HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN SINDROM SYOK DENGUE PADA ANAK
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.11,NOPEMBER, 2020
Diterima:30-09-2020 Revisi:30-10-2020 Accepted: 16-11-2020
HUBUNGAN OBESITAS DENGAN
KEJADIAN SINDROM SYOK DENGUE PADA ANAK
Ni Putu Indah Kartika Putri1, I Made Gede Dwi Lingga Utama2
-
1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
-
2. Divisi Penyakit Infeksi Tropis Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Koresponding : Ni Putu Indah Kartika Putri
Email: [email protected]
ABSTRAK
Selama 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat dan banyak menimbulkan kematian pada anak, terutama pada usia <15 tahun. Patogenesis utama kematian akibat DBD adalah sindrom syok dengue (SSD). Beberapa penelitian terkait hubungan status gizi dan kejadian SSD menyatakan bahwa obesitas merupakan faktor risiko terjadinya SSD. Adanya respon imun yang lebih kuat pada obesitas menyebabkan peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi. Namun obesitas sebagai faktor risiko SSD masih kontroversi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara obesitas terhadap kejadian SSD pada anak. Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional cross-sectional. Jumlah sampel sebanyak 56 anak berusia ≤12 tahun yang dirawat di RSUP Sanglah, 28 subyek obesitas dan 28 subyek non-obesitas. Data diambil dari rekam medik. Uji statistik menggunakan uji Chi-square. Kasus SSD lebih banyak terjadi pada perempuan (56,7%) dibandingkan laki-laki (53,8%). Sebagian besar (54,9%) kasus SSD disebabkan oleh infeksi sekunder. Kejadian SSD paling banyak terjadi pada kelompok usia sekolah (5-10 tahun). Sebanyak 31 subyek mengalami SSD, 22 (78,6%) dari kelompok obesitas dan 9 (32,1%) dari kelompok non-obesitas. Analisis bivariat dengan uji Chi-square diperoleh nilai p adalah 0,000 (p < 0,05) dan prevalence ratio (PR) 2,44 (IK 95% 1,38 - 4,33). Didapatkan hasil hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kejadian SSD pada anak berusia ≤ 12 tahun di RSUP Sanglah. Risiko SSD pada anak dengan obesitas adalah 2,44 (IK 95% (1,38 - 4,33) kali lebih tinggi dibandingkan pada anak tanpa obesitas.
Kata kunci: Obesitas, Sindrom Syok Dengue, DBD, anak.
ABSTRACT
During the last 50 years DHF cases have been increasing and causing deaths in children, especially those <15 years old. The main cause of death in DHF is DSS. Some studies regarding the relationship between nutritional status and DSS stated that obesity is a DSS risk factor. A strong immune response in obesity causes a pro-inflammatory cytokine expression increase. However, obesity as a DSS risk factor is controversial. This study aims to know the relationship between obesity and DSS occurrence in children. This study is an observational analytical study with the cross-sectional design. The samples
are 56 children <12 years old admitted in Sanglah Hospital, allocated into 28 obese and 28 non-obese subjects. Data was acquired through medical records. Chi-square test was used as statistical test. There were more DSS cases in females (56.7%) than males (53.8%). Most DSS cases (54.9%) were caused by secondary infection. DSS occurred most often in school-age group (5-10 years old). Thirty one subjects experienced DSS, 22 (78.6%) from obese group and 9 (32.1%) from non-obese. Bivariate analysis using the Chi-square test obtained a p value of 0.000 (p < 0.05) and prevalence ratio (PR) of 2.44 (IK 95% 1.38 – 4.33). There is significant relationship between obesity and occurrence of DSS in children <12 years old in Sanglah Hospital. DSS risk in children with obesity is 2.44 (IK 95% 1.38 – 4.33) times higher than in children without obesity.
Key words: Obesity, Dengue Shock Syndrome, DHF, children.
PENDAHULUAN
Demam berdarah masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan penyakit ini merupakan penyakit infeksi endemik pada wilayah dengan iklim tropis, termasuk Indonesia. Kejadian demam berdarah terus meningkat mencapai 30 kali lipat selama 50 tahun terakhir.1 Sebagian besar (90%) menyerang anak berusia di bawah 15 tahun. Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2014, insiden DBD sebanyak 210,2 per 100.000 penduduk dengan case fatality rate (CFR) 0,2 per 100.000 penduduk. Insiden DBD tertinggi terdapat di Kota Denpasar sebanyak 1.837 kasus dengan jumlah kematian 7 kasus dari total 17 kasus di Provinsi Bali.2
Melihat tren global saat ini, obesitas sering dikaitkan dengan meningkatnya risiko sindrom syok dengue (SSD) pada anak. Prevalensi obesitas pada anak berusia 5 – 12 tahun masih cukup tinggi yaitu 8,8% dan terdapa 15 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi gemuk tertinggi, salah satunya adalah provinsi Bali.3 Pasien dengan status gizi obesitas memiliki respon imunitas yang lebih kuat dikarenakan terjadi peningkatan faktor-faktor inflamasi di dalam sirkulasi. Sel adiposit jaringan lemak juga melepaskan sitokin proinflamasi seperti halnya yang terjadi pada patogenesis DBD, yaitu berupa TNF-α, IL-1β, IL-6, dan IL-8. Hal tersebut secara sinergis akan mengakibatkan adanya akumulasi sitokin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga memicu kebocoran plasma dan memperparah perjalanan penyakit DBD sehingga dapat menimbulkan SSD.4
Melihat angka kejadian DBD dan obesitas yang tinggi, maka penting untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan kejadian SSD pada anak berusia ≤ 12 tahun di RSUP Sanglah, sehingga diagnosis dan rencana terapi dapat dilakukan dengan baik.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional cross-sectional dilaksanakan di RSUP Sanglah Denpasar pada bulan April 2016 hingga Agustus 2016 dengan menggunakan data rekam medis pasien anak berusia ≤ 12 tahun yang terinfeksi virus dengue dan dirawat di Bagian Anak RSUP Sanglah. Dengan teknik consecutive sampling sebagai teknik pengumpulan sampel, didapatkan sampel sebanyak 56; 28 orang dengan obesitas dan 28 orang non-obesitas pada periode April – Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengumpulkan data sekunder dari rekam medis pasien terinfeksi virus dengue dan dirawat inap di Bagian Anak RSUP Sanglah Denpasar. Data yang diambil berupa data umur, jenis kelamin, status gizi, dan derajat DBD, kemudian diolah dengan SPSS 21 dan disajikan secara deskriptif, bersama dengan tabel distribusi frekuensi.
HASIL
Selama periode penelitian didapatkan 56 sampel dengan menggunakan metode consecutive sampling. Dari 56 sampel tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok obesitas dan kelompok non obesitas yang masing-masing terdiri dari 28 sampel.
Pada penelitian ini didapatkan 31 (55,4%) subyek mengalami SSD dan 25 (44,6%) subyek tidak mengalami SSD. Berdasarkan data karakteristik dasar penderita, sebanyak 26 subyek adalah laki-laki (46,4%) dan 30 orang adalah perempuan (53,6%). Usia subyek penelitian adalah ≤12 tahun yang dikelompokkan menjadi kelompok usia <5 tahun (33,9%), 5-10 tahun (57,1%), dan >10 tahun (8,9%).
Berdasarkan pengelompokkan status gizi, sebagian besar (78,9%) subyek dengan status gizi lebih atau obesitas cenderung mengalami SSD dibandingkan kelompok bukan obesitas yang meliputi status gizi baik dan kurang (Tabel 1).
-
2. Analisis Bivariat Hubungan Obesitas dengan SSD
Berdasarkan status gizi yang didapat bahwa sebagian besar subyek dengan obesitas yang mengalami SSD dibandingkan kelompok non-obesitas (25 subyek obesitas, 9 subyek non-obesitas). Kemudian dilakukan analisis bivariat antara variable status gizi dan derajat DBD dengan menggunakan uji Chi-square. Pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan SSD (nilai p = 0,000) (Tabel 2). Besarnya risiko tersebut dihitung dengan menggunakan rasio prevalensi, didapatkan bahwa pasien anak dengan obesitas memiliki risiko 2,44 kali lebih tinggi untuk mengalami SSD dibandingkan dengan pasien anak bukan obesitas [PR = 2,444 (IK 95% 1,380 – 4,331)] (Tabel 2).
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini didapatkan hasil bermakna antara hubungan obesitas dengan kejadian SSD pada anak berusia ≤12 tahun. Anak dengan obesitas memiliki risiko 2,44 kali lebih tinggi untuk mengalami SSD dibandingkan dengan pasien anak bukan obesitas. Penelitian sebelumnya di RSUP Sanglah menemukan hasil serupa dengan penelitian ini yang menyatakan bahwa obesitas merupakan faktor risiko SSD. Besarnya risiko terjadinya SSD pada anak obesitas dihitung dengan rasio odds adalah 4,9 (IK 95% 1,516,0) kali lebih besar dibandingkan dengan anak non-obesitas.4 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sampel pada penelitian ini mengambil semua sampel penderita obesitas meskipun memiliki penyakit penyerta, sedangkan pada penelitian Saniathi (2009)4
Tabel 1.
Karakteristik dasar sampel penelitian
Variabel |
SSD |
NonSSD |
Total N(%) |
n (%) |
n (%) | ||
Jenis kelamin | |||
Laki-laki |
14 (53,8) |
12 (46,2) |
26 (46,4) |
Perempuan |
17 (56,7) |
13 (43,4) |
30 (53,6) |
Umur | |||
< 5 tahun |
12 (63,2) |
7 (36,8) |
19 (33,9) |
5-10 tahun |
16 (50,0) |
16 (50,0) |
32 (57,1) |
> 10 tahun |
3 (60,0) |
2 (40,0) |
5 (8,9) |
Status Gizi | |||
Lebih (Obesitas) |
22 (78,6) |
6 (21,4) |
28 (50) |
Baik |
3 (15,8) |
16 (84,2) |
19 (33,9) |
Kurang |
6 (66,7) |
3 (33,3) |
9 (19,1) |
Derajat DBD |
31 (55,4) |
25 (44,6) |
56 (100) |
Tabel 2.
Analisis bivariat hubungan obesitas dengan kejadian SSD
Variabel |
Diagnosis |
Total n (%) |
PR (95% IK) |
P value | |
SSD n (%) |
NonSSD n (%) | ||||
Status Gizi | |||||
Obesitas |
22 (78,6) |
6 (21,4) |
28 (100) |
2,444 |
0,000 |
Non-Obesitas |
9 (32,1) |
19 (67,9) |
28 (100) |
(1,380 - 4,331) | |
Total |
31 (55,4) |
25 (44,6) |
56 (100) |
dilakukan eksklusi apabila sampel tersebut juga menderita penyakit penyerta. Berbeda halnya dengan penelitian serupa yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 2013 yang mendapatkan hasil bahwa obesitas
bukanlah faktor risiko kejadian SSD (OR=1,025; IK 95% 0,31-3,31).5 Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa secara teoritis obesitas mungkin memengaruhi tingkat keparahan infeksi dengue akibat produksi white
adipose tissue (WAT) yang menyebabkan meningkatnya produksi mediator inflamasi. Kelebihan jaringan lemak pada obesitas seharusnya diukur dengan cara mengukur ketebalan lipatan kulit (skin fold thickness), yang secara teoritis merupakan pengukuran langsung terhadap jaringan lemak dibandingkan dengan menggunakan IMT. Pada penelitian tersebut tidak menggunakan skin fold sebagai indikator pengukuran terhadap obesitas sehingga hasil penelitian hubungan obesitas dengan SSD dianggap tidak bermakna.5
Penelitian ini tidak melakukan pengukuran skin fold thickness melainkan menggunakan pengukuran indeks massa tubuh (IMT) berdasarkan berat badan menurut tinggi badan atau panjang badan. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan rekomendasi Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja yang dikeluarkan oleh IDAI.6 IDAI merekomendasikan penilaian terhadap status gizi anak dapat dilakukan melalui pengukuran berat badan menurut panjang atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB) kemudian dikonversikan ke dalam grafik pertumbuhan,. Bagi anak berusia 0-5 tahun menggunakan grafik pertumbuhan WHO 2006, sedangkan untuk anak berusia 5-18 tahun menggunakan grafik CDC 2000.6 Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Saniathi (2009)4 dan Pichainarong (2006)7 yang menggunakan perhitungan IMT berdasarkan berat badan menurut tinggi badan untuk menentukan status gizi anak.
Pichainarong7 pada tahun 2006 dalam penelitiannya menyatakan bahwa perkembangan penyakit DBD pada anak sangat bergantung pada respon imunitas penderitanya. Pada pasien malnutrisi derajat DBD yang terjadi lebih ringan karena berkurangnya respon imunitas seluler.7 Pada gizi lebih dan obesitas, respon imunitas lebih kuat bila dibandingkan pada gizi kurang, sehingga terjadinya perembesan plasma merupakan akibat dari respon imunitas yang meningkat terhadap virus dengue sehingga meningkatkan risiko terjadinya SSD.7,8,9
Terjadinya syok pada DBD adalah akibat adanya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan hemostasis yang abnormal. Interaksi virus dengan tubuh akan menyebabkan aktivasi sistem imun yang akan merangsang aktivasi dan produksi sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF-α, dan platelet activating factor (PAF) yang menyebabkan meingkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah.10,11 Pasien dengan obesitas cenderung memiliki respon imunitas yang lebih kuat. Dapat dijelaskan bahwa obesitas merupakan kelainan patologis yang ditandai dengan adanya akumulasi jaringan lemak tubuh akibat asupan kalori melebihi kebutuhan tubuh. Keadaan obesitas merupakan suatu keadaan inflamasi kronis derajat rendah dengan infiltrasi progresif sel-sel
imun pada jaringan adiposa, terutama jaringan adiposa putih.10,12 Dalam jaringan adiposa terdapat hormon leptin yang turut berkontribusi pada keadaan infeksi dan inflamasi dengan mengatur fungsi fagositosis monosit atau makrofag melalui aktivasi fosfolipase dan produksi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-6, dan IL-12.10,13
Berdasarkan uraian pembahasan di atas cukup menerangkan bahwa anak dengan obesitas memiliki risiko lebih besar untuk mengalami SSD akibat adanya respon imunitas yang lebih kuat terhadap infeksi sehingga sitokin dalam sirkulasi meningkat lebih banyak yang akhirnya menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, perembesan plasma, ketidakstabilan hemodinamik dan syok pada anak penderita DBD.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara obesitas dengan kejadian SSD pada anak berusia ≤ 12 tahun di RSUP Sanglah. (nilai p = 0,000). Besarnya risiko SSD pada anak dengan obesitas adalah 2,44 (IK 95% (1,380 - 4,331) kali lebih tinggi dibandingkan pada anak tanpa obesitas.
Daftar Pustaka
-
1. World Health Organization. DENGUE: Panduan diagnosis, penanganan, kontrol dan pencegahan. France: WHO. 2009
-
2. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2014. Bali: Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2015: 36-37.
-
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. 2013: 209-222.
-
4. Saniathi, E., Arhana, B.N.P., Suandi, I.K.G., Sidiartha, I.G.L. Obesitas Sebagai Faktor Risiko Sindrom Syok Dengue. Sari Pediatri. 2009; 11(4): 238-243.
-
5. Widiyati, M.M.T., Laksanawati, I.S.,
Prawirohartono, E.P. Obesitas sebagai faktor risiko sindrom syok dengue pada anak. PI. 2013; 53(4):187-192.
-
6. IDAI. Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.
-
7. Pichainarong, N., Mongkalangoon, N.,
Kalayanarooj, S., Chaveepojnkamjorn, W.
Hubungan antara ukuran tubuh dan tingkat keparahan demam berdarah dengue pada anak berusia 0-14 tahun. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2006; 37(2): 283-288.
-
8. Dewi, R., Tumbelaka, A.R., Sjarif, D.R. Gambaran klinin demam berdarah dengue dan
faktor risiko kejadian syok. Paediatrica Indonesiana. 2006; 46(5-6): 144-148.
-
9. Cahyaningrum, J.M.H. Indeks Efusi Pleura Sebagai Prediktor Sindrom Syok Dengue Pada Anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Kedokteran Indonesia. 2009; 1(1): 32-39.
-
10. Candra, A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Aspirator. 2010; 2(2): 110-119.
-
11. Sukohar, A. Demam Berdarah Dengue (DBD). Medula Unila. 2014; 2(2):1-15.
-
12. Rahmawati, A. Mekanisme Terjadinya Inflamasi dan Stres Oksidatif pada Obesitas. El-Hayah. 2014; 5(1), pp.1-8.
-
13. gurevich-panigrahi, t., panigrahi, s., wiechec, E., dan Los, M. Obesitas: patofisiologi dan penanganan klinis. Current Medical Chemistry. 2009; 16(1): 506-521.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V9.i17
109
Discussion and feedback