ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.4,APRIL, 2022


Diterima: 30-12-2020 Revisi: 19-08-2021 Accepted: 2022-04-16

HUBUNGAN POLA KONSUMSI ANAK DI KANTIN SEKOLAH DENGAN OBESITAS DI SD NEGERI 17 DANGIN PURI

Ni Komang Pasek Nurhyang Jumantini1, Dyah Kanya Wati2, Ida Bagus Subanada2, Ida Bagus Gede Suparyatha2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected].

M R

ABSTRAK

Obesitas kini telah menjadi tantangan kesehatan. Kasus obesitas pada anak menjadi salah satu permasalahan yang perlu diperhatikan. Pada tahun 2016, obesitas terjadi pada lebih dari 650 juta orang dengan melampaui angka 340 juta anak dan remaja usia 5-19 tahun mengalami obesitas. Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan antara intake energi dan energi yang digunakan tubuh. Obesitas merupakan penyakit multifakatorial. Pada anak usia sekolah dasar, pola konsumsi di kantin sekolah berkontribusi besar terhadap kasus obesitas. Anak usia sekolah dasar cenderung memiliki kebiasaan jajan di kantin sekolah. Makanan tinggi karbohidrat dan lemak mendominasi jajanan di kantin sekolah, seperti gorengan, makanan ringan (snack), sosis, aneka kue, cokelat, dan makanan cepat saji lainnya serta berbagai jenis minuman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan pola konsumsi anak di kantin sekolah dengan kejadian obesitas anak. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode pengambilan data cross-sectional dan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengukuran antropometri. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 17 Dangin Puri, dengan besar sampel sebanyak 66 responden. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan adanya hubungan bermakna antara pola konsumsi tidak seimbang di kantin sekolah anak dengan status gizi obesitas (OR=5,400; IK 95% 1,18524,597; p=0,029), dan adanya hubungan bermakna antara aktifitas fisis dengan status gizi anak (OR=0,165; IK 95% 0,036-0,749; p=0,020). Kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat hubungan pola konsumsi anak di kantin sekolah dengan kejadian obesitas.

Kata kunci : obesitas., anak sekolah dasar., pola konsumsi di kantin sekolah.

ABSTRACT

Currently, obesity has become a public health challenge. The case of obesity in children is one of the issues that need attention. By 2016, over 650 million people are obese, of which about over 340 million children and adolescents aged 5-19 years are obese. Obesity is a condition caused by imbalance of intake energy compared with energy used by the body. Obesity is a multifactorial disease. In elemtary school-aged children, consumption patterns in the school canteen contribute greatly to the incidence of obesity. Elementary school-aged children tend to have a habit of snacking in the school canteen. High-carbohydrate and fat foods dominate snacks in the school cafeteria, such as fried foods, snacks, sausages, cakes, chocolates, and other fast food and drinks. This study aims to determine the relationship of consumption patterns in school canteen and obesity in children. This study is an observational study with cross-sectional method and the data collection was obtained by interview and anthropometric measurement. This study was conducted at SD Negeri 17 Dangin Puri and involved 66 respondents. The results of the study, there is a significant relationship between imbalance consumption patterns in school canteen to obesity in children (OR=5.400; 95% CI 1.185-24.597; p=0.029), and a significant relationship between physical activities and nutritional status in children (OR=0.165; 95% CI 0.036-0.749; p=0.020). Conclusion of this study is there is a significant relationship between consumption patterns in school canteen to obesity in children.

Keywords : obesity., elementary school children., consumption patterns in the school canteen.

HUBUNGAN POLA KONSUMSI ANAK DI KANTIN SEKOLAH DENGAN OBESITAS DI SD NEGERI 17 DANGIN PURI., Ni Komang Pasek Nurhyang Jumantini1, Dyah Kanya Wati2, Ida Bagus Subanada2, Ida Bagus Gede Suparyatha2,

PENDAHULUAN

Obesitas kini telah menjadi salah satu permasalahan kesehatan di dunia. Obesitas menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu kondisi akumulasi lemak berlebihan yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan.1 Obesitas menyerang berbagai kalangan tanpa mengenal umur, dari anak-anak hingga orang tua. Kasus obesitas pada anak merupakan suatu permasalahan yang perlu diperhatikan. Beberapa penyakit yang dapat muncul akibat obesitas yaitu hipertensi, kardiovaskular, stroke, dan diabetes melitus. Pada penelitian yang dilakukan mengenai profil tekanan darah pada anak di Bali, menunjukan tingginya prevalens hipertensi pada anak usia 6-18 tahun di Bali kemungkinan disebabkan oleh obesitas, dan erat kaitannya dengan kebiasaan makan anak di kantin sekolah.2 Obesitas atau peningkatan indeks massa tubuh (IMT) kini juga dipertimbangkan sebagai faktor risiko bukan hanya penyakit kardiovaskular dan diabetes, namun juga sebagai faktor risiko chronic kidney disease (CKD).2 Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2013 menunjukan peningkatan prevalens kegemukan dan obesitas pada anak usia sekolah dasar (usia 5-12 tahun) yaitu dari 9,2% menjadi 18,8% pada tahun 2013.3 Penelitian yang dilakukan Cintary di Kota Denpasar menunjukan prevalens obesitas anak usia sekolah dasar sebesar 11,9%.4 Pada penelitian yang dilakukan Riadipa di SD Negeri 17 Dangin Puri tentang konsumsi makanan siap saji dan status obesitas, didapatkan dari 40 sampel anak, terdapat 6 anak memiliki status gizi gemuk dan 8 anak dengan obesitas.5

Obesitas merupakan sebuah kondisi patologis yaitu terjadi akumulasi lemak secara berlebihan dari keperluan fungsi normal tubuh. Obesitas terjadi ketika asupan energi melebihi energi yang digunakan. Intake energi yang tinggi didapatkan saat mengonsumsi makanan yang tinggi energi dan lemak, dan penggunaan energi yang rendah diakibatkan oleh rendahnya aktivitas tubuh sehari-hari.6 Obesitas merupakan penyakit multifaktorial yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu genetik, gangguan hormonal, aktivitas fisis, pola konsumsi/makanan, sosial ekonomi, tingkat pengetahuan orangtua dan anak, serta lingkungan dan gaya hidup.7 Menurut WHO, penyebab utama dibalik meningkatnya prevalens obesitas pada anak adalah perubahan dalam diet. Kasus obesitas anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) berhubungan dengan konsumsi makanan dan minuman di kantin sekolah. Studi yang dilakukan di SD Negeri Kota Kendari, Sulawesi Tenggara menunjukan subjek dengan asupan energi melebihi angka kecukupan gizi (AKG) memiliki peluang 12 kali mengalami obesitas, dibanding subjek dengan kebiasaan makan sehat yang memiliki peluang sebanyak 8,3 kali untuk menghindari terjadinya obesitas .8 Risiko terjadi obesitas akan meningkat ketika intake energi yang dikonsumsi lebih tinggi dibanding pengeluaran dari energi. Penelitian yang dilakukan Kharismawati didapatkan hasil yaitu rerata asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat ditemukan lebih tinggi pada anak yang obesitas dibanding kelompok anak yang tidak https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi: https://doi.org/10.24843/eum.v11i4.68480

obesitas.9 Perilaku konsumsi anak yang tidak sehat di kantin sekolah dapat meningkatkan risiko anak mengalami obesitas serta dapat memicu timbulnya penyakit metabolik lainnya. Berdasarkan pemaparan tersebut maka hubungan pola konsumsi anak di kantin sekolah dengan obesitas penting diketahui lebih lanjut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode pengambilan data cross-sectional yang dilakukan dengan wawancara dan kuesioner. Penelitian berlokasi di SD Negeri 17 Dangin Puri pada bulan September - Oktober 2020. Sampel penelitian ini adalah beberapa siswa yang dipilih dengan metode random sampling, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dan dari perhitungan besaran sampel didapatkan jumlah sampel minimum yaitu 66 responden. Kriteria inklusi yaitu berusia 9-12 tahun, anak yang bersedia menjadi subjek penelitian, mengisi informed consent, dan mendapat persetujuan orangtua. Kriteria eksklusi yaitu data yang diperoleh atau diisi oleh siswa tidak lengkap, anak yang memiliki faktor genetic obesitas, dan anak yang memiliki gangguan hormonal.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer yang didapatkan melalui wawancara dan pengisian kuesioner, meliputi identitas siswa dan orangtua siswa, kuesioner food recall 3x24 jam, kuesioner kebiasaan sarapan dan kebiasaan jajan anak, kuesioner tingkat pengetahuan gizi orangtua, kuesioner aktivitas fisis anak, serta pengukuran berat badan dan tinggi badan siswa menggunakan timbangan digital dan microtoise.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan bantuan perangkat lunak IMB Statistical Package for the Social Science (SPSS) dengan tingkat kemaknaan 95%. Penelitian ini sudah mendapatkan ijin kelayakan Etik Nomor:  368/UN14.2.2.VII.14/LP/2020

tertanggal 13 Februari 2020.

HASIL

Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukan karakteristik responden, dan ditemukan secara keseluruhan jumlah status gizi obesitas lebih sedikir dibanding status gizi non obesitas.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Non obesitas Obesitas Karakteristik Responden n    (%) n (%)

Jenis kelamin

Laki-laki

29

82,9

6

17,1

Perempuan

25

80,6

6

19,4

Umur

9

11

84,6

2

15,4

10

18

94,7

1

5,3

11

17

77,3

5

22,7

12

8

66,7

4

33,3

Kebiasaan

Tidak pernah

1

50,0

1

50,0

sarapan

Jarang

10

100

0

0,0

Kadang-kadang

11

68,8

5

31,3

Sering

32

84,2

6

15,8

Kebiasaan

Jarang

16

94,1

1

5,9

jajan di kantin

Cukup sering

15

88,2

2

11,8

sekolah

Sering

23

71,9

9

28,1

Tempat jajan

Kantin sekolah

24

80,0

6

20,0

Rumah

12

92,3

1

7,7

Kantin dan rumah

18

78,3

5

21,7

Aktivitas fisis

Rendah

14

60,9

9

39,1

Tinggi

40

93,0

3

7,0

Tingkat

SD

2

66,7

1

33,3

pendidikan

SMP

4

57,1

3

42,9

orangtua

SMA

29

82,9

6

17,1

Sarjana

19

90,5

2

9,5

Pekerjaan

Tidak bekerja

0

0,0

1

100

orangtua

PNS/TNI/Polri

9

90,0

1

10,0

Pegawai swasta

15

83,3

3

16,7

Wiraswasta/pedag

23

82,1

5

17,9

ang

Buruh

2

66,7

1

33,3

Lainnya

5

83,3

1

16,7

Tabel 1 Karakteristik Responden

Karakteristik Responden

Non obesitas

Obesitas

n

(%)

n

(%)

Tingkat

Kurang

2

100

0

0,0

pengetahuan

Cukup

14

77,8

4

22,2

gizi orangtua

Baik

38

82,6

8

17,4

Status sosial

Sangat rendah

23

82,1

5

17,9

ekonomi

Sedang

20

76,9

6

23,1

Tinggi

4

100

0

0,0

Sangat tinggi

7

87,5

1

12,5

Pada jenis kelamin ditemukan status gizi non obesitas dan obesitas sebanding antara laki-laki dan perempuan. Pada kebiasaan sarapan sering dan memiliki status gizi non-obesitas lebih banyak (84,2%) dibandingkan dengan kebiasaan sarapan sering dan status gizi obesitas (15,8%). Distribusi aktivitas fisis didapatkan pada aktivitas fisis rendah dengan status gizi non-obesitas (60,9%) lebih tinggi dibanding aktivitas fisis rendah dan status gizi obesitas (39,1%).

Tabel 2. Distribusi Jenis Jajanan di Kantin Sekolah

Jenis jajanan

Frekuensi

Persentase (%)

Makanan segar

6

12,0

Makanan rumahan

13

26,0

Makanan kemasan

23

46,0

Makanan cepat saji

8

16,0

Total

50

100,0

Distribusi jenis jajanan di kantin sekolah, didapatkan bahwa jenis jajanan yang dijual didominasi oleh makanan kemasan (46,0%), dan diikuti makanan rumahan (26,0%).

Pada tabel 3, disajikan jenis jajanan yang dijual di kantin sekolah meliputi makanan segar, makanan rumahan, makanan kemasan, dan makanan cepat saji/fast food. Terlihat bahwa jenis makanan yang paling banyak dijual di kantin sekolah adalah makanan kemasan. Makanan kemasan merupakan makanan yang diolah dan diproduksi kemudian disajikan dalam kemasan, seperti snack, yang pada tabel adalah biskuit, permen, teh, roti, wafer, dan snack olahan coklat. Makanan rumahan juga banyak dijual, yaitu makanan yang biasanya dikonsumsi di rumah, diolah langsung dan dijual pada hari yang sama, seperti pada tabel yaitu nasi kuning, pisang goreng, keripik, dan lain-lain Tabel 3 Jenis Jajanan di Kantin Sekolah

Jenis Makanan

Makanan segar

Makanan rumahan

Makanan kemasan

Makanan cepat saji/fast food

Buah

Nasi kuning

Biskuit Better

Burger

pepaya Buah

Pisang

Chitato

Spaghetti

semangka

Jus alpukat

goreng

Keripik ubi

Cheetos

Sosis

Jus jeruk

ungu Keripik

Momogi

goreng Nugget

Susu

ayam

Kerupuk

Malkist coklat

goreng

Pizza mini

Rujak

Es lilin

Malkist roma

Mie instant

mangga

Keripik pedas Keripik singkong Donat Bolu

Bihun goreng

Nasi goreng Puding coklat

kelapa

Malkist roma abon

Lays

Tictac

Permen

Alpenlieble Teh gelas

Teh kotak

Teh pucuk

Permen karet

Bubble

Kacang garuda Rosta

Pop mie

Kentang goreng

Hubungan pola konsumsi dan status gizi dijelaskan pada tabel 4.

Tabel 4. Hubungan Pola Konsumsi dan Status Gizi

Status Gizi Anak

RP

p

Non-    Obesitas   Jumlah

(IK

obesitas

95%)

Seimbang

39

3

42

92,9%

7,1%

100%

7,800

Tidak

15

9

24

0,006

seimbang

62,5%

37,5%

100%

(1,8532,78)

Jumlah

54

12

66

81,8%

18,2%

100%

Pada tabulasi ini ditemukan 1 cell dengan angka prediksi (expected value) ≤ 5, sehingga tidak memenuhi kriteria dan digunakan uji Fisher’s Exact, kemudian didapatkan nilai p yaitu 0,006 yang memiliki nilai dibawah α (0,05). Hal tersebut menunjukan terdapat hubungan bermakna antara pola konsumsi dengan status gizi anak. Rasio prevalens (RP) didapatkan pada analisis tersebut yaitu 7,800 dengan IK 95% sebesar 1,856-32,788.

Tabel 5. Model I Uji Regresi Logistik

Variabel                         IK 95%

Tabel 6. Model II Uji Regresi Logistik

Variabel

IK 95%

Sig.

Exp(B)

Batas

Bawah

Batas Atas

Pola konsumsi Tingkat pendidikan Status sosial ekonomi Kebiasaan sarapan

0,025

0,380

0,592

6,422

0,450

0,512

1,268

0,076

0,044

32,539

2,669

5,927

0,261

4,380

0,334

57,524

Aktivitas fisis

0,014

0,132

0,026

0,659

Konstanta

0,630

0,146

Setelah

variabel

tingkat

pengetahuan

orangtua

dikeluarkan, variabel pola konsumsi memiliki nilai p=0,025.

Sedangkan variabel aktivitas fisis memiliki nilai p=0,014. Variabel yang memiliki nilai p paling tinggi yaitu status sosial ekonomi (p=0,592), sehingga variabel yang dikeluarkan dari model selanjutnya adalah variabel status sosial ekonomi.

Tabel 7. Model III Uji Regresi Logistik

Variabel                          IK 95%

Sig.

Exp(B)

Batas

Bawah

Batas Atas

Pola konsumsi Tingkat

0,026

6,341

1,241

32,386

pengetahuan gizi

0,881

1,227

0,084

17,999

Tingkat

0,394

0,421

0,058

3,081

pendidikan

Status   sosial

0,582

0,500

0,042

5,921

ekonomi

Kebiasaan sarapan

0,258

4,458

0,334

59,541

Aktivitas fisis Konstanta

0,019

0,616

0,126

0,121

0,022

0,709

Model pertama uji regresi logistik ditemukan variabel pola konsumsi memiliki nilai p=0,026 setelah dimasukan kedalam uji multivariat bersama variabel kontrol lainnya. Sedangkan pada variabel aktivitas fisis memiliki nilai p=0,019. Variabel tingkat pengetahuan memiliki nilai p paling tinggi (p=0,881), sehingga dikeluarkan dari model.

Sig.

Exp(B)

Batas

Bawah

Batas Atas

Pola konsumsi

0,025

6,362

1,266

31,971

Tingkat

0,374

0,449

0,077

2,628

pendidikan Kebiasaan

sarapan

0,233

4,724

0,368

60,642

Aktivitas fisis Konstanta

0,013

0,455

0,130

0,062

0,026

0,648

Nilai p pada variabel pola konsumsi yaitu p=0,025. Sedangkan variabel aktivitas fisis memiliki nilai p= 0,013. Variabel dengan nilai p paling besar yaitu tingkat pendidikan orangtua (p=0,374), sehingga dikeluarkan dari model. Setelah variavel tingkat pendidikan dikeluarkan, didapatkan hasil pada tabel 8.

Tabel 8. Model IV Uji Regresi Logistik

Variabel

IK 95%

Sig.

Exp(B)

Batas

Bawah

Batas Atas

Pola konsumsi

0,017

6,960

1,415

34,242

Kebiasaan

0,157

6,071

0,499

73,895

sarapan

Aktivitas fisis

0,011

0,127

0,026

0,624

Konstanta

0,108

0,008

Pada tabel 8, nilai p pada variabel pola konsumsi didapatkan p=0,017. Sedangkan pada aktivitas fisis didapatkan nilai p=0,011. Nilai p pada variabel kebiasaan sarapan yaitu p=0,157, yaitu dengan nilai p paling besar, sehingga dikeluarkan dari model. Setelah variabel kebiasaan sarapan dikeluarkan dari model, selanjutnya model akhir disajikan pada tabel 9.

Tabel 9. Model Akhir Uji Regresi Logistik

Variabel

IK 95%

Sig.

Exp(B)

Batas

Batas

Bawah

Atas

Pola konsumsi

0,029

5,400

1,185

24,597

Aktivitas fisis

0,020

0,165

0,036

0,749

Konstanta

0,439

0,254

Model akhir pada uji regresi logistik, didapatkan nilai p pada pola konsumsi yaitu 0,029; nilai adjusted odds ratio (aOR) yaitu nilai Exp (B) yaitu 5,400; IK 95% 1,18524,597; sehingga berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan hubungan bermakna antara pola konsumsi dan status gizi anak. Pada aktivitas fisis, didapatkan nilai p yaitu 0,020; nilai adjusted odds ratio (aOR) yaitu nilai Exp (B) aktivitas fisis terhadap status gizi anak adalah 0,165 dengan IK 95% yaitu 0,036-0,749, sehingga ada hubungan bermakna antara aktivitas fisis dan status gizi.

PEMBAHASAN

Hasil akhir penelitian ini dari analisis bivariat dengan uji Fisher’s Exact, didapatkan interpretasi bahwa ada hubungan signifikan antara pola konsumsi anak dengan status gizi anak (PR=7,800; IK 95% 1,856-32,788, p=0,006). Pada analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik, didapatkan interpretasi yaitu terdapat hubungan signifikan antara pola konsumsi dengan status gizi anak (OR=5,400; IK 95% 1,185-24,597; p=0,029), dan didapatkan pula hubungan signifikan antara aktivitas fisis dengan status gizi anak (OR=0,165; IK 95% 0,036-0,749, p=0,020), sedangkan tingkat pengetahuan gizi orangtua, tingkat pendidikan orangtua, status sosial ekonomi, serta status sosial ekonomi tidak memberikan pengaruh parsial yang bermakna terhadap status gizi anak.

Obesitas adalah kondisi lemak berlebih pada tubuh yang merupakan konsekuensi dari positive energy balance

yang berlangsung lama dari waktu ke waktu. Faktor yang memengaruhi keseimbangan energi yaitu host, lingkungan (faktor eksternal/paparan), serta vektor (makanan dan minuman), kemudian faktor ini secara kompleks berinteraksi memengaruhi pola makan serta aktivitas individu .10 Pola konsumsi atau kebiasaan makan anak usia sekolah dasar terutama konsumsi makanan jajanan dan minuman yang dijual di kantin sekolah erat hubungannya dengan kejadian obesitas. Anak usia sekolah dasar dapat dengan mudah membeli makanan jajanan dan minuman di kantin sekolah karena harga makanan yang relatif murah, menarik, dan jenisnya bervariasi. Pada studi yang dilakukan Hambali menunjukan hubungan bermakna antara pola konsumsi dengan kejadian obesitas (p=0,000), frekuensi konsumsi jajanan harian (p=0,000) dan makanan cepat saji (p=0,001) dan juga menunjukan hubungan yang signifikan dengan status gizi anak (obesitas dan non obesitas).11

Menurut WHO penyebab utama pada peningkatan prevalens obesitas pada anak adalah perubahan dalam diet berupa peningkatan asupan makanan yang mengandung banyak energi, tinggi lemak dan karbohidrat, namun mengandung rendah vitamin, mineral, dan potein, serta diikuti dengan kecenderungan penurunan aktivitas fisis.1 Hasil dari penelitian ini menunjukan anak sekolah dasar cenderung lebih banyak memilih membeli makanan jajanan di kantin sekolah dengan frekuensi yang sering, dan didominasi oleh jenis jajanan yaitu makanan kemasan (46,0%) disusul makanan rumahan (26,0%). Pada studi yang dilakukan Angrainy (2019) didapatkan bahwa anak sekolah dasar memiliki kebiasaan sering jajan di kantin sekolah (63,4%) serta didapatkan pula nilai p 0,042 menunjukan adanya hubungan bermakna mengonsumsi jajanan dengan status gizi.12 Studi yang dilakukan Utami tentang gambaran kebiasaan makanan jajanan siswa di SDN Kalibeji 2 Sempor, menunjukan bahwa siswa lebih banyak membeli jajanan berjenis gorengan (51,3%) yang dalam penelitian ini masuk ke dalam jenis makanan rumahan.13 Makanan jajanan rata-rata memberikan sumbangan energi sebanyak 17,1% dari total energi harian .14

Studi yang dilakukan Pramudita menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara asupan lemak dengan status gizi obesitas pada anak (p=0,000; r=0,458), sehingga semakin meningkatnya konsumsi makanan yang mengandung lemak maka semakin meningkat pula kejadian obesitas pada anak.15

Selain pola konsumsi pada anak, pada penelitian ini ditemukan aktivitas fisis juga memiliki hubungan bermakna dengan status gizi anak (OR=0,165; IK 95% 0,036-0,749, p=0,020), menunjukan rentang interval kepercayaan (IK 95%) berada dibawah angka 1 yang berarti aktivitas fisis sebagai faktor proteksi, atau dengan kata lain peningkatan aktivitas fisis akan menurukan kejadian obesitas pada anak. Didukung oleh studi Budiyanti tentang analisa faktor riskio obesitas pada anak usia sekolah, mendapatkan nilai p 0,000, sehingga terdapat hubungan signifikan antara kurangnya aktivitas fisis dengan kejadian obesitas pada anak.16

Menurut WHO, peningkatan prevalens obesitas terjadi seiring dengan meningkatnya gaya hidup sedentary dan berkurangnya aktivitas fisis. Hal tersebut menyebabkan terjadi ketidakseimbangan energi, atau intake energi melebihi energi expenditure yaitu energi yang dipakai saat beraktivitas. Penelitian lain menunjukan penurunan aktivitas fisis pada anak sebagai salah satu faktor risiko terjadinya obesitas.15

Dari analisis multivariat dengan uji regresi logistik didapatkan nilai signifikansi pada tingkat pengetahuan gizi orangtua, tingkat pendidikan orangtua, status sosial ekonomi, dan kebiasaan sarapan tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap status gizi anak. Pada karakteristik responden menunjukan tingkat pengetahuan gizi orangtua dapat dikatakan dalam kategori baik, dan hasil analisis pada studi ini tidak ditemukan hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan gizi orangtua dengan obesitas anak. Hasil yang sama ditemukan pada studi yang dilakukan Dewi dan Andrasili mengenai hubungan pengetahuan gizi dan obesitas, didapatkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan gizi dan kejadian obesitas.17,18 Pada studi ini dan studi yang dilakukan Dewi memiliki jumlah sampel yang hampir sama (60 responden), serta distribusi tingkat pengetahuan gizi orangtua pada kategori baik juga tinggi (95,5%).17 Hubungan yang tidak signfikan antara tingkat pengetahuan gizi orangtua dengan status gizi anak dapat disebabkan karena pengetahuan gizi orangtua maupun anak termasuk faktor tidak langsung (indirect) memengaruhi status gizi, sehingga status gizi dapat disebabkan oleh faktor langsung (direct) yaitu pola konsumsi. Sehingga tingkat pengetahuan saja tidak cukup untuk dapat menyebabkan kejadian obesitas pada anak, mungkin saja dipengaruhi hal lain seperti pada karakteristik responden penelitian ini yaitu status sosial ekonomi, kebiasaan sarapan, maupun tingkat pendidikan orangtua.

Pada hasil studi ini tingkat pendidikan orangtua ditemukan sebagian besar yaitu dengan tingkat pendidikan SMA, dan tidak ditemukan hubungan signifikan antara tingkat pendidikan orangtua dan status gizi anak. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Estu didapatkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan orangtua dengan status gizi anak (p=0,419), didapatkan juga hasil persentase pendidikan orangtua yang paling tinggi adalah SMA (48,4%), serta ditemukan tingkat pendidikan orangtua memberikan pengaruh sebesar 8% yang berarti faktor lain menyumbangkan pengaruh 92%.19 Hal ini dapat disebabkan karenga pengaruh faktor lain yang lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan orangtua. Tingkat pendidikan mungkin berhubungan dengan tingkat pengetahuan, namun seperta hasil penelitian sebelemunya bahwa tidak ditemukan hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan gizi orangtua dengan status gizi, berarti hal tersebut tidak selalu berkontribusi dalam kejadian obesitas.

Pada variabel status sosial ekonomi yang dinilai dari tingkat penghasilan orangtua, yang didapatkan dari hasil studi ini yaitu didominasi oleh status sosial ekonomi sangat

rendah dan rendah, serta ditemukan hubungan tidak bermakna antara status sosial ekonomi dengan status gizi anak. Hal ini didukung oleh studi ditemukan juga tidak ada hubungan signifikan antara pendidikan dan status sosial ekonomi (penghasilan orangtua) dengan status gizi anak (p=0,585) 20 Pada hasil studi ini obesitas ditemukan lebih banyak pada status sosial ekonomi rendah, hal ini bisa disebabkan orangtua yang tidak terlalu memerhatikan konsumsi makanan anak, karena faktor pekerjaan maupun aktivitas lain sehingga makanan yang dikonsumsi anak mungkin saja tidak mengandung nutrisi seimbang, dan hal tersebut meningkatkan risiko terjadi obesitas. Besarnya pendapatan orangtua akan memengaruhi besarnya uang saku yang diberikan kepada anak, sehingga hal ini memudahkan anak untuk mendapatkan serta mengonsumsi jajanan di kantin sekolah.

Pada kebiasaan sarapan didapatkan bahwa anak dominan memiliki kebiasaan sarapan yang seing, serta tidak ditemukan hubungan yang signifikan dengan status gizi anak. Hasil ini didukung studi yang dilakukan Badi’Ah ditemukan bahwa responden lebih banyak yang memiliki kebiasaan sarapan lebih dari empat kali dalam seminggu (72,7%) dibandingkan dengan frekuensi sarapan yang lebih rendah, serta tidak ditemukan hubungan bermakna antara kebiasaan sarapan dengan obesitas pada anak.21 Hal ini dapat disebabkan karena meskipun anak sudah sarapan di rumah masing-masing atau membawa bekal sarapan ke sekolah, anak bisa saja tetap merasa lapar dan membeli makanan jajanan di kantin sekolah. Seperti pada penelitian Badi’Ah ditemukan bahwa asupan energi atau gizi dari sarapan pada anak termasuk dalam kategori kurang (74,2%), sehingga hal tersebut tidak akan dapat memenuhi kecukupan energi anak di pagi hari saat beraktivitas di sekolah.21 Hal ini bisa disebabkan karena jumlah energi pada sarapan tersebut tinggi, terutama pada karbohidrat dan lemak.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil analisis multivariat menunjukan adanya hubungan signifikan antara pola konsumsi dengan status gizi anak, serta pengaruh parsial antara aktivitas fisis terhadap status gizi anak. Pola konsumsi dan aktivitas fisis dapat berpengaruh terhadap obesitas karena terjadi ketidakseimbangan energi (positive energy balance) antara intake energi dengan eneregi expenditure, yang dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak.

Disarankan untuk orangtua agar lebih memperhatikan dan menjaga pola konsumsi anak, khususnya di kantin sekolah agar status gizi anak dapat dijaga normal. Disarankan pula untuk sekolah agar lebih memperhatikan jenis makanan jajanan yang dijual di kantin sekolah agar anak dapat membeli serta mengonsumsi makanan yang lebih sehat sehingga dapat terhindar dari obesitas. Orangtua maupun guru disekolah juga diharapkan dapat mengarahkan anak sekolah dasar untuk dapat meningkatkan aktivitas fisis mereka agar terjadi keseimbangan antara pola konsumsi dan aktivitas fisis serta menurunkan risiko obesitas pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    WHO. Obesity and Overweight [Online]. 2017 [diakses:     19 April 2018]. Tersedia di:

http://www.who.int/en/news-room/fac-sheets/detail/obesity-and-overwieght/.

  • 2.    Wati, D.K., Yuliyatni, P.C.D., Dinata, I.M.K., Nilawati, G.A.P., Widiana, I.G.R., Sutawan, I.B.R., Sunantara, I.G.N.P.A. Child Blood Pressure Profile in Bali, Indonesia. Macedonian Journal of Medical Sciences. 2019; 7(12):1962-1967.

  • 3.    Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:   Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan. 2013.

  • 4.    Cintari, L., Padmiari, I.A.E., Utami, I.G.S. Perbedaan Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah Berdasarkan Jenis Sarapan dan Faktor Keturunan. Jurnal Skala Husada. 2011;8(2):114-115.

  • 5.    Riadipa, N.G.A.P.S. Konsumsi Makanan Siap Saji dan Status Obesitas pada Anak Usia Sekolah Dasar di SD Negeri 03 Penatih dan SD Negeri 17 Dangin Puri di Kota Denpasar   (skripsi).   Denpasar:   Politeknik

Kesehatan Denpasar. 2018.

  • 6.    Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2012.

  • 7.    Shriver, E.K. National Institute of Child Health and Human Development: “What Causes Obesity and Overweight?”. 2016 [Online] [diakses: 18 April 2018]. Tersedia                                              di:

https://www.nichd.nih.gov/health/tpoics/obesity/conditi oninfo/cause/.

  • 8.    Supiati, Ismail, D., Siwi, R. Perilaku Makan dan Kejadian Obesitas Anak di SD Negeri Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. 2014;2(2):70-71.

  • 9.    Kharismawati, Ririn. Hubungan Tingkat Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Serat dengan Status Obesitas pada Siswa SD (skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro. 2010.

  • 10.    Romieu, I., Dossus, L.,Barquera, S et al. Energy Balance and Obesity: What are The Main Drivers?. Cancer Causes Control. 2017;28:247-258. [Online] [diakses:  3 Agustus 2020]. Tersedia di:  doi:

10.1007/s10552-017-0869-z.

. Hambali, N., Karjadidjaja, I. Hubungan Pola Makan dengan Tingkat Obesitas Anak (Studi Empiris pada Anak Umur 8-10 tahun di Sekolah Dasar Bunda Hati Kudus.     Tarumanagara     Medical    Journal.

2018;1(1):135-140.

. Angrainy, R., Yanti, P.D., Yuhelmi, D. Hubungan Mengonsumsi Jajan dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar di SDN 42 Pekanbaru. Journal of Midwifery Sciences. 2019;8(1):46-49.

. Utami, W., Waladani, B. Gambaran Perilaku Makanan Jajanan Siswa di SDN Kalibeji 2 Sempor (skripsi). Magelang:  Universitas Muhammadiyah Magelang.

2017.

. Puspasari, D., Farapti. Hubungan KOnsumsi Makanan Jajanan dengan Status Gizi pada Mahasiswa. Media Gizi Indonesia. 2020;15(1):45-51.

. Pramudita, R.A. Faktor Risiko Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor (skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2011.

. Budiyati. Analisis Faktor Penyebab pada Anak Usia Sekolah di SD Islam Al-Azhar 14 Kota Semarang (tesis). Depok: Universitas Indonesia. 2011.

. Dewi, P.L.P., Kartini, A. Hubungan Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik, Asupan Energi, dan Asupan Lemak dengan Kejadian Obesitas pada Remaja Sekolah Menengah Pertama. Journal of Nutrition College. 2017;6(3):257-261.

. Andrasili, J., Saraswati, M.R. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Gizi Terhadap Terjadinya Obesitas pada Anak SMA di Denpasar. E-Jurnal Medika. 2018; 7(7):1-7.

. Estu, A.P.E., Wahyuni, E.S. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orangtua dengan Status Gizi Siswa (Studi pada Siswa Kelas I, II, III di SDN Balas Klumprik I No343 Wiyung Surabaya). Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. 2018;6(1):35-39.

. Kurniasari, A.D. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan Orangtua dengan Status Gizi pada Siswa SD Hangtuah Surabaya. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. 2017;5(2):164-170.

. Badi’ah, A. Hubungan Kebiasaan Sarapan dan Durasi Tidur dengan Kegemukan pada Remaja di SMP Islam Al-Azhar 29 Semarang (skripsi). Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo. 2019.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi: https://doi.org/10.24843/eum.v11i4.68480

43