil pada 3 kasus (1%). Pada 139 sampel, ditemukan kasus dengan penemuan lebih dari satu sel radang sehingga didapatkan nilai n=208. Hasil penelitian distribusi kasus endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 berdasarkan karakteristik gambaran mikroskopis dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Kasus Endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2017-2018 Berdasarkan Karakteristik Gambaran Mikroskopis

Gambaran Mikroskopis

Frekuensi

Persentase (%)

Sel Epitel Pelapis

(n=139)

•  Kolumnar

44

32

•  Kuboid

14

10

Kuboid-kolumnar

27

19

Kuboid-silindris

2

1

•   Kuboid-

2

1

kolumnar-silindris

•  Squamous

1

1

Squamous-

1

1

kolumnar

•   Silindris

1

1

•   Tanpa epitel

47

34

permukaan

Kelenjar

Endometrium

(n=139)

•  Ada

92

66

•   Tidak ada

47

34

Stroma Endometrium

(n=139)

•  Ada

108

78

•   Tidak ada

31

22

Pendarahan

(n=139)

•  Ada

34

24

•   Tidak ada

105

76

Sel Radang

(n=208)

Hemosiderofag

89

43

Limfoplasmasitik

81

39

•  PMN neutrofil

35

17

•   Eosinofil

3

1

PEMBAHASAN

Tabel 1 menunjukan angka tertinggi endometriosis terjadi pada sampel usia 41-50 tahun. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Goodman dan Franasiak terhadap 6.146 sampel dengan rentang usia 15-55 tahun pada tahun 2015 yaitu angka tertinggi kejadian endometriosis juga terjadi pada rentang sampel 41-50 tahun.8 Endometriosis merupakan kelainan multifaktor dan etiologinya belum dapat diketahui secara pasti. Faktor usia tidak dapat berdiri sendiri sebagai faktor risiko yang signifikan memengaruhi terjadinya endometriosis. Namun, faktor lain yang dapat saling memengaruhi terjadinya endometriosis bersama dengan faktor usia adalah faktor imunitas. Faktor imunitas berkaitan dengan teori mekanisme dasar terjadinya endometriosis, yaitu penurunan imunitas menyebabkan penurunan respon sel NK untuk melawan jaringan endometrium yang tertanam secara ektopik di luar endometrium uterus. Hubungan faktor usia dengan imunitas yaitu efek penuaan berpengaruh pada berkurangnya produksi sel B dan T dalam sumsum tulang dan timus serta berkurangnya fungsi limfosit dalam jaringan limfoid salah satunya sel NK yang mengakibatkan orang semakin lanjut usia tidak memiliki respon imun sekuat anak muda, termasuk salah satunya menjadi lebih rentan mengalami endometriosis.9

Tabel 2 menunjukan karakteristik lokasi endometriosis pada pasien di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 memiliki angka tertinggi pada lokasi ovarium sinistra, diikuti oleh ovarium dekstra dan ovarium bilateral. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan kejadian endometriosis sebesar 73,6% terjadi di ovarium.10 Mekanisme terjadinya endometriosis dijelaskan pada teori menstruasi retrograde, disfungsi imunologi, metaplasia sel, sisa sel mullerian, genetik, dan teori limfatik dan vaskular. Ovarium menjadi lokasi yang sering terimplan endometriosis dikarenakan posisinya secara anatomi yang mudah untuk menjadi tujuan dari aliran menstruasi retrograde. Disamping itu, ovarium juga menjadi tempat utama produksi hormon estrogen dan progesteron yang memiliki peran dalam mengatur pertumbuhan jaringan endometrium, masing-

masing dengan cara merangsang dan menghambat proliferasi sel.11 Saat keadaan hormonal estrogen tinggi dan progesteron rendah maka akan memberikan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan endometriosis.

Tabel 3 menunjukan karakteristik manifestasi klinis yang paling sering dialami oleh penderita endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 20172018 yaitu nyeri haid. Hasil tersebut juga menunjukkan sesuai dengan penelitian di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yaitu keluhan paling sering adalah nyeri haid pada sebesar 44,4% sampel penelitian.10 Mekanisme terjadinya nyeri pada penderita endometriosis dapat diakibatkan oleh lesi endometriosis itu sendiri dengan menginduksi reaksi inflamasi dan mengeluarkan prostaglandin, sitokin, histamin, dan kinin yang menyebabkan rasa sakit, menginfiltrasi hingga merusak jaringan dan saraf, dan kista yang pecah dapat mengiritasi peritoneum. Selain itu, bekas luka, fibrosis, traksi, dan adhesi dapat mengurangi mobilitas organ dan menyebabkan nyeri saat terjadi gerakan atau ovulasi, adhesi usus dapat menyebabkan nyeri buang air besar (diskezia), dan retroverted uterus akibat adhesi ovarium dengan kantong Douglas, dan indurasi ligamentum sakralis dapat menyebabkan diskezia.12

Tabel 4 menunjukan karakteristik gambaran makroskopis endometriosis pada penderita di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 meliputi karakteristik ukuran, bentuk, dan pendarahan secara makroskopis pada endometriosis. Ukuran endometriosis paling banyak terjadi pada kategori >3 cm dengan bentuk unilokular dan hanya sebagian kecil kasus yang menunjukkan pendarahan secara makroskopis. Besarnya ukuran endometriosis dipengaruhi oleh durasi sudah terjadinya penyakit dan kedalaman penetrasi lesi.13 Menurut American Society For Reproductive Medicine yang telah direvisi pada tahun 1996, ukuran endometriosis digolongkan menjadi 3 kategori yaitu <1 cm, 1-3 cm, dan >3 cm. Kategori ukuran ini bersama dengan lokasi endometriosis digunakan untuk melakukan scoring dalam menentukan staging endometriosis. Adapun staging endometriosis dibagi menjadi stage I (minimal) dengan skor 1-5, stage II (mild) dengan skor 6-15, stage III (moderate) dengan skor 16-40, dan stage IV (severe) dengan skor >40. Endometriosis dapat berbentuk unilokular atau multilokular. Multilokular endometriosis dapat berupa beberapa kista yang terpisah. Kista hemoragik biasanya merupakan kista unilocular.13

Tabel 5 menunjukan karakteristik gambaran mikroskopis endometriosis pada penderita di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018. Gambaran sel epitel pelapis yang paling banyak ditemukan yaitu sel epitel kolumnar. Sel epitel kolumnar merupakan sel epitel penyusun dari endometrium yang menunjukkan terjadinya metaplasia sel ke arah sel endometrium pada lokasi endometriosis. Pada sebagian besar kasus ditemukan adanya kelenjar dan stroma endometrium

serta sel radang yaitu hemosiderofag, limfoplasmasitik, PMN neutrofil, dan eosinofil. Pada sebagian besar kasus tidak ditemukan pendarahan secara mikroskopis. Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Izumi dkk., ditemukan bahwa makrofag dan neutrofil memiliki peran dalam perkembangan endometriosis. Makrofag diaktifkan oleh nuclear factor-κβ dan menghasilkan sitokin proinflamasi yang tinggi, seperti tumor necrosis factor-α, IL-6, dan IL-1β. Adanya sitokin proinflamasi yang tinggi tersebut membentuk lingkungan inflamasi yang menguntungkan untuk perkembangan endometriosis. Makrofag juga ditemukan membantu dalam angiogenesis pada pembentukan endometriosis. Makrofag peritoneum dikenal sebagai sumber vascular endothelial growth factor (VEGF) yang mempromosikan pertumbuhan pembuluh darah pada lesi endometriosis. Untuk neutrofil, neutrofil juga menghasilkan sitokin proinflamasi, seperti VEGF, IL-8, dan CXCL10 yang membantu perkembangan endometriosis.14

SIMPULAN

Kasus endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 tertinggi pada rentang sampel 41-50 tahun, lokasi ovarium sinistra, dan dengan keluhan nyeri haid. Kasus endometriosis di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2018 paling banyak terjadi dengan ukuran >3 cm dan dengan bentuk unilokular. Berdasarkan karakteristik mikroskopis, sel epitel pelapis yang paling banyak ditemukan adalah sel epitel kolumnar. Pada sebagian besar kasus ditemukan adanya kelenjar dan stroma endometrium serta sel radang lain meliputi hemosiderofag, limfoplasmasitik, PMN neutrofil, dan eosinofil.

SARAN

Saran terkait dengan penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terutama mengenai hubungan antara karakteristik pada penderita endometriosis.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K), dr. I Wayan Juli Sumadi, Sp.PA, dan Dr. dr. Ni Putu Sriwidyani, Sp.PA yang dengan penuh perhatian selalu memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi dan jurnal ini. Terima kasih juga penulis ucapkan pada keluarga dan teman-teman yang selalu memberikan bantuan dan motivasi selama penulisan skripsi dan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Lobo, R.A. Katz, V.L. “Endometriosis. Comprehensive Gynecology 5th ed”. 2007. h.473-499.

  • 2.    Kumar, V. Abbas, A.K. Aster, J.C. Robbins, S.L. “Sistem Genitalia Wanita dan Payudara.” Robbins Basic Pathology. 2013. h.689-690.

  • 3.    Subramanian, A. Agarwal, N. “Endometriosis -Morphology, clinical presentations and molecular pathology.” Journal of Laboratory Physicians. 2010;2(1):1-2.

  • 4.    Sonavane, S. Kantawala, K. Menias, C. “Beyond the Boundaries—Endometriosis:  Typical and

Atypical Locations.” Current  Problems in

Diagnostic Radiology. 2011;40(6):219-232.

  • 5.    Adamson, G.D. Kennedy, S. Hummelshoj, L. “Creating solutions in endometriosis: global collaboration through the World Endometriosis Research Foundation.” J of Endometriosis. 2010;2(1):1-46.

  • 6.    Vercellini, P. Fedele, L. Aimi, G. Pietropaolo, G. Consonni, D. Crosignani, P.G.  “Association

between endometriosis stage, lesion type, patient characteristics  and severity of  pelvic pain

symptoms: a multivariate analysis over 1000 patients.” Hum Reprod. 2007;22(1):266-271.

  • 7.    Iwabe, T. Harada, T. “Endometriosis: Pathogenesis and Treatment.” Department of Obstetrics and Gynecology, Tottori University Faculty of Medicine. 2014. h.87-106.

  • 8.    Goodman, L. Franasiak, J. “Efforts to redefine endometriosis prevalence in low-risk patients.” BJOG: An International Journal of Obstetrics & Gynaecology. 2017;125(1):62-63.

  • 9.    Montecino-Rodriguez. E. Berent-Maoz, B. Dorshkind, K. “Causes, consequences, and reversal of immune system aging.” Journal of Clinical Investigation. 2013;123(3):958-965.

  • 10.    Indrani, B.W. Hermie, M.M.T. Maya, E.M. “Gambaran Karakteristik Penderita Endometriosis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.” Jurnal e-Clinic (eCl). 2017;5(2):1-7.

  • 11.    Parente, B.C. Bentes De Souza, A.M. Bianco, B. Christofolini, D.M. “The effect of hormones on endometriosis development.” Minerva Ginecol. 2011;63(4):375-386.

  • 12.    Harada, T. “Dysmenorrhea and Endometriosis in Young Women.” Journal of Medical Sciences. 2013;56(4):81-84.

  • 13.    Woodward, P.   Sohaey, R. Mezzetti, T.

“Endometriosis:            Radiologic-Pathologic

Correlation.” RadioGraphics. 2011;21(1):193-216.

  • 14.    Izumi, G. Koga, K. Takamura, M. Makabe, T. Satake, E. Takeuchi, A. Taguchi, A. Urata, Y. Fujii, T. Osuga, Y. “Involvement of immune cells

in the pathogenesis of endometriosis.” Journal of Obstetrics and Gynaecology Research. 2018:44(2):191-198.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i2.P17

106