ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.9,SEPTEMBER, 2023


DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Diterima: 2022-07-15 Revisi: 2023-02-14 Accepted: 25-08-2023

HUBUNGAN SINDROMA MATA KERING / DRY EYE SYNDROME (DES) DENGAN GEJALA DEPRESI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Ni Sayu Putu Ayu Widiastuti1), I Wayan Eka Sutyawan2), Ary Andayani3), AAA Sukartini Djelantik4) 1Program StudiiSarjanaiKedokteran dan Profesi-Dokter, FakultasiKedokteran, Universitas Udayana, Denpasar,iBalii

2 Departemen/Bagian Ilmu Kesehatan Mata FakultasiKedokteran,iUniversitasiUdayana,iDenpasar,iBali Koresponding author: Ni Sayu Putu Ayu Widiastuti

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sindroma mata kering merupakan kumpulan gejala pada lapisan air mata yang mengakibatkan penurunan produksi air mata ataupun penguapan air mata secara berlebihan. Kondisi ini belum mempunyai data pasti mengenai berapa jumlah penderitanya di masyarakat, akibat sulitnya menegakkan diagnosis sehingga pengobatannya menjadi terhambat. Gejala depresi merupakan gangguan yang menunjukan perasaan cemas, bingung serta panik secara simultan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sindroma mata kering dengan gejala depresi pada Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSSKPD FK UNUD). Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dalam rentang waktu Januari – November 2020. Penelitian merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan metode cross-sectional serta menggunakan 217 responden yang dipilih dengan metode konsekutif sampling yang mengisi kuesioner Ocular Surface Diseases Index (OSDI) serta kuesioner Beck’s Depression Inventory II (BDI-II). Hasil penelitian ditemukan adanya hubungan bermakna antara sindroma mata kering terhadap gejala depresi (p = 0,001) dengan hubungan lemah (r = 0,251). Hal ini disebabkan karena sindroma mata kering bersifat kronis sehingga dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Sehingga menyebabkan adanya suatu korelasi negatif antara sindroma mata kering dengan gejala depresi yang muncul. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor lainnya yang dapat mempengaruhi gejlaa depresi yang muncul pada penderita mata kering.

Kata Kunci: sindroma mata kering, OSDI, BDI-II, gejala depresi

ABSTRACT

Dry eye syndrome is acummulation of symptoms in tear film that results in decreased tear production or excessive tear evaporation. This condition does not yet have definite data regarding the number of sufferers in the community, due to the difficulty of making a diagnosis so that treatment is hampered. Depressive symptoms are disorders that show simultaneous feelings of anxiety, confusion and panic. Objectives of this study are to determine the relationship between dry eye syndrome and depressive symptoms in the Bachelor of Medical and Medical Profession Study Program, Faculty of Medicine Udayana University (PSSKPD FK UNUD). The study was conducted at the Faculty of Medicine, Udayana University between January - November 2020. This study was an observational analytic study using a cross-sectional method and used 217 respondents who were selected by consecutive sampling method who filled out the OSDI (Ocular Surface Diseases Index) questionnaire and the BDI- II (Beck's Depression Inventory II). The results showed that there was a significant relationship between dry eye syndrome and depressive symptoms (p = 0.001) and a weak relationship (r = 0.251). This is because dry eye syndrome is chronic, which can reduce a person's quality of life. This results in a negative correlation between dry eye syndrome and symptoms of depression. It is necessary to do further research related to other factors that can affect the symptoms of depression that appear in people with dry eyes.

Keywords: dry eye syndrome, OSDI, BDI-II, depressive symptoms

HUBUNGAN SINDROMA MATA KERING / DRY EYE SYNDROME (DES) DENGAN GEJALA DEPRESI PADA MAHASISWA... Ni Sayu Putu Ayu Widiastuti1), I Wayan Eka Sutyawan2), Ary Andayani3), AAA Sukartini Djelantik4)

PENDAHULUAN

Pada era digitalisasi saat ini, sebagian besar masyarakat menggunakan teknologi digital sebagai sarana penunjang dalam memudahkan kegiatan pada beberapa aspek kehidupan sehari-hari. Penggunaan teknologi digital tidak mengenal batasan usia ataupun golongan tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemanfaatan teknologi digital seperti komputer, laptop serta telepon genggam sudah fasih digunakan. Seperti pemakaian komputer dalam memudahkan suatu pekerjaan, selain itu komputer juga dapat digunakan sebagai sarana berkomunikasi hingga sarana pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan pemanfaatan teknologi digital seperti laptop pada proses pembelajaran oleh mahasiswa dalam masa perkuliahan. Namun, tidak dipungkiri terdapat beberapa hal yang menjadi dampak negatif dalam penggunaan teknologi digital terutama pada aspek kesehatan. Penggunaan laptop, komputer atau telepon genggam secara terus menerus dapat menyebabkan penurunan fungsi organ penglihatan sehingga menjadi suatu sindroma mata kering.

Sindroma mata kering merupakan kumpulan gejala pada lapisan air mata yang mengakibatkan penurunan produksi air mata ataupun penguapan air mata secara berlebihan. Disfungsi ini berawal dari ketidakstabilan lapisan air mata sehingga memicu kerusakan pada permukaan epitel okuler. Keadaan ini bisa tidak disadari oleh penderita, sehingga dapat memicu suatu keadaan yang disebut dengan sindroma mata kering atau dry eye syndrome (DES)1

Gangguan okuler ini belum mempunyai data pasti mengenai berapa jumlah penderitanya di dunia. Sebab, banyak orang yang kurang paham mengenai gejala yang ditimbulkan oleh sindroma visual ini. Teknik sampling berbasis populasi digunakan untuk mengetahui prevalensi penderita dry eye syndrome pada penduduk di Salisbury, Maryland. Dinyatakan 14,6% dari 2520 penduduk lanjut usia, penduduk berumur 65 tahun keatas memilki tanda-tanda dry eye syndrome. Suatu penelitian bernama Beaver Dam Eye Study menyatakan dari 3.722 orang, memiliki prevalensi sebesar 8,4% untuk sampel dengan umur kurang dari 60 tahun. Pada sampel yang berumur lebih dari 80 tahun mempunyai prevalensi sebesar 14,4%. Prevalensi dry eye syndrome mempunyai tingkat prevalensi yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Men’s Health Study mengemukakan prevalensi dry eye syndrome pada laki-laki meningkat 3,9%-7,67% pada usia 50 sampai 54 tahun jika di bandingkan dengan usia 80 tahun keatas. Pada lebih dari 39.000 wanita yang diteliti oleh Women’s Health Study, ditemukan prevalensi menderita dry eye syndrome adalah 5,7% pada wanita berusia kurang dari 50 tahun. Namun, akan meningkat 9,8% pada wanita yang berusia 75 tahun keatas.2

Berdasarkan prevalensi yang telah didapat dari beberapa jurnal tersebut sebagian besar penderita sindroma mata kering merupakan seseorang dengan lanjut usia. Hal ini diakibatkan karena kurangnya kesadaran masyarakat

terhadap gejala yang ditimbulkan oleh sindroma ini. Sehingga terjadi keterlambatan dalam proses pengobatan sindroma mata kering. Dengan demikian, proses penyembuhan kondisi ini akan terhambat dan memperburuk kondisi sindroma mata kering pada penderita. Proses pengobatan yang terhambat dapat menjadi pemicu menurunnya fungsi penglihatan seseorang. Menurunnya fungsi penglihatan dapat mempengaruhi aspek sosial dari individu itu sendiri sehingga menurunkan kualitas hidup seseorang itu sendiri.3

Penurunan kualitas hidup seseorang memicu penurunan produktivitas dari seseorang. Seperti contoh pada mahasiswa, penurunan kualitas hidup yang berdampak pada penurunan produktivitas dapat menghambat proses pengembangan diri. Sehingga menurunkan kualitas kesehatan dari segi psikologi seseorang. Apabila seseorang telah mengalami penurunan kualitas hidup yang mengganggu kesehatan mental dapat menunjukan perasaan cemas, bingung serta panik secara simultan. 4

Kondisi ini dapat tidak disadari dan tidak ditangai dengan tepat dapat menimbulkan gejala depresi. Menurut WHO depresi dibagi menjadi dua yaitu gangguan depresi berulang (Recurrent Depressive Disorder) dan gangguan afektif bipolar (Bipolar Affective Disorder). Berdasarkan pada tingkat keparahannya depresi juga dapat dikategorikan sebagai tingkat ringan, sedang dan berat. Pada perjalanannya depresi merupakan suatu akumulasi daripada interaksi kompleks dari aspek sosial, psikologis serta faktor biologis. Maka dari itu, aspek kesehatan biologis erat kaitannya dengan penderita depresi. 5

Kurangnya faktor kesadaran masyarakat terhadap gejala sindroma mata kering terutama pada usia produktif dapat menurunkan kualitas hidup individu tersebut. Maka dengan demikian, berdasakan latar belakang yang telah dipaparkan peneliti akan melakukan peneilitian mengenai hubungan sindroma mata kering dengan gejala depresi yang dapat diderita pada mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang serta dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada bulan Januari hingga November 2020 dan mendapat izin kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor 522/UN14.2.2.VII.14/LP/2020. Populasi target yaitu seluruh Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 217 responden. Sampel merupakan Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran Dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dipilih menggunakan teknik konsekutif sampling. Variabel bebas berupa sindroma mata kering, jenis kelamin, usia responden serta variabel terikat berupa gejala depresi

HUBUNGAN SINDROMA MATA KERING / DRY EYE SYNDROME (DES) DENGAN GEJALA DEPRESI PADA MAHASISWA...

Instrumen yang digunakan berupa kuesioner online melalui media Google Form yaitu OSDI (Ocular Surface Disease Index) dan BDI-II (Beck’s Depression Inventory II). Kuesioner OSDI terdiri dari 12 buah pertanyaan yang terbagi menjadi 3 subskala mengenai sindroma dan gejala yang dirasakan pasien penyakit mata kering. Total skor adalah 0-100 poin, interpretasi hasil subjek normal (0-12 poin), subjek dengan gejala ringan (13-22 poin), subjek dengan gejala sedang (23-32 poin) serta subjek dengan gejala berat (33-100 poin).6

Sedangkan kuesioner BDI-II terdiri dari 21 buah kategori pernyataan serta dengan pilihan pernyataan yang akan dipilih oleh subjek penelitian. Interpretasi hasil BDI-II diperoleh dari akumulasi jawaban responden pada tiap kategori pernyataan. Hasil interpretasi dikelompokkan menjadi tidak ada gejala (0-9), gejala depresi ringan (1015), gejala depresi sedang (16-23) serta gejala depresi berat (24-63).

Responden yang memenuhi kriteria inklusi terlebih dahulu dimintai membaca dan mengisi informed consent pada kuesioner online sebagai bukti pesertujuan menjadi responden penelitian yang dilanjutkan dengan pengisian kuesioner. Data yang sudah terkumpul dianalisis menggunakan IBM SPSS Statisctic versi 16. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik Responden

Jumlah (n)

Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

76

35,0

Perempuan

141

65,0

Umur

18 Tahun

4

1,8

19 Tahun

28

12,9

20 Tahun

60

27,6

21 Tahun

110

50,6

22 Tahun

14

6,4

23 Tahun

1

0,4

Berdasarkan Tabel 1, distribusi responden berdasarkan jenis kelamin yaitu dari total 217 responden yang didapatkan, terdapat 76 responden berjenis kelamin laki-laki (35,0%) dan sebanyak 141 responden berjenis kelamin perempuan (65,0%). Jumlah dan persentase umur responden terbanyak pada umur 21 tahun dengan 110 responden (50,6%). Sedangkan jumlah dan persentase terkecil yaitu pada usia 23 tahun dengan 1 responden (0,4%).

Tabel 2. Hasil Uji Pearson Chi-square antara Mata

Kering dan Gejala Depresi

Variabel

Signifikansi

Sindroma Mata Kering dan Gejala Depresi

0,001

Keterangan: p < 0,05 apabila terdapat hubungan antara kedua variabel

Hasil uji bivariat Pearson Chi-square antara sindroma mata kering dengan gejala depresi berdasarkan Tabel 2 didapatkan p sebesar 0.001 yang memiliki nilai dibawah nilai alfa (p < 0,05). Berdasarkan uji analisis bivariat tersebut, menunjukan terdapat hubungan signifikan antara sindroma mata kering dengan gejala depresi.

Tabel 3. Hasil Uji Korelasi Spearman’s Rank terhadap Mata Kering dan Gejala Depresi

Variabel

Signifikansi

Koefisien

Korelasi R

Gejala     Mata

Kering   (OSDI

score)

Gejala   Depresi

(BDI-II Score)

0,000

0,251

Keterangan:      p < 0,05 apabila terdapat

hubungan

Sedangkan hasil uji korelasi Spearman’s Rank terhadap gejala mata kering dan gejala depresi (Tabel 3), didapatkan nilai signifikansi (p value) sebesar 0,000 sehingga nilai tersebut berada dibawah nilai α (0,05). Hal ini menunjukan bahwa data yang didapat memiliki hasil yang signifikan. Berdasarkan kekuatan hubungan dicerminkan melalui koefisien korelasi R sebesar 0,251 mengindikasikan hubungan berkekuatan lemah antara mata kering dan gejala depresi.

PEMBAHASAN

Hasil akhir dari penelitian ini berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji hubungan Chi-square didapatkan interpretasi bahwa sindroma mata kering dan gejala depresi memiliki hubungan yang bermakna (p value yaitu 0,001). Sedangkan pada uji korelasi Spearman’s Rank, didapatkan interpretasi sindroma mata kering dan gejala depresi memiliki hubungan yang signifikan dengan p value 0,000 namun kekuatan korelasi lemah (koefisien kolerasi r yaitu 0,251). Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian pada penelitian ini didapatkan hubungan sindroma mata kering dengan gejala depresi pada Mahasiswa ProgramiIIIStudiiIIIISarjana Kedokteran dan Profesi Dokter

Ni Sayu Putu Ayu Widiastuti1), I Wayan Eka Sutyawan2), Ary Andayani3), AAA Sukartini Djelantik4)

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSSKPD FK UNUD).

Pada individu penderita mata kering mengalami kegagalan pada kelenjar air mata serta ketidakstabilan permukaan okuler. Sehingga terjadi aktivasi mediator inflamasi pada sel-sel asinar kelenjar lakrimal. Pada mata kering ditemukan protein AQP-5 mengalami infiltrasi ke dalam permukaan air mata (tear film) akibat adanya proses infiltrasi limfostik kelenjar lakrimal. Terjadi peningkatan interleuikin 1 alfa (IL-1 alfa) dan interleukin 1 beta (IL-1 beta) sehingga meningkatkan aktivitas protease pada epitel konjungtiva. Selain itu terdapat peningkatan interleukin-1 (IL-1) dan interleukin-6 (IL-6) yang menunjukan adanya proses inflamasi pada mata kering. 7

Pada penelitian oleh Labbé dkk 2013 inflamasi pada mata kering yang bersifat kronik serta patofisiologi mata kering dapat mempengaruhi kesehatan termasuk proses kognisi dan kesehatan mental. Hal ini dapat dikaitkan pada penurunan fungsi visual pada seseorang dengan mata kering sehingga menghambat produktivitas sehari-hari dan berdampak pada penurunan kualitas hidup seseorang. Dapat dikatakan bahwa apabila seseorang dengan mata kering mempunyai korelasi negatif terhadap aspek kehidupan. Sebab, semakin besar rasa sakit yang dirasakan seseorang maka semakin turun pula kualitas hidup seseorang.3 Selain itu, apabila mengalami gejala pada permukaan okular dapat mempengaruhi performa aktivitas sehari-hari, kapasitas bekerja serta kesejahteraan emosional seseorang8 dari itu, gejala depresi dapat muncul pada seseorang akibat dari dampak kronis mata kering terhadap komponen kehidupan sehari-hari.3 Hasil dari studi ini yaitu pada uji hubungan antara sindroma mata kering dengan gejala depresi menggunakan analisis kai-kuadrat mendapatkan hubungan yang bermakna (p = 0,001) antara sindroma mata kering dengan gejala depresi.

Studi ini memanfaatkan desain penelitian potong lintang, dengan metode pengambilan sample secara konsekutif sampling, dimana didapat jumlah sampel sebanyak 217 orang responden. Analisis pada studi ini menggunakan analisis chi- square, dimana hasil signifikansi bermakna dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05) menunjukkan sindroma mata kering memiliki hubungan bermakna signifikan terhadap gejala depresi. Sedangkan pada uji kolerasi Spearman’s Rank didapatkan hubungan bermakna (p = 0,000) dengan hubungan yang lemah yaitu R = 0,251.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil menunjukkan adanya suatu hubungan antara sindroma mata kering dengan gejala depresi pada mahasiswa Mahasiswa ProgramiIIIStudiiIIIISarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSSKPD FK UNUD) (p<0,05).

Sindroma mata kering dapat berhubungan dengan gejala depresi dikarenakan terjadi inflamasi yang bersifat kronis sehingga dapat menurunkan produktivitas seseorang serta menurunkan kualitas hidup seseorang. Maka dari itu didapakan korelasi negatif antara gejala mata kering dengan gejala depresi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Wijaya, V dan Elvira. Continuing medical education. Penyakit Mata Kering. [online]. 2018. [diunduh: 25 April 2018]

  • 2.    Coleman, A. Preferred Practice Pattern. Dry eye syndrome.     [online].     2013.     Tersedia     di:

http://ww.aao.org/ppp. [diunduh: 24 April 2018]

  • 3.    Wang, Y., Labbé, A., Jie, Y., Jonas, J., Baudouin, C., dan Xu, L. Dry eye disease, dry eye symptoms and depression: the Beijing Eye Study. British Journal of Ophthalmology, [online] 2013;97(11), pp.1399-1403 [diunduh: 25 April

2018)

  • 4.    Li, M., Gong, L., Sun, X. dan Chapin, W. Assessment of vision-related quality of life in dry eye disease. Investigative Ophthalmology & Visual Science [online] 2012;53(9),      p.      57220.      Tersedia      di:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22836767 [diunduh: 25 April 2018]

  • 5.    World Helath Organization.2018. Depression. [online] [diunduh: 20 April 2018].

  • 6.    Nighojkar, P., Phadatare, S., Singh, K. Momin, M. dan Askarkar, S. A Comprehensive Review on Dry Eye Syndrome [online] 2018(12)[diunduh: 25 April 2018]

  • 7.    Narayanan S., Corrales R., Farley W., McDermott M. dan Pflugfelder S. Interleukin-1 Receptor-1- Deficient Mice Show Attenuated Production of Ocular Surface Inflammatory Cytokines in Experimental Dry Eye. Cornea, [online] 2012;27(7), pp. 811–817[diunduh: 25 April 2018]

  • 8.    Viteri, E., Pouyeh, B., Fabian, JA., Lee, J., Florez, H., Feuer, W., Perez, L. dan Galor A. Impact of Ocular Surface Symptoms on QoL in A United States Veterans Affairs Population. American Journal of Ophthalmology  (AJO) [online] 2012;153:1061–6.

Tersedia                                              di:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22330309/ [diunduh: 25 April 2018]

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i9.P03

14