JMU             ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.2,FEBRUARI, 2022


Jurnal medika udayana        I     I—I DIRECTORY OF

∕                 OPEN ACCESS

∕ IJOURNALS

Diterima: 10-12-2020 Revisi: 06-01-2021 Accepted: 2022-01-16

TINGKAT EFEKTIVITAS DAN KEAMANAN PROSEDUR DESENSITISASI PENISILIN PADA PASIEN SIFILIS : A SYSTEMATIC REVIEW

Seva Ajisma1,x Ix Gusti Ayux Agungx Elisx Indira2, IGAA Dwi Karmila2 ,xA.A.G.Px Wiraguna,x2

  • 1 .Programx Studi x Pendidikan x Dokterx Fakultas x Kedokteran x Universitas x Udayana

  • 2 . Departemen Dermatologi dan Venerologi RSUPx Sanglahx Denpasar e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penisilin masih menjadi pilihan utama untuk terapi sifilis. Namun mulai didapatkan kasus alergi terhadap penisilin, sehingga CDC membuat rekomendasi untuk melaksanakan prosedur desensitisasi penisilin. Belum ada studi yang meninjau tingkat efektivitas dan keamanan dari prosedur ini dalam bentuk systematic review. Dalam tinjauan ini akan dibahas lebih jauh mengenai efektivitas dan keamanan prosedur desensitisasi penisilin pada pasien sifilis. Pencarian dilakukan pada database Wiley Online Librabry, Sciencedirect dan Pubmed dengan mengidentifikasi jurnal yang diterbitkan pada Januari tahun 2015 hingga Januari tahun 2020 yang berfokus pada evaluasi tingkat efektivitas dan keamanan prosedur desensitisasi penisilin pada pasien sifilis. Penyusunan systematic review ini didasarkan pada guideline penulisan systematic review oleh Cochrane Textbook of Systematic Review. Terdapat 6 studi yang digunakan dalam penyusunan tinjauan ini. Partisipan yang terlibat adalah ibu hamil dengan sifilis, ibu hamil dengan sifilis laten, ibu hamil dengan sifilis latent dan sekunder, neuro sifilis dan okular sifilis serta sifilis kardiovaskuler. Seluruh pasien dilaporkan mengalami reaksi alergi terhadap penisilin dan mendapatkan intervensi prosedur desensitisasi. Penelitian dilakukan pada beberapa lokasi yaitu Brazil, Chile, Inggris dan 3 studi dari Amerika Serikat. Terdapat 16 partisipan yang terlibat dengan rentang usia 21-50 tahun. Seluruh studi melaporkan respon yang baik dan tidak menimbulkan komplikasi yang fatal terhadap prosedur desensitisasi. Prosedur desensitisasi terbukti efektif dan cukup aman tanpa menghasilkan efek samping maupun komplikasi yang merugikan. Meskipun demikian prosedur ini memiliki risiko berupa reaksi anafilaksis saat menjalankan prosedur desensitisasi namun hal ini dapat ditangani dan tidak sampai menyebabkan kematian.

Kata Kunci : Sifilis, Alergi Penisilin, Desensitisasi

ABSTRACT

Penicillin is still the main choice for syphilis therapy. However, cases of allergy against penicillin starting to be founded, so the CDC is making recommendations to carry out a penicillin desensitization procedure. There are no studies that have reviewed the effectiveness and safety of this procedure in the form of a systematic review. This review will discuss further the effectiveness and safety of penicillin desensitization procedures in syphilis patients. A search was carried out on the Wiley Online Library, Sciencedirect, and Pubmed databases identifying journals published from January 2015 to January 2020 that focus on evaluating the effectiveness and safety of penicillin desensitization procedures in syphilis patients. The preparation of this systematic review is based on the guideline for writing systematic reviews by the Cochrane Textbook of Systematic Review. There were 6 studies used in the preparation of this review. Participants involved were pregnant women with syphilis, pregnant women with latent syphilis, pregnant women with latent and secondary syphilis, neuro syphilis and ocular syphilis, and cardiovascular syphilis. All patients reported allergic reactions to penicillin and were subject to interventional desensitization procedures. The research was conducted at several locations, namely Brazil, Chile, England, and 3 studies from the United States. There were 16 participants involved with an age range of 21-50 years. All studies reported good response and did not cause fatal complications to the desensitization procedure. The desensitization procedure has been proven to be effective and quite safe without any adverse side effects or complications. Even though this procedure carries the risk of an anaphylactic reaction when carrying out the desensitization procedure, this can be managed and does not lead to death.

Keywords: Syphilis, Penicillin Allergy, Desensitization

  • 1.    PENDAHULUAN

Sifilis merupakan penyakit sistemik yang diakibatkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sifilis ditularkan melalui kontak https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i2.P13

seksual dengan lesi infeksius pada selaput lendir atau kulit yang terkelupas, melalui transfusi darah, atau transplasenta dari ibu hamil ke janinnya. Sifilis dibagi menjadi sifilis stadium dini dan

sifilis stadium lanjut pada dewasa dan kongenital. Sifilis stadium dini terdiri dari sifilis primer, sekunder dan laten dini, lalu sifilis stadium lanjut terdiri dari sifilis tersier (gummatous, sifilis kardiovaskular, neurosifilis) dan sifilis laten lanjut, sedangkan sifilis kongenital terdiri dari sifilis kongenital dini dan sifilis kongenital lanjut. Badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) pertama kali menyebutkan 5,6 juta kasus sifilis terjadi di seluruh dunia dengan tingkat kejadian global 1,5 kasus per 1.000 wanita dan 1,5 per 1.000 pria serta diperkirakan lebih dari 350.000 kehamilan dengan hasil yang buruk akibat sifilis dengan prevalensi tertinggi berada di wilayah Afrika.1

Angka kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan Survey Terpadu Dan Biologis Perilaku (STBP) tahun 2015 oleh Kementrian Kesehatan RI dilaporkan masih cukup tinggi. Pada populasi waria, prevalensi sifilis sebesar 17,39%, WPSL (wanita penjaja seks langsung) sebesar 6,49% , LSL (lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki) sebesar 15,71%, warga binaan lembaga pemasyarakatan 2,16%, pria berisiko tinggi 2,69%, WPSTL (wanita penjaja seks tidak langsung) 2,16% dan penasun (pengguna narkoba suntik) 1,46%.2 Data dari Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Dirjen P2P Kemenkes RI) menyebutkan bahwa terdapat 3.295 perempuan dengan diagnosis sifilis pada kehamilan dari 39.660 perempuan hamil yang melakukan skrining saat antenatal care (ANC) di Indonesia pada tahun 2017.3 Sedangkan di RSUD Mangusada, Badung, Bali didapatkan total kasus sifilis sebesar 35 kasus (10,54%) dengan jumlah kasus baru pada penderita sifilis sebesar 28 kasus (80,00%) (Dewi, 2020). Tidak ada studi yang melaporkan prevalensi maupun insiden kasus sifilis pada kehamilan di provinsi Bali.4

Center for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa antibiotik penisilin G merupakan pilihan obat lini pertama untuk mengobati semua jenis sifilis termasuk pada kehamilan, hal ini sudah dibuktikan berdasarkan hasil observasi dan uji klinis yang telah dilakukan dengan baik. Dosis yang dianjurkan dan lama pengobatan untuk setiap pasien didasarkan pada stadium dan manifestasi klinis penyakit.5 Antibiotik lain seperti seftriakson, doksisiklin, tetrasiklin, azitromisin dan amoksisilin dapat menjadi obat alternatif untuk mengobati sifilis. Beberapa diantaranya dilaporkan memiliki kekurangan serta memiliki efek samping yang tidak aman apabila di konsumsi untuk ibu hamil.6

Terdapat beberapa kasus yang melaporkan adanya reaksi alergi terhadap antibiotik penisilin. Alergi penisilin termasuk kedalam jenis tipe reaksi hipersensitivitas tipe I, dimana tubuh akan mengalami respons alergi yang memicu sensitisasi imunoglobulin E (IgE) sehingga sel mast dan basophil melepaskan mediator proinflamasi yang menyebabkan gejala reaksi seperti urtikaria, angioedema, atau anafilaksis yaitu, obstruksi saluran napas bagian atas, bronkospasme, atau hipotensi. Tingkat keparahannya dapat bervariasi dari reaksi ringan hingga reaksi anafilaksis yang dapat mengancam jiwa.7 Amerika Serikat melaporkan terdapat sekitar 8% -10% kasus alergi penisilin dan dapat lebih tinggi pada orang yang dirawat di rumah sakit.5 Alergi penisilin juga dilaporkan pada

5% - 10% pada wanita hamil.8 Studi yang melaporkan prevalensi alergi penisilin pada negara berkembang masih terbatas.9

CDC merekomendasikan untuk menerapkan prosedur desensitisasi pada pasien yang memiliki hasil positif pada tes uji kulit. Dimana pada dasarnya desensitisasi merupakan proses yang menargetkan sel mast menjadi hipo-responsif terhadap alergen obat dengan memberikan efek toleransi sementara untuk pasien yang hipersensitif terhadap penisilin. Prosedur ini memberikan obat penisilin dengan dosis bertahap hingga mencapai dosis efektif, setelah itu pasien bisa diberikan terapi penisilin yang sesuai. Prosedur desensitisasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dengan ketersediaan alat untuk menangani reaksi anafilatik. Prosedur ini juga dapat dilakukan dengan aman pada kehamilan.10

Meskipun prosedur ini menjadi rekomendasi namun tidak banyak studi yang mengulas mengenai tingkat efektifitas serta keamanan dari prosedur desensitisasi penisilin pada pasien sifilis. Sehingga disini penulis ingin melakukan peninjauan lebih lanjut untuk mengetahui tingkat efektivitas serta keamanan prosedur desensitisasi penisilin terhadap pasien sifilis dengan riwayat alergi penisilin dalam bentuk systematic review.

  • 2.    METODE

    • 2.1 . Kriteria Kelayakan

Systematic review ini ditulis sesuai dengan pedoman professed reporting for syetematic review and meta-analysis (PRISMA) yang melaporkan mengenai evaluasi intervensi. PIO question (population, intervention dan outcome) dari tinjauan ini adalah P pasien sifilis; I mendapatkan intervensi prosedur desensitisasi penisilin; O evaluasi tingkat efektivitas dan keamanan pada prosedur desensitisasi penisilin pada pasien sifilis dengan alergi penisilin.

  • 2.2    Metode Pencarian Literatur

Pencarian dilakukan dengan mengidentifikasi jurnal yang diterbitkan dalam jurnal kedokteran pada bulan januari tahun 2015 hingga bulan januari tahun 2020 yang berfokus pada evaluasi tingkat efektivitas dan keamanan prosedur desensitisasi penisilin. Kriteria inklusi systematic review ini adalah 1) jurnal berbahasa inggris, 2) teks lengkap, 3) pasien terdiagnosis sifilis dan memiliki riwayat alergi penisilin, 4) mendapatkan terapi dengan prosedur desensitisasi penisilin, 5) rentang waktu publikasi jurnal bulan januari tahun 2015 hingga bulan januari tahun 2020. Sementara untuk kriteria ekslusi dari tinjauan ini adalah semua penelitian yang tidak memenuhi kriteria inklusi yang disebutkan sebelumnya, penelitian yang dilakukan pada hewan, dan penelitian yang berasal dari hasil tinjauan. Pencarian literatur dalam penyusunan systematic review dilakukan pada database Wiley Online Librabry, Sciencedirect dan Pubmed. Dalam tinjauan ini, penerapan boolean operator dan kata kunci sebagai berikut: syphilis OR penisilin allergy OR desensitization. Setelah dilakukan penelusuran literatur dengan memanfaatkan boolean operator dilakukan pembatasan terhadap tahun, bahasa, dan topik. Selanjutnya 71

dilakukan perumusan pencarian dan melakukan evalusai terhadap literatur yang diperoleh.

  • 2.3    Seleksi

Pencarian pada database ini menggunakan menggunakan kata kunci syphilis, penisilin allergy, desensitization. Penyaringan jurnal awal dilakukan dengan melihat judul, abstrak dan kata kunci. Jurnal yang tidak dapat diakses dan tidak memenuhi kriteria inklusi secara langsung akan di eksklusi pada tahap ini. Selanjutnya setelah mendapatkan jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi dan PIO question dilakukan penyaringan kembali dengan mengunduh teks lengkap pada jurnal. Jurnal akan ditinjau satu per satu dengan melihat metode, hasil, diskusi serta pembahasan.

  • 2.4    Ekstraksi Data

Metode ekstraksi data dilakukan secara independen dengan meninjau jurnal secara lengkap. Ekstraksi data dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai karakteristik studi. Data direkap dengan menggunakan Ms.Excel. Ekstraksi karakteristik studi dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai penulis utama, tahun publikasi jurnal, desain studi, total partisipan yang terlibat dalam penelitian dan jenis terapi yang diberikan. Telaah kritis atau critical appraisal dilakukan untuk seluruh studi dengan tujuan melihat kualitas jurnal yang akan digunakan dalam penyusunan systematic review. Jenis data yang digunakan dalam tinjauan ini merupakan data kualitatif yang diproleh dengan meninjau tinggkat efektivitas dan keamanan prosedur desensitisasi penisilin pada pasien sifilis dengan riwayat alergi terhadap penisilin.

  • 3.    HASIL

    • 3.1    Seleksi Studi

Pada tahap pencarian awal didapatkan studi sebanyak 168 studi. Tahap selanjutnya dilakukan penyaringan studi berdasarkan judul, abstrak dan kata kunci. Dari 168 studi sebanyak 143 studi tidak akan diproses dan ditinjau kembali karena studi tersebut tidak memenuhi kriteria inklusi serta studi tidak dapat diakses secara menyeluruh. Sebanyak 25 studi yang nantinya akan ditinjau kembali dengan mengunduh studi tersebut kemudian membaca keseluruhan isi teks serta melihat kelayakan dari masing-masing studi tersebut. Tahap akhir didapatkan sebanyak 6 studi yang sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian terdapat 6 studi yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan systematics review ini.

Gambar 1. Bagan Prisma dalam metode penyusunan tinjauan


Tabel 1. Karakteristik Studi Hasil Tinjauan11,12,13,13,15,16


S O U

H U O

Ctf X P ’p

Xp α o ≈ -o

O u

⅛H β CO ’O

⅛ ’p ⅛

H g 3 §

U x -o -0

^ ^

-ScsflS-S

O O Ctf

3 g 3 E

C

g. ^⅛l C

i c 8

ss^s ω g 0

∞ 8 x x

-d ’S Ctf

&

0 5

λ C

⅛∙s⅛

a ⅛ .⅛

≈2∙rt

g M) c 5

0 p s ⅛ ⅛

x 4-* p    8

w .π-H

-S ’S C S

H g CL,P g Xg

Q -S -S δ 3 Q

’S JS I£Il

f t I-3-s S s     ⅛ & a

E S S 0 7^ 3

" s E ⅛ I

5         H

X ctf    O & p M

g,H S -^ r≡∙≡ ⅛g s÷^ ∙χ X     U a p p

QpXXQhOXX

ω τi q ⅛ ^ O S M           ≡ Ctf-O

X ctf        Pq

X 'm .2       ^1 OD

A . M    H    0

to X '^ α3 5 Xl &

3 ,5? § ⅛J2 3 g ⅛      rC - S

Og  QX

∣∣∣^⅛j∙≡

SSSS3sE>>

Q

Q H

'S 0

-c Vl

0 c 'C cn S S Λl O X

Q H

Q H

•c X

•c X

i! a a < ≥ m a S S

tn ≤ I

O ^ ≡

S

⅛ S ⅛

Xd

⅛ S q -

I                    CD

2 w I

⅛‰-B^

8^s⅛⅛⅞ υ s s ‰ o o‰ Q

I

-H (Z) g

a

H Z M

’S

Ii

g rI

Q O

∏ ^ O 'I ⅛≡ i y

P >⅛ OS Q > O

d c S S -S

'S ’C ∙τ⅛ Sh £ w Cij

M ¾

i ⅞⅞ ss§ ⅝ ctf

Q ≡q .g

⅞ -S S   ≥

■S 7 ∙g

⅛ S^  “

•S          §

Q T c⅛ “ O

'co CN

Pn ¾

'0

Q S

3

0 -S

11 i^ ς∙ S X -S S ’a -3 Sgp ss⅛ Q .⅛⅛

IM

«2

O

Z

S

S g

-Q OD

5 β S -S

-Sp

'p - 'E’ s≡-

^ OD O 3 β P ≤ ⅛ 3

Ec

S S ” c

≤-c-S⅛

⅛ 3 sl s

X ’O co

Ctf

J.3 1 s

X co

K

CO

Z

3

S a

rO

(N CN

cz

C

IZi

z

Z

1

S

I

CU

I

U

CLi

Ph

i

a

S

Qh

3

2

r^

O

I-H

CN

O J

U S O X J ® < ∞

I ffl

P

3

U

Ctf

s

p X

•C CD CD

(-H

Ctf ⅛ s p X

< ∞

O a H a <

0 0 g -∏ X O ∞ CS

^p' 0

Q cs

8 CN Ctf' Q

rO r* O -H O O

W CN

i

LZ1

1

X O

U CN

p'

N 00 p ^H S ®


  • 3.2    Hasil Dari Masing-Masing Studi

Jenis studi yang termasuk dalam tinjauan ini merupakan studi laporan kasus sebanyak 5 studi dan studi deskriptif sebanyak 1 studi. Studi penelitian dilakukan pada beberapa lokasi yang berbeda yaitu Brazil, Chile, Inggris serta 3 studi dari lokasi yang sama yaitu Amerika Serikat. Terdapat 16 partisipan yang terlibat dalam total studi ini yaitu 13 pasien wanita hamil, 2 pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan 1 pasien dengan jenis kelamin perempuan namun tidak sedang mengandung, dengan rentang usia dari seluruh studi yaitu 21 tahun sampai dengan 50 tahun. Seluruh pasien dalam studi terdiagnosis sifilis serta terkonfirmasi mengalami rekasi alergi terhadap penisilin dan mendapatkan terapi desensitisasi penisilin. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah ibu hamil dengan sifilis, ibu hamil dengan sifilis laten, ibu hamil dengan sifilis laten dan sekunder, pasien laki-laki dengan neuro sifilis dan pasien laki-laki dengan okular sifilis serta kardiovaskular sifilis. Seluruh pasien dilaporkan mengalami reaksi alergi terhadap antibiotik penisilin dan mendapatkan intervensi prosedur desensitisasi. Dosis dan cara pemberian yang digunakan dalam setiap studi bervariasi, terdapat 2 studi yang menggunakan penisilin 1,296,700 unit dengan rute oral, 1 studi menggunakan benzylpenisilin 2.4 g dengan rute intravena, 1 studi menggunakan penisilin G 24 juta unit dengan rute intravena serta 2 studi lainnya idak menyebutkan dosis dan rute yang digunakan. Setelah dlakukannya prosedur desensitisasi, pasien menerima antibiotik utama yaitu benzatin penisilin G 2.4 juta unit untuk pasien ibu hamil dengan sifilis laten dan sekunder serta neurosifilis dan okularsifilis. Intravitreal seftazidim 2.25 mg/0.1 mL dan seftriakson 2 grams intravena juga diberikan sebagai antibiotik utama pada pasien neuro sifilis dan okular sifilis. Namun terdapat 4 studi yang tidak melaporkan jenis antibiotik utama yang digunakan setelah prosedur desensitisasi.

Sebanyak 3 studi melaporkan adanya tambahan prosedur medis lainnya yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Satu dari tiga studi melaporkan penggunaan terapi epinefrin 0.3 mL (1:1000) intramuskular dan difenhidramin intravena sebagai terapi tambahan saat menjalankan prosedur desensitisasi untuk penanganan reaksi anafilaktik. Satu studi lainnya melaporkan menggunakan terapi tambahan berupa topikal prednisolon asetat 1% dan 40 mg prednison oral untuk mengurangi proses inflasi pada mata, dan studi lainnya melaporkan penggunaan metilprednisolon untuk terapi empiris pada aortitis.

Seluruh studi melaporkan respon yang baik dan tidak ada reaksi maupun komplikasi yang fatal. Pada pasien ibu hamil menunjukkan kondisi janin yang normal, hasil continuous electronic fetal monitoring (CEFM) didapatkan stabil, ultrasonography (USG) pada janin normal, nada jantung janin baseline 130 denyut per menit, variabilitas jantung janin atau fetal heart rate (FHR) dasar sedang, akselerasi 10 x 10 dan tidak ada deselerasi. Ketajaman visual

didapatkan membaik (20/30) pada pasien neuro sifilis dan okular sifilis yang mendapatkan terapi kombinasi desensitisasi penisilin dan seftriakson. Pada pasien dengan kardiovascular sifilis didapatkan hasil histologi dari eksisi katup aorta menunjukkan tidak ditemukannya bukti histopatologi endokarditis, Polymerase chain reaction (PCR) Treponema pallidum dari jaringan katup didapatkan negatif, rapid plasma reagin serum (RPR) turun menjadi 1: 128 pada bulan ke-1, kemudian 1:64 pada bulan ke-6. Studi lainnya mendaptkan hasil edema diskus optik stabil, sel-sel baru dengan jejak flare di ruang anterior, dan iris bulat reaktif tanpa gejala iritis lainnya. Pemeriksaan mata lainnya normal, serum RPR tidak reaktif dimana hasil ini mengkonfirmasikan pengobatan yang berhasil.

  • 4.    PEMBAHASAN

    • 4.1    Ringkasan Bukti

Desensitisasi obat diindikasikan pada keadaan dimana obat tersebut tidak dapat tergantikan dan memiliki tingkat keuntungan yang lebih besar dari tingkat kerugian dari obat tersebut. Desensitisasi dapat dilakukan jika suatu obat dinilai lebih efektif dibandingkan obat alternatif dan obat tersebut memiliki mekanisme kerja yang khas.17,18 Seperti pada kasus sifilis dimana penisilin merupakan terapi lini pertama pada semua jenis sifilis yaitu sifilis primer, sekunder, laten dini, sifilis tersier (gummatous, sifilis kardio-vaskular, neurosifilis), sifilis laten lanjut, sifilis kongenital dini dan sifilis kongenital lanjut.1 Maka dari itu prosedur desensitisasi penilisin menjadi rekomendasi terapi utama dan lebih efektif untuk pasien yang memiliki reaksi alergi terhadap penisilin terutama pada pasien dengan neurosifilis, sifilis kongenital, atau sifilis pada wanita hamil. Hal ini mendukung hasil studi dari Fica et al dan 5 peneliti lainnya yang melaporkan bahwa prosedur desensitisasi terbukti cukup aman dan efektif tanpa menghasilkan efek samping maupun komplikasi yang merugikan termasuk pada pasien sifilis dengan kehamilan.11,12,13,14,15,16 Kontraindikasi dari prosedur ini yaitu pasien dengan riwayat reaksi alergi obat yang parah dan mengancam jiwa, vaskulitits, sindrom Stevens-Johnson (SSJ) atau toxic epidermal necrolysis (TEN), dan sindrom hipersensitivitas obat.17

Uji kulit (skin test) harus dilakukan sebelum prosedur desensitisasi dimulai, hal ini bertujuan untuk memastikan pasien memiliki reaksi hipersensitivitas terhadap penisilin. Uji kulit merupakan diagnostic test yang valid dilakukan untuk mendiagnosis adanya reaksi hipersensitivitas terhadapt penisilin yang dimediasi oleh IgE. Tes terdiri dari uji tusuk kulit dan intradermal dengan determinan mayor (penicilloyl-polylysine), determinan minor (penisilin G), kontrol negatif (normal salin), dan positif kontrol (histamin). Pasien dengan riwayat reaksi parah yang dimediasi non-IgE terhadap penisilin merupakan kontraindikasi pengujian kulit untuk alergi penisilin. Jika hasil tes kulit negatif maka pasien masih dapat menerima terapi penisilin konvensional. Namun jika positif maka pasien harus menjalankan prosedur desensitisasi sebelum diberikan terapi utama atau bisa diberikan antibiotik alternatif lainnya.19,20

Prosedur desensitisasi biasanya dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 4-12 jam, setelah itu dosis pertama penisilin dapat diberikan dimana pilihan obat serta rute dapat di modifikasi

berdasarkan gejala individu.5 Desensitisasi penisilin secara oral ataupun intravena dilaporkan mampu memberikan efek yang serupa dan signifikan dalam membantu meningkatkan kesembuhan pasien yang lergi terhadap penisilin.7 Seperti pada studi yang dilaporkan oleh Dallédkk dan Dietze menggunakan rute yang berbeda tetapi menunjukkan hasil yang serupa.12,16 Namun dibandingkan dengan rute intravena, rute oral dianggap lebih mudah, aman dan terjangkau untuk dilakukan.5 Berikut merupakan tabel protokol desensitisasi oral dan intravena:

Tabel 2. Protokol desensitisasi penisilin oral5

*Catatan : Interval antara dosis adalah 15-30 menit, dengan total waktu 4-8 jam. Pengamatan sebelum dosis terapeutik parenteral penuh adalah 30 menit. Setiap dosis diencerkan dalam 30 mL air sebelum pemberian oral. Dosis kumulatif, 1,3 juta unit.

Tabel 3. Protokol desensitisasi penisilin intravena 21

Dosis suspensi penisilin V

Jumlah (unit/mL)

mL

Unit

Dosis kumulatif (unit)

1

1,000

0.1

100

100

2

1,000

0.2

200

300

3

1,000

0.4

400

700

4

1,000

0.8

800

1,500

5

1,000

1.6

1,600

3,100

6

1,000

3.2

3,200

6,300

7

1,000

6.4

6,400

12,700

8

10,000

1.2

12,000

24,700

9

10,000

2.4

24,000

48,700

10

10,000

4.8

48,000

96,700

11

80,000

1.0

80,000

176,700

12

80,000

2.0

160,000

336,700

13

80,000

4.0

320,000

656,700

14

80,000

8.0

640,000

1,296,700

Nomor Dosis

Konsentrasi Penisilin (mg/mL)x

Dosis Kecepatan Infus (mL/jam) x

Dosis (mg) x

Dosis kumulatif (mg)x

1x

0,01x

6x

0,015x

0,015 x

2x

0,01x

12 x

0.03x

0,045 x

3x

0,01x

24 x

0,06x

0,105 x

4x

0,01x

50 x

0,125x

0,23x

5x

0,1 x

10 x

0,25x

0,48x

6x

0,1 x

20 x

0,5 x

1,0 x

7x

0,1 x

40 x

1,0 x

2,0 x

8x

0,1 x

80 x

2,0 x

4,0 x

9x

0,1 x

160 x

4.0 x

8,0 x

10 x

10,0x

3x

7.5 x

15,0x

11 x

10,0x

6x

15.0x

30,0x

12 x

10,0x

12 x

30.0x

60,0x

13 x

10,0x

25 x

62.5x

123,0 x

14 x

10,0x

50 x

125.0x

250,0 x

15 x

10,0x

100 x

250.0x

500,0 x

16 x

10,0x

200 x

500,0 x

1000,0 x

*Catatan : Pemberian intravena diberikan melalui pompa infus kontinyu. Interval antara dosis adalah 15 menit, dengan total waktu 4-8 jam. Pengamatan sebelum dosis terapeutik penuh adalah 30 menit.

Prosedur desensitisasi dapat dikombinasikan dengan terapi tambahan lainnya dan mampu menghasilkan luaran yang baik pada pasien sifilis dengan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Hal ini mendukung hasil studi dari Chadwick dkk dan Sood dkk yang menambahkan obat dengan golongan kortikosteroid dan antibiotik sefalosporin (prednisolon asetat, prednison, metilprednisolon dan seftriakson) serta Wu dkk yang menambahkan obat dengan golongan agonis alfa beta adrenergik (epinefrin) dan antihistamin (difenhidramin).11,14,15

Risiko berupa reaksi anafilaktik sampai kematian dapat terjadi saat menjalankan prosedur desensitisasi penisilin sehingga memerlukan perangkat medis darurat khusus dan obat-obatan untuk terapi penyelamatan.17 Seperti hasil studi yang dialporkan Wu dkk terdapat 1 pasien wanita hamil dengan diagnosis sifilis yang mengalami reaksi anafilaksis pada saat menjalankan prosedur desensitisasi.11 Berdasarkan mekanisme hipotetis dari desensitisasi obat yang cepat, hal ini dapat terjadi jika dosis obat yang diberikan menginduksi lebih banyak penghambatan sel dan meningkatkan ambang batas reaksi anafilaksis.17 Pemantauan dan penanganan ketat di ICU diperlukan pada pasien hamil yang menjalani desensitisasi jika timbul reaksi anafilaksis. Wu dkk melaporkan penggunaan epinefrin dan difenhidramin untuk penanganan reaksi anafilaktik yang timbul.11 Epinefrin dianggap dapat menurunkan aliran darah uterus dengan meningkatkan resistensi vaskular uterus, namun efek keseluruhan epinefrin meningkatkan perfusi uteroplasenta dengan meningkatkan resistensi sistemik vaskular, tekanan darah, dan curah jantung. Epinefrin intramuskular (IM) yang diinjeksikan ke paha luar tengah merupakan pengobatan lini pertama untuk anafilaksis tanpa memandang status kehamilan. Namun Epinefrin intravena (IV) direkomendasikan untuk pasien yang tidak merespon suntikan epinefrin IM dan dengan gejala atau risiko tinggi kolaps kardiovaskular.22 Tidak terdapat studi dilaporkan yang menunjukkan efek langsung epinefrin IM pada janin untuk penanganan reaksi anafilaksis selama prosedur desensitisasi.

Studi meta analisis telah membandingkan tingkat keefektivitasan antibiotik seftriakson, doksisiklin dan tetrasiklin sebagai obat alternatif lain untuk paisen sifilis yang memiliki reaksi hipersensitivitas terhadap penisilin. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan antibiotik mana yang merupakan pengganti penisilin yang lebih baik dan lebih efektif. Studi ini menyimpulkan bahwa seftriakson setara dan sama efektifnya dengan penisilin untuk mengobati sifilis dini dalam hal tingkat respons serologis dan tingkat kegagalan pengobatan. Dibandingkan dengan doksisiklin atau tetrasiklin, seftriakson lebih cocok digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan sifilis dini. Jika pasien diberikan doksisiklin atau tetasiklin, tindak lanjut yang cermat harus dilakukan, sehingga kegagalan pengobatan dapat diidentifikasi lebih awal. Seperti penisilin, seftriakson membutuhkan pemberian parenteral, yang dapat meningkatkan derajat kepatuhan pasien, tetapi seftriakson dikatakan mahal dan pemberiannya dapat membawa risiko sensitivitas silang dengan penisilin. Oleh karena itu, uji kulit harus dilakukan sebelum

pemberiannya.23 Terdapat studi meta analisi lain yang membandingkan tingkat efektivitas anatara penisilin dengan azitromisin. Li menyimpulkan bahwa azitromisin memiliki tinggkat keefektifitasan yang serupa dengan penisilin, hal ini diperkuat dengan tidak adanya bukti dalam literatur bahwa azitromisin kurang efektif dibandingkan penisilin untuk mengobati sifilis. Maka dari itu azitromisin juga dapat menjadi obat alternatif yang efektif selain seftriakson.24

Pada kehamilan azitromisin tidak direkomendasikan untuk digunakan karena kegagalan pengobatan pada janin telah dilaporkan. Selain itu tetrasiklin merupakan kontraindikasi selama kehamilan.5 Hasil penelitian Katanami et al, 2017 melaporkan amoksisilin yang dikombinasikan dengan probenesid berhasil mencegah sifilis pada janin. Probenesid dapat melewati penghalang plasenta, namun penggunaan probenesid dalam kehamilan harus mengikuti pertimbangan yang tepat untuk mengantisipasi kemungkinan adanya bahaya. Probenesid diresepkan untuk meningkatkan kadar penisilin serum sehingga lebih efektif dalam mengobati infeksi bakteri. Selain itu seftriakson juga dilaporkan dapat menjadi obat alternatif pada pasien ibu hamil dengan sifilis yang tidak dapat mentolerir pemberian penisilin. Namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang mengevaluasi keefektivitadan amoksisilin dan seftriakson pada pasien ibu hamil dengan sifilis.25,26,27

  • 4.2    Keterbatasan

Dalam penyusunan systematic review ini terdapat keterbatasan berupa jumlah studi yang sangat tertabatas sehingga hasil pada laporan tinjauan ini tidak dapat di generalkan.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Prosedur desensitisasi penilisin dapat menjadi rekomendasi terapi utama untuk pasien yang memiliki reaksi alergi terhadap penisilin karena terbukti efektif dan cukup aman terutama pada pasien dengan neurosifilis, sifilis kongenital, atau sifilis pada wanita hamil tanpa menghasilkan efek samping maupun komplikasi yang merugikan. Meskipun demikian prosedur ini memiliki risiko berupa reaksi anafilaksis saat menjalankan prosedur desensitisasi namun hal ini dapat ditangani dan tidak sampai menyebabkan kematian.

Kedepannya diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan penelitian secara spesifik mengenai efektivitas dan keamanan prosedur desensitisasi penisilin pada pasien sifilis dengan riwayat alergi terhadap penisilin dengan jumlah sampel penelitian yang lebih besar terutama pada RSUP Sanglah Denpasar maupun RSPTN Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    World Health Organizationx. WHO guidelines for the treatment of Treponema pallidum (syphilis)x.2016.

  • 2.    Johan Kusumo. xSurvei Terpadu Biologis Dan Perilaku 1 Tujuan Menentukan kecenderungan prevalensi HIV, xSifilis, Gonore, dan Klamidia di antara Populasi Paling Berisiko di beberapa kota di Indonesiax. 2015. x [online] tersedia di https://docplayer.info/52325673-Survei-terpadu-biologis-dan-perilaku.html diakses pada 28 oktober 2020. x

  • 3.    Peraturan  xMenteri  Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 52 Tahun 2017. Tentang Eliminasi Human Immunodeficiency Virus, Sifilis, dan Hepatitis B dari Ibu ke Anakx. 2017.

  • 4.    Silayukti AA, Dewi KI. xGambaran prevalensi penderita sifilis laten, sekunder, dan primer pada pasien Infeksi Menular Seksual (IMS) di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Mangusada, Badung, Bali periodex 2017–2018.

  • 5.  Workowskixx KA, xxBolanxxxGA. xSexually transmitted

diseases treatment  guidelinesx,  2015. MMWR.

Recommendations and reports: Morbidity and mortality weekly report. Recommendations and reportsx. 2015 Jun 5;64(RR-03):1. x

  • 6.    Okeke NL, Clement ME,    Hicksxx   CB.

Treatmentxxofxxsyphilis: axsystematic reviewx. Jama.x2014 Novx12;312(18):1905-17. x

  • 7.  PhamxxMN,xxH xx   HE,   xxDesaixx   M.    xPenicillin

desensitization: treatment of syphilis in pregnancy in penicillin-allergic patients. Annals of Allergy, Asthma & Immunologyx. 2017 May 1;118(5):537-41. x

  • 8.    WorldxHealth   Organizationx. WHOxguideline onx

syphilis xscreening and treatment xfor pregnant womenx. 2017. x

  • 9.  Sánchez-BorgesxM,   Jares EJ, Cardona-VillaxR,

EnsinaxLF, Arias-CruzxA, Gómez M, BarayazarraxS, BernsteinxJA, SerranoxCD, CuelloxMN, Morfin-Maciel BM. Multinational experiencexwith hypersensitivity

drug reactions in Latin America. Annals of Allergy, Asthma & Immunologyx. 2014 Sep 1;113(3):282-9. x

  • 10.    Shenoy ES, xMacy E, Rowe T, xBlumenthal KG. Evaluation and management of penicillin allergyx: xa review. xJama. x2019 Jan 15;321(2):188-99. x

  • 11.    Michaud C, Wu SS, Abraham T, xPeppers B, Ward A, xBuchner SE, xTeba CV, xTcheurekdjian H, xHostofferxR, xJhaveri D. xxFetalxresponse to intramuscularxepinephrinex forx   anaphylaxis during maternal penicillin

desensitization for secondary xsyphilis. xThe Journal of xMaternal-Fetal & Neonatal xMedicine. 2017 Aug

18;31(16):2223-5x. x

  • 12.    DalléxJ,  RamosxMC,  Jimenez MF, Escobar FG,

Antonellox VS. xOral xDesensitization to Penicillin for the xTreatment of xPregnant Women xwith xSyphilis: xA Successful Program. Revista Brasileira de Ginecologia e Obstetríciax. 2017 Jan;40(1):43-6. x

  • 13.    Fica A, Muñoz D, Rojas T, Sanzana C, Muñoz C. xPenicillin xdesensitization xinx allergic pregnant womenx withxsyphilis. Report of two cases. Revista Medica xde Chilex. 2020 Mar 1;148(3):344-8. x

  • 14.    Soodx AB, xPearce WA, xWorkowski KA, LockwoodxJ, YehxS. xxCombinedx intravitreal and systemicxantibiotic therapy in a patient with syphilitic xuveitis. Ocular immunology and inflammationx. 2017 Jan 2;27(1):131-3. x

  • 15.    ChadwickxJA, MacNabxA, SarmaxJ, RayxS, KadirxI, MuldoonxEG.                   xSecondaryxsyphilis

presentingxwithxaortitisxandxcoronaryxostial

occlusion. xSexually Transmitted Infections. 2015 Mar 1;92(2):108-9. X

  • 16.    DietzexJ, HavensxS.  xSyphilis-Related Eye Disease

Presenting as Bilateral Papilledema, Retinal Nerve Fiber Layer Hemorrhage, and Anterior Uveitis in a Penicillin-Allergic Patientx. Case Reports in Infectious Diseases. 2018 Feb 18;2018.x

  • 17.    Giavina-BianchixP,    xAunxMV,    xGalvãoxVR,

CastellsxM.   xRapid   xxdesensitization   inximmediate

hypersensitivity reaction to drugs  x.   Current

TreatmentxxOptionsxx in Allergy. 2015 Sep 1;2(3):268-85. x

  • 18.    CastellanixxLR, GoldxxWL, MacFaddenxxDR. x A 25-year-oldxxwomanxx reporting anxx allergy to penicillin x. CMAJ. 2015 Oct 6;187(14):1065-6.

  • 19.    Gonzalez-EstradaxxA, Radojicicxx C. x Penicillin allergy: axxpracticalxxguide for clinicians. Cleve Clin J Med. 2015 May 1;82(5):295-300. x

  • 20.    CastellsxxM, KhanxxDA, PhillipsxxEJ. x Penicillin allergy. Ne xx Englandxx Journal of Medicine. 2019  Dec

12;381(24):2338-51. x

  • 21.    Chastainxx DB, Hutzleyxx VJ, Parekh J, xxAlegro JV. AntimicrobialxxDesensitization:   x A Review of

PublishedxxProtocols. Pharmacy. 2019 Sep;7(3):112. x

  • 22.    Powrie RO. x Anaphylactic shock in pregnancy. Critical care obstetrics. 2018 Oct 25:641-51. X

  • 23.    LiuxxHY, HanxxY, ChenxxXS, xxBaixxL, GuoxxSP, Li L, WuxxP, YinxxYP.  xComparisonxxof efficacyxxof  treatmentsxx for

xxearlyxxsyphilis: xxA systematic review andxxx xnetwork metaanalysis of   randomizedxcontrolled   trials and

xobservational studies. PloS   one.   2017 Jun

28;12(6):e0180001.

  • 24.    LixxY,   JiangxxG.   Azithromycinxxvsxx   penicillin G

benzathinexxfor  early syphilis:  xAxxmetaanalysis  of

randomizedxxcontrolled trials. xxDermatologic Therapy. 2020 Aug 26:e14025. x

  • 25.    Katanamixx Y, xxHashimotoxxT, TakayaxxS, Yamamotoxx K, xxKutsunaxxS, xxTakeshita xxN, Hayakawaxx K, xxKanagawaxxS, xxOhmagarixx N.  xAmoxicillin  an xx ceftriaxonexx asxx

treatment alternatives to xpenicillin for maternal syphilis. Emergingxx infectiousxx diseases. 2017 May;23(5):827. x

  • 26.    Bookstaverxx PB, xxBlandxxCM, xxGriffinxxB, xxStover KR, xxEilandxxLS, xxMcLaughlinxxM. xxxA review of antibioticxxuse inxpregnancy. xxPharmacotherapy: The Journal of Human Pharmacology and Drug    Therapyx.    2015

Nov;35(11):1052-62. x

  • 27.    NishijimaxxT, xxKawanaxxK, xxFukasawax I, xxIshikawaxxN, xxTaylorxxMM, xxMikamoxxH, xxKatoxxK, xxKitawakixxJ, xxFujiixxT, xxCommitte xxWS,   of   ObstetricsxxJS.   Effectiveness

andxxTolerability                                       of

OralxxAmoxicilli xxinxxPregnantxxvWomenxxwith      Active

Syphilis,      xJapan,      2010–2018.      Emerging

InfectiousxxDiseases. 2020 Jun;26(6):1192. x

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i2.P13

77