JMU

Jurnal medika udayana         ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.12,DESEMBER, 2020



Diterima:26-11-2020 Revisi:03-12-2020 Accepted: 12-12-2020

HUBUNGAN KONSUMSI BUMBU GENEP (LENGKAP) TERHADAP KEJADIAN GASTRITIS

PADA DEWASA MUDA

Anbiya Khairul Umam1, Ida Ayu Dewi Wiryanthini2, I Wayan Gede Sutadarma3 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Koresponding : Anbiya Khairul Umam e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Gastritis merupakan suatu kondisi inflamasi yang terjadi pada mukosa lambung. Banyak faktor yang dapat memicu terjadinya kondisi gastritis, antara lain adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik. Salah satu faktor intrinsik yang sering memicu gastritis yaitu kondisi stres yang biasanya terjadi pada mahasiswa khususnya mahasiswa kedokteran. Salah satu faktor ekstrinsik terjadinya gastritis adalah pola konsumsi diet yang berisiko. Bumbu genep adalah salah satu bumbu yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Bali, salah satu penelitian membuktikan bahwa bumbu genep memiliki aktivitas anti oksidan sehingga dapat menetralisir akumulasi radikal bebas yang terbentuk akibat dari faktor-faktor pemicu tersebut. Studi ini memiliki tujuan untuk mengetahui gambaran tingkat konsumsi bumbu genep, angka kejadian gastritis pada dewasa muda, dan hubungan konsumsi bumbu genep terhadap kejadian gastritis di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Studi ini adalah studi analitik observasional menggunakan metode potong-lintang dan melibatkan 366 sampel. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil yaitu dewasa muda pada Fakultas Kedokteran Universitas Udayana jarang mengonsumsi bumbu genep dan jarang mengalami gastritis. Pada studi ini terdapat hubungan antara konsumsi bumbu genep dan kejadian gastritis pada dewasa muda dimana responden yang sering mengonsumsi bumbu genep memiliki prevalensi risiko 0,48 kali lebih sedikit mengalami gastritis dibandingkan dengan responden yang jarang mengonsumsi bumbu genep.

Kata kunci : konsumsi, bumbu genep, gastritis

ABSTRACT

Gastritis is a condition of inflammation that occurs in the mucosa of gaster. Many factors can trigger gastritis, either intrinsic or extrinsic factors. Intrinsic factors that often trigger gastritis is a stress condition that usually occurs in students, especially medical students. One of the extrinsic factors for gastritis is a risky dietary consumption pattern. Bumbu genep is one of the spices that are often consumed by the Balinese people, one of the studies proves that bumbu genep has anti-oxidant activity so that it can neutralize the accumulation of free radicals formed as a result of these trigger factors. The purpose of this study is to determine the level of bumbu genep consumption, the prevalence of gastritis in young adults, and the relationship of bumbu genep consumption to the incidence of gastritis in the Faculty of Medicine, Udayana University. This research is an analytic observational research using a cross-sectional method and involved 366 samples. Based on the outcome of this research, it was found that young adults at the Faculty of Medicine, Udayana University rarely consume bumbu genep and rarely experience gastritis. In this study there is also a relationship between the bumbu genep consumption with the gastritis incidence in young adults where respondents who frequently consume bumbu genep have a risk prevalence of 0.48 times lower than those who rarely consume bumbu genep.

Keywords : consumption, bumbu genep, gastritis

PENDAHULUAN

Dewasa ini penyakit inflamasi semakin sering terjadi di kalangan masyarakat Indonesia salah satunya adalah gastritis. Gastritis atau yang sering disebut sebagai maag adalah salah satu penyakit inflamasi yang terjadi pada mukosa lambung. Gastritis dapat disebabkan oleh beberapa hal, layaknya pola makan yang tidak benar, status sosial dan ekonomi, maupun infkesi bakteri1. Data yang didapatkan dari World HealthaOrganization (WHO) menyatakan bahwa Indonesia berada pada urutan keempat penderita gastritis terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, Inggris dan Bangladesh dengan jumlah 430 juta penderita, sedangkan di Indonesia sendiri kota dengan penduduk paling banyak menderita gastritis yaitu Kota Jakarta dengan jumlah 25 ribu penduduk2.

Indonesia sendiri merupakan negara dengan jumlah kejadian gastritis yang cukup tinggi. Berdasarkan data yang didapatkan dari Departemen KesehatansRI angka kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia cukup tinggi. Kota Medan menyentuh angka 91,6%, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya sebanyak 31,2%, Denpasar sebanyak 46%, Jakarta sebanyak 50%, Bandung sebanyak 32,5%, Palembang sebanyak 35,3%, Aceh sebanyak 31,7% dan Pontianak sebanyak 31,2%.4 Di Bali sendiri gastritis menempati sepuluh besar pola penyakit pada pasien di puskesmas dengan jumlah sebesar 34.087 pasien5.

Gastritis bukanlah penyakit yang memiliki angka mortalitas yang tinggi, akan tetapi memiliki tingkat morbiditas yang tinggi yaitu berupa terganggunya aktivitas sehari-hari sehingga menurunkan kualitas hidup penderita. Walaupun gastritis bukanlah penyakit dengan angka mortalitas yang tinggi, jika dibiarkan terus menerus gastritis dapat menyebabkan banyak komplikasi yang cukup serius seperti ulkus peptikum (tukak lambung), limpoma lambung, dan bahkan dapat menyebabkan kanker lambung. Dilaporkan sekitar 300.000 orang per tahun di dunia meninggal akibat komplikasi tersebut3.

Kita ketahui bersama bahwa masyarakat Indonesia menyukai makanan dengan cita rasa tinggi, tidak terkecuali masyarakat Bali, di Bali sendiri terdapat bumbu yang sangat terkenal cita rasanya sampai orang luar negeri pun rela datang ke Bali hanya untuk mencicipi makanan tersebut. Bumbu khas tersebut dinamakan bumbu genep (lengkap) yang merupakan perpaduan dari berbagai rempah khas Indonesia. Pada beberapa studi ditemukan bahwa bumbu genep yang terdiri dari rempah-rempah khas Indonesia seperti jahe, kunyit, lengkuas/laos, kencur, bawang merah, bawang putih, cabai rawit, dan kemiri memiliki konstituen aktif yang layaknya dapat bertindak sebagai preventif

maupun terapi bagi bermacam penyakit. Rempah-rempah tersebut memiliki sifat antara lain seperti anti oksidan, anti inflamasi, dan anti ulkus yang layaknya dapat berperan dalam menangani gastritis6. Berdasarkan hal tersebut maka akan dilakukan tela’ah ilmiah mengenai hubungan konsumsi bumbu genep terhadap kejadian gastritis.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik kuantitatif dengan metode potong-lintang. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan terdapat atau tidaknya suatu hubungan antara konsumsi bumbu genep dengan kejadian gastritis pada dewasa muda Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey menggunakan teknik food recall 24 jam yaitu dengan mencatat makanan apa saja yang dikonsumsi oleh responden selama 24 jam serta frekuensi konsumsi pangan selama satu minggu dan dihubungkan dengan kejadian gejala gastritis yang diukur dengan Kuesioner. Kriteria inklusi pada studi ini yaitu merupakan mahasiswa FK Unud, berumur 18-25 tahun, dan bersedia berpartisipasi dengan menandatangani lembar persetujuan, serta tidak memenuhi kriteria inklusi yaitu mahasiswa yang tidak kooperatif, mahasiswa yang berada di luar jangkauan, dan mahasiswa yang tidak mengisi kuesioner secara lengkap. Teknik penentuan sampel dengan menggunakan total sampling dengan mengambil seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan didapatkan responden sejumlah 366 subjek. Tingkat konsumsi bumbu genep diukur dengan formulir food frequency selama satu minggu dan kejadian gastritis diukur dengan menggunakan kuesioner yang sebelumnya digunakan oleh Pratiwi pada penelitiannya7. Hubungan konsumsi bumbu genep dan kejadian gastritis dianalisis dengan uji hipotesis kai kuadrat menggunakan aplikasi berbasis komputer.

Penelitian ini telah laik secara etik dengan bukti kelaiakan etik (ethical clearance) nomor: 1120/UN14.2.2.VII.14/LP/2019 yang dikeluarkan oleh komisi etik FK Unud.

HASIL

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober tahun 2019 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, JalangP.B. Sudirman, Dangin Puri Klod, Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali. Pengambilan data dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran dan ProfesikDokter Angkatan 2017 dan 2018. Penelitian ini

dilakukan terhadap 366 sampel yang memenuhi kriteria inklusi.

Hasil pada penelitian ini didapatkan bahwa Berdasarkan karakteristik umur responden pada tabel 1, didapatkan rentang umur responden berkisar antara 18 hingga 24 tahun. Jumlah dan persentase umur tertinggi berada pada kelompok umur 19 tahun dengan jumlah responden sebanyak 182 orang (49,7%), sedangkan jumlah dan persentase umur terendah berada pada kelompok umur 23 dan 24 tahun dengan masing-masing berjumlah 1 responden (0,3%). Hal ini dikarenakan oleh populasi yang digunakan untuk penelitain adalah mahasiswa FK Unud, sehingga sebagian besar umur responden masih cenderung memasuki jenjang dewasa muda.

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur

Karakteristik Subjek

Jumlah (n)

Persentase (%)

Umur

18

34

9,3

19

182

49,7

20

129

35,2

21

15

4,1

22

4

1,1

23

1

0,3

24

1

0,3

Jumlah

366

100

Tabel 2. Frekuensi konsumsi bumbu genep

Frekuensi

Jumlah (n)

Persentase (%)

Sering

164

44,8

mengonsumsi Jarang

202

55,2

mengonsumsi Jumlah

366

100

Dapat dilihat pada tabel 2 bahwa tingkat frekuensi konsumsi bumbu genep pada responden sebanyak 164 (44,8%) responden yang sering mengonsumsi bumbu genep dan sebanyak 202 (55,2%) responden jarang mengonsumsi bumbu genep.

Angka kejadian gastritis diukur menggunakan kuesioner dan didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 3 bahwa 50 responden (13,7%) mengalami kejadian gastritis dan sisanya sebanyak 316 (86,3%) responden tidak mengalami gastritis.

Tabel 3. Angka kejadian gastritis

Kejadian Gastritis

Jumlah (n)

Persentase (%)

Gastritis

50

13,7

Tidak Gastritis

316

86,3

Jumlah

366

100

Tingkat konsumsi bumbu genep diukur dengan mengklasifikasikan kategori menjadi dua kategori, yaitu sering mengonsumsi dan jarang mengonsumsi. Pengkategorian dilakukan dengan melihat tendensi sentral dari data lalu mengelompokkan data yang berada di atas data sentral menjadi klasifikasi sering dan memasukkan data yang berada di bawah sama dengan data sentral menjadi jarang mengonsumsi.

Sebelum dapat mengetahui letak sentral data, pertama-tama perlu dilakukan uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah sebaran data bersifat normal atau tidak. Didapatkan hasil p value dari KS sebesar 0,000 yang memiliki makna data memiliki perbedaan yang signifikan atau dapat dikatakan data berdistribusi tidak normal.

Dikarenakan sebaran data tidak normal maka digunakan median sebagai titik potong data. Melalui analisis deskriptif pada data konsumsi bumbu genep didapatkan nilai minimum yaitu sebesar 0*, nilai maksimum sebesar 24*,serta didapatkan nilai median sebesar 6*. Nilai median tersebut kemudian digunakan sebagai titik potong untuk mengategorikan data.

* ) Skala Leikert, 0-24 poin

Uji kai kuadrat dilakukan untuk mencari hubungan antara variabel tingkat konsumsi bumbu genep dengan kejadian gastritis. Analisis kai kuadrat digunakan karena kedua variabel memiliki bentuk data kategorikal.

Tabel 4. Hubungan konsumsi bumbu genep dan kejadian gastritis

Asupan Bumbu Genep

Gastritis

Total

P value

+   -

Sering

15  149

164

Jarang

35  167

202

0,023

Jumlah

50  316

366

Berdasarkan uji kai kuadrat pada tabel 4 didapatkan bahwa nilai signifikansi (P value) pearson kai kuadrat yaitu sebesar 0,023 sehingga nilai tersebut berada dibawah nilai α yang sebesar 0,05. Hal tersebut

hasil yang signifikan.

Uji Mantel-Haenszel juga dilakukan untuk mengetahui prevalence risk antara tingkat konsumsi bumbu genep dan kejadian gastritis. Didapatkan PR (Prevalence Risk) sebesar 0,480 dengan IK 95% sebesar 0,252-0,915. Hasil tersebut memiliki makna bahwa responden yang sering mengonsumsi bumbu genep memiliki risiko 0,48 kali lebih sedikit mengalami gastritis dibandingkan dengan yang jarang mengonsumsi bumbu genep.

PEMBAHASAN

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu konsumsi bumbu genep memiliki hubungna terhadap kejadian gastritis. Hal ini didapatkan dengan melihat uji hubungan dengan menggunakan kai kuadrat dan melihat angka signifikansinya. Didapatkan angka signifikansi (P value) dari konsumsi bumbu genep dan kejadian gastritis yaitu sebesar 0,023 dimana angka tersebut kurang dari α yang sebesar 0,05 sehingga menandakan bahwa Ho ditolak dan H1 dapat diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsumsi bumbu genep dan kejadian gastritis memiliki hubungan bermakna. Sebelumnya sempat dijelaskan juga bahwa bumbu genep memiliki sifat protektif sekaligus juga iritatif terhadap lambung, hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa aktivitas protektif dari bumbu genep lebih dominan dibandingkan dengan sifat iritatifnya sehingga pada penelitian ini ditemukan bahwa bumbu genep memiliki efek proteksi terhadap gastritis.

Studi ini juga didukung oleh penelitian mengenai aktivitas kandungan fitokimia dan antioksidan pada bumbu babi guling yang didalamnya termasuk bumbu genep. Dikatakan bahwa bumbu tersebut memiliki kandungan flavonoid, terpenoid, dan komponen fenol yang merupakan antioksidan dimana dapat berperan untuk mengurangi efek dari radikal bebas. Dikatakan bahwa efek antioksidan bisa didapatkan pada konsenstrasi minimal 1000 ppm dan maksimal 8000 ppm. Hal ini dapat diartikan bahwa bumbu genep merupakan salah satu bahan yang dapat bertindak sebagai antioksidan6.

Pada suatu penelitian dilakukan uji coba secara in vitro untuk membandingkan aktivitas anti mikroba dan kandungan fitokimia pada bawang merah dan bawang putih. Dilakukan ekstraksi dengan menggunakan etanol, hexan, dan kloroform pada kedua jenis bawang. Didapatkan hasil bahwa kedua bawang memiliki kandungan glikosida, steroid, dan protein pada ekstrak kloroform dan etanol. Pada ekstrak etanol didapatkan kandungan flavonoid pada kedua jenis bawang. Aktivitas anti bakteri didapatkan pada ekstraksi jenis etanol dimana dalam penelitian ekstrak tersebut dapat menginhibisi bakteri E.coli, Bacillus subtilis, Bacillus pumilis, dan P.aurogenosa. kemampuan inhibisi ini

oleh karena kandungan flavonoid

yang tinggi pada bawang8.

Studi lain terkait aktivitas anti inflamasi dan anti oksidan bawang merah juga sempat dilakukan. Pada studi ini digunakan tunas bawang yang sudah dikeringkan lalu disuling dengan uap, kemudian hasil sulingan diekstrak menggunakan diklorometan. Hasil ekstrak kemudian di uji aktivitas anti oksidan dan anti inflamasinya. Pada sampel ekstrak didapatkan aktivitas anti oksidan yang moderat melalui uji malondialdehida/gas kromatografi, selain itu juga didapatkan aktivitas anti inflamasi dengan respon sesuai dosis yang diberikan pada uji skrining inhibitor lipoksigenase. Aktivitas anti oksidan dan anti inflamasi ini memungkinkan bawang merah sebagai kandidat kuat untuk mencegah terjadinya penyakit inflamasi layaknya gastritis9.

Salah satu penyebab tersering dari gastritis adalah infeksi H.Pylori. Infeksi akibat H.Pylori dapat menyebabkan gastritis kronis dan tukak lambung. Patogenesis dari H.Pylori berkaitan dengan faktor virulensi. Setelah H.Pylori menempel dengan sel epitel gaster, H.Pylori menginjeksikan faktor virulensi ke dalam sel inang melalui sekretori sistem tipe 4. Faktor virulensi tersebut dapat menginduksi aktivasi dari nucelar factor (NF)-kB pada sel epitel gaster. NF-kB adalah salah satu pengatur penting dari banyak proses seluler termasuk pengendalian respon kekebalan dan inflamasi sehingga terjadilah gastritis10.

Studi mengenai efektifitas anti bakteri pada kurkumin (komponen aktif dalam kunyit) terhadap H. pylori dilakukan oleh Koosirirat. Pada penelitian ini dilakukan komparasi pada pasien dengan infeksi H. pylori dengan menggunakan OAM (Omeprazol, amoxicillin, dan metronidazole) dan kurkumin sebagai pembanding. Didapatkan hasil bahwa eradikasi bakteri H.pylori pada pasien yang mengonsumsi OAM lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan kurkumin (78,9% dan 5,9%). Selain itu, sitokin inflamasi (IL-8) juga berkurang kadarnya pada pasien yang mengonsumsi OAM dibandingkan dengan yang mengonsumsi kurkumin11.

Pada penelitian lain mengenai kurkumin didapatkan bahwa kurkumin dapat menginhibisi asam lambung dengan berperan sebagai pemblokir reseptor H2 Histamin pada mukosa lambung. Pemblokiran kurkumin terhadap reseptor H2 dikatakan terjadi secara kompetitif. Pada penelitian tersebut digunakan Dimaprit (H2 agonis blocker) untuk menginisiasi terjadinya produksi cAMP intraselular, dengan digunakannya kurkumin dikatakan bahwa kurkumin dapat melakukan blok terhadap dimaprit sehingga produksi cAMP intraselular juga tidak dapat terjadi12.

Kelemahan dalam penelitian ini yaitu ketidakmampuan peneliti untuk mengetahui kadar dari bumbu genep yang dikonsumsi sehingga peneliti belum tahu seberapa banyak konsentrasi bumbu genep yang diperlukan sehingga dapat berperan sebagai salah satu faktor protektif terhadap gastritis. Selain itu, peneliti

juga tidak melakukan kontrol terhadap variabel pengacau sehingga mungkin dapat terjadi bias. Penelitian potong-lintang juga memiliki kelemahan dikarenakan hanya mengambil data pada satu waktu saja, sehingga tidak bisa dilakukan pemantauan dan intervensi pada subjek penelitian.

SIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu dewasa muda Fakultas Kedokteran Universitas Udayana rata-rata jarang mengonsumsi bumbu genep dan jarang yang mengalami gastritis, pada penelitian ini konsumsi bumbu genep memiliki hubungan dengan kejadian gastritis. Responden yang sering mengonsumsi bumbu genep memiliki risiko prevalensi mengalami gastritis 0,48 kali lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang jarang mengonsumsi bumbu genep.

SARAN

Saran untuk penelitian ini agar dilakukan penelitian lain lebih lanjut dengan metode eksperimental sehingga dapat diketahui konsentrasi optimal dari bumbu genep untuk digunakan sebagai salah satu usaha pencegahan gastritis.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Rugge, M., Meggio, A., Pennelli, G., Piscioli, F., Giacomelli, L., De Pretis, G., and Graham, D. Y. Gastritis staging in clinical practice: the OLGA staging system. Gut, 2007; 56.5: 631-636.

  • 2.    Sulastri, Muhammad Arifin Siregar, and Siagian, A. Gambaran Pola Makan Penderita Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas kampar kiri hulu kecamatan kampar hulu kabupaten kampar riau tahun 2012. Gizi, Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi,  2013;   1.2..  Diunduh dari :

https://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/ 1051/595.

  • 3.    Łaszewicz, W., Iwańczak, F., and Iwańczak, B. Seroprevalence of Helicobacter pylori infection in Polish children and adults depending on socioeconomic status and living conditions. Advances in medical sciences, 2014; 59.1: 147150.

  • 4.    Wahyu, D., Supono, and Hidayah, N. Pola Makan Sehari-hari Penderita Gastritis. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia, 2015; 1.1.

  • 5.    Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2015. Bali : Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2016.

  • 6.    Pinatih, G. I., Suryadhi, N. T., Santosa, A., and Muliartha, I. K. G. Phytochemical Content and AntioxidantkActivity In Tradisional Balinese

Babi-Guling Spices. Universitas Udayana: Indonesian Journal of Biomedical Sciences, 2011; 5.2.

  • 7.    Pratiwi, W. Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 2013.

  • 8.    Raman, S. G. Comparison Studies of Phyto Chemical Screening   and   Antibacterial

Activities of Allium cepa bulb and Allium sativum bulb Extracts. Asian Journal of Pharmaceutical and Health Sciences, 2011; 1.3.

  • 9.    Takahashi, M., & Shibamoto, T. Chemical

compositions      and      antioxidant/anti-

inflammatory activities of steam distillate from freeze-dried onion (Allium cepa L.) sprout. Journal of agricultural and food chemistry, 2008; 56.22: 10462-10467.

  • 10.    Sintara, K., Thong-Ngam, D., Patumraj, S., Klaikeaw, N., and Chatsuwan, T. Curcumin suppresses gastric NF-κB activation and macromolecular     leakage in Helicobacter

pylori-infected rats. World journal of gastroenterology: WJG, 2010; 16.32: 4039.

  • 11.    Koosirirat, C., Linpisarn, S., Changsom, D., Chawansuntati, K., &hWipasa, J. Investigation of the anti-inflammatory effect of Curcuma longa in Helicobacter pylori-infected patients. International  immunopharmacology,  2010;

    • 10.7:    815-818.

  • 12.    Kim, D. C., Kim, S. H., Choi, B. H., Baek, N. I., Kim, D., Kim, M. J., & Kim, K. T.

Curcuma longa extract protects against gastric ulcers by blocking H2 histamine receptors. Biological and Pharmaceutical Bulletin, 2005; 28.12: 2220-2224.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i12.P05

29