ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.11,NOPEMBER, 2020



Diterima:30-09-2020 Revisi:30-10-2020 Accepted: 16-11-2020

DISLIPIDEMIA SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT

Gek Marlathasia Aswania1, A.A. Ayu Dwi Adelia Yasmin2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2SMF Kardiologi RSUP Sanglah

Koresponding : Gek Marlathasia Aswania

Email : [email protected]

ABSTRAK

Pasien dengan Infark Miokard Akut (IMA) memiliki angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang disebabkan oleh komplikasi dari IMA yaitu kejadian kardiovaskular mayor (KKM), meliputi syok kardiogenik, gangguan irama jantung, dan kematian akibat IMA. Sebagian besar morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh komplikasi IMA merupakan akibat dari perubahan patofisiologi yang terjadi pada kondisi IMA, salah satunya akibat faktor dislipidemia. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan kohort retrospektif. Sebanyak 70 sampel pasien IMA yang dirawat di UGD dan ruang perawatan RSUP Sanglah diambil secara systematic random sampling selama periode Agustus-Oktober 2018. Penderita IMA dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok penderita IMA dengan dislipidemia dan kelompok penderita IMA non-dislipidemia. Kemudian dilakukan pengamatan selama pasien dirawat di rumah sakit. Luaran yang dimonitor adalah KKM. Penelitian ini menghasilkan Hazard Ratio (HR) dan kurva survival dari faktor prognostik tersebut terhadap KKM. Pengaruh dislipidemia terhadap KKM pada pasien IMA dilihat dengan nilai HR yaitu sebesar 5,4 (IK 95% 1,86-15,63, p = 0,002). Analisis multivariat menggunakan cox regression menunjukkan bahwa dislipidemia terbukti sebagai prediktor independen terjadinya KKM pada pasien IMA dengan nilai HR sebesar 4,67 dan nilai p=0,003. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dislipidemia merupakan prediktor kejadian KKM pada pasien IMA saat perawatan di rumah sakit.

Kata kunci: Dislipidemia, infark miokard akut, kejadian kardiovaskular mayor.

ABSTRACT

Patients with Acute Myocardial Infarction (AMI) have quite high rates of morbidity and mortality, as the outcome of AMI itself is a cause of high rates of morbidity and mortality. Complications that can occur are Mayor Adverse Cardiovascular Events (MACE), including cardiogenic shock, heart rhythm disturbances, and death caused by AMI. Most of the morbidity and mortality caused by complications of AMI is a result of changes in the pathophysiology that occurs in the condition of AMI, one of which is due to dyslipidemia. This study is an observational study with a retrospective cohort design. A total of 70 samples of patients were treated in the emergency room and treatment room of Sanglah General Hospital during the period of August-October 2018. Patients with AMI were grouped into 2 groups, namely the group of patients with AMI with dyslipidemia and the group of non-dyslipidemic AMI patients. Then performed to observe patients in the hospital. The outcome monitored are MACE. This study resulted in Hazard Ratio (HR) and survival curves from these prognostic factors for mayor cardiovascular events. The effect of dyslipidemia on MACE in AMI patients was seen with HR value of 5.4 (95% CI 1.86-15.63, p = 0.002). Multivariate analysis

using cox regression showed that dyslipidemia proved to be an independent predictor of the incidence of MACE in AMI patients with HR values of 4.67 and p = 0.003. The conlusion is dyslipidemia can be used as a predictor of the incidence of MACE in AMI patients during hospital care.

Keywords: Dyslipidemia, acute myocardial infarction, major adverse cardiovascular events

PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu diseluruh dunia. Sekitar 17 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular pada tahun 2015, mewakili 31% dari seluruh kematian global. Penyakit kardiovaskular yang memiliki angka kematian dan angka kecacatan tinggi adalah penyakit jantung koroner (PJK). Setiap tahunnya, diperkirakan sekitar 620.000 orang Amerika mendapat serangan jantung koroner (didefinisikan sebagai kejadian rawat inap pertama akibat dari infark miokard akut (IMA) atau kematian akibat penyakit jantung koroner) dan sekitar 295.000 orang mengalami serangan berulang.1

Infark miokard akut adalah keadaan akut dari PJK yang disebabkan oleh terhambatnya aliran darah menuju otot jantung akibat penyumbatan pembuluh darah koroner, sehingga mengalami kematian. Infark miokard akut merupakan bagian dari Sindroma Koroner Akut (SKA) yang terdiri dari Non-ST-Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI), dan Unstable Angina Pectoris (UAP). Infark miokard akut diderita oleh lebih dari 1 juta orang di Amerika Serikat dan menyebabkan lebih dari 7 juta kematian global (12,7% dari seluruh kematian) pada tahun 2008, serta sekitar 300.000 orang diperkirakan meninggal karena IMA sebelum sampai ke rumah sakit. Tingginya tingkat kesakitan dan kematian pasien IMA yang dirawat di rumah sakit disebabkan oleh adanya komplikasi.2

Komplikasi yang sering dijumpai selama perawatan pasien IMA, serta berhubungan secara langsung dengan tingkat survival pasien adalah kejadian kardiovaskular mayor (KKM). Kejadian kardiovaskular mayor merupakan suatu kejadian komplikasi kardiovaskular mencangkup gagal jantung kongestif, syok, aritmia kardiogenik, dan kematian. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa KKM pada pasien IMA adalah sebanyak 63,4%. Pada Framingham Heart Study, kolesterol, umur, jenis kelamin, merokok, High Density Lipoprotein (HDL), dan tekanan darah sistolik merupakan faktor risiko untuk memprediksi kejadian kardiovaskular pada masa mendatang.3 Berdasarkan salah satu penelitian tentang faktor yang berpengaruh terhadap penyakit gagal jantung pada pasien IMA disebutkan bahwa salah satu faktor yang terbukti berpengaruh adalah dislipidemia.4

Dislipidemia merupakan suatu keadaan kadar lipid yang tidak normal di dalam peredaran darah,

yaitu penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL), serta peningkatan kadar kolesterol, Low Density Lipoprotein (LDL), dan kadar trigliserida. Peningkatan pengendapan kolesterol LDL yang bersifat aterogenik pada pembuluh darah arteri merupakan salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotel yang memicu proses terbentuknya plak aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penyebab dominan pada penyakit kardiovaskular meliputi infark miokard, dan gagal jantung.5

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan dislipidemia sebagai prediktor KKM pada pasien IMA selama perawatan di rumah sakit.

BAHAN DAN METODE

Penelitian menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cohort-retrospektif dengan data sekunder (rekam medis) yang bertempat di Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah untuk membuktikan bahwa dislipidemia berperan sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor pada penderita IMA. Pengambilan sampel dilakukan secara systematic random sampling dari rekam medis pasien IMA (STEMI, NSTEMI, dan UAP) yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 70 pasien selama periode Januari sampai September 2018. Data yang diperoleh dari rekam medis pasien meliputi nomor rekam medis, nama, umur, jenis kelamin, Indeks Masa Tubuh (IMT), tekanan darah, riwayat hipertensi, merokok, diabetes melitus, terapi reperfusi, diagnosis, serta hasil laboratorium profil lipid. Selain data karakteristik pasien, dilakukan juga pencatatan terhadap KKM selama perawatan pasien di rumah sakit yaitu kematian akibat kausa kardiovaskular dan/atau gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia lethal.

Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: dislipidemia sebagai variabel bebas, dan KKM sebagai variabel tergantung. Data yang telah didapat kemudian dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat dengan menggunakan program SPSS 23.0. Penelitian ini dilaksanakan atas izin dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan kelaikan Etik Nomor : 765/UN 14.2.2/PD/KEP/2018 tanggal 2 April 2018.

HASIL

Penderita IMA yang dilibatkan dalam penelitian ini terdiri dari 52 orang (74,29 %) pasien

STEMI, 11 orang (15,71%) pasien NSTEMI, dan 7 orang (10%) pasien UAP. Karakteristik subyek penelitian dikelompokkan menjadi dua yaitu

dislipidemia dan non-dislipidemia. Pada tabel 1 menunjukkan hasil analisis deskriptif penelitian.

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian (Berdasarkan Profil Lipid Pasien)


Variabel

Profil Lipid

Dislipidemia

Non-Dislipidemia

n= 36

n= 34

Rerata umur (tahun), rerata + SB

57,69±10,44

57,35±8,30

Jenis Kelamin, n (%) Laki-laki

33 (91,7)

32 (94,1)

Perempuan

3 (8,3)

2 (5,9)

Merokok, n (%)

Ya

11 (30,6)

13 (38,2)

Tidak

25 (69,4)

21 (61,8)

Diabetes Melitus, n (%) Ya

17 (47,2)

5 (14,7)

Tidak

19 (52,8)

29 (85,3)

Hipertensi, n (%)

Ya

18 (50)

23 (67,6)

Tidak

18 (50)

11 (32,4)

Obesitas, n (%)

Ya

1 (2,8)

1 (2,9)

Tidak

35 (97,2)

33 (97,1)

Diagnosis, n (%) STEMI

27 (75,0)

25 (73,5)

NSTEMI

6 (16,7)

5 (14,7)

UAP

3 (8,3)

4 (11,8)

Terapi Reperfusi, n (%)

Ya

12 (33,3)

9 (26,5)

Tidak

24 (66,7)

25 (73,5)

Kejadian Kardiovaskular Mayor, n (%)

21 (58,3)

7 (20,5)

Kematian Kardiovaskuler

1 (2,8)

0 (0)

Syok Kardiogenik

3 (8,3)

0 (0)

Gagal Jantung

13 (36,1)

5 (14,7)

Aritmia Lethal

4 (11,1)

2 (5,9)


Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui dislipidemia sebagai prediktor KKM pada pasien IMA. Metode analisis yang digunakan adalah metode estimasi Survival dari Kaplan-Meier yang disajikan dalam bentuk grafik estimasi Kaplan-Meier. Selama penelitian didapatkan sebesar 28 pasien dari 70 pasien IMA yang diamati mengalami kejadian kardiovaskular mayor. Sebanyak 21 pasien diantaranya dislipidemia, sedangkan 7 pasien non dislipidemia. Gambaran estimasi Survival Kaplan Meier terjadinya kejadian kardiovaskular mayor berdasarkan profil lipid pasien ditunjukkan pada gambar 1 dibawah ini.

Survival Functions

Cnm Siiivival

Gamb ar 1. Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjad inya KKM Pada IMA Berdasarkan Profil Lipid

Survival rate pasien dengan dislipidemia didapatkan 128,54 jam (IK 95% = 110,41-146,68), sedangkan survival rate pasien non dislipidemia adalah 159,83 jam (IK 95%= 136,55-183,11). Setelah dilakukan Uji Log Rank, ditemukan bahwa survival rate antara pasien dengan dislipidemia dan non dislipidemia berbeda secara bermakna dengan nilai p = 0,002.

Pengaruh independen dislipidemia terhadap KKM pada pasien IMA dilihat dengan nilai hazard ratio (HR) yaitu sebesar 5,4 (IK 95% 1,86-15,63), dan ditunjukkan pada tabel 2.

Risiko KKM pada pasien IMA jika ditemukan dengan dislipidemia adalah sekitar 5,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien non-dislipidemia. Perbedaan risiko tersebut bermakna secara statistik dengan p = 0,002. Nilai HR ini masih bersifat kasar dan belum mengontrol variabel lain yang dianggap sebagai perancu.

Tabel 2. Analisis Bivariat dan Hazard Ratio (HR) Dislipidemia Terhadap Kejadian Kardiovaskularr Pada IMA

Variabel

KKM

HR

IK 95%

P

Ya

Tidak

Dislipidemia

21 (75,0%)

15

5,4

1,86 –

0.002

(35,7%)

15,63

Non-

Dislipidemia

7 (25,0%)

27

(64,3%)

Variabel pada penelitian ini meliputi dislipidemia sebagai variabel bebas. Umur, jenis kelamin, hipertensi, diabetes melitus, merokok, obesitas, diagnosis, serta terapi reperfusi sebagai variabel kendali. Pengaruh variabel kendali pada variabel bebas dengan skala data numerik (variabel umur) dilakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnoff dan uji signifikansi dengan independent sample t-test. Pengaruh variabel kendali dengan data skala kategorik (jenis kelamin, hipertensi, diabetes melitus, merokok, obesitas, diagnosis, serta terapi reperfusi) dilakukan uji Chi Square.

Analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dislipidemia terhadap kejadian kardiovaskular mayor secara independen adalah Cox Regression. Variabel yang dimasukkan dalam uji multivariat adalah variabel kendali yang menunjukkan nilai p<0,25 dan variabel yang penting secara teoritis, yaitu variabel umur, jenis kelamin, terapi reperfusi, diabetes melitus dan diagnosis. Analisis multivariat menunjukkan bahwa dislipidemia terbukti sebagai prediktor independen terjadinya KKM pada pasien IMA dengan nilai HR sebesar 4,67 dan nilai p=0,003. Hal ini berarti bahwa risiko kejadian kardiovaskular mayor pada pasien IMA dengan dislipidemia setelah mengontrol faktor perancu adalah sekitar 4 kali lipat dibandingkan pasien non-dislipidemia.

Tabel 3. Hasil Analisis Cox Regression Dislipidemia Sebagai Prediktor KKM pada Pasien IMA

Variabel

Exp (B)

IK 95%

P-value

Dislipidemia

4,67

1,70

12,80

0,003

Umur

0,97

0,92-1,02

0,387

Jenis kelamin

2,94

0,70

12,23

0,137

Terapi reperfusi

1,98

0,81-4,83

0,133

DM

0,64

0,21-1,93

0,429

Diagnosis

1,34

0,71-2,53

0,355

PEMBAHASAN

Infark miokard akut merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan utama di negara berkembang, bahkan di negara maju. Penyebab dari kematian dan kesakitan tersebut disebabkan oleh komplikasi infark miokard akut yang dapat berupa komplikasi mekanik, iskemik, dan aritmia.

Kejadian kardiovaskular mayor merupakan komplikasi infark miokard akut yang berbahaya dan berhubungan dengan survival pasien, terdiri dari kematian kardiovaskular, syok kardiogenik, gagal jantung, dan aritmia lethal. Sistem stratifikasi risiko sangat diperlukan di dalam penanganan pasien infark miokard akut sehingga penatalaksanaannya dapat dilakukan secara agresif.

Berdasarkan patofisiologinya, sebagian besar kasus infark miokard akut disebabkan oleh proses aterosklerosis. Dislipidemia merupakan penurunan kolesterol HDL, serta peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida yang mempunyai peran penting sebagai salah satu faktor pencetus terjadinya kerusakan sel endotel yang merupakan penyebab awal dalam pembentukan plak aterosklerosis. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa aterosklerosis berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas pada pasien gagal jantung dan penyakit jantung koroner stabil.

Pemeriksaan profil lipid merupakan bagian dari pemeriksaan laboratorium rutin darah lengkap yang sederhana. Berbagai penelitian telah mengaitkan dislipidemia dengan IMA, namun belum ada penelitian yang menghubungkan dislipidemia dengan KKM pasca IMA.

Selama periode bulan Agustus sampai dengan Oktober 2018, dilakukan penelitian kohort retrospektif yang bertempat di Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini melibatkan 70 sampel yang diambil dengan systematic random sampling, kemudian dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu dislipidemia dan non-dislipidemia. Berdasarkan jenis kelamin, penelitian ini terdiri dari 65 orang laki-laki dan 5 orang wanita. Sampel dengan jenis kelamin laki-laki tidak jauh berbeda didapatkan pada kelompok dislipidemia yaitu sebanyak 33 orang (91,7%), dengan kelompok non-dislipidemia terdapat 32 orang (94,1%). Perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p = 1,000). Rerata umur pasien IMA pada penelitian ini antara kelompok dislipidemia dan non-dislipidemia tidak jauh berbeda (57,69 tahun dan 57,35 tahun). Berbagai faktor risiko tradisional lain seperti merokok, hipertensi, diagnosis dan terapi reperfusi pada pasien IMA dengan dislipidemia juga tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan kelompok non-dislipidemia.

Pada penelitian ini, sampel yang mengalami diabetes melitus, lebih banyak pada kelompok dislipidemia, yaitu 17 orang (47,2%) dibandingkan dengan kelompok non-dislipidemia yaitu hanya 5 orang (14,7%). Sementara itu, sampel yang mengalami obesitas lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak mengalami obesitas, namun tidak jauh berbeda antara kelompok dislipidemia dengan non-dislipidemia, yaitu masing-masing 1 orang (2,8%) obesitas pada kelompok dislipidemia dan 1 orang (2,9%) obesitas pada non-dislipidemia, sementara itu yang tidak mengalami obesitas adalah sebanyak 35 orang (97%) pada kelompok dislipidemia dan 33 orang (97,1%) pada kelompok non-dislipidemia. Hal ini berbeda dengan sebuah penelitian yang menyatakan korelasi signifikan parameter antropometri dengan parameter lipid.6

Pengaruh faktor risiko tradisional lainnya terhadap dislipidemia belum banyak diketahui. Namun pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa peningkatan LDL serum dan hipertrigliseridemia secara bermakna dikaitkan dengan jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin dalam metabolisme lipid tampaknya berperan dalam kombinasi dengan modulator langsung atau tidak langsung dari metabolisme lipid seperti insulin, adipokin, ekspresi gen, imprinting, dan lain-lain.7

Penelitian lain juga mengungkapkan hubungan antara hiperkolesterolemia, LDL serum tinggi, dan hipertrigliseridemia dengan merokok.

Peningkatan kadar lipid pada perokok dapat dijelaskan dengan mekanisme lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas ke dalam aliran darah melalui sekresi katekolamin yang distimulasi nikotin. Peningkatan asam lemak bebas di hati ini meningkatkan peningkatan trigliserida hati dan sintesis Very Low Density Lipoprotein (VLDL), sehingga meningkatkan konsentrasi lipid dalam darah. Merokok meningkatkan resistensi insulin dan dengan demikian, menyebabkan hiperinsulinemia. Low Density Lipoprotein (LDL), VLDL, dan trigliserida meningkat pada kondisi hiperinsulinemia akibat penurunan aktivitas lipoprotein lipase.8

Pada penelitian ini menunjukan bahwa dislipidemia memiliki HR sebesar 5,4 (IK 95% 1,86-15,63, nilai p = 0,002), artinya pada pasien IMA dengan dislipidemia memiliki risiko terhadap KKM 5,4 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan kelompok pasien non-dislipidemia. Penelitian ini menunjukkan bahwa dislipidemia terbukti sebagai prediktor terjadinya KKM pada pasien IMA.

Untuk membuktikan dislipidemia sebagai prediktor independen terjadinya KKM, maka dilakukan analisis multivariat menggunakan Cox Regression. Variabel yang dimasukkan dalam uji multivariat adalah variabel kendali yang menunjukkan nilai p<0,25 dan variabel yang secara teoritis penting. Variabel dengan nilai p<0,25 adalah terapi reperfusi. Variabel jenis kelamin, umur, diabetes melitus (DM), dan diagnosis memiliki nilai p>0,25 namun secara teoritis dianggap penting, sehingga dimasukkan ke dalam analisis multivariat.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kasus pasien IMA akut mengalami puncak tertinggi pada usia sekitar 51 hingga 60 tahun. tahun (33,1%) dan disusul dengan kelompok usia >60 tahun (32,3%).9 Risiko terjadinya aterosklerosis koroner meningkat sejalan dengan peningkatan usia, sehingga lebih berpeluang untuk mengalami IMA.13 Menurut sejumlah literatur, disebutkan bahwa kasus IMA pada laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan, karena perempuan memiliki efek protektif antiaterogenik yang dipengaruhi oleh hormon esterogen. Hormon esterogen menekan kadar LDL dalam darah dengan meningkatkan kadar HDL.10 Dalam sebuah penelitian multisenter observasional prospektif, DM dikenal sebagai prediktor independen yang signifikan terhadap terjadinya mortalitas jantung, KKM, IMA berulang, dan kejadian rawat inap untuk Congestive Heart Failure (CHF) selama follow-up jangka panjang

pada pasien IMA.11 Pasien IMA dengan tipe STEMI memiliki prognosis yang lebih buruk dan memerlukan penanganan segera seperti terapi reperfusi. Mortalitas pasien IMA dengan STEMI tanpa terapi reperfusi adalah sekitar 15 %.12

Variabel perancu berupa umur, jenis kelamin, DM, diagnosis dan terapi reperfusi dimasukkan ke dalam analisis multivariat karena berpotensi merancukan pengaruh dislipidemia sebagai prediktor KKM pada pasien IMA. Setelah dikontrol dengan variabel perancu pada analisis multivariat, dislipidemia yang terbukti merupakan prediktor independen terhadap KKM dengan nilai HR 4,67. Hasil tersebut menunjukkan dislipidemia merupakan prediktor independen untuk terjadinya KKM dengan risiko 4,67 kali lipat lebih besar dibandingkan non-dislipidemia.

Hasil studi prospektif yang dilakukan di Amerika, menunjukkan dislipidemia aterogenik adalah prediktor yang kuat dan independen terjadinya KKM pada pasien Coronary Artery Disease. Pasien dengan gangguan lipid ini memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih rendah dari pasien yang memiliki status trigliserida dan kolesterol HDL normal. Setelah penyesuaian untuk variabel perancu yang mungkin berpengaruh, diperkirakan bahwa besarnya peningkatan terjadinya KKM yang terkait dengan dislipidemia aterogenik adalah sekitar 1,6 kali lipat.13

Studi terdahulu juga telah mengevaluasi peran prediktif dislipidemia aterogenik pada populasi dengan penyakit kardiovaskular. Pada studi yang melibatkan laki – laki dengan riwayat Chronic Artery Disease (CAD) dan kolesterol HDL yang rendah, dinyatakan bahwa kolesterol HDL merupakan prediktor yang signifikan terhadap kejadian kardiovaskular mayor.19 Sebuah penelitian menyebutkan bahwa pemberian terapi statin preoperatif secara signifikan berkaitan dengan penurunan risiko KKM di rumah sakit pada pasien dengan hiperlipidemia yang akan menjalani bedah Coronary Artery Baypass Grafting (CABG).15

Non-kolesterol HDL adalah prediktor yang akurat terhadap KKM jangka panjang daripada kolesterol LDL dalam populasi IMA. Non-kolesterol HDL dapat dihitung dengan mengurangi koelsterol HDL dari kolesterol total. Dengan hal ini, non-kolesterol HDL sebaiknya digunakan sebagai target terapeutik dalam pengobatan dislipidemia pada pasien inrafk miokard akut.16

Penelitian tentang hubungan gangguan lipid pada perkembangan struktur dan fungsi jantung abnormal, menyebutkan bahwa peningkatan kolesterol total berkaitan dengan peningkatan

tekanan darah, meningkatkan kekakuan arteri, peningkatan masa dan ketebalan dinding ventrikel kiri. Bukti eksperimental dari hewan yang diberi diet kolesterol tinggi menunjukkan bahwa hiperkolesterolemia yang diinduksi oleh diet menyebabkan penurunan fungsi sistolik dan diastolik, peningkatan volume dan tekanan end-diastolic ventrikel kiri, serta penurunan respon perfusi miokard terhadap stres. Berkurangnya konsentrasi kolesterol HDL terkait dengan peningkatan massa ventrikel kiri, penurunan fungsi diastolik dan fraksi ejeksi lebih rendah pada orang dengan arteri koroner normal dan stenosis. Selain itu, analisis retrospektif dari beberapa uji klinis menunjukkan penurunan kejadian gagal jantung pada orang dengan dislipidemia yang diobati dengan terapi modifikasi lipid.17

Perubahan komposisi asam lemak membran sel otot jantung sangat terkait dengan perkembangan aritmia dan tingkat kerusakan iskemik. Secara umum tiga mekanisme utama telah diusulkan untuk menjelaskan efek ini yaitu, perubahan fluiditas membran yang mempengaruhi enzim yang dibutuhkan untuk produksi energi dan banyak fungsi reseptor yang bergantung pada protein lipid, perubahan dalam ketersediaan substrat atau penghambat asam lemak untuk produksi eikosanoid miokardium, dan efek struktural ketiga yang mengubah pergerakan Ca2+ melalui saluran spesifik dalam membran sel jantung, dan dengan demikian mempengaruhi kontraktilitas otot jantung. Tidak satu pun dari proses ini yang perlu eksklusif satu sama lain, karena semuanya dapat berperan dalam perkembangan aritmia jantung.17

Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa dislipidemia merupakan komponen penting dari penyakit jantung koroner dan kejadian kardiovaskular yang bisa meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien. Dengan demikian, melalui penelitian ini dapat dikatakan bahwa dislipidemia merupakan petanda prognostik yang baik dalam memprediksi terjadinya KKM pada pasien pasca IMA. Sebagai petanda prognostik yang baik, maka dislipidemia dapat digunakan sebagai modalitas pencegahan sekunder pada pasien infark miokard akut.

SIMPULAN

Studi kohort retrospektif telah dilakukan untuk membuktikan dislipidemia sebagai prediktor KKM pada pasien IMA di RSUP Sanglah. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: dislipidemia merupakan

prediktor KKM pada pasien IMA saat perawatan di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    World Health Organization (WHO). Cardiovascular diseases (CVDs). [Internet]. 2017 [cited 21 September 2017]. Tersedia di https://www.who.int/cardiovascular_diseases/ en/.

  • 2.    Thygesen K, dkk. Third universal definition of myocardial infarction. Eur Heart J. 2012.33(20):2551-2567.

  • 3.    D’agostino RB, dkk. Cardiovascular risk profile for use in primary care:  the

Framingham Heart Study. Circulation. 2008 Feb 12;117(6):743-53.

  • 4.    Baransyah L, Saifur RM, Suharsono T. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung pada pasien infark miokard akut di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang. Majalah Kesehatan FKUB. 2014; 1(4):212

  • 5.    Gimbrone Jr MA, Topper JN, Nagel T, Anderson KR. Endothelial dysfunction, hemodynamic forces, and atherogenesis a. Annals of the New York Academy of Sciences. 2000 May;902(1):230-40.

  • 6.    Nepal G, dkk. Dyslipidemia and associated cardiovascular risk factors among young Nepalese University Students. Cureus. 2018 Jan;10(1):1-10.

  • 7.    Pérez-López FR, Larrad-Mur L, Kallen A, Chedraui P, Taylor HS. Gender differences in cardiovascular disease:   hormonal and

biochemical    influences.    Reproductive

sciences. 2010 Jun;17(6):511-31.

  • 8.    Singh D. Effect of smoking on serum lipid profile in male population of Udaipur (Rajasthan). Int J Clin Biochem Res. 2016;3:368-70.

  • 9.    Susilo L, dkk. Characteristic of patients with cholelithiasis in Immanuel Hospital Bandung. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.2012;1(1):1–6.

  • 10.    Dewi MR, Sumardino, Haryati DS. Faktor dominan    sindrom metabolik yang

berhubungan dengan kejadian akut miokard infark di ruang Intensive Cardiovasculer Care Unit RSUD Dr. Moewardi tahun 2014. Jurnal KesMaDaSka. 2014;67:105–116.

  • 11.    Park HW, dkk. Long-term prognosis and clinical characteristics of patients with newly diagnosed diabetes mellitus detected after first

acute myocardial infarction: from KAMIR-NIH Registry. Korean Circulation Journal;2018;48(2):134.

  • 12.    Farissa IP. Komplikasi pada pasien IMA yang mendapat maupun tidak mendapat terapi reperfusi. [Disertasi], Semarang: Fakultas Kedokteran; 2012.

  • 13.    Arca M, dkk. Usefulness of atherogenic dyslipidemia for predicting cardiovascular risk in patients with angiographically defined coronary artery disease. American Journal of Cardiology 2007;100(10):1511–1516.

  • 14.    Robins SJ, dkk. Relation of gemfibrozil treatment and lipid levels with major coronary events. VA-HIT: a randomized controlled trial. JAMA 2001;285:1585–1591.

  • 15.    Thielmann M, dkk. Lipid-lowering effect of preoperative statin therapy on postoperative major adverse cardiac events after coronary artery bypass surgery. Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery 2007; 134(5):

1143–1149.

  • 16.    Wongcharoen W, dkk. Is non-HDL cholesterol a better predictor of long-term outcome in patients after acute myocardial infarction compared to LDL-cholesterol?: A retrospective study. BMC Cardiovascular Disorders.2017; 17(1):1–7.

  • 17.    Levy D, Kannel WB. Relationship of lipid concentrations to heart failure incidence: the Fremingham heart study NIH Public Access. 2013;120(23):2345–2351

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i15

100