ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.4,APRIL, 2022


Diterima: 03-01-2021 Revisi: 19-08-2021 Accepted: 2022-04-16

HUBUNGAN DERAJAT DYSMENORRHEA DENGAN KONSISTENSI FECES PADA MAHASISWI KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Cindy Liora Driansha1, I Putu Gede Adiatmika2, I Made Krisna Dinata2, Susy Purnawati2

  • 1.    Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

  • 2.    Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Gangguan pencernaan seperti perubahan konsistensi feces umum ditemui pada perempuan yang mengalami menstruasi. Perempuan yang mengalami dysmenorrhea lebih sering mengalami gejala tersebut daripada yang tidak mengalaminya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara derajat dysmenorrhea dan perubahan konsistensi feces mahasiswi kedokteran Universitas Udayana. Adapun hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara derajat dysmenorrhea dan perubahan konsistensi feces mahasiswi kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dan jenis penelitian analitik observasional. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada seluruh mahasiswi kedokteran Universitas Udayana. Pertanyaan pada kuesioner terdiri dari identitas responden, pertanyaan untuk menyingkirkan responden yang tidak memenuhi syarat, pertanyaan derajat dysmenorrhea pada menstruasi terakhir sesuai Verbal Multi-dimensional Scoring System, dan pertanyaan kategori konsistensi feces saat itu sesuai Bristol Stool Scale. Sebanyak 389 kuesioner yang dikumpulkan diseleksi untuk menyingkirkan data yang tidak memenuhi syarat. Data yang memenuhi syarat dianalisis dengan uji deskriptif dan Fisher Exact Test. Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini merupakan mahasiswi yang berusia 18-25 tahun. Sebanyak 22,6% responden tidak mengalami dysmenorrhea, sedangkan 59,1% mengalami dysmenorrhea grade 1, 16,5% grade 2, dan 1,7% grade 3. Sebanyak 14,8% responden memiliki konsistensi feces keras abnormal, 84,3% normal, dan 0,9% lunak abnormal. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara derajat dysmenorrhea dengan konsistensi feces dengan nilai P sebesar 0,238. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pengaruh faktor lain seperti pola makan, aktivitas fisik, kualitas tidur, stress, dan kebiasaan defekasi yang berbeda pada setiap responden. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara derajat dysmenorrhea dan konsistensi feces mahasiswi kedokteran Universitas Udayana.

Kata kunci : mahasiswi kedokteran, derajat dysmenorrhea, konsistensi feces

ABSTRACT

Gastrointestinal symptoms such as fecal consistency change commonly found in menstrual women. Women who have dysmenorrhea are likely to experience it than women without dysmenorrhea. This study aims to identify relationship between dysmenorrhea intensity with fecal consistency change among medical students of Udayana University. The hypothesis of this study is there is relationship between dysmenorrhea intensity with fecal consistency change among medical students of Udayana University. This study used analytic cross-sectional design. Questionnaires given to all medical students of Udayana University consists of questions about respondents’ identity, exclusion criteria, dysmenorrhea intensity in last menstruation based on Verbal Multi-dimensional Scoring System, and fecal consistency category based on Bristol Stool Scale. A total of 389 questionnaires collected and selected to rule out ineligible data. Eligible data were analyzed using descriptive test and Fisher Exact Test. Respondents involved in this study were female students aged 18-25 years. A number of 22.6% of respondents did not experience dysmenorrhea, while 59.1% had grade 1 dysmenorrhea, 16.5% grade 2, and 1.7% grade 3. A number of 14.8% of respondents had abnormal hard fecal consistency, 84.3 % normal, and 0.9% abnormal soft. There was no significant relationship between dysmenorrhea intensity and fecal consistency with P value equals to 0.238. This can caused by various factors such as diet, physical activity, sleep quality, stress, and different defecation habits of each respondents. Based on the results, it is concluded that there is no significant relationship between the dysmenorrhea intensity and the fecal consistency among medical students at Udayana University.

Keywords : female medical student, dysmenorrhea intensity, fecal consistency

  • 1.    PENDAHULUAN

Mahasiswa kedokteran merupakan kelompok populasi yang rentan mengalami stress kronis dengan penyebab yang bervariasi seperti tekanan akademik, permasalahan sosial, dan permasalahan

finansial.1 Berbagai penelitian menunjukkan tingginya prevalensi stress pada mahasiswa kedokteran.1–3 Hal ini menyebabkan mahasiswa kedokteran cenderung mengalami gangguan kesehatan, salah satunya gangguan pada siklus menstruasi.4

Fase menstruasi merupakan salah satu tanda krusial dalam perkembangan seksual pada remaja perempuan yang mengalami pubertas.5 Menstruasi adalah perdarahan yang dikeluarkan secara periodik dari vagina yang disebabkan oleh peluruhan dari dinding uterus.6 Setiap perempuan di dunia memiliki karakteristik menstruasi yang berbeda yang dapat dilihat dari usia pertama kali menstruasi (menarche), frekuensi, durasi, keteraturan, volume perdarahan, dan keberadaan nyeri pada saat menstruasi atau dysmenorrhea.7–9

Dysmenorrhea merupakan nyeri perut bawah yang disebabkan adanya kontraksi uterus. Dysmenorrhea dapat dibagi menjadi dua, yaitu dysmenorrhea primer yang merupakan dysmenorrhea tanpa kelainan patologis, dan dysmenorrhea sekunder yang disebabkan adanya gangguan patologis yang mendasari.8,10–12 Dysmenorrhea disebabkan oleh sintesis berlebih dari prostaglandin seperti F2α dan E2α yang menyebabkan adanya kontraksi uterus berlebihan dan iskemia pada uterus. Selain itu, asam arakidonat juga menyebabkan peningkatan leucotrienes, yang menyebabkan peningkatan sensitivitas saraf nyeri uterus.8,10,13

Defekasi merupakan fase terakhir dari proses pencernaan, di mana terjadi pengeluaran sisa makanan organisme yang tidak dicerna dari saluran pencernaan. Konsistensi feces pada setiap populasi memiliki perbedaan yang khas karena pengaruh oleh berbagai faktor seperti genetik dan lingkungan.14 Menurut studi-studi terdahulu, gangguan pada konsistensi feces seperti diare dan konstipasi umum ditemui pada perempuan, baik saat periode pre-menstruasi (fase luteal) maupun periode perdarahan menstruasi, dan cenderung ditemui pada kelompok perempuan yang merasa nyeri ketika menstruasi.7 Gejala-gejala penyerta tersebut seringkali menyebabkan penurunan produktivitas pada perempuan yang mengalaminya. Literatur terdahulu mengemukakan teori bahwa sekresi prostaglandin berlebih turut menyebabkan kontraksi otot polos, menurunkan absorpsi, dan meningkatkan sekresi elektrolit pada usus halus yang memicu terjadinya perubahan konsistensi feces menjadi lebih lembek dan cair.7,15 Namun hingga kini studi yang membahas mengenai konsistensi feces jarang dapat ditemui. Studi yang meneliti mengenai hubungan antara derajat atau intensitas dysmenorrhea dengan konsistensi feces juga cukup jarang. Selain itu, data mengenai karakteristik derajat dysmenorrhea dan konsistensi feces pada mahasiswi kedokteran Universitas Udayana juga jarang ditemui. Adanya permasalahan yang telah disebutkan di atas menyebabkan penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara derajat dysmenorrhea dan konsistensi feces mahasiswi kedokteran Universitas Udayana.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dan jenis penelitian analitik observasional. Perizinan penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar pada Maret 2020. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2020. Responden yang diikutsertakan dalam penelitian ini merupakan mahasiswi kedokteran Universitas Udayana tahun pertama hingga ketiga. Penjelasan prosedur penelitian, perolehan informed consent, dan pembagian kuesioner dilaksanakan secara daring, kemudian jawaban kuesioner

dikumpulkan dari mahasiswi yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Kuesioner terdiri dari pertanyaan mengenai identitas responden, pertanyaan yang berisi kriteria eksklusi untuk menyingkirkan data yang tidak memenuhi syarat, pertanyaan mengenai derajat dysmenorrhea, dan pertanyaan mengenai konsistensi feces. Pertanyaan mengenai identitas responden terdiri dari nama, angkatan, dan kelas untuk memudahkan pendataan. Pertanyaan yang berisi kriteria ekslusi terdiri dari usia, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, riwayat merokok, riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol, riwayat mengalami diare dan konstipasi sebelum menstruasi, riwayat gangguan pencernaan kronis, riwayat gangguan psikiatri, dan riwayat mengkonsumsi obat-obatan selama menstruasi. Derajat dysmenorrhea diukur dengan menggunakan kriteria Verbal Multi-dimensional Scoring System (VMS) yang terdiri dari empat kategori, yaitu grade 0 (tidak mengalami dysmenorrhea), grade 1 (dysmenorrhea dengan nyeri ringan, tidak berpengaruh pada aktivitas sehari-hari, dan jarang membutuhkan pereda nyeri), grade 2 (dysmenorrhea dengan nyeri sedang, berpengaruh pada terganggunya aktivitas sehari-hari, namun dapat diatasi dengan pereda nyeri), dan grade 3 (dysmenorrhea dengan nyeri berat disertai gejala vegetatif, berpengaruh pada terganggunya aktivitas sehari-hari dan tidak dapat diatasi pereda nyeri).13,16 Konsistensi feces diukur dengan kriteria Bristol Stool Scale (BSS) yang terdiri dari tujuh kategori bentuk feces, yaitu tipe 1 (berbentuk gumpalan keras yang terpisah satu dengan lainnya dan sulit untuk dikeluarkan), tipe 2 (berbentuk sosis namun masih terlihat gumpalan), tipe 3 (berbentuk sosis namun terdapat retakan di permukaaannya), tipe 4 (berbentuk seperti sosis yang halus, lunak, dan mudah dikeluarkan), tipe 5 (berbentuk gumpalan yang mudah dikeluarkan), tipe 6 (berbentuk seperti kepingan dengan tekstur seperti bubur), dan tipe 7 (berbentuk cair tanpa adanya bagian yang padat). Tipe 1 dan tipe 2 dikategorikan sebagai konsistensi feces keras abnormal, tipe 3, tipe 4, dan tipe 5 dikategorikan normal, dan tipe 6 dan tipe 7 dikategorikan lunak abnormal).17,18 Jawaban kuesioner yang masuk kemudian diseleksi untuk menyingkirkan data yang tidak memenuhi syarat.

Data yang memenuhi syarat kemudian dianalisis dengan menggunakan software IBM SPSS Statistic 25. Variabel usia, derajat dysmenorrhea, dan konsistensi feces dianalisis dengan analisis deskriptif, sedangkan hubungan antara derajat dysmenorrhea dengan konsistensi feces dianalisis dengan Fisher Exact Test.

  • 3.    HASIL

Dari total 445 orang mahasiswi kedokteran Universitas Udayana, sebanyak 56 orang menolak mengisi kuesioner dan tidak dapat dihubungi. Total jawaban kuesioner yang berhasil dikumpulkan sebanyak 389 kuesioner yang terdiri dari 126 kuesioner dari mahasiswi tahun pertama, 133 kuesioner dari mahasiswi tahun kedua, dan 130 kuesioner dari mahasiswi tahun ketiga. Setelah proses seleksi didapatkan sebanyak 115 orang responden memenuhi syarat penelitian.

Berdasarkan tabel 1 mengenai analisis deskriptif terhadap usia responden,  didapatkan informasi bahwa

seluruh responden berada dalam kategori usia remaja akhir (17-25 tahun). Responden yang paling muda berusia 18 tahun dan yang paling tua berusia 25 tahun. Sebagian besar responden memiliki usia 19 tahun (34,8%). Adapun kategori usia dengan jumlah responden paling sedikit adalah usia 22, 24, dan 25 tahun, dengan persentase masing-masing 0,9%.

Tabel 1. Distribusi frekuensi usia mahasiswi kedokteran Universitas Udayana

Usia

N

Persentase

18

9

7,8

19

40

34,8

20

35

30,4

21

28

24,3

22

1

0,9

24

1

0,9

25

1

0,9

Total

115

100

Berdasarkan tabel 2 mengenai analisis deskriptif terhadap derajat dysmenorrhea, diperoleh informasi bahwa responden yang mengalami dysmenorrhea (77,4%) lebih banyak daripada yang tidak mengalami dysmenorrhea (22,6%). Adapun derajat atau intensitas dysmenorrhea yang paling banyak dialami adalah grade 1 dengan persentase sebesar 59,1%.

Tabel 2. Distribusi frekuensi derajat dysmenorrhea mahasiswi kedokteran Universitas Udayana

Derajat Dysmenorrhea

n

Persentase

Grade 0

26

22,6

Grade 1

68

59,1

Grade 2

19

16,5

Grade 3

2

1,7

Total

115

100

Berdasarkan tabel 3 mengenai analisis deskriptif terhadap konsistensi feces responden diperoleh informasi bahwa dari seluruh responden, sebanyak 14,8% memiliki feces dengan konsistensi keras abnormal (BSS tipe 1 dan tipe 2), 84,3% memiliki feces dengan konsistensi normal (BSS tipe 3, tipe 4, dan tipe 5), dan 0,9% responden memiliki feces dengan konsistensi lunak abnormal (BSS tipe 6 dan tipe 7). Sebagian besar responden memiliki feces dengan konsistensi normal.

Tabel 3. Distribusi frekuensi konsistensi feces mahasiswi kedokteran Universitas Udayana

Kategori Konsistensi Feces

Konsistensi Feces Menurut BSS

n

Persentase

Keras

Tipe 1

4

3,5

abnormal

Tipe 2

13

11,3

Tipe 3

29

25,2

Normal

Tipe 4

56

48,7

Tipe 5

12

10,4

Lunak

Tipe 6

1

0,9

Abnormal

Tipe 7

0

0

Total

115

100

Berdasarkan tabel 4 mengenai hasil analisis bivariat menggunakan uji Fisher Exact Test diperoleh hasil nilai p sebesar 0,238. Nilai p yang lebih besar daripada alpha 5% (0,05) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara derajat dysmenorrhea dan konsistensi feces secara statistik.

Tabel 4. Tabulasi silang derajat dysmenorrhea dengan konsistensi feces

Derajat Dysmenorrhea

Kategori Feces

Keras n (%)

Normal n (%)

Lunak n (%)

Total n (%)

Grade 0

2

24

0

26

(7,7)

(92,0)

(0,0)

(100,0)

Grade 1

9

58

1

68

(13,2)

(85,3)

(1,5)

(100,0)

Grade 2

5

14

0

19

(26,3)

(73,7)

(0,0)

(100,0)

Grade 3

1

1

0

2

(50,0)

(50,0)

(0,0)

(100,0)

Total

17

97

1

115

(14,8)

(84,3)

(0,9)

(100,0)

Berdasarkan tabel 5

mengenai

hasil uji

Fisher Exact

Test antara kejadian dysmenorrhea dengan konsistensi feces, didapatkan hasil bahwa hubungan antara kejadian dysmenorrhea dengan konsistensi feces tidak signifikan dengan nilai P sebesar 0,356. Selain itu juga didapatkan rasio prevalensi sebesar 2,630 dengan interval kepercayaan yang melewati angka satu dan memiliki rentang yang lebar (IK95% : 0,564-12,276).

Tabel 5. Tabulasi Silang Kejadian Dysmenorrhea dengan Konsistensi Feces

Kejadian dysmenorrhea

Konsistensi Feces

Total

n(%)    PR

IK95%

P

Normal

Abnormal

Lower

Upper

Tidak dysmenorrhea Dysmenorrhea

Total

24 (92,3%)

73 (82,0%)

97 (84,3%)

2 (7,7%)

16 (18,0%)

18 (15,7%)

26 (100.0%)

89 (100.0%) 2,630

115 (100.0%)

0,564

12,276

0,356


  • 4.    PEMBAHASAN

Dari hasil analisis deskriptif terhadap derajat dysmenorrhea, didapatkan informasi bahwa sebagian besar mahasiswi kedokteran Universitas Udayana mengalami dysmenorrhea (77,4%). Hasil yang didapatkan pada penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan hasil bahwa angka kejadian dysmenorrhea cukup besar dengan jumlah lebih dari 50%. Pada literatur tersebut juga didapatkan bahwa prevalensi dysmenorrhea mahasiswi kedokteran Universitas Tanjungpura adalah sebesar 70,8% dan didominasi dysmenorrhea dengan nyeri sedang (38,2%).19 Pada penelitian lainnya juga dilaporkan jumlah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang mengalami dysmenorrhea adalah sebanyak 74,9% dan didominasi dysmenorrhea dengan nyeri ringan (61,7%).20 Pada penelitian lain yang dilakukan pada mahasiswi kedokteran Universitas Atma Jaya didapatkan prevalensi dysmenorrhea 68,9% jika diukur dengan Visual Analog Scale (VAS) dan 63,2% jika diukur dengan VMS.4 Pada studi yang dilakukan pada mahasiswi kedokteran Universitas King Abdulaziz didapatkan prevalensi dysmenorrhea lebih rendah daripada penelitian ini (60,9%) dan dilaporkan juga bahwa stress dan gangguan emosional merupakan salah satu variabel yang berhubungan dengan gangguan pada siklus menstruasi, salah satunya adalah dysmenorrhea.21 Perbedaan prevalensi yang didapatkan dalam penelitian-penelitian tersebut dapat disebabkan adanya karakteristik yang berbeda dari setiap responden dan instrumen yang digunakan di penelitian.

Pada hasil analisis deskriptif terhadap variabel konsistensi feces menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki konsistensi feces yang normal (84,3%). Responden dengan konsistensi feces abnormal memiliki jumlah yang lebih sedikit, yaitu sebanyak 14,8% untuk konsistensi feces keras abnormal dan 0,9% untuk konsistensi feces lunak abnormal. Hasil ini mirip dengan hasil penelitian yang dilaksanakan di Universitas Andalas, di mana responden penelitian ini mayoritas memiliki konsisteni feces lembek (83,33%), diikuti dengan konsistensi feces keras (16,67%) dan cair (0%).22 Adapun dari hasil analisis bivariat yang didapatkan dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara derajat dysmenorrhea dan konsistensi feces. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai P yang lebih besar daripada 0,05 dan adanya interval kepercayaan yang memiliki rentang cukup lebar dan melewati angka satu (IK95% : 0,564-12,276).

Terdapat beberapa teori yang berusaha menjelaskan hubungan dysmenorrhea dengan gejala gastrointestinal yang ditimbulkan, termasuk perubahan konsistensi feces. Salah satu

teori menyatakan bahwa hal ini disebabkan peningkatan prostaglandin uterus.7 Dalam sebuah penelitian dilaporkan bahwa kadar prostaglandin pada perempuan yang mengalami dysmenorrhea lebih tinggi secara signifikan daripada yang tidak mengalaminya.23 Literatur lain juga menyebutkan bahwa kadar prostaglandin yang dihasilkan berbanding lurus dengan derajat dysmenorrhea.24 Prostaglandin sendiri dapat menyebabkan kontraksi otot polos pada usus sehingga penyerapan cairan dan sekresi elektrolit berkurang dan meningkatkan risiko diare. Hingga saat ini masih sedikit studi yang telah dilakukan mengenai topik ini dan masih belum ada literatur yang dapat menjelaskan dan membuktikan secara pasti teori mengenai mekanisme pasti perubahan prostaglandin selama menstruasi dan ketika terdapat gejala dysmenorrhea; apakah prostaglandin dapat berpindah ke saluran pencernaan ketika menstruasi dan turut menimbulkan gejala gastrointestinal, atau terdapat perubahan kadar prostaglandin uterus dan saluran cerna secara paralel selama menstruasi.7

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilaksanakan pada mahasiswi berusia 18-23 tahun, bahwa hubungan gejala diare dengan derajat dysmenorrhea yang diukur dengan VAS tidak signifikan dengan nilai p sebesar 0,169.25 Dari studi lain yang mengukur hubungan dysmenorrhea primer menggunakan VAS dengan gejala diare pada perempuan yang belum pernah berhubungan seksual dan termasuk dalam kelompok usia 17-25 tahun, didapatkan nilai p sebesar 0,240.26 Selain itu, pada penelitian sebelumnya yang dilakukan pada mahasiswi kedokteran Universitas Udayana tahun ketiga juga ditemukan bahwa gejala diare dan susah buang air besar tidak umum ditemui pada populasi ini dengan prevalensi masing-masing sebesar 10,7%.24 Adanya kesamaan hasil yang didapatkan dengan penelitian terdahulu dapat disebabkan oleh karakteristik responden yang mirip dengan responden pada penelitian ini.

Penelitian lain yang dilakukan pada mahasiswi keperawatan di Spanyol menunjukkan hasil yang bertentangan dengan hasil penelitian ini, yaitu adanya hubungan signifikan antara derajat dysmenorrhea yang diukur dengan VAS dengan munculnya gejala diare (p=0,032) dan hubungan yang tidak signifikan dengan gejala konstipasi (p=0,431). Responden pada penelitian tersebut berusia 18-35 tahun.27 Rentang usia yang digunakan lebih lebar dan juga mencakup kelompok usia yang lebih tua jika dibandingkan penelitian ini. Hubungan tidak signifikan dengan gejala konstipasi dapat dipengaruhi oleh faktor usia, mengingat prevalensi konstipasi meningkat seiring bertambahnya usia.28 Dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa 35,6% responden menggunakan alat kontrasepsi, dan 88,8% di antaranya menggunakan combined oral contraceptive pill. Penggunaan obat

ini dilaporkan dapat menyebabkan munculnya gejala efek samping seperti muntah dan diare.29,30 Hal ini dapat menjadi penyebab adanya perbedaan hasil yang didapat dengan penelitian ini, mengingat responden yang mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi konsistensi feces dieksklusi dalam penelitian ini.

Penelitian lain yang dilaksanakan di India menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara derajat dysmenorrhea dan gejala konstipasi (p < 0,05) dan diare (p < 0,01). Penelitian tersebut dilaksanakan pada siswi dengan kelompok usia 15-20 tahun di India. Kelompok usia ini lebih muda daripada kelompok usia yang digunakan pada penelitian ini dan dapat menyebabkan terdapat perbedaan hasil penelitian yang didapatkan.31 Adanya perbedaan etnis pada populasi yang diteliti dalam penelitian-penelitian tersebut juga dapat mempengaruhi konsistensi feces yang dihasilkan, mengingat terdapat perbedaan kebiasaan buang air besar pada populasi-populasi di seluruh dunia.32 Selain itu, perbedaan instrumen yang digunakan juga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Penelitian-penelitian terdahulu menggunakan VAS yang merupakan skala linear di mana responden diminta memilih angka dalam rentang satu sampai sepuluh untuk menggambarkan seberapa berat nyeri subjektif yang dirasakannya.13,16 Kriteria tersebut dapat menimbulkan hasil yang bervariasi, mengingat persepsi nyeri yang dirasakan setiap responden dapat berbeda-beda. Sedangkan penelitian ini menggunakan kriteria VMS, di mana kriteria ini tidak hanya mengukur derajat dysmenorrhea berdasarkan tingkat nyeri subjektif yang dialami responden, melainkan juga berdasarkan gangguan terhadap aktivitas sehari-hari, perlu tidaknya penggunaan obat, dan respon terhadap penggunaan obat.16

Gambaran konsistensi feces responden penelitian ini dapat juga dipengaruhi oleh adanya variabel-variabel perancu yang tidak dikendalikan dalam penelitian ini, antara lain pola makan, aktivitas fisik, kualitas tidur, stress, serta kebiasaan defekasi. Menurut sebuah penelitian, terjadi peningkatan nafsu makan dan asupan kalori dari karbohidrat yang signifikan ketika diamati dari fase ovulasi hingga akhir fase luteal tepat sebelum menstruasi (p = 0,002).33 Sedangkan menurut penelitian lain pada fase luteal tidak terjadi peningkatan signifikan nafsu makan dan asupan karbohidrat, lemak, dan protein.34 Dalam studi lain dikemukakan bahwa peningkatan asupan kalori sebelum dan sesudah periode menstruasi tidak signifikan (p > 0,05).35 Peningkatan konsumsi serat juga dilaporkan pada penelitian tersebut namun tidak signifikan (p = 0,70). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa asupan makanan setiap responden dapat berbeda selama siklus menstruasi. Variasi jenis makanan yang dikonsumsi setiap responden juga dapat mempengaruhi konsistensi feces, mengingat terdapat beberapa jenis makanan yang dapat memperkeras dan memperlunak feces.36,37

Adanya aktivitas fisik juga memungkinkan terjadinya perubahan bentuk feces. Kegiatan seperti berolahraga dapat menstimulasi saraf vagus dan menurunkan aliran darah ke saluran pencernaan dan meningkatkan pelepasan hormon gastrointestinal. Adanya gerakan-gerakan yang berpengaruh terhadap kontraksi abdomen juga menstimulasi feces untuk berpindah ke rectum dan menurunkan risiko konstipasi.38 Akibatnya, konsistensi feces setiap responden dapat bervariasi apabila terdapat variasi aktivitas fisik di populasi selama siklus menstruasi.

Seringkali dilaporkan terdapat gangguan tidur pada perempuan yang sedang mengalami menstruasi, sekalipun mereka tidak mengalami gejala penyerta menstruasi. Kualitas tidur yang lebih buruk cenderung dialami perempuan dengan premenstrual syndrome.39 Sebuah penelitian melaporkan jika responden yang memiliki gangguan tidur memiliki risiko lebih besar mengalami gejala gastrointestinal seperti nyeri abdomen, diare, feces lunak, dan konstipasi.40 Penelitian lain melaporkan terdapat hubungan signifikan antara gangguan tidur, depresi, dan kecemasan dengan tingkat keparahan konstipasi jika dibandingkan dengan mereka yang sehat.41 Adanya premenstrual syndrome, variasi kualitas tidur, tingkat stress, dan variasi gejala yang ditimbulkannya yang tidak diteliti dalam penelitian ini memungkinkan adanya keberagaman dari konsistensi feces di populasi.

Kebiasaan buang air besar juga dapat mempengaruhi konsistensi feces. Pada defekasi dengan cara jongkok, waktu transit usus dan pengosongan rectum menjadi lebih cepat dan mudah jika dibandingkan dengan posisi duduk.42 Waktu transit usus dan pengosongan rektum yang lebih cepat akan menyebabkan bentuk feces menjadi lebih lunak dan sebaliknya karena penyerapan kandungan air dalam feces oleh usus besar tidak terlalu lama. Kebiasaan menunda buang air besar juga menyebabkan feces menjadi lebih lama di dalam usus, penyerapan air lebih banyak dan lama, menyebabkan konsistensi feces menjadi lebih keras.43

  • 5.    SIMPULAN DAN SARAN

Dysmenorrhea merupakan gangguan yang umum ditemui dalam populasi mahasiswi kedokteran Universitas Udayana. Walaupun demikian, sebagian besar konsistensi feces responden termasuk dalam kategori normal. Dengan demikian, berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara derajat dysmenorrhea dan konsistensi feces pada mahasiswi kedokteran Universitas Udayana. Untuk ke depannya diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme cara kerja prostaglandin dan hormon lain selama proses menstruasi sehingga dapat menjelaskan mekanisme secara pasti timbulnya gejala gastrointestinal pada perempuan yang mengalami dysmenorrhea pada hasil sejumlah penelitian terdahulu dan penelitian lebih lanjut mengenai prevalensi derajat dysmenorrhea dan konsistensi feces agar dapat menjadi referensi pada penelitian selanjutnya dengan tema yang berkaitan Untuk penelitian di masa depan diperlukan adanya langkah untuk mengantisipasi adanya recall bias dengan cara hanya mengikutsertakan responden yang sedang mengalami menstruasi ketika pengambilan data dan adanya pengendalian terhadap variabel perancu seperti pola makan, aktivitas fisik, kualitas tidur, stress, posisi defekasi, kecenderungan menunda defekasi yang dapat mempengaruhi konsistensi feces responden dengan cara restriksi atau menyingkirkan variabel perancu dari responden untuk penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Melaku L, Mossie A, Negash A. Stress among Medical Students and Its Association with Substance Use and Academic Performance. Hindawi J Biomed Educ. 2015;2015(149509,):1-9.

  • 2.    Sani MH, Mahfouz MS, Bani IA. Prevalence of stress among medical students in Jizan University, Kingdom of Prevalence of stress among medical students in Jizan University , Kingdom of Saudi Arabia. Gulf Med J. 2012;1(1):19-25.

  • 3.    Eva EO, Islam Z, Mosaddek AS, et al. Prevalence of stress among medical students: a comparative study between public and private medical schools in Bangladesh. BMC Res  Notes.  2015;8(327):1-7.

doi:10.1186/s13104-015-1295-5

  • 4.    Rusli Y, Angelina Y, Katolik U, Atma I. Hubungan Tingkat Stres dan Intensitas Dismenore pada Mahasiswi di Sebuah Fakultas Kedokteran di Jakarta The Association between Stress Level and Dysmenorrhea Intensity among Female Students in One Medical Faculty in Jakarta. eJournal Kedokt Indones. 2019;7(2):122-126.

  • 5.    Kaur R, Kaur K, Kaur R. Menstrual Hygiene , Management, and Waste Disposal: Practices and Challenges Faced by Girls / Women of Developing Countries.   Hindawi J Environ   Public Heal.

2018;2018(1730964):1-9.

  • 6.    Sapkota D, Pokharel HP, Budhathoki SS, Khanal V. Knowledge and practices regarding menstruation among school going adolescents of rural Nepal. J Kathmandu Med Coll. 2014;2(5):3-10.

  • 7.    Bernstein MT, Graff LA, Avery L, Palatnick C, Parnerowski K, Targownik LE. Gastrointestinal symptoms before and during menses in healthy women. BMC Womens Health. 2014;14(14):1-7.

  • 8.    Kuphal GJ. Dysmenorrhea. In: Integrative Medicine. Fourth Edi. Elsevier Inc.; 2018:569-577.e2.

  • 9.    Munro MG, Critchley HOD, Fraser IS. The two FIGO systems for normal and abnormal uterine bleeding symptoms and classification of causes of abnormal uterine bleeding in the reproductive years: 2018 revisions. Int Fed Gynecol Obstet. 2018;143:393-408.

  • 10.    Terranova P. Dysmenorrhea . Elsevier Ref Modul Biomed Sci. Published online 2015:1998-2000.

  • 11.    Chen CX, Draucker CB, Carpenter JS. What women say about their dysmenorrhea: a qualitative thematic analysis. BMC Womens Health. 2018;18(47):1-8.

  • 12.    Latief A, Pradana KA, Hamzah H, Hendarto H. Clinical Effectiveness of Acupuncture at Liv3 as Complementary Therapy for Relieving Pain at Dysmenorrhea. World J Acupunct Moxibustion House. 2018;21(16):5-8.

  • 13.    Unsal A, Ayranci U, Tozun M, Arslan GUL, Calik E. Prevalence of dysmenorrhea and its effect on quality of life among a group of female university students. Ups J Med Sci. 2010;115:138-145.

  • 14.    Mariotti F. Vegetarian and Plant-Based Diets in Health and Disease Prevention. Elsevier; 2017.

  • 15.    Fernández M, Saulyte J, Inskip HM, Takkouche B. Premenstrual syndrome and alcohol consumption: a systematic review and meta-analysis.  BMJ Open.

2018;8(e019490):1-11.     doi:10.1136/bmjopen-2017-

019490

  • 16.    Sanctis V De, Soliman A, Bernasconi S, Bianchin L, Bona G, Bozzola M. Definition and self-reported pain intensity in adolescents with dysmenorrhea: A debate report. Riv Ital di Med dell’Adolescenza. 2016;14(2):4-11.

  • 17.    Blake MR, Raker JM, Whelan K. Validity and reliability of the Bristol Stool Form Scale in healthy adults and patients with diarrhoea-predominant irritable bowel syndrome. Aliment Pharmacol Ther. 2016;44(7):693-

703.

  • 18. 18. Vandeputte D, Falony G, Vieira-Silva S, Tito RY,

Joossens M, Raes J. Stool consistency is strongly associated with gut microbiota richness and composition, enterotypes and bacterial growth rates. Gut. 2016;65(1):57-62.

  • 19.    Tsamara G, Raharjo W, Putri EA. Hubungan gaya hidup dengan kejadian dismenore primer pada mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. J Nas ILMU Kesehat. 2020;2(3):130-140.

  • 20.    Pande NNUWP, Purnawati S. Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan dismenorea pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. E-Jurnal Med Udayana. 2016;5(3):1-9.

  • 21.    Ibrahim NK, AlGhamdi MS, Al-Shaibani AN, et al. Dysmenorrhea among female medical students in King Abdulaziz University : Prevalence, predictors and outcome. Pakistan J Med Sci. 2015;31(6):1312-1317.

  • 22.    Sari IP, Murni AW, Masrul. Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Unand Angkatan 2012. J Kesehat Andalas. 2016;5(2):425-430.

  • 23.    Barcikowska Z, Rajkowska-Labon E, Grzybowska ME, Hansdorfer-Korzon R, Zorena K. Inflammatory Markers in Dysmenorrhea and Therapeutic Options. Int J Environ Res Public Heal Rev. 2020;17(1191):1-14.

  • 24.    Amita LNM, Budiana ING, Putra IWA, Surya IGNHW. Karakteristik dismenore pada mahasiswi program studi pendidikan dokter angkatan 2015 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. E-Jurnal Med Udayana. 2018;7(12):1-10.

  • 25.    Alsaleem MA. Dysmenorrhea, associated symptoms , and management among students at King Khalid University, Saudi Arabia : An exploratory study. J Fam Med Prim Care. 2018;7(4):769-774.

  • 26.    §enturk §. Relation between uterine morphology and severity of primary dysmenorrhea Primer dismenorenin ⅞iddeti ile uterin morfoloji arasιndaki. Turkish J Obstet Gynecol. 2020;17:84-89.

  • 27.    Abreu-Sánchez A, Parra-Fernández ML, Onieva-Zafra MD, Ramos-Pichardo JD, Fernández-Martínez E. Type of Dysmenorrhea ,  Menstrual Characteristics and

Symptoms in Nursing Students in Southern Spain. MDPI J. 2020;8(302):1-12.

  • 28.    Schuster BG, Kosar L, Kamrul R. Constipation in older adults Stepwise approach to keep things moving. Can Fam Physician. 2015;61:152-158.

  • 29.    Klein DA, Arnold  JJ,  Reese ES. Provision of

Contraception: Key Recommendations from the CDC. Am Acad Fam Physicians. 2015;91(9):625-633.

  • 30.    Black A, Guilbert E, Costescu D, et al. No . 329-

Canadian Contraception Consensus Part 4 of 4 Chapter 9:  Combined Hormonal Contraception. J Obstet

Gynaecol Canada. 2017;39(4):229-268.

  • 31.    Agarwal K, Agarwal A. Original Article A Study of Dysmenorrhea During Menstruation in Adolescent Girls. Indian  J Community  Med.  2010;35(1):159-164.

doi:10.4103/0970-0218.62586

  • 32.    Panigrahi MK, Kar SK, Singh SP, Ghoshal UC. Defecation Frequency and Stool Form in a Coastal Eastern Indian Population. J Neurogastroenterol Motil. 2013;19(3):374-380.

  • 33.    Kammoun I, Saâda W Ben, Sifaou A, et al. Change in women’s eating habits during the menstrual cycle. Ann Endocrinol (Paris). 2016;78(1):3-7.

  • 34.    Nowak J, Podsiadlo A, Hudzik B, Jagielski P, Grochowska-niedworok E. Food intake changes across the menstrual cycle:   A preliminary study.

Piehggniarstwo i Zdr Publiczne Nurs Public Heal. 2020;10(1):5-11.

. Bronzi L, Karine DS, Martins A, et al. Do Food Intake and Food Cravings Change during the Menstrual Cycle of Young Women ? A ingestao de alimentos e os desejos por comida mudam durante o ciclo menstrual das mulheres  jovens ? Rev Bras  Ginecol e  Obs.

2018;40(11):686-692.

. Aliasghari F, Javadi M, Rad HH, Izadi A, Rad AH. Application of Laxative Foods in Prevention and Treatment of Constipation. MOJ Food Process Technol. 2016;2(4):21-23.

. Forootan M, Bagheri N, Darvishi M. Chronic constipation. Medicine (Baltimore). 2018;97(20):1-9.

. Tantawy SA, Kamel DM, Abdelbasset WK, Elgohary HM. Effects of a proposed physical activity and diet control to manage constipation in middle-aged obese women. Diabetes, Metab Syndr Obes Targets Ther. 2017;10:513-519.

. Nowakowski S, Meers J, Heimbach E. Sleep and Women’s Health. Sleep Med Res.  2013;4(1):1-22.

doi:10.17241/smr.2013.4.1.1

. Szeinbach SL, Rodriguez-Monguio R, Baran RW, Williams PB. Sleep Disorders and Chronic Constipation : Relation to Other Co-morbidities ? Open Allergy J. 2010;3:29-34.

. Jiang Y, Tang Y, Xie C, Yu T, Xiong W, Lin L. Influence of sleep disorders on somatic symptoms, mental health, and quality of life in patients with chronic constipation. Medicina (B Aires). 2017;96(7(e6093)):1-7.

. Chuah KH, Mahadeva S. Cultural factors influencing functional gastrointestinal disorders in the east. J Neurogastroenterol Motil. 2018;24(4):536-543.

. Palit S, Lunniss PJ, Scott SM. The Physiology of Human Defecation The Physiology of Human Defecation. Dig Dis Sci. 2014;57:1445-1464.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi: https://doi.org/10.24843/eum.v11i4.68460

11