POLA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA (DKAK) PADA PEKERJA GARMEN DI DENPASAR
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.12,DESEMBER, 2020
Diterima:06-10-2020 Revisi:15-11-2020 Accepted: 02-12-2020
POLA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA (DKAK) PADA PEKERJA GARMEN DI DENPASAR
Made Wardhana, Luh Mas Rusyati, I.G.A. Karmila, Ratih Vebrianti, Puspawati GK Darmaputra, Martima W, Suryawati
Departemen Dermatologi dan Venereologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Email: [email protected] [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang: Perkembangan industri garment di Bali semakin meningkat sebagai salah satu industri penunjang pariwisata. Sebagai konsekuensi jumlah perusahan garmen dan tekstil semakin banyak secara kuantitas dan kualitas. Menurut data di kodya Denpasar, tercatat sekitar 125 perusahan garmen yang besar dengan memperkerjakan sedikitnya 100 orang pekerja. Perusahan garmen yang kecil sebagai industri rumah tangga hampir sebanyak lima rastusan. Dampak dari perkembangan industri garment membutuhkan banyak tenaga kerja dengan merekrut, membuka lapangan pekerjaan baik itu untuk pekerja yang terlatih maupun yang tidak terlatih, kebanyakan merupakan pekerja lepas, tanpa mendapat perhatian dari segi kesehatan. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pola kelainaan kulit pada(DKAK) pekerja garment di Kodya Denpasar, karena belum memiliki data yang lengkap dan akurat. Metode: Metode yang digunakan pda penelitian ini adalah survelanse, pada 3 perusahan garment yang besar di Denpasar dengan wawancara dan pemeriksaan terhadap pola penyakit kulitnya. Hasil: Dari 288 pekerja yang di ikut sertakan dalam penelitian ini terdiri dari 105 (36,5%) laki-laki dan 183 (63,5 %) perempuan. Dari 288 responden, sebanyak 74 pekerja (25,7 %) yang menderita kelainan kulit yang berhubungan dengan pekerjaannya. Katagori pekerjaan yang paling banyak menderita adalah pada pekerja pencelupan (coloring) sebesar 30 orang. Kesimpulan: Pola penyakit kulit pada pekerja garment sebesar 25,7 % menderita DKAK. Katagori penyakit sering adalah pekerja yang berhubungan kontak dengan bahan warna.
Kata kunci; Dermatitis kontak kontak akibat kerja, pekerja garmen
ABSTRACT
Introduction: The development of garment industry is increasing in Bali, as one of tourism supported industry. For the consequence, the number of garment and textile companies is also increasing in quantity and quality. From the data records in Denpasar city, there are about 125 large garment companies employing at least 100 workers. There are almost 500 garment companies as home industries. The impact of garment industry development, it requires a lot of workers by recruiting, creating jobs for both trained and untrained workers, most of them are freelancers and without getting any attention from a health perspective. Purpose: this study aims to collect data of skin disorders pattern on OCD in garment worker at Denpasar, due to lack of complete and accurate data. Method: The method used in this study was surveillance, at 3 major garment companies in Denpasar by interviewing and examining the pattern of skin diseases. Result: From 288 workers who participated in this study consisted of 105 (36.5%) males and 183 (63.5 %) females. From 288 respondents, 74 workers (25.7 %) suffered from skin disorders related to their works, The category of work that suffered the most was dyeing (coloring) of 30 people.
Conclusion: The pattern of skin diseases in garment workers was 25.7% experiencing OCD. The most often category of worker who had OCD was contact with dyeing materials.
Keywords : Occupational Contact Dermatitis, garment worker
PENDAHULUAN
Industri garment adalah industri yang memproduksi pakaian jadi dan perlengkapannya, bahan bakunya adalah kain tenun atau kain rajutan dan produknya antara lain berupa baju,baju kaos dan sebagainya. Industri ini merupakan industri padat karya, karena sebagian besar proses pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi atau setengah jadi masih menggunakan tenaga manusia. Industri garment sebagai salah satu industri penunjang pariwisata di Bali, semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai konsekuensi jumlah perusahan garmen semakin banyak, baik secara kuantitas dan kualitas. Industri ini membuka lapangan pekerjaan baik untuk pekerja yang terlatih maupun yang tidak terlatih, kebanyakan merupakan pekerja lepas, tanpa mendapat perhatian dari segi kesehatan.1,2,3 Menurut data, di kodya Denpasar tercatat sekitar 179 perusahan garmen yang besar dengan memperkerjakan lebih dari 100 orang pekerja dan hampir ribuan industri rumah tangga sebagai sektor informal. Pekerja di industri ini selalu berhubungan dengan kondisi yang basah, kontak dengan bahan-bahan warna dan lama bekerja sekitar 8 jam sehari, keadaan ini sangat berisiko tinggi terjadinya dermatitis kontak atau yang lebih dikenal dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) atau Occupatioanal contact dermatitis (OCD.
Penyakit kulit akibat kerja merupakan salah satu penyakit akibat kerja (occupational disease) atau lingkungan kerja yang banyak terjadi pada masyarakat, terutama masyarakat pekerja. Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat iritan atau alergen, paparan bahan-bahan zat warna, bahan pangawet dan bahan kimia lainnya Gambaran klinis dan perjalanan penyakit dermatitis kontak akibat kerja sangat bervariasi tergantung pada berbagai faktor internal maupun eksternal, dapat akut maupun kronis.4
Mathias, dkk5 memberikan kretirea untuk pedoman diagnosis DKAK dengan tujuh pertanyaan cukup untuk mengetahui penyebab serta hal yang memperburuk dermatitis kontak akibat kerja: 1. Apakah gambaran klinis sesuai dengan dermatitis kontak? 2. Apakah tempat kerja terpapar oleh alergen dan iritan yang potensial? 3. Apakah distribusi anatomis dari erupsi sesuai dengan paparan pekerjaan? 4. Apakah hubungan antara paparan dengan onset konsisten dengan dermatitis kontak? 5. Apakah paparan diluar pekerjaan sudah dieksklusi sebagai penyebab? 6. Apakah dermatitis berkembang jauh sebelum paparan pekerjaan terhadap iritan dan alergen yang dicurigai? 7. Apakah tes tempel dan tes profokasi mengidentifikasi kemungkinan penyebab?
Penelitian tentang angka kejadian DKAK pada pekerja garment ini dilatarbelakangi oleh adanya faktor risiko terjadinya penyakit ini pada pekerja garment berupa bahan warna, soda api asam klorida, bahan pengawet dalam kain, dan sering kali dalam keadaan kondisi yang basah pada pekerja. Dari bahan baku
menjadi produk akhir mengalami suatu proses yang panjang, dari pemotongan kain (mendisain), pencelupan (sablon), penjahitan dan terakhir mengepakan (packing). Para pekerja umumnya bekerja pada spesifikasi masing-masing. Faktor risiko lainnya adalah bila pekerja memang sudah mempunyai riwayat alergi sebelumnya, faktor keluarga, lama jam kerja, mempergunakan alat pelindung diri(APD).6
Sampai saat ini kita belum mengetahui prevalensi, variasi klinis dan fartor yang mempengaruhi dematitis kontak akibat kerja pada pekerja garment, oleh karena itu kami ingin melakukan penelitian awal dan perusahan garment yang kami teliti sebanyak 4 perusahan yang cukup besar dan terkenal yang memperkerjakan lebih dari 100 pekerja setiap perusahan serta telah memiliki klinik dalam perusahan tersebut.7
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi DKAK pada pekerja garmen, gambaran klinis, faktor risiko terjadinya DKAK, dan hasil tes tempel pada beberapa kasus.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan secara cross-sectional study pada 288 pekerja garmen di empat perusahan garmen yang besar di kodya Denpasar. Wawancara dilakukan secara terstruktur mengenai sejak kapan bekerja, tipe pekerjaan, lama jam kerja dan bahan yang digunakan tempat para pekerja sering kontak, pemeriksaan klinis terhadap penyakit kulit yang muncul sejak saat bekerja. Pemeriksaan klinis dilakukan kepada semua subjek; yang diperhatikan adanya riwayat atopik, penyakit kulit yang diderita dan riwayat keluarga. Pekerja dikelompokan dalam dua yaitu dikategorikan atau kelompok A, yang bekerja bekerja memilih bahan, merancang(cuting), finishing, merapikan, setrika, mengepak produk yang sudah jadi siap untuk dipasarkan. Kategori atau kelompok B, yang bekerja; yang melakukan; penjahitan, pencelupan, coloring, sablon dan semua pekerjaan yang basah-basah (Maiphetlho L, 7.
Setiap pekerja diminta waktunya untuk wawancara pada saat istirahat dan menandatangani infoemed consent. Bila ditemukan kasus penyakit kulit diberikan pengobatan. Tes tempel dilakukan pada pasien yang bersedia untuk dilakukan dengan tidak membebani biaya, dan dikirim ke Poliklinik Kulit RS Sanglah, penelitian ini dilakukan selama 3 bulan. Data-data yang sudah terkumpul di analisis secara diskriptif.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di 4 industri garment terbesar di Kodya Denpasar. Total subjek atau responden yang diteliti sebesar 288 orang. Dari 288 orang pekerja ternyata dijumpai 74 pekerja (25.7 %) menderita DKAK. Karakteristik umum responden secara lengkap dap dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Distribusi Karateristik Umum 288 Pekerja Garmen
Karateristik Umum |
Laki-laki n=105 (36,5%) |
Perempuan n=183 (63,5 %) |
Total n=288( % ) |
Age (years) | |||
< 17 |
17 (5,9 ) |
29(10,1) |
46(15,9) |
17 - 30 |
45(15,5) |
61(21,2) |
106(36,8) |
>30 - 50 |
32(11,1) |
72(25,0) |
104(36,1) |
>50 |
11(3,8) |
21(7,3) |
32(11,1) |
Asal pekerja | |||
Bali |
61(21,2) |
95(32,9) |
156(54,2) |
Jawa |
20(6,9) |
48(16,6) |
68(23,6) |
Lombok |
17(5,9 ) |
32(11,1) |
49(17,0) |
Lainnya |
7(2,3) |
8(2,7) |
15(5,2) |
Lamanya bekerja | |||
< 1 tahun |
22(7,6) |
51(17,7) |
73(25,3) |
1-3 tahun |
50(17,4) |
78(27,1) |
128(44,4) |
> 3 tahun |
33(11,6) |
54(18,7) |
87(30,2) |
Pendidikan | |||
Illiterate |
17(5,9 ) |
32(11,1) |
49(17,0) |
High school |
29(10,1) |
61(21,2) |
90(3,1) |
Undergraduate |
52(18,0 |
81(28,1) |
133(46,2) |
Graduate |
7(2,3) |
9(3,1) |
15(17,0) |
Kategori pekerjaan | |||
A. |
50(17,4) |
83(28,8) |
133 (46,2) |
B. |
55(19,1) |
100(34,7) |
155 (53,8) |
Status DKAK | |||
Menderita DKAK |
31 (10,8) |
43 (14,9) |
74 (25,7) |
Tdak menderita DKAK |
74 (25,7) |
140 (48,6) |
214 (74,3) |
Catatan: DKAK (dermatitis akibat kerja) |
Table 2: Hubungan DKAK dengan Katagori Pekerjaan | |||
Katagori pekerjaan |
Jumlah (%) | ||
A |
B |
n=74 (%) | |
31 (41,9 %) |
43 (58,1 %) | ||
Kronisitas | |||
Akut |
21(28,4) |
34(45,9) |
55(33,8) |
Kronis |
10(13,5) |
9(12,2) |
19(25,7) |
Riwayat keluarga | |||
Ya |
2(2,7) |
13(17,6) |
15(20,3) |
Tidak |
29(39,2) |
31(41,8) |
59(79,7) |
Riwayat atopik | |||
Ya |
6(8,1) |
14(18,9) |
20(27,0) |
Tidak |
25(33,8) |
29(39,2) |
54(73,0) |
Lama Kerja | |||
< 3 |
12(16,2) |
15(20,3) |
27(36,5) |
> 3 |
19(25,7) |
28(37,8) |
47(63,5) |
Penggunaan APD | |||
Tidak pedrnah/kadan- |
24(32,4) |
34(45,9) |
58(78,4) |
kadang | |||
Selalu memakai |
7(9,4) |
9(12,2) |
16(21,6) |
Pada tabel 2, menggambarkan 74 pekerja dengan dengan DKAK dan katagori pekerjaan. 31 (41,9 %) pada
kategori A, dan 43 (58,1 %) pada kategori B. Dikatakan
akut, bila lesinya bersifat eksudatif, dikatakan kronis bila sudah terjadi plak yang hiperkeratosis(penebalan kulit). Riwayat keluarga 15 (20,3 %) menytakan ada.
Riwayat atopi 20 (27,0 %) mengatakan mempunyai atopi, seperti dermatitis atopi, asma dan rinitis atopik. Lamanya kerja paling banyak, telah bekerja selama 3 tahun sebanya 27 (36,5 %) dan pekerja 47 (63,5 %) lebih
dari 3 tahun. Lima puluh delapan orang (78,4 %) tidak pernah mengtakan tidak memakai alat pelindung diri(APD)
Tabel 3. Hubungan Tipe Dermatitis Kontak dengan Kategori Pekerjaan
A 31 (41,9 %) |
B 43 (58,1 %) |
n=74 (%) | |||
Tipe Dermatitis Kontak |
DKI |
DKA |
DKI |
DKA | |
Tangan/Lengan bawah |
11(14,9) |
9(12,2) |
16(21,6) |
8(10,8) |
44(59,6) |
Wajah/leher |
9(12,2) |
3(4,0) |
7(9,4) |
4(5,4) |
23(31,0) |
Tungkai bawah |
2(2,7) |
1(1,3) |
2(2,7) |
2(2,7) |
7(9,4) |
22(29,7) |
13(17,6) |
25(33,8) |
14(18,9) |
74(100) |
Pada tabel 3 Menggambarkan tipe dermatitis kontak yang terjadi, dermatitis akibat kerja kami golongkan tipe iritan dan tipe alergi. Didiagnosis dermatitis kontak iritan (DKI) bila: disebabkan iritan primer, kontak pertama, semua orang, eritema, klinis berupa vesikel/bula, batas tegas. Dermaratitis kontak alergi (DKA) bila disebabkan oleh alergen/sensitizer, kontak
berulang, orang yang sudah alergi, rasa gatal yang dominan, lesi lebih bersifat polimorfi.6
Analisi fakto risiko dilakukan dengn mencari Odds ratio (OR) pada beberapa variabel seperti; riwayat keluarga, riwayat atopik, lama kerja, dan penggunaan APD, dengan analisis multivariat.
Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat antara faktor risiko dengan kejadian DKAK
Variabel |
OR |
IK95 % |
unt Exp(B) |
Nilai p |
Batas bawah |
Batas atas | |||
Riwayat keluarga |
4,63 |
-1,84 |
18,65 |
> 0,05 |
Riwayat Atopik |
9,46 |
2,72 |
25,93 |
< 0,05 |
Lama kerja |
5,73 |
2,58 |
13,83 |
< 0,05 |
Pemakaian APD |
14,62 |
1,84 |
27,95 |
< 0,05 |
Keterangan: Nilai p < 0,05 berarti bermakna, IK- Interval Kepercayaan
Pada tabel 3, hasil analisis multivariat terlihat pemakaian APD dan riwayat adanya dermatitis atopik memiliki faktor risiko yang besar.
Table 4. Hasil tes tempel pada 11 pasien dengan DKAK
VARIABLE |
Kategori Pekerjaan A |
Kategori pekerjaan B | |
Potassiumbichromat (0,5% Pet) |
2 |
5 | |
Parabens mix (3X5 % Pet) |
3 |
6 | |
Formaldehyde (1 % Aq) |
5 |
2 | |
Fragracance Mix (1 % Aq) |
1 |
2 | |
Para Phenylediamine Dihydrochloride (PPD) |
2 |
3 | |
Thiuram Mix (1 % Pet) |
5 |
2 | |
Cobalt Chlorid (0,5 % Pet) |
3 |
1 | |
Isopropyl Phenyl 4 (Black Rubber mix ) |
Pada tabel 4. Hasil Patch test, pekerja yang menderita DKAK, 11 orang yang bersedia dilakukan patch test. Patch test dilakukan dengan mempergunakan produk dari European standard, dengan 20 allergens. Setiap pasien yang dites bisa memberikan lebih dari satu alergen yang positive. Alergen yng paling banyak memberikan hasil positip adalah; Parabens mix, Potassiumbichromat, Formaldehyde, Para
Phenylediamine Dihydrochloride (PPD).7 https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i12.P01
PEMBAHASAN
Dari 288 pekerja garmen yang direkrut terdiri dari laki-laki 105 (36,5%), dan perempuan 183 (63,5 %), dari semua pekerja pekerja 74 (25,7 %) orang menderita DKAK, 31 (10,8 %) laki-laki dan 43 (14,9 %) perempuan. Industri garmen lebih banyak meperkerjakan tenaga perempuan sesuai dengan
bidangnya keterampilannya, seperti surve oleh Soni BP, al al; 1996 menjumpai 29 % terjadi DKAK pada pekerja pabrik tekstil, dan lebih banyak pada perempuan, dan usia pekerja berkisar antara 19 tahun - 46 tahun.8
Lama kerja yang paling sedikit adalah 6 bulan dan yang paling lama adalah 18 tahun 5 bulan. Katagori pekerjaannya terdiri dari katagori A sebesar 133 (46,29 %), terdiri dari 50 laki-laki dan 83 perempuan dan kategori B sebanyak 155 (53,8 % ), terdiri dari 55 laki-laki dan 100 perempuan. Pekerja yang menderita DKAK. Berdasarkan kategori pekerjaannya, kategori A 31 (41,9 %) pekerja, dan kategori B 43 (58,1 %) pekerja Katagori B termasuk pekerja yang seluruhnya berhubungan dengan bahan kimia pada kain, sablon dan printing dan dalam kondisi basah. Hal ini mungkin sehubungan dengan lama kerja para pekerja yang rata-rata diatas 5 tahun. Hal yang sama juga oleh penelitian Maiphetlho dkk 9
Jumlah penderita kronis lebih banyak daripada akut, yaitu 13 orang, yang brarti merupakan 61,90% dari keseluruhan kasus, menderita akut 21 pada kategosi A, 34 pada kategori B. Kronis 20 pada A dan 9 pada B, dari 74, 2 memiliki penyakit yang sama pada keluarganya pada A, dan 13 pada B, dan 29 tidak memilik riwayat keluarga pada A dan 31 pada B.10
DKAK, berdasarkan katagori pekerjaan (A dan B) dan hubungannya dengan tipe DKAK, ICD, 47 (63,5 %) dan ACD, 27(36,5 %) serta hubungannya dengan lokasi lesi kulit. Tampak pada tabel pekerja katagori B paling banyak menderita dermatitis kontak iritan, dan pada katagori A lebih banyak dermatitis kontak alergi. Lokasi lesi baling banyak pada tangan/lengan bawah. Pada semua penelitian DKAK dijumpai akut lebih banyak, karena iritan paling banyak penybabnya.11,12
Dari 74, 6 memiliki penyakit atopi lainnya pada A, dan 14 pada B, dan 25 tidak memilik penyakit atopi lainnya pada kategori A dan 29 pada B. Dari 21 penderita dermatitis kontak yang didapatkan pada pekerja garment ini, 6 orang (28,57%) memiliki riwayat alergi. Riwayat alergi ini mempermudah terjadinya dermatitis kontak karena faktor individu yang lebih succeptibel.Mengenai lama bekerja < 3 tahun 12 pada A,15 pada B. Lebih dari 3 tahun 19 pada A, dan 28 pada B. Pada dermatitis atopi dikatakan lebih rentan terhadap bahan iritan dan pada orang yang menderita penyakit atopik lainnynya dikatakan lebih sensitif terhadap kontak dengan bahan iritan.13,14
Mengenai lokasi DKAK, tidak hanya pada tangan dan lengan saja tapi juga pada leher dan tungkai bawah, hal ini dimungkinkan karena alergen maupun iritan pada kain dapat mengenai bagian tubuh yang lain. Bahan baku utama yang dipakai di garment ini adalah kain. Kain-kain tersebut disimpan dalam bentuk gulungan-gulungan besar, sehingga memungkinkan adanya akumulasi debu. Debu merupakan salah satu faktor yang bisa menyebabkan kejadian dermatitis kontak. Selain itu, beberapa orang mempunyai alergi terhadap jenis kain tertentu. Debu juga merupakan faktor risiko terjadinya infeksi saluran nafas atas (ISPA). Bahan pewarna, sebelum diotong, kain-kain tersebut
telah diberi motif dengan berbagai jenis bentuk dan warna. Bahan pengawet, beberapa jenis bahan pengawet juga sebagai alergen dan iritan.15,16
Cara terbaik untuk mencegah dermatitis kontak akibat kerja adalah dengan menghindari kontak dengan zat penyebab alergi dan iritasi, jika tidak bisa menghindarinya, ada beberapa cara untuk mengurangi risiko terkena dermatitis kontak, yaitu: mempergunakan alat pelindung diri (APD), membersihkan kulit setelah terpapar zat yang menimbulkan iritasi atau alergi. Gunakan pelembap, hal ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi lapisan terluar kulit, sehingga kulit terlindung dari zat penyebab alergi atau iritasi.17 Pada penelitian ini, penggunaan APD sangat kecil, tidak pernah menggunakan APD 24 pada A dan 34 pada B. Hanya 7 pekerja selalu menggunakan APD pada kategori A, dan hanya 9 pekerja selalu menggunakan APD pada ktegori B, hal sama pernyataan dari Al-Otaibi ST banyak pekerja yang belum memahami pentingnya pemakaian APD untuk mehindari terjatinya DKAK, dengan alasan kurang ergonomis dalam bekerksa.17
Hasil tes tempel, pekerja yang menderita DKAK, 11 orang yang bersedia dilakukan patch test. Tabel 3 adalah hasil Patch test pada 11 pekerja. Alergen yang paling banyak memberi hasil positif adalah Potassiumbichromat. Sesuai dengan penelitian Chen, dkk18 alergen yng paling banyak memberikan hasil positip adalah; Parabens mix, Potassiumbichromat, Formaldehyde, Para Phenylediamine Dihydrochloride (PPD). Hal ini juga sama dengan penelitian Anggraini ,dkk19 , epoxi resin, Potassiumbichromat, Formaldehyde merupakan bahan pengawet kain. Tes tempel dapat dipakai untuk memperoleh penyebab terjadinya DKAK.
SIMPULAN
Dari penelitian ini, sebanyak 288 pekerja garment 74 orang (25,7 %) menderita DKAK, hampir semua pekerja tidak memakai pelindung. Sebelas pekerja dengan DKAK dilakukan patch test dengan Parabens mix, Potassiumbichromat, dan Formaldehyde memberikan hasil yang positif. Dengan edukasi dengan mempergunakan alat pelindung diri maka dari 74 pekerja, dengan konsisten memakai alat pelindung diri maka 46 pekerja (62,16 %) mengalami perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Shihab M, and Jain SK. The Preparedness of The Indonesian Garment Exporters in The Post-Mfa Scenario:An Analysis from the Survey. Gadjah Mada International Journal of Business.
September 2004; 6 [3]: 383—404
-
2. Kandi Wijaya. Masa Depan Pariwisata Bali (Perspektif Permasalahan dan Solisinya). Journal of Research in Economics and Management (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen). 2015; 15[1]: 118-135
-
3. Devaraja TS. Indian Textile and Garment Industry-An Overview. Department of Commerce Post Graduate Centre University of Mysore Hassan, India. 2011: 1-34
-
4. Peate WF. Occupational Skin Disease. Am Fam Physician 2002;66:1025[32]: 1039-40.
-
5. Mathias CGT and Cincinnat. Contact dermatitis and workers' compensation: Criteria for establishing occupational causation and aggravation Journal of the American Academy of Dermatology.1989; 20 [5], Part 1:842-848
-
6. Richard P. Usatine, MD, and Riojas M. Diagnosis and Management of Contact Dermatitis.
Am Fam Physician. 2010;82[3]:249-255.
-
7. Maiphetlho L. Contact Dermatitis in The Textile Industry. Current Allergy & Clinical Immunology, 2007; 20[1]: 28-35
-
8 Lisi P, Stingeni L, Cristaudo A, dkk. Clinical and epidemiological features of textile contact dermatitis: an Italian multicentre study. Contact Dermatitis,2014; 70[6], 344–350
-
9. Keegel T, Cahill J, Noonan A. Incidence and prevalence rates for occupational contact dermatitis in an Australian suburban area.
Contact Dermatitis. 2005; 52[5]: 254–259
-
10. Alberti WW, Elsner P. Occupational Contact Dermatitis in the Textile Industry. Curr Probl Dermatol. Basel, Karger. 2003;31: 114–122
-
11. Svedman C, Engfeldt M, Malinauskiene.L. Textile Contact Dermatitis: How Fabrics Can Induce Dermatitis. Curr Treat Options Allergy.2019: 6:103–111
-
12. Chen YX, Cheng HY, Li LF. Prevalence and risk factors of contact dermatitis among clothing manufacturing employees in Beijing:A crosssectional study. Medicine. 2017; 96[12]: 1-8
-
13. Bansal M, and Yadav RK. Occupational Health Hazards And Awareness of Occupational Safety Among Workers Of Textile Dyeing Industries In Jaipur, India. SGVU Int J Env Sci Technol. 2016; 2[2]: 30-38
-
14. Cuesta MMF, Carmona JGB, Gil DH dkk. Contact allergic dermatitis due to textile fabrics. Alergol Inmunol Clin. 2000;15:88-92
-
15. Skripkiene EN, Moskalione B, Audickaite A, et al. Garment industry in Lithuania: a study of selfreported dermatological problems. Acta Medica Lituanica. 2015; 22 [3]: 129–135
-
16. Svedman C, Engfeldt M, and Malinauskiene.Textile Contact Dermatitis: How Fabrics Can Induce Dermatitis. Curr Treat Options Allergy.2019; 6:103–111
-
17. Al-Otaibi ST. Prevention of Occupational Contact
Dermatitis. J Ergonomics 2016; 6 [3]: 1-3
-
18. Chen YX, Gao BA, Cheng HY and Li LF. Survey of Occupational Allergic Contact Dermatitis and Patch Test among Clothing Employees in Beijing. BioMed Research International. 2017;10: 1-10
-
19. Anggraini DM, Sutedja E, Achadiyani. Etiology of Allergic Contact Dermatitis based on Patch Test. AMJ. 2017;4 [4]:541–5
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V9.i12.P01
6
Discussion and feedback