ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL.10 NO.2,FEBRUARI, 2021



Diterima:06-12-2020 Revisi:18-1-2021 Accepted: 02-02-2021

PERBANDINGAN HASIL ANTARA METODE PEMERIKSAAN ELISA DAN RAPID TEST UNTUK SKRINING HIV/AIDS

Tjokorda Istri Agung Sintya Dewi1, I Nyoman Wande2, Tjokorda Gde Oka3 1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Patologi Klinik RSUP Sanglah

ABSTRAK

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang diakibatkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Gold Standar pada pemeriksaan skrining yang digunakan adalah Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Pemeriksaan ELISA membutuhkan waktu lebih lama, maka dari itu terjadi pergeseran penggunaan ELISA ke Rapid Test.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan hasil dalam metode pemeriksaan ELISA dan metode pemeriksaan Rapid Test untuk skrining HIV/AIDS. Penelitian ini telah dilakukan di UDD PMI Kodya Denpasar/RSUD Wangaya pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2016. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan longitudinal terhadap 80 sampel donor. Hasil uji ELISA dan Rapis Test ditampilkan dalam bentuk tabel 2x2 dan diuji dengan uji diagnostik. Hasil dari uji diagnostik dilihat dari sensitivitasnya Rapid Test dapat mengklarifikasi sampel donor dengan HIV/AIDS benar-benar sakit pada kenyataannya adalah 100%. Jika dilihat dari spesifisitasnya Rapid Test dapat mengkonfirmasi sampel donor yang benar-benar bebas dari HIV/AIDS sesuai kenyataannya sebesar 100%. Sama halnya dengan Rapid Test, ELISA dapat mengklarifikasi sampel donor dengan HIV/AIDS benar-benar sakit pada kenyataannya adalah 100%. Jika dilihat dari spesifisitasnya ELISA dapat mengkonfirmasi sampel donor yang benar-benar bebas dari HIV/AIDS sesuai dengan kenyataannya sebesar 100%.Dapat disimpulkan tidak ada perbedaan hasil skrining HIV/AIDS dan tidak terdapat perbedaan antara metode pemeriksaan ELISA dan Rapid Test untuk skrining HIV/AIDS dilihat dari sensitivitas dan spesifisitas yang sama.

Kata Kunci: HIV/AIDS, ELISA, Rapid Test

ABSTRACT

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) is a collection of symptoms or diseases caused by decreased immunity due to infection by the Human Immunodeficiency Virus (HIV) virus. Gold Standard in the screening used is Enzyme Linked Immunosorbent Assay ELISA. ELISA takes more time, and therefore a shift in the use of ELISA to Rapid Test.Purpose of this study was to determine whether or not the result of differences in the methods of ELISA and Rapid Test inspection methods for screening for HIV / AIDS. This research has been carried out in the municipality of Denpasar UDD PMI / Wangaya Hospital in March to August 2016.This study design using analytical study using a longitudinal approach to the 80 donor samples. ELISA test results and Rapis Test presented in tabular form 2x2 and tested with a diagnostic test. The results of the diagnostic test sensitivity was seen from Rapid Test can clarify the sample donor with HIV / AIDS really sick in reality is 100%. When viewed from the specificity Rapid Test can confirm donor samples were absolutely

free of HIV / AIDS as it actually amounted to 100% .Sama case with Rapid Test, ELISA can clarify the sample donor with HIV / AIDS really sick in reality is 100%. When viewed from the specificity ELISA can confirm donor samples were absolutely free of HIV / AIDS as the case of 100%. It can be concluded there was no difference in the results of screening of HIV / AIDS and there is no difference between the methods of ELISA and Rapid Test for screening for HIV / AIDS views of the sensitivity and specificity of the same.

Keywords: HIV / AIDS, ELISA, Rapid Test

PENDAHULUAN

Acquired        Immunodeficiency

Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang diakibatkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Semakin lemahnya sistem kekebalan tubuh akan menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik. Infeksi yang dapat timbul berupa candidiasis, infeksi pneumocystis, cryptococcosis dan mycobacterium avian complex.6,8 Tahun 2002 di Indonesia diperkirakan    jumlah penduduk

Indonesia yang terinfeksi HIV antara 90.000 sampai 130.000 orang. Pada tahun 2000 dilakukan survey di daerah Tanjung Balai Karimun menunjukkan peningkatan jumlah pekerja seks komersil (PSK) yang terinfeksi HIV meningkat dari tahun sebelumnya mencapai 8,38%.6 Menurut UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah HIV, memperkirakan pada bulan Desember 2004 jumlah ODHA mencapai 35.900.000-44.300.000 orang. Pada Tahun 2010 dilaporkan bahwa kasus AIDS mencapai 21.770 kasus yang terbanyak terjadi di daerah DKI Jakarta. Kemudian disusul Jawa barat, Jawa Timur, Papua, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Riau, dan Sumatera Barat. Di masing-masing daerah angka insiden kejadian HIV/AIDS bervariasi, seperti di DKI Jakarta angka kejadiannya mencapai 7.242 kasus, Jawa Barat 2.001, Jawa Timur 1.517, Bali 984, Papua 685, Jawa Tengah 575, Sumatera Utara 575, Kalimantan Barat 463 kasus, Kepulauan Riau 426 kasus dan Sulawesi Utara 343 kasus. 1,6 Tahun 1999 dan 2000, jumlah kasus HIV/AIDS di provinsi Bali adalah 59 dan 108 kasus. Oktober 2008, jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 2.413 kasus yang meliputi 1.107 kasus AIDS dan 1.306 kasus HIV. Kasus tertinggi ditemukan di Kota Denpasar diikuti Badung dan Buleleng. Sampai Juli 2011, tercatat 4.631 kasus, sekitar 78,94% kasus menular

melalui hubungan seks, 73,35% melalui heterosek dan 16,71% melalui jarum suntik narkoba.2 Untuk mengetahui seseorang menderita HIV dapat diketahui dari gejala klinis infeksi HIV. Gejala tersebut berupa pembesaran kelenjar getah bening, penurunan berat badan, infeksi saluran nafas atas yang berulang, demam berkepanjangan dan diare kronik lebih dari satu bulan. Selain melihat dari gejala klinis, perlu juga dilakukan pemeriksaan laboratorium.8 Pemeriksaan rapid test dilakukan untuk uji tapis. Saat ini rapid tes cukup sensitive dan juga memilliki spesifisitas yang tinggi. Pada hasil rapid test jika dirasa kurang akurat akan dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu ELISA. Enzym linked immunosorbent assay bereaksi terhadap adanya antibody dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi jumlah virus yang lebih besar. Biasanya hasil uji ELISA mungkin akan negative 6 sampai 12 minggu setelah pasien terinfeksi.3,4 Melihat permasalahan tersebut, penulis ingin melakukan penelitian mengenai perbedaan hasil metode pemeriksaan ELISA dan Rapid Test. Penelitian ini dilakukan di UDD PMI Kodya Denpasar/RSUD Wangaya mulai bulan Maret-Agustus 2016.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di UDD PMI Kodya Denpasar/RSUD Wangaya dari bulan Maret-Agustus 2016. Sampel penelitian dan pengumpulan menggunakan data seluruh pendonor sukarela di UDD PMI Kodya Denpasar/RSUD Wangaya. Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan longitudinal. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara concecutive sampling. Data yang diperoleh diolah dengan uji diagnostik. Penelitian ini sudah mendapatkan kelaikan etik dengan nomor : 579/UN.14.2/Litbang/2016, tertanggal 26 Maret 2016

HASIL

1. Karakteristik Umum Sampel

Penelitian ini telah dilakukan di UDD PMI Kodya Denpasar/RSUD Wangaya pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2016. Data penelitian diperoleh dari sampel donor sukarela yang kemudian dilakukan skrining HIV/AIDS dengan menggunakan uji ELISA dan Rapid Test. Satu sampel yang diuji pada ELISA dan Rapid Test merupakan sampel yang sama. Total sampel yang diperoleh sebanyak 80 yang sudah memenuhi kriteria eksklusi dan juga inklusi. Subyek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dikarenakan oleh tidak terpenuhinya kriteria donor.

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan ELISA dan Rapid Test

ELISA

Reaktif

Non -

Reaktif

Jumlah

Rapid

Reaktif  2

0

2

Test

Non    0

78

78

Reaktif

Jumlah  2

78

80

Penelitian ini dilakukan pada 80 sampel donor sukarela untuk dilakukan skrining HIV/AIDS. Dalam penelitian ini dilakukan dua kali pemeriksaan pada setiap sampel, yakni pemeriksaan dengan metode ELISA dan pemeriksaan dengan metode Rapid Test. Sampel yang dilakukan pemeriksaan pada metode ELISA didapatkan hasil 2 reaktif dan 78 non reaktif dari total sampel 80. Sama halnya juga dengan pemeriksaan pada metode Rapid Test didapatkan hasil 2 reaktif dan 78 non- reaktif.

Penilaian uji diagnostik untuk menentukan sensitivitas dan spesifisitas memberikan empat kemungkinan hasil yaitu positif, positif palsu, negatif palsu dan negatif. Pada penelitian ini, hasil yang didapatkan dari ke empat kemungkinan hasil diatas akan disusun dalam tabulasi silang berbentuk tabel 2x2. Hasil dinyatakan positif apabila kedua metode pemeriksaan baik ELISA maupun Rapid Test menunjukkan hasil positif. Positif palsu apabila metode Elisa menunjukkan hasil Positif dan Rapid Test menunjukkan hasil negatif. Dinyatakan negatif palsu apabila hasil ELISA menunjukkan negative dan hasil Rapid Test menunjukkan positif. Dinyatakan negatif apabila kedua metode antara ELISA dan Rapid Test menunjukkan hasil negative.

Tabel 2. Analisis Sensitivitas dan Spesifisitas ELISA dan Rapid Test

ELISA

A

Reaktif              Non - Reaktif                       Jumlah

P

n      %        N         %      n     %

I D

T E

S

Reaktif          2          100            0               0           2        100

NonReaktif      0          0            78             100        78       100

Jumlah          2         100           78             100         80       100

T

Dari hasil analisis yang dilakukan di dapatkan sensitivitas ELISA sebesar 100% dan spesifisitasnya sebesar 100%. Pada Rapid Test didapatkan sensitivitas sebesar 100%  dan

spesifisitas sebesar 100%. Pada penelitian ini tidak didapatkan hasil positif palsu dan juga negative palsu. Positive predictive value didapatkan hasil 100% dan negative predictive value didapatkan hasil 100%. https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V10.i2.P01

Dilihat dari sensitivitasnya Rapid Test dapat mengklarifikasi sampel donor dengan HIV/AIDS benar-benar sakit pada kenyataannya adalah 100%. Jika dilihat dari spesifisitasnya Rapid Test dapat mengkonfirmasi sampel donor yang benar-benar bebas dari HIV/AIDS sesuai kenyataannya sebesar 100%. Sama halnya dengan Rapid Test, ELISA dapat mengklarifikasi sampel donor dengan HIV/AIDS benar-benar 3

sakit pada kenyataannya adalah 100%. Jika dilihat dari spesifisitasnya ELISA dapat mengkonfirmasi sampel donor yang benar-benar bebas dari HIV/AIDS sesuai dengan kenyataannya sebesar 100%.

PEMBAHASAN

Uji Rapid Test dan ELISA merupakan uji yang digunakan salah satunya untuk skrining HIV/AIDS. Skrining HIV/AIDS yang dilakukan terhadap sampel donor darah sukarela didapatkan hasil yang tidak berbeda. Total sampel sebanyak 80 yang di skrining HIV/AIDS baik dengan uji ELISA maupun Rapid Test didapatkan hasil 2 reaktif dan 78 sampel non reaktif.

Setelah dilakukan analisis, didapatkan hasil bahwa sensitivitas dan spesifitas dari ELISA adalah 100%. Sama halnya juga sensitivitas dan spesifisitas pada Rapid Test adalah 100%.   Kedua metode pemeriksaan

tersebut tidak memiliki perbedaan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat sensitivitas dan spesifisitas dari kedua metode pemeriksaan tersebut yang sama yaitu 100%.

Sensitivitas merupakan kemampuan akurasi sebuah tes yang menampilkan hasil positif benar. Sensitivitas tinggi yang diperoleh akan memperkecil kemungkinan hasil negatif palsu. Jika dilihat dari analisis hasil uji ELISA dan Rapid Test diatas didapatkan hasil sensitivitas sebesar 100% yang berarti hasil positif yang didapatkan dalam melakukan skrining HIV/AIDS bisa dikatakan akurat. Dalam skrining yang dilakukan tidak ditemukan hasil negatif palsu karena tingkat sensitivitas dari kedua metode tersebut yang tinggi11. Spesifisitas menggambarkan    ketetapan    pemeriksaan

sehingga didapatkan hasil negatif benar. Pemeriksaan dengan spesifisitas yang tinggi akan memperkecil kemungkinan hasil positif palsu. Jika dilihat dari hasil spesifisitas dari metode ELISA dan Rapid Test yaitu sebesar 100%, maka dapat dikatakan bahwa hasil negatif yang didapatkan saat melakukan skrining HIV/AIDS bisa dikatakan akurat. Hal ini juga dapat dilihat dari tidak ditemukannya hasil positif palsu disaat melakukan skrining HIV/AIDS.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut Tidak ada perbedaan hasil skrining HIV/AIDS antara https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V10.i2.P01

metode pemeriksaan ELISA dan Rapid Test pada sampel donor darah sukarela. Tidak terdapat perbedaan antara metode pemeriksaan ELISA dan Rapid Test untuk skrining HIV/AIDS dilihat dari sensitivitas dan spesifisitas yang sama.

SARAN

Rapid Test dapat digunakan untuk melakukan skrining HIV/AIDS tanpa dikonfirmasi kembali hasil yang didapatkan dengan ELISA karena dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan sensitivitas dan spesifisitasnya 100%. Walaupun sensitivitas dan spesifisitas dari metode Rapid Test 100% dan tidak ditemukan adanya perbedaan dengan ELISA, jika ditemukan hasil positif palsu maupun negatif palsu harus tetap dikonfirmasi lagi dengan metode ELISA yang merupakan gold standar dari skrining HIV/AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Simanjuntak, E. Analisis faktor risiko penularan HIV/AIDS di kota medan.2010JurnalPembangunanManus ia, 4(12).http://balitbangnovdasumsel.co m/data/download/20140128150008.pdf (diakses pada 9 Desember 2015)

  • 2.    Lestari, T. R. P. Kebijakan Pengendalian     HIV/AIDS      di

Denpasar.Kesmas:2013JurnalKesehata nMasyarakatNasional, 8(1).http://jurnal kesmas.ui.ac.id/index.php/kesmas/articl e/view/341 (diakses paa 9 Desember 2015)

  • 3.    Delaney, K. P., Branson, B. M., Uniyal, A., Phillips, S., Candal, D., Owen, S. M., & Kerndt, P. R.. Evaluation of the performance characteristics of 6 rapid HIV antibody tests. Clinical Infectious 2011;52(2):257-263. (Diakses pada 20 September 2015)

  • 4.    Dheda, K., Davids, V., Lenders, L., Roberts, T., Meldau, R., Ling, D., ... & Badri, M.Clinical utility of a commercial LAM-ELISA assay for TB diagnosis in HIV-infected patients using urine and sputum samples. PloS one2010;5(3):e9848-e9848.    (diakses

pada 20 September 2015)

  • 5.    McMahon, T., Moreton, R. J., & Luisi, B. N.  Guarding  against emerging

epidemics: addressing HIV and AIDS among  culturally  and linguistically

diverse communities in NSW. New South     Wales    public    health

bulletin,2010;21(4):83-85.      (diakses

pada 20 September 2015)

  • 6.    Zubairi, D., & Samsuridjal, D. Ilmu

Penyakit Dalam. In: Siti Setiati, Idrus Alwi, Arus W. Sudoyo, Marcellus Simadibrata K, Bambang Setiyohadi, Ari Fahrial Syam (eds) HIV/AIDS di Indonesia.    Edisi    ke-4. Interna

Publishing,2014.h. 887-895

  • 7.    Calles, N. R., Evans, D., & Terlonge, D. Pathophysiology of the human immunodeficiency         virus. HIV

Curriculum    for    The    Health

Professional.     Baylor    Pediatrics

International AIDS Iniciative, Texas, USA, Baylor College of Medicine, 2014;7-14. (diakses pada 23 Januari 2016)

  • 8.    Kogan, M., & Rappaport, J. HIV-1

accessory protein Vpr: relevance in the pathogenesis of HIV and potential for therapeutic

intervention.Retrovirology, 2011;8(1):2 5. (diakses pada 23 januari 2016)

  • 9.    Freedman, D. O. Sources of travel medicine information. Travel Medicine, 2012;25.

  • 10.    Erni, J, N. & Rudi, W. Ilmu Penyakit Dalam. In: Siti Setiati, Idrus Alwi, Arus W. Sudoyo, Marcellus Simadibrata K, Bambang Setiyohadi, Ari Fahrial Syam (eds) Gejala dan Diagnosis HIV. Edisi ke-4. Interna Publishing.2014.h.910-912

  • 11.    Ratih,W.U.,STRATEGI

PEMERIKSAANLABORATORIUM ANTIHIV. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas, 2012;9(2).

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2021.V10.i2.P01

5