UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL BUAH LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.5,MAY, 2022
DOAJ
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Diterima: 04-01-2021 Revisi: 2022-04-17Accepted: 2022-05-16
UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL BUAH LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis
I Wayan Windi Artha1, Made Agus Hendrayana2, I Dewa Made Sukrama2
1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri gram positif berbentuk kokus yang sering menyebabkan infeksi kulit berupa abses seperti jerawat dan bisul. Pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis dapat dihambat dengan senyawa fitokimia yang berasal dari bahan alam seperti buah lerak (Sapindus rarak). Ekstrak buah lerak diketahui memiliki berbagai jenis senyawa fitokimia yang dapat menjadi agen antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya hambat ekstrak buah lerak pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Proses ekstraksi buah lerak dilakukan dengan metode maserasi dengan etanol 70% sebagai pelarut. Uji daya hambat dilakukan dengan metode disk diffusion menggunakan media MHA dengan 4 kali pengulangan. Berdasarkan skrining fitokimia ekstrak etanol buah lerak mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, kuinon, steroid, dan triterpenoid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak buah lerak pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% memiliki daya hambat terhadap Staphylococcus epidermidis dengan luas yaitu 16 mm, 18,5 mm, 21,75 mm, dan 20,5 mm. Kontrol positif yang digunakan adalah vankomisin dengan luas zona 18,5 mm. Analisis Kruskal-Wallis menunjukkan hasil 0,003 yang menandakan adanya perbedaan rata-rata luas zona hambat antar konsentrasi pada ekstrak etanol buah lerak yang bermakna signifikan. Sehingga, disimpulkan bahwa ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak) memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis.
Kata kunci: Buah Lerak, Uji Daya Hambat Bakteri, Staphylococcus epidermidis
ABSTRACT
Staphylococcus epidermidis is a gram-positive cocci bacteria which often causes skin infections such as abscesses (pimples and boils). The growth of Staphylococcus epidermidis can be inhibited by phytochemical compounds derived from natural ingredients such as lerak fruit (Sapindus rarak). Lerak fruit extract is known to have various types of phytochemical compounds that can function as antibacterial agents. This study aims to analyse the inhibition effect of lerak fruit extracts at concentrations of 25%, 50%, 75%, and 100% against Staphylococcus epidermidis. Extraction of lerak fruits was carried out by maceration method using 70% ethanol solvent. Inhibition test was carried out by using the disk diffusion method with 4 repetitions. Based on phytochemical screening, lerak fruit extract contained flavonoids, alkaloids, saponins, tannins, quinones, steroids, and triterpenoids. The results showed that lerak fruit extracts at concentrations of 25%, 50%, 75% and 100% had inhibitory effect against Staphylococcus epidermidis consecutively 16 mm, 18,5 mm, 21,75 mm, and 20,5 mm. The positive controls vancomycin and clindamycin consecutively 18.5 mm and 37.75 mm. Kruskal-Wallis analysis showed a result of 0.003, which means that there is a significant difference in the mean of the inhibition zone between the concentrations of lerak fruit extracts. Therefore, it can be concluded that &0% ethanol extract of Sapindus rarak has an inhibitory effect on Staphylococcus epidermidis.
Keywords : Bacterial Inhibitory Effect, Sapindus rarak, Staphylococcus epidermidis
PENDAHULUAN
Berbagai jenis patogen dapat menyebabkan terjadinya infeki pada kulit seperti bakteri, virus, maupun jamur. Infeksi oleh bakteri pada kulit merupakan kasus penyakit kulit yang umum terjadi dan dapat menyerang berbagai https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2022.V11.i5.P03
kalangan umur. Salah satu infeksi kulit yang sering terjadi pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau acne vulgaris.
Jerawat atau acne vulgaris merupakan penyakit peradangan kronik yang terjadi pada kelenjar pilosebasea dengan ditandai munculnya komedo, pustul, papula, 14
maupun nodul.1 Meskipun acne vulgaris bukanlah penyakit yang mematikan, namun acne vulgaris dapat berdampak pada tampilan fisik remaja dan keadaan psikologisnya. Lebih lanjut, acne vulgaris dapat menyebabkan berbagai gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, dan mengurangi rasa percaya diri dari remaja maupun dewasa sehingga akan mengganggu kualitas hidupnya.2
Acne vulgaris dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor seperti genetik, faktor endokrin, ras, stress, penggunaan kosmetik, iklim/ suhu/ kelembaban udara, makanan, obat-obatan, dan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.3 Mikroorganisme yang sering memberi kontribusi dalam terjadinya jerawat adalah bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.4 Populasi S. epidermidis dan P. acnes ditemukan meningkat masing-masing 70% dan 82%, pada pasien jerawat dibandingkan dengan kontrol. Beban mikroba ini ditemukan meningkat secara bersamaan dalam kasus jerawat, yang menunjukkan beberapa peran penting kedua bakteri ini dalam perkembangan dan regulasi acne vulgaris.5
Pengobatan pada acne vulgaris dapat dilakukan dengan menurunkan inflamasi pada kulit, menurunkan produksi sebum, memperbaiki abnormalitas folikel dan menurunkan jumlah koloni P. acnes dan S. epidermidis atau hasil metabolismenya. Penggunaan terapi menggunakan suatu zat antibakteri seperti eritromisin, tetrasiklin, vankomisin, dan klindamisin dapat mengurangi populasi bakteri P. acnes dan S. epidermidis.6
Antibiotik yang digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada antibiotik tersebut.7 Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang telah mengalami resisten memerlukan pengembangan produk atau zat baru yang berpotensi tinggi. Salah satu zat berpotensi yang dapat dikembangkan sebagai agen antibakteri dengan harga terjangkau adalah bahan alam. Penelitian terhadap bahan alam yang memiliki kemampuan sebagai agen antibakteri telah banyak dilakukan.
Salah satu bahan alam yang dapat menjadi alternatif zat antibakteri adalah buah lerak (Sapindus rarak). Pohon lerak dapat tumbuh pada ketinggian 450 sampai 1.500 m di atas permukaan air laut, dan banyak ditemui di daerah Karangasem, Bali. Masyarakat Indonesia sering menggunakan buah lerak sebagai bahan untuk nematisida, insektisida, zat antiseptik, bahan pencuci rambut, pencuci batik, dan pencuci wajah.8 Selain bermanfaat untuk bahan pencuci kain, berdasarkan beberapa penelitian ekstrak buah lerak mengandung berbagai jenis senyawa fitokimia yang berfungsi sebagai agen antibakteri. Kandungan senyawa fitokimia yang terdapat pada buah lerak yaitu alkaloid, tannin, flavonoid, polifenol dan saponin.9 Masing-masing komponen metabolit sekunder tersebut memiliki sifat antibakteri yang berbeda dalam fungsinya sebagai pelindung tumbuhan dari berbagai jenis patogen.10
Pada penelitian Silviani, dkk , menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat buah lerak (Sapindus rarak) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dengan nilai KBM 80% dan zona daya hambat tertinggi pada konsentrasi 100% yakni 10.3 mm. Pada penelitian Nevi ditunjukkan ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak) memiliki efek antibakteri terhadap Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum dan Enterococcus faecalis dengan masing-masing nilai KBM 25%, 0,25%, dan 25%.
Sampai saat ini, data penelitian mengenai daya hambat ekstrak buah lerak (Sapindus rarak) terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis masih belum ada. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya hambat ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak) pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian true experimental posttest only. Kelompok perlakukan (P) adalah konsentrasi ekstrak etanol buah lerak sebesar 25%, 50%, 75%, dan 100%, sedangkan kelompok kontrol yang terdiri dari kontrol positif (K+) vamkomisin 30μg serta kontrol negatif (K-) aquades. Uji daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dilakukan dengan metode disk diffusion. Bakteri Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 sebagai bakteri standar diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Pengulangan dilakukan sebanyak 4 kali pada masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol berdasarkan rumus Federer.
Buah lerak yang digunakan untuk pembuatan ekstrak didapatkan dari wilayah Gunung Ungaran, Semarang, Jawa Tengah. Proses ekstraksi dan uji skrining fitokimia dilakukan di Laboratorium Farmasi Universitas Mahasaraswati. Metode ekstraksi buah lerak menggunakan metode ekstraksi maserasi dengan pelarut etanol 70%. Uji fitokimia kualitatif dilakukan dalam menguji berbagai kandungan fitokimia dalam etanol buah lerak.
Langkah-langkah uji daya hambat dimulai dengan mengencerkan ekstrak etanol buah lerak menjadi konsentrasi 25%, 50%, 75% dengan mencampurkan crude extract dengan aquades, sedangkan konsentrasi 100% hanya menggunakan crude extract. Disk kosong dengan diameter 6 mm kemudian direndam selama 15 menit dengan masing-masing kelompok perlakuan dan aquades (kontrol negatif). Kontrol positif menggunakan disk vamkomisin 30μg. Koloni bakteri Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 yang telah dikultur pada agar darah kemudian dimasukkan ke dalam tabung berisi 5 mL NaCl 0,9% sampai dengan kekeruhan standar 0,5 Mc Farland. Kemudian dilakukan pengolesan hasil standar tersebut ke dalam media MHA (Muller Hinton Agar). Selanjutnya dilakukan penempelan disk pada media MHA. Media tersebut kemudian diinkubasi pada suhu
37oC selama 18-24 jam. Zona bening yang terbentuk di sekitar disk merupakan zona hambat yang kemudian diukur
menggunakan jangka sorong dalam satuan milimeter (mm). Diameter zona hambat yang telah diukur tersebut
diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi Greenwood (>20 mm: kuat; 16-20 mm: sedang; 10-15 mm: lemah; dan <10 mm tidak ada daya hambatt).13 Analisis data menggunakan aplikasi SPSS v20 dengan melakukan Uji Kruskal-Wallis (kemaknaan p<0,05). HASIL
Skrining fitokimia pada ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak) menunjukkan hasil kandungan senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, tannin, kuinon, steroid, dan triterpenoid, yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak)
Senyawa Aktif |
Simpulan |
Flavonoid |
+ |
Alkaloid |
+ |
Saponin |
+ |
Tanin |
+ |
Kuinon |
+ |
Steroid/ |
+ |
Triterpenoid |
Seluruh kelompok perlakukan menghasil zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dengan rentang 16-21,75 mm (Gambar 1). Uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil p=0,003 (p<0,05) yang menandakan bahwa daya hambat yang dihasilkan oleh seluruh kelompok perlakuan memiliki perbedaan yang bermakna secara signifikan
Gambar 1. Zona hambat yang terbentuk terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. a: konsentrasi 25%; b: konsentrasi 50%; c: konsentrasi 75%; d: konsentrasi 100%; e: kontrol positif (vankomisin), f: kontrol negatif (aquades)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa pada ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak) memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis pada seluruh konsentrasi. Aktivitas antibakteri ini ditunjukkan dari adanya zona hambat yang merupakan zona jernih disekitar paper disk yang mengandung ekstrak etanol buah lerak dalam berbagai konsentrasi.
Dari Tabel 2 ditemukan bahwa nilai rata-rata zona hambat pada masing-masing konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% yaitu 16 mm, 18,5 mm, 21,75 mm, dan 20,5 mm. Kemudian nilai rata-rata zona hambat pada kontrol positif vankomisin yaitu 18.25 mm. Zona hambat pada konsentrasi 25% dan 50% tergolong zona hambat sedang, konsentrasi 75% dan 100% tergolong kuat, sedangkan pada kontrol vankomisin tergolong sedang. Penentuan ini menyesuaikan dengan klasifikasi menurut Greenwood .
Suatu mikroba dinyatakan peka terhadap agen antimikroba pada ekstrak tanaman jika zat tersebut mempunyai zona hambat sebesar 12-24 mm.14 Hasil percobaan pada penelitian ini menunjukkan seluruh konsentrasi memiliki kemampuan daya hambat melebihi standar minimal antimikroba yang peka terhadap bakteri.
Tabel 2. Diameter zona hambat ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak) terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
Perlakuan |
Diameter zona hambat (mm) |
Median |
Interpretasi daya hambat Greenwood |
P | |||
I |
II |
III |
IV | ||||
Konsentrasi 25% |
17 |
17 |
15 |
15 |
16 |
Daya hambat sedang | |
Konsentrasi 50% |
18 |
19 |
17 |
19 |
18,25 |
Daya hambat sedang | |
Konsentrasi 75% |
21 |
23 |
20 |
23 |
21,75 |
Daya hambat kuat |
0,003 |
Konsentrasi 100% |
20 |
21 |
20 |
20 |
20,5 |
Daya hambat kuat | |
Vankomisin (K+) |
19 |
18 |
18 |
18 |
18,25 |
Daya hambat sedang | |
Aquades (K-) |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
Tidak ada daya hambat |
Kontrol positif yang digunakan merupakan golongan antibiotik vankomisin yang bersifat bakteriostatik dan bakterisid serta merupakan golongan antibiotik spektrum sempit karena hanya bekerja pada bakteri gram positif saja. Kinerjanya dipengaruhi oleh konsentrasi obat, organisme penyebab, serta area infeksi organisme tersebut.15
Pada umumnya, peningkatan diameter zona hambat ekstrak pada aktivitas bakteri meningkat seiring semakin pekatnya konsentrasi ekstrak yang diberikan. Namun, pada penelitian ini ditemukan adanya penurunan diameter zona hambat pada konsentrasi 100%. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan kecepatan difusi senyawa antibakteri pada media agar, sehingga memberikan perbedaan diameter zona dalam kurun waktu tertentu.16 Dimana pengamatan pada penelitian ini dilakukan setelah 18 jam proses inkubasi.
Aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol buah lerak disebabkan oleh kandungan fitokimia yang terkandung. Berdasarkan uji fitokimia kualitatif ditemukan kandungan pada ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak) adalah flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, kuinon, steroid, dan tripenoid. Kandungan fitokimia yang ditemukan sejalan dengan penelitian Silviani, dan penilitan ini menemukan senyawa aktif lainnya yakni kuinon, steroid, dan tripenoid. Tiap senyawa fitokimia ini memiliki mekanisme kerjanya masing-masing sebagai agen antibakteri.
Komponen fenol di dalam flavonoid bekerja dengan mendenaturasi enzim dan asam amino serta menginaktifkan enzim essential pada bakteri gram positif. Hal tersebut akan menyebabkan kebocoran nutrisi sel karena terjadinya kerusakan ikatan hidrofobik membran sel seperti ikatan protein dan fosfolipid, hingga terjadi penghambatan metabolisme bakteri tersebut.14
Senyawa alkaloid bekerja dengan menggangu penyusunan peptidoglikan dalam proses fungsi pengangkutan aktif, fungsi permeabilitas selektif, dan susunan proteinnya yang mengakibatkan lapisan dinding sel bakteri tidak terbentuk secara utuh sehingga menyebabkan kematian sel bakteri.15
Senyawa saponin yang tinggi pada buah lerak dapat bekerja dengan meningkatkan permeabilitas membran sel dan penurunan tegangan permukaan sel. Hal tersebut memungkinkan masuknya zat antibakteri melalui dinding sel bakteri sehingga terjadinya hemolisis sel bakteri.15
Senyawa tanin bekerja dengan mengikat unsur H+ dalam pembentukan dinding protein bakteri. Sehingga pH dari bakteri tersebut menjadi asam dan menyebabkan protein terdenaturasi yang mengakibatkan penghambatan perkembangan bakteri. Tanin juga dapat menghambat DNA topoisomerase dan reverse transcriptase enzyme sehingga sel dari bakteri tidak dapat bereplikasi.17
Senyawa kuinon akan membentukan senyawa kompleks dengan sifat ireversibel terhadap residu asam amino nukleofilik protein transmembran pada polipeptida
dinding sel, membran plasma, serta enzim yang terdapat pada membran sel bakteri.18
Steroid dan triterpenoid memiliki mekanisme kerja sebagai agen antibakteri berhubungan dengan membran lipid dan terjadinya sensitivitas terhadap komponen steroid yang menyebabkan kebocoran lisosom. Interaksi steroid dengan membran fosfolipid sel menyebabkan integritas dan morfologi pada membran sel menurun yang mengakibatkan sel lisis.19
SIMPULAN
Ekstrak etanol buah lerak (Sapindus rarak) memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis. Nilai rata-rata daya hambat berdasarkan metode disk diffusion pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% yaitu 16 mm, 18,5 mm, 21,75 mm, dan 20,5 mm.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap senyawa metabolit sekunder spesifik yang terdapat pada ekstrak fraksi buah lerak untuk diuji daya hambatnya pada bakteri Staphylococcus epidermidis. Sehingga dapat menentukan senyawa yang paling berpengaruh pada potensi daya hambat ekstrak etanol buah lerak terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Dawson A, Dellavalle R. Acne vulgaris. BMJ.
2013;346:2634-2634.
-
2. Morze Jakub, Przybylowicz Katarzyna Eufemia, Danielewicz Anna, Obara-Golebiowska Malgorzata. Diet in acne vulgaris: Open or solved problem? Iranian Journal of Public Health. 2017;46(3):428– 430.
-
3. Nazipi Seven, Stødkilde-Jørgensen Kristian, Scavenius Carsten, Brüggemann Holger. The skin bacterium propionibacterium acne employs two variants of hyaluronate lyase with distinct properties microorganisms. 2017;5(3):57.
-
4. Zaenglein A. Acne Vulgaris. New England Journal of Medicine. 2018;379(14):1343-1352.
-
5. Pathak Rajiv, Nitesh Kasama, Raj Kumar, Hemant
Gautam. Staphylococcus epidermidis in human skin microbiome associated with acne: a cause of disease or defence? Research Journal of Biotechnology. 2013;
8(12):78-82
-
6. H, A. R., Cahyanto, T., Sujarwo, T., & Lestari, R. I.
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea Indica (L.) Less.) Terhadap
Propionibacterium Acnes Penyebab Jerawat. Research Gate. 2015;9(1).
-
7. Roslizawaty, Ramadani, N. Y., Fakhrurrazi, & Herrialfian. Aktivitas Antibakterial Ekstrak Etanol Dan Rebusan Sarang Semut (Myrmecodia Sp.) TerhadapBakteri Escherichia coli. Jurnal Medika Veterinaria, 2013;7(2).
-
8. Laba Udarno, Balittri. Lerak (Sapindus rarak)
Tanaman Industri Pengganti Sabun. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 2009;15(2): 78.
-
9. Silviani, Yusianti. Short Communication: Inhibitory effect of Sapindus rarak ethyl acetate extract on Staphylococcus aureus. Bioteknologi. 2017;14(1): 1618.
-
10. Lumowa S.V.T, Rambitan V.M.M. Analisis Kandungan Kimia Daun Gamal (Gliricidia sepium) dan Kulit Buah Nanas (Ananascomosus L) sebagai Bahan Baku Pestisida Nabati. Prosiding Seminar Nasional Kimia Kimia FMIPA; Universitas Mulawarman. 2017.
-
11. Nevi, Yanti. Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Lerak (Sapindus rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Gigi (Penelitian In Vitro). Repositori Institusi USU. 2016.
-
12. Greenwood D. Antibiotics Susceptibility (Sensitivity) Test, Antimicrobial and Chemotheraphy. Mc Graw Hill Company, USA. 1995.
-
13. Hidayah N. Uji Aktivitas Ekstrak Metanol Klika Anak Dara (Oblongus burm f.) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat [S1]. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin. 2016.
-
14. Mulyani Y, Hidayat D, Fatimah Y. Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) Sebagai Antibakteri Terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Jurnal Farmasi Lampung. 2017:6(2):46-54.
-
15. Ningtyas A. Perbedaan Konsentrasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanolik Batang Pisang Kluthuk (Musa Balbisiana Colla) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomona aeruginosa [D3]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2012
-
16. Marselia S, Wibowo M, Arreneuz S. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Soma (Ploiarium alternifolium Melch) Terhadap Propionibacterium acnes. Jurnal Kimia Khatulistiwa. 2015;4(4):72-82.
-
17. Thresia U Sapara, Olivia Waworuntu, Juliatri. Efektivitas antibakteri ekstrak daun pacar air (Impatiens balsamina L.) terhadap pertumbuhan Porphyromonas gingivalis. Pharmacon. 2016;5(4):10-17.
-
18. Bontjura S, Waworuntu OA, Siagian KV. Uji efek antibakteri ekstrak daun leilem (Cleodendrum minahassae l.) terhadap bakteri Streptococcus mutans. Pharmacon. 2015;4;98-9
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2022.V11.i5.P03
18
Discussion and feedback