PROPORSI HASIL BASIL TAHAN ASAM NEGATIF PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RSUP SANGLAH, BALI
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.9,SEPTEMBER, 2020
DOAJ
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Diterima:26-11-2020 Revisi:03-12-2020 Accepted: 12-12-2020
PROPORSI HASIL BASIL TAHAN ASAM NEGATIF PADA
PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RSUP SANGLAH, BALI
Brigitta Marcia Budihardja1, I Nyoman Semadi2
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/SMF Bedah Toraks Kardiovaskuler RSUP Sanglah
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) masih tetap menjadi masalah besar di Indonesia. Diagnosis tuberkulosis menggunakan tes basil tahan asam (BTA) masih kurang dapat diandalkan, sehingga jumlah pasien tuberkulosis paru dengan hasil BTA negatif pun masih banyak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proporsi pasien dengan hasil BTA negatif pada pasien TB paru di RSUP Sanglah. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien TB paru, baik pasien dengan hasil BTA negatif maupun positif. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan desain potong lintang menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien di RSUP Sanglah, Bali. Sampel pada penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis TB paru yang menjalani pemeriksaan di RSUP Sanglah, Bali pada periode Mei 2015 – Oktober 2016.
Berdasarkan data dari 75 sampel, didapatkan 29 sampel (38,7%) dengan hasil BTA negatif dan 46 sampel (61,3%) dengan hasil BTA positif. Selanjutnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 29 sampel dengan hasil BTA negatif: (1) Dua puluh tiga sampel berjenis kelamin laki-laki; (2) Sembilan sampel memiliki usia di antara 21-30 tahun; (3) Sembilan belas sampel memiliki BMI di antara 18,5 – 25 kg/m2; (4) Dua puluh tujuh sampel memiliki gejala batuk; (5) Dua puluh tiga sampel tidak memiliki riwayat TB sebelumnya, dan; (6) Delapan sampel memiliki komorbiditas efusi pleura. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proporsi pasien dengan hasil BTA negatif pada pasien TB paru di RSUP Sanglah periode Mei 2015 – Oktober 2016 adalah 38,7%. Karakteristik pasien yang paling sering ditemui pada pasien dengan hasil BTA negatif adalah: jenis kelamin laki–laki, kelompok umur 21-30 tahun, BMI normal (18,5 – 25 kg/m2), gejala batuk, demam, dan sesak nafas, tidak adanya riwayat TB sebelumnya, serta komorbiditas efusi pleura.
Kata kunci: tuberkulosis paru, BTA negatif
ABSTRACT
Tuberculosis remains as one of the biggest health issue in Indonesia. Diagnosis of tuberculosis using AFB testing still lacks sensitivity, therefore many pulmonary TB patient have negative smear result. This study was conducted to determine the proportion of smear negative pulmonary TB among pulmonary TB patients in Sanglah Hospital, Bali. Additionally, this study was conducted to determine the characteristics of pulmonary TB patients, including both patients with smear negative result and smear positive result. This study uses descriptive method with cross sectional design using secondary data from the medical records of patients in Sanglah Hospital, Bali. Samples in this study are patients who are diagnosed with pulmonary TB who have been examined in Sanglah Hospital between May 2015 and October 2016.
Among 75 samples collected, 29 samples (38.7%) of smear negative pulmonary TB and 46 samples (61.3%) of smear positive pulmonary tuberculosis were found. Furthermore, this study found that among 29 samples with negative smear results: (1) Twenty-three samples are male; (2) Nine samples are 21 – 30 years old of age; (3) Nineteen samples have BMI between 18,5 – 25 kg/m2; (4) Twenty-seven samples are experiencing cough; (5) Twenty-three samples do not have previous TB history, and; (6) Eight samples have pleural effusion comorbidity. This study concludes that the proportion of patients with negative smear result among pulmonary TB patient in Sanglah Hospital
between May 2015 – October 2016 is 38.7%. Most common characteristics in pulmonary TB patients with negative smear result are: male sex, 21 – 30 years old, normal BMI (18.5 – 25 kg/m2), symptoms including cough, fever, and breathlessness, absence of previous TB history, and pleural effusion comorbidity.
Keywords: pulmonary tuberculosis, smear negative pulmonary tuberculosis
PENDAHULUAN
Selama puluhan tahun, tuberkulosis (TB) menjadi salah satu masalah kesehatan utama di dunia1, walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak lama dan pengobatan yang efektif untuk penyakit ini sudah tersedia.2 Namun sayangnya, penyakit ini masih sering kurang diperhatikan.3
Pada tahun 2014, diperkirakan terjadi 9,6 juta kasus TB baru di dunia, yang terdiri dari 5,4 juta kasus pada laki–laki, 3,2 juta kasus pada wanita, dan 1 juta kasus pada anak – anak. Pada tahun yang sama, diperkirakan terjadi 1,5 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis ini. Sebesar 1,1 juta kematian terjadi pada pasien HIV-negatif dan 0,4 juta terjadi pada pasien HIV-positif. Jumlah kematian yang disebabkan oleh TB ini sangat tinggi, akan tetapi hampir semua pasien TB dapat disembuhkan dengan adanya diagnosis yang cepat dan penanganan yang benar.4 Di Indonesia sendiri, TB juga sudah menjadi masalah yang besar. Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB tertinggi ketiga di dunia, di bawah China dan India.2 TB menjadi penyebab kematian utama di antara penyakit menular lainnya, dan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia.5 Menurut WHO, pada tahun 2014, Indonesia memiliki jumlah prevalensi kasus TB sebesar 1,6 juta kasus dengan diperkirakan 1 juta kasus baru. Pada tahun yang sama, diperkirakan terjadi 122.000 kematian di Indonesia yang disebabkan oleh TB.4
Walaupun pemeriksaan BTA masih merupakan sarana diagnostik yang sangat penting dan diandalkan, namun pemeriksaan BTA masih memiliki sensitivitas yang kurang.6 Diperkirakan sebesar 42% dari pasien TB memiliki hasil BTA negatif. Kasus – kasus tersebut dikategorikan sebagai smear negative pulmonary tuberculosis (SNPT).7 Maka dari itu, diperlukan faktor lain yang dapat menjadi prediktor dalam diagnosis SNPT. Diagnosis SNPT sangatlah penting, mengingat bahwa tingkat mortalitas SNPT lebih tinggi dibandingkan TB paru dengan hasil BTA positif.8
Sampai saat ini, belum terdapat data mengenai karakteristik pasien TB paru di Bali, khususnya di RSUP Sanglah. Data mengenai karakteristik pasien TB paru di RSUP Sanglah akan sangat berguna untuk memberikan gambaran mengenai profil pasien TB paru di RSUP Sanglah. Data mengenai TB paru dengan hasil BTA positif dan TB paru dengan BTA negatif akan sangat membantu dalam diagnosis
dan penanganan TB paru. Data ini bisa dipakai sebagai dasar pertimbangan dan evaluasi untuk penanganan dan pengendalian TB di Bali, khususnya di RSUP Sanglah.
Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan data mengenai proporsi hasil BTA negatif pada pasien TB paru dan karakteristik pasien TB paru, baik dengan hasil BTA positif maupun negatif, di RSUP Sanglah pada Mei 2015 – Oktober 2016.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional study. Populasi target dari penelitian ini adalah pasien TB paru di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar dan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah pasien TB paru yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar pada Mei 2015 – Oktober 2016. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik consecutive sampling, yaitu data rekam medis pasien TB paru yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar pada Mei 2015 Oktober 2016. Penelitian ini telah dinyatakan laik etik sesuai dengan surat keterangan kelaikan etik nomor 407/UN.14.2/KEP/2016.
HASIL
Berdasarkan data dari 75 sampel yang diteliti, didapatkan pasien laki–laki sebanyak 53 orang (70,7%), sedangkan pasien perempuan berjumlah 22 orang (29,3%).
Tabel 1. Karakteristik Sampel
Karakteristik |
Frekuensi N (%) |
Jenis Kelamin | |
Laki-laki |
53 (70,7) |
Perempuan |
22 (29,3) |
Total |
75 (100) |
Usia (tahun) | |
≤20 |
3 (4) |
21-30 |
22 (29,3) |
31-40 |
11 (14,7) |
41-50 |
14 (18,7) |
51-60 |
12 (16,0) |
>60 |
13 (17,3) |
Total |
75 (100) |
Tempat tinggal | |
Denpasar |
42 (56,0) |
Badung |
10 (13,3) |
Karangasem |
5 (6,7) |
Luar Bali |
5 (6,7) |
Gianyar |
4 (5,3) |
Bangli |
3 (4,0) |
Tabanan |
2 (2,7) |
Klungkung |
2 (2,7) |
Buleleng |
1 (1,3) |
Jembrana |
1 (1,3) |
Total |
75 (100) |
Berdasarkan data dari sampel yang diteliti, berdasarkan usia didapatkan rerata usia pasien TB paru di RSUP Sanglah adalah 42.5 tahun. Kelompok usia dengan jumlah pasien terbanyak adalah kelompok usia 21 – 30 tahun yaitu dengan jumlah pasien sebanyak 22 orang (29,3%). Sedangkan, kelompok usia dengan jumlah pasien paling sedikit adalah kelompok usia di bawah 20 tahun, yaitu berjumlah 3 pasien (4). Sebagian besar pasien TB paru yang diteliti tinggal di Kota Denpasar, yaitu sebanyak 42 pasien (56%). Data mengenai karakteristik sampel penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan data yang didapat, jumlah pasien dengan hasil BTA negatif adalah 29 orang dari 75 pasien TB paru di RSUP Sanglah yang menjadi sampel penelitian. Proporsi pasien TB paru dengan hasil BTA negatif pada pasien TB paru di RSUP Sanglah adalah 38,7% (Tabel 2).
Laki-laki |
30 (40,0) |
23 (30,7) |
53 (70,7) |
Perempuan |
16 (21,3) |
6 (8,0) |
22 (29,3) |
Total |
46 (61,3) |
29 (38,7) |
75 (100) |
Rerata usia pasien TB paru di RSUP Sanglah adalah 42,5 tahun. Rerata usia pasien TB paru dengan hasil BTA positif adalah 41.2 tahun, sedangkan rerata usia pasien TB paru dengan hasil BTA negatif adalah 44,6 tahun. Proporsi paling besar adalah pada kelompok usia 21 – 30 tahun, baik pada kelompok pasien BTA positif maupun pada kelompok pasien dengan hasil BTA negatif, sedangkan proporsi paling rendah ditemukan pada kelompok usia di bawah 20 tahun (Tabel 4).
Tabel 4. Distribusi pasien TB paru berdasarkan usia dan hasil BTA | |||
Kelompok Umur (Tahun) |
BTA Positif N (%) |
BTA Negatif N (%) |
Total N (%) |
≤20 |
3 (4.0) |
0 (0) |
3 (4) |
21-30 |
13 (17,3) |
9 (12,0) |
22 (29,3) |
31-40 |
7 (9,3) |
4 (5,3) |
11 (14,7) |
41-50 |
9 (12,0) |
5 (6,7) |
14 (18,7) |
51-60 |
6 (8,0) |
6 (8,0) |
12 (16,0) |
>60 |
8 (10,7) |
5 (6,7) |
13 (17,3) |
Total |
46 (61,3) |
29 (38,7) |
75 (100) |
Tabel 2. Proporsi pasien dengan hasil BTA negatif pada pasien TB paru di RSUP Sanglah Hasil BTA N (%)
Positif 46 (61,3)
Negatif 29 (38,7)
Total 75 (100)
Adapun tabel silang yang memperlihatkan distribusi pasien TB paru berdasarkan jenis kelamin dan hasil BTA dipaparkan pada Tabel 3 di bawah ini. Jumlah pasien dengan hasil BTA positif lebih banyak dibandingkan dengan pasien dengan hasil BTA negatif, baik pada pasien laki– laki maupun pada pasien perempuan. Pada pasien laki–laki, sebanyak 30 orang pasien (40,0%) mendapatkan hasil BTA positif, sedangkan 23 orang pasien (30,7%)
mendapatkan hasil BTA negatif. Pada pasien TB paru perempuan, jumlah pasien dengan hasil BTA negatif adalah 6 orang (8,0%), sedangkan yang mendapatkan hasil BTA positif berjumlah 16 orang (21,3%).
Tabel 3. Distribusi Pasien TB Paru berdasarkan
Jenis Kelamin dan Hasil BTA
Jenis BTA BTA Total
Kelamin Positif Negatif N (%)
N (%) N (%)
Penelitian ini juga melihat distribusi pasien TB paru berdasarkan BMI. Tabel silang yang memperlihatkan distribusi pasien TB paru berdasarkan BMI dipaparkan di Tabel 5. Rerata BMI pada pasien TB paru dengan hasil BTA negative (21,68 kg/m2) lebih tinggi dibandingkan dengan rerata BMI pada pasien TB paru dengan hasil BTA positif (20,71 kg/m2).
Tabel 5. Distribusi pasien TB paru berdasarkan
BMI dan hasil BTA | |||
BMI (kg/m2) |
BTA Positif N (%) |
BTA Negatif N (%) |
Total N (%) |
Very severely underweight (<15) |
1 (1,3) |
1 (1,3) |
2 (2,7) |
Severely underweight (15-16) |
3 (4,0) |
1 (1,3) |
4 (5,3) |
Underweight (16-18.5) |
10 (13,3) |
3 (4,0) |
13 (17,3) |
Normal (18.5-25) |
30 (40,0) |
19 (25,3) |
49 (65,3) |
Overweight (25-30) |
2 (2,7) |
5 (6,7) |
7 (9,3) |
Total |
46 (61,3) |
29 (38,7) |
75 (100) |
Penelitian ini melukiskan gejala yang muncul pada pasien untuk melihat perbedaan gejala pada pasien dengan hasil BTA positif dan pasien dengan hasil BTA negatif. Data yang memperlihatkan distribusi pasien TB paru berdasarkan gejala klinis dipaparkan di Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi pasien TB paru berdasarkan gejala klinis dan hasil BTA
Gejala |
BTA Positif N (%) |
BTA Negatif N (%) |
Total N (%) |
Batuk | |||
Ya |
45 (60,0) |
27 (36,0) |
72 (96) |
Tidak |
1 (1,3) |
2 (2,7) |
3 (4) |
Demam | |||
Ya |
32 (42,7) |
17 (22,7) |
49 (65,3) |
Tidak |
14 (18,7) |
12 (16,0) |
26 (34,7) |
Sesak nafas | |||
Ya |
25 (33,3) |
17 (22,7) |
42 (56,0) |
Tidak |
21 (28,0) |
12 (16,0) |
33 (44,0) |
Dahak | |||
Ya |
34 (45,3) |
16 (21,3) |
50 (66,7) |
Tidak |
12 (16,0) |
13 (17,3) |
25 (33,3) |
Nyeri dada | |||
Ya |
10 (13,3) |
9 (12,0) |
19 (25,3) |
Tidak |
36 (48,0) |
20 (26,7) |
56 (74,7) |
Penurunan berat badan | |||
Ya |
31 (41,3) |
15 (20,0) |
46 (61,3) |
Tidak |
15 (20,0) |
14 (18,7) |
29 (38,7) |
Keringat malam hari | |||
Ya |
20 (26,7) |
10 (13,3) |
30 (40,0) |
Tidak |
26 (34,7) |
19 (25,3) |
45 (60,0) |
Batuk berdarah | |||
Ya |
17 (22,7) |
9 (12,0) |
26 (34,7) |
Tidak |
29 (38,7) |
20 (26,7) |
49 (65,3) |
Nafsu makan menurun | |||
Ya |
22 (29,3) |
10 (13,3) |
32 (42,7) |
Tidak |
24 (32,0) |
19 (25,3) |
43 (57,3) |
Lemas | |||
Ya |
14 (18,7) |
11 (14,7) |
25 (33,3) |
Tidak |
32 (42,7) |
18 (24,0) |
50 (66,7) |
Total |
46 (61,3) |
29 (38,7) |
Pasien TB paru yang diteliti lebih banyak pasien tanpa riwayat TB (80,0%) dibandingkan pasien dengan riwayat TB sebelumnya (20,0%). Hal yang sama ditemukan di kedua kelompok pasien, yaitu pasien TB paru dengan hasil BTA positif dan juga pada pasien TB paru dengan hasil BTA negatif. Proporsi pasien BTA positif yang memiliki riwayat TB sebelumnya di antara pasien TB paru adalah 12,0%, sedangkan proporsi pasien BTA negatif yang memiliki riwayat TB sebelumnya adalah 8,0% (Tabel 7).
Tabel 7. Distribusi pasien TB paru berdasarkan riwayat TB sebelumnya dan hasil BTA
Riwayat TB BTA BTA Total
sebelumnya Positif Negatif N (%)
N (%) |
N (%) | ||
Pernah |
9 (12,0) |
6 (8,0) |
15 (20,0) |
Tidak pernah |
37 (49,3) |
23 (30,7) |
60 (80,0) |
Total |
46 (61,3) |
29 (38,7) |
75 (100) |
Penelitian ini juga melihat komorbiditas pada pasien TB paru. penyakit yang banyak muncul sebagai komorbiditas TB paru pada kedua kelompok adalah pneumonia (37,3%), diabetes mellitus tipe II (21,3%), anemia (20,0%), efusi pleura (14,7%), dan oral candidiasis (6,7%). Komorbiditas yang paling sering muncul pada pasien dengan hasil BTA positif adalah pneumonia, sedangkan yang paling sering muncul pada pasien dengan hasil BTA negatif adalah efusi pleura (Tabel 8).
Tabel 8. Komorbiditas Pasien TB Paru berdasarkan Hasil BTA
Komorbiditas |
BTA Positif N (%) |
BTA Negatif N (%) |
Total N (%) |
Pneumonia |
21 (28,0) |
7 (9,3) |
28 (37,3) |
DM Tipe II |
10 (13,3) |
6 (8,0) |
16 (21,3) |
Anemia |
11 (14,7) |
4 (5,3) |
15 (20,0) |
Efusi pleura |
3 (4,0) |
8 (10,7) |
11 (14,7) |
Oral |
3 (4,0) |
2 (2,7) |
5 (6,7) |
candidiasis | |||
CKD |
2 (2,7) |
2 (2,7) |
4 (5,3) |
PPOK |
3 (4,0) |
1 (1,3) |
4 (5,3) |
Hipertensi |
1 (1,3) |
2 (2,7) |
3 (4,0) |
Malnutrisi |
3 (4,0) |
0 (0) |
3 (4,0) |
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan 75 responden dengan proporsi pasien TB paru dengan hasil BTA negatif pada pasien TB paru di RSUP Sanglah adalah 38,7%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Loic Chartier dkk9 di Afrika, Kamboja dan Vietnam, menunjukkan hasil serupa dengan penelitian ini. Pada penelitian tersebut, 37% pasien mendapatkan hasil BTA negatif. Namun, penelitian ini dilakukan pada pasien TB paru dengan infeksi HIV. Penelitian lain yang dilakukan oleh C. Henegar pada tahun 2006 – 2007 di Kongo juga menemukan hasil yang serupa. Penelitian ini menemukan bahwa kasus TB paru dengan hasil BTA positif (66,0%) lebih banyak dibandingkan kasus TB paru dengan hasil BTA negatif (18,0%).8 Kedua penelitian ini mungkin mendapatkan hasil yang serupa karena juga dilakukan di negara berkembang, sama dengan Indonesia. Hasil yang cukup berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Leandro Cruz Campos dkk10 pada tahun 2013 – 2015 di Brazil. Penelitian tersebut menemukan
bahwa 65,2% pasien TB memiliki hasil BTA negatif. Perbedaan ini mungkin dipengaruhi oleh ketajaman diagnosis kasus TB paru dengan hasil BTA negatif pada kedua tempat yang berbeda.
Dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, jumlah pasien dengan hasil BTA positif lebih banyak dibandingkan dengan pasien dengan hasil BTA negatif, baik pada pasien laki–laki maupun pada pasien perempuan. Penelitian lain menemukan bahwa proporsi pasien laki–laki pada kelompok pasien TB paru dengan hasil BTA positif lebih tinggi dibandingkan proporsi laki–laki pada kelompok pasien TB paru dengan hasil BTA negatif. Walaupun proporsi pada kelompok pasien TB paru dengan hasil BTA positif lebih tinggi, namun penelitian ini menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok pasien TB paru dengan BTA negatif dan pasien dengan BTA positif berdasarkan jenis kelamin.10 Namun penelitian lain menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik mengenai jenis kelamin pada kedua kelompok ini.8 Pada penelitian ini, ditemukan hasil yang berbeda dengan dua penelitian di atas, yaitu proporsi pasien laki – laki pada kelompok pasien TB paru dengan hasil BTA positif (65,2%) lebih rendah dibandingkan dengan proporsi laki–laki pada kelompok pasien TB paru dengan hasil BTA negatif (79,3%). Hal – hal yang mungkin menyebabkan perbedaan ini adalah perbedaan pola penularan dan faktor risiko pada masing – masing jenis kelamin dan perbedaan prevalensi komorbiditas di masing – masing setting penelitian.
Berdasarkan usianya, rerata usia pada kelompok BTA positif dan BTA negatif tidak memiliki perbedaan yang jauh. Hasil ini tidak berbeda jauh dari hasil penelitian sebelumnya yang menemukan rerata usia lebih rendah pada pasien BTA positif, namun perbedaan yang ditemukan hanya berupa perbedaan yang kecil.10 Hal ini mungkin dipengaruhi dengan adanya komorbiditas pada pasien TB dengan usia yang lebih tua.
Pada penelitian ini, sebagian besar pasien TB paru memiliki BMI normal. Hal ini berbeda dengan temuan penelitian lain yang menemukan sebagian besar pasien TB paru memiliki BMI severe underweight.11 Perbedaan ini mungkin dipengaruhi oleh perbedaan status nutrisi pada populasi secara umum di kedua tempat penelitian. Selain itu, hal ini juga dapat dipengaruhi oleh waktu pengukuran tinggi dan berat jika dibandingkan dengan waktu perjalanan penyakit. Dilihat berdasarkan rerata BMI pada kedua kelompok, rerata BMI pada pasien TB
paru dengan hasil BTA negatif lebih tinggi dibandingkan dengan rerata BMI pada pasien TB paru dengan hasil BTA positif, namun perbedaan rerata kedua kelompok ini tidaklah jauh.
Berdasarkan penelitian ini, gejala yang paling sering muncul pada pasien TB paru adalah batuk. Hasil ini juga didapatkan pada penelitian sebelumnya. Batuk disebutkan sebagai gejala yang paling sering muncul pada kedua kelompok, namun gejala ini lebih sering muncul pada pasien TB dengan BTA positif dibandingkan pada pasien dengan BTA negatif. Gejala sesak nafas juga lebih sering ditemukan pada pasien TB paru dengan hasil BTA positif dibandingkan pada pasien dengan hasil BTA negatif.10 Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Loic Chartier dkk.9 Persentase munculnya gejala sesak nafas pada pasien dengan BTA positif (46,4%) dibandingkan pada pasien dengan hasil BTA negatif (27,1%).9 Begitu pula dengan gejala batuk berdarah. Gejala batuk berdarah lebih sering ditemukan pada pasien TB paru dengan hasil BTA positif (13,0%) dibandingkan pada pasien dengan hasil BTA negatif (3,1%). Namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik.10
Penelitian ini menemukan proporsi pasien BTA positif yang memiliki riwayat TB sebelumnya di antara pasien TB paru lebih tinggi dibandingkan proporsi pasien BTA negatif yang memiliki riwayat TB sebelumnya. Hasil ini berbeda dibandingkan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa proporsi pasien dengan riwayat TB pada pasien TB paru dengan hasil BTA negatif (23,2%) lebih tinggi dibandingkan proporsi pada pasien dengan hasil BTA positif (15,5%). Namun, penelitian ini tidak menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik.10 Perbedaan hasil ini mungkin dipengaruhi oleh kelengkapan data pada rekam medis mengenai riwayat TB paru pasien. Perbedaan ini juga mungkin dipengaruhi oleh perbedaan penanganan TB paru di masing – masing setting penelitian.
Pada penelitian ini, komorbiditas TB paru yang muncul adalah pneumonia (37,3%), diabetes mellitus tipe II (21,3%), anemia (20,0%), efusi pleura (14,7%), dan oral candidiasis (6,7%). Komorbiditas yang paling sering muncul pada pasien dengan hasil BTA positif adalah pneumonia, sedangkan yang paling sering muncul pada pasien dengan hasil BTA negatif adalah efusi pleura. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di India menemukan bahwa 73,1% pasien TB paru yang mendapatkan pemeriksaan hemoglobin, juga menderita anemia.11 Perbedaan yang cukup jauh dalam persentase komorbiditas anemia ini mungkin
disebabkan oleh kurang tajamnya diagnosis anemia yang dilakukan atau perbedaan tingkat keparahan infeksi TB pada kedua kelompok sampel. Penelitian yang sama juga menemukan bahwa 11,2% pasien TB paru yang diperiksa, menderita diabetes mellitus.11 Penelitian lain yang dilakukan oleh Sarker dkk12 di Bangladesh, menemukan bahwa 12,8% pasien TB juga menderita diabetes mellitus. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan angka komorbiditas diabetes mellitus pada penelitian ini yaitu 21,3%. Perbedaan ini mungkin dipengaruhi oleh perbedaan prevalensi diabetes mellitus secara umum pada kedua populasi. Perbedaan juga mungkin dipengaruhi oleh ketepatan diagnosis diabetes mellitus pada kedua tempat penelitian.
Menurut laporan WHO pada tahun 2015, 12,0% dari penderita TB di seluruh dunia juga terinfeksi HIV. Di Indonesia sendiri, 16% pasien TB yang menjalani tes HIV memiliki hasil HIV positif.4 Namun, pada penelitian ini, hanya ditemukan 1 kasus (1,3%) ko-infeksi TB dan HIV. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pelaksanaan uji diagnosis HIV di Bali sehingga banyak kasus HIV yang tidak terdiagnosis. Selain itu, masih ada juga pasien TB paru yang tidak dilakukan uji diagnosis HIV. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut untuk dapat melihat seberapa besar prevalensi ko-infeksi TB dan HIV di Bali. Selain anemia, diabetes mellitus, dan HIV, terdapat berbagai komorbiditas lain yang juga ditemukan dalam penelitian ini.
Penelitian ini tentu tidak lepas dari adanya kekurangan dan keterbatasan. Terbatasnya jumlah sampel menjadi salah satu hal yang dapat menjadi kekurangan dari penelitian ini. Sampel hanya diambil dari satu tempat saja yaitu RSUP Sanglah. Selain itu, data yang diambil berasal dari data sekunder berupa hasil anamnesis pada rekam medis. Adanya kemungkinan pencatatan rekam medis yang tidak lengkap dan juga anamnesis yang tidak dilakukan secara menyeluruh menjadi faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dari hasil penelitian ini.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan yaitu: (1) Proporsi pasien dengan hasil BTA negatif pada pasien TB paru di RSUP Sanglah periode Mei 2015 – Oktober 2016 adalah 38,7%. (2) Proporsi pasien BTA negatif pada pasien laki–laki adalah 43,4%, sedangkan pasien perempuan 27,3%. (3) Rerata usia pasien TB paru di RSUP Sanglah adalah 42,5 tahun, dengan rerata usia pasien BTA negatif (44,6 tahun) lebih tinggi dibandingkan pasien BTA
positif (41,2 tahun). (4) Rerata BMI adalah 21,09 kg/m2, dengan rerata BMI pasien BTA negatif (21,68 kg/m2) lebih tinggi dari pasien BTA positif (20,71 kg/m2). (5) Gejala yang paling sering muncul pada pasien TB paru adalah batuk, dimana gejala batuk lebih sering muncul pada pasien BTA positif dibandingkan pada pasien BTA negatif. Hal yang sama juga ditemukan pada gejala adanya dahak. (6) Riwayat TB sebelumnya ditemukan pada 20,0% pasien TB paru, dengan proporsi yang tidak berbeda jauh pada kedua kelompok pasien berdasarkan hasil BTA, yaitu 19,6% pada pasien BTA positif dan 20,7% pada pasien BTA negatif. (7)
Komorbiditas yang paling sering muncul pada pasien TB paru adalah pneumonia, diabetes mellitus tipe II, dan anemia. Komorbiditas yang paling sering muncul pada pasien BTA positif adalah pneumonia, sedangkan yang paling sering muncul pada pasien BTA negatif adalah efusi pleura.
SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan adalah perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai diagnosis TB paru, terutama dalam membedakan kasus TB paru dengan hasil BTA negatif dengan kasus TB paru dengan hasil BTA positif. Selain itu, perlu dilakukan diagnosis yang lebih tajam pada kasus – kasus TB paru dengan hasil BTA negatif untuk mencapai penatalaksanaan yang tepat dan secepat mungkin. Metode uji diagnostik lain yang dapat memberikan tingkat sensitivitas yang lebih baik dibandingkan dengan BTA juga diperlukan. Strategi penanganan yang lebih matang dalam penanganan kasus TB paru, baik TB paru dengan hasil BTA negatif maupun positif , serta strategi pencegahan penularan yang lebih baik untuk mencegah penyebaran infeksi TB paru juga diperlukan. Perencanaan dan pelaksanaan strategi penanggulangan TB seperti DOTS harus ditingkatkan dan dievaluasi secara rutin.
Kata kunci: tuberkulosis paru, BTA negatif
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Nofizar D, Nawas A, Burhan E.
Identifikasi Faktor Risiko Turberkulosis Multidrug Resistant ( TB-MDR ). Maj Kedokt Indones. 2010;60(12):537–45.
-
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, K MS,
Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sixth Edit. Jakarta: InternaPublishing; 2014.
-
3. Filiz A, Levent D, Emel E, Pelin U,
Turkay A. Characteristics of Active Tuberculosis Patients Requiring
Intensive Care Monitoring and Factors Affecting Mortality. Tuberc Respir Dis. 2016;79:158-64.
-
4. WHO. Global Tuberculosis Report 2015.
WHO. Geneva; 2015.
-
5. Sarwani Dewi DS, Nurlaela S, a IZ. Risk
Factors of Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB). J Kesehat Masy. 2012;8(1):60-6.
-
6. Swai HF, Mugusi FM, Mbwambo JK.
Sputum smear negative pulmonary tuberculosis: sensitivity and specificity of diagnostic algorithm. BMC Res Notes [Internet]. BioMed Central Ltd; 2011;4(1):475. Diunduh dari:
http://www.biomedcentral.com/1756-0500/4/475
-
7. Linguissi LSG, Vouvoungui CJ, Poulain
P, Essassa GB, Kwedi S, Ntoumi F. Diagnosis of smear ‑ negative pulmonary tuberculosis based on clinical signs in the Republic of Congo. BMC Res Notes. BioMed Central;
2015;8(804):1-7.
-
8. Henegar C, Behets F, Driessche K
Vanden, Tabala M, Bahati E, Bola V, dkk. Mortality among tuberculosis patients in the Democratic Republic of Congo. INT J TUBERC LUNG DIS. 2012;16(9):1199-204.
-
9. Chartier L, Leng C, Sire J, Minor O Le,
Saman M, Bercion R, dkk. Factors Associated with Negative Direct Sputum Examination in Asian and African HIV -Infected Patients with Tuberculosis (ANRS 1260). PLoS One. 2011;6(6).
-
10. Campos LC, Rocha MVV, Willers DMC,
Silva DR. Characteristics of Patients with Smear- Negative Pulmonary Tuberculosis ( TB ) in a Region with High TB and HIV Prevalence. PLoS One. 2016;11(1):1-9.
-
11. Bhargava A, Chatterjee M, Jain Y,
Chatterjee B, Kataria A, Bhargava M, dkk. Nutritional Status of Adult Patients with Pulmonary Tuberculosis in Rural Central India and Its Association with Mortality. PLoS One. 2013;8(10):1-12.
-
12. Sarker M, Barua M, Guerra F, Saha A,
Aftab A, Latif M, dkk. Double Trouble : Prevalence and Factors Associated with Tuberculosis and Diabetes Comorbidity in Bangladesh. PLoS One. 2016;11(10).
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V9.i12.P02
13
Discussion and feedback