PREVALENSI DAN POLA KEPEKAAN MULTIDRUG RESISTANCE Pseudomonas aeruginosa TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PASIEN PNEUMONIA DI RSUP SANGLAH
on

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.12,DESEMBER, 2021

Diterima: 2020-12-05 Revisi: 2021-06-30 Accepted: 15-12-2021
PREVALENSI DAN POLA KEPEKAAN MULTIDRUG RESISTANCE Pseudomonas aeruginosa TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PASIEN PNEUMONIA DI RSUP SANGLAH
I Putu Gede Septiawan Saputra1, Ida Sri Iswari2, Komang Januartha Putra Pinatih2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 2Departemen/KSM Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana/RSUP Sanglah Email: septiawansaputra@student.unud.ac.id
ABSTRAK
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi, termasuk di Indonesia. Salah satu bakteri Gram negatif yang paling sering menyebabkan pneumonia adalah Pseudomonas aeruginosa. Kejadian multidrug resistance Pseudomonas aeruginosa (MDRPA) meningkat yang menimbulkan dampak signifikan bagi pasien pneumonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan pola kepekaan MDRPA terhadap antibiotika pada pasien pneumonia di RSUP Sanglah. Metode penelitian ini adalah deskriptif observasional yang dilakukan di RSUP Sanglah. Sampel penelitian berasal dari sputum pasien pneumonia di RSUP Sanglah periode Januari 2019 – Desember 2019. Data diambil secara retrospektif dari register Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah. Prevalensi MDRPA mencapai 36.6%, dengan rerata usia pasien terinfeksi MDRPA adalah 54,53±14,46 tahun. Mayoritas pasien pneumonia dengan infeksi MDRPA berjenis kelamin laki – laki (66,7%) dengan diagnosis klinis yang paling sering adalah VAP (33,3). Asal ruang perawatan pasien tersering adalah Ruang Rawat Intensif Dewasa (46,7%). Hasil pemeriksaan kepekaan antibiotika menunjukkan, bakteri MDRPA memiliki kepekaan terbaik dengan antibiotika Amikacin (73,3%), Cefepime (53,3%), dan Gentamicin (46,7%).
Kata kunci : Pseudomonas aeruginosa, multidrug resistance, pneumonia
ABSTRACT
Pneumonia is serious health problems in the world with high mortality and morbidity rates, including in Indonesia. One of the Gram-negative bacteria that most often causes pneumonia is Pseudomonas aeruginosa. The incidence of multidrug resistance Pseudomonas aeruginosa (MDRPA) is increasing which has a significant impact on pneumonia patients. This study aims is to determine the prevalence and antibiotics sensitivity patterns of MDRPA in pneumonia patients at Sanglah General Hospital. This research method is a descriptive observational study, conducted at Sanglah General Hospital. The research samples were sputum of pneumonia patients at Sanglah General Hospital from January - December 2019. Data were taken retrospectively from Clinical Microbiology Laboratory registry at Sanglah General Hospital. The prevalence of MDRPA reached 36.6%, with the mean age of patients infected with MDRPA was 54.53 ± 14.46 years. The majority of pneumonia patients with MDRPA infection were male (66.7%) with the most frequent clinical diagnosis being VAP (33.3). Most of the patient came from Intensive Care Unit (46.7%). The results of the antibiotic sensitivity examination showed that MDRPA bacteria had the best sensitivity to Amikacin (73.3%), Cefepime (53.3%), and Gentamicin (46.7%).
Keywords : Pseudomonas aeruginosa, multidrug resistance, pneumonia
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia. Data epidemiologi menunjukkan pada tahun 2015, tercatat 56,4 juta kasus pneumonia, dengan mortalitas mencapai 3,2 juta jiwa. Insiden pneumonia di Eropa tercatat sebesar 1,071,2 kasus per 1000 penduduk per tahun, lebih rendah dibanding insiden di Asia yang mencapai 16,9 kasus per 1000 penduduk per tahun.1 Sementara itu, berdasarkan Riskesdas tahun 2018, prevalensi pneumonia di Indonesia mencapai 4%. Lebih lanjut, prevalensi pneumonia di Provinsi Bali sedikit lebih rendah yaitu 3,5%.2
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif yang sering menyebabkan pneumonia tertinggi di dunia.3 Pseudomonas aeruginosa memiliki kemampuan membentuk resistensi terhadap beberapa jenis antibiotika spektrum luas. Salah satu strain bakteri ini yang resisten terhadap beberapa jenis antibiotik dikenal sebagai Multidrug Resistance Pseudomonas aeruginosa (MDRPA).3 Belakangan ini terjadi peningkatan resistensi Pseudomonas aeruginosa sebanyak 12%-36%.4 Mortalitas pasien pneumonia yang terinfeksi Pseudomonas aeruginosa mencapai 13,5% dan meningkat menjadi 35,8% pada MDR Pseudomonas aeruginosa.5 Efektivitas terapi pada pasien pneumonia oleh MDRPA juga semakin menurun akibat
tingginya angka resistensi pada antibiotika utama seperti golongan beta-laktam, florokuinolon, dan aminoglikosida.6 Pendekatan terapi dengan deteksi awal terhadap resistensi yang muncul merupakan salah satu solusi permasalahan ini.4
Namun sejauh ini, data prevalensi dan pola kepekaan multidrug resistance Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotika pada pasien pneumonia belum tersedia secara menyeluruh. Padahal data ini sangat diperlukan sebagai bahan penunjang dalam menentukan terapi yang diberikan. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan pola kepekaan multidrug resistance Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotika pada pasien pneumonia di RSUP Sanglah.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain potong lintang. Sampel berasal dari isolat Pseudomonas aeruginosa yang diisolasi dari sputum pasien pneumonia dan diidentifikasi menggunakan mesin VITEK 2 Compact periode Januari – Desember 2019 di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus perhitungan sampel penelitian potong lintang dan didapatkan jumlah minimal sampel pada penelitian ini adalah sejumlah 42 sampel yang diambil secara retrospektif dengan teknik purposive sampling. Isolat dikategorisasikan sebagai MDR apabila telah resisten terhadap 3 atau lebih obat antipseudomonas yang meliputi golongan florokuinolon, karbapenem, aminoglikosida, dan penisilin/sefalosporin.3 Data dianalisis menggunakan analisis kuantitatif secara univariat dan bivariat menggunakan perangkat lunak uji statistik pada komputer. Analisis bivariat menggunakan uji Independent T-Test dan chi-square. Nilai p dianggap signifikan bila <0,05. Penelitian ini sudah disetujui dan laik etik dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran, Universitas Udayan dengan nomor 68/UN14.2.2.VII.14/LP/2020.
Total pasien pneumonia oleh Pseudomonas aeruginosa yang tercatat di register Laboratorium Mikrobiologi RSUP Sanglah periode Januari – Desember 2019 yang berhasil dikumpulkan pada penelitian ini adalah sebanyak 41 sampel. Dari hasil tersebut didapatkan prevalensi bakteri MDR Pseudomonas aeruginosa sebanyak 36,6% (15 pasien), sedangkan bakteri Non-MDR Pseudomonas aeruginosa didapatkan sebesar 63,4% (26 pasien).
Berdasarkan usia didapatkan rata-rata usia pasien di kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa adalah 54,53+ 14,46 tahun, sedangkan pada kelompok Non-MDR
rata-rata usia pasien adalah 53,42±22,79 tahun dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,866). Kemudian, berdasarkan jenis kelamin pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa ditemukan 10 pasien (66,7%) berjenis kelamin laki-laki dan 5 pasien (33,3%) berjenis kelamin perempuan. Sedangkan pada kelompok Non-MDR Pseudomonas aeruginosa terdapat 15 pasien (57,7%) berjenis kelamin laki-laki dan 11 pasien (42.3%) berjenis kelamin perempuan. Hasil ini tidak berbeda secara signifikan (p=0,570) (Tabel 1).
Berdasarkan diagnosis klinis, pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa, ditemukan masing-masing 5 pasien (33,3%) dengan diagnosis klinis pneumonia dan VAP, diikuti dengan 3 pasien (20,0%) HAP dan 2 pasien (13,3%) CAP. Hal yang sama juga diamati pada kelompok Non-MDR Pseudomonas aeruginosa dimana didominasi oleh pasien dengan diagnosis klinis pneumonia sebanyak 15 pasien (57,7%), diikuti oleh 5 pasien (19,2%) VAP, 4 pasien (15,4%) HAP, dan 2 pasien (7,7%) CAP. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara MDR maupun Non-MDR (p=0,241) (Tabel 1).
Spesimen dalam penelitian ini berasal dari dua jenis yaitu sputum dan sputum selang (termasuk sputum ETT). Pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa, mayoritas spesimen berasal dari sputum (66,7%), sedangkan sisanya 5 pasien (33,3%) spesimennya berasal dari sputum selang. Hal yang berkebalikan ditemukan pada kelompok Non-MDR Pseudomonas aeruginosa, dimana didapatkan mayoritas spesimen berasal dari sputum selang (15 pasien/57,7%), dan sisa 11 (42,3%) pasien berasal dari spesimen sputum. Namun kedua hasil ini tidak berbeda secara signifikan (p=0,133) (Tabel 1).
Tabel 1 Karakteristik Dasar Sampel
Variabel |
MDR |
Non-MDR |
Nilai |
(n=15) |
(n=26) |
p | |
Usia (Rerata+ SB) Jenis Kelamin n (%) |
54,53±14,46 |
53,42±22,79 |
0,866 |
0,570 | |||
Laki-laki |
10 (66,7%) |
15 (57,7%) | |
Perempuan Diagnosia Klinis n (%) |
5 (33,3%) |
11 (42,3%) | |
Pneumonia |
5 (33,3%) |
15 (57,7%) |
0,241 |
VAP |
5 (33,3%) |
5 (19,2%) | |
HAP |
3 (20,0%) |
4 (15,4%) | |
CAP |
2 (13,3%) |
2 (7,7%) | |
Jenis | |||
Spesimen n (%) |
0,133 | ||
Sputum Selang |
5 (33,3%) |
15 (57,7%) | |
Sputum Asal |
10 (66,7%) |
11 (42,3%) |
0,975 |
Ruangan n (%)
ICU |
7 (46,7%) |
10 (38,5%) |
IRD |
4 (26,7%) |
8 (30,8%) |
IRNA |
4 (26,7%) |
5 (19,2%) |
NICU |
0 (0,0%) |
1 (3,8%) |
PICU |
0 (0,0%) |
1 (3,8%) |
Lainnya |
0 (0,0%) |
1 (3,8%) |
Berdasarkan jenis ruangan, pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa, mayoritas pasien (46.7%) berasal dari ruang ICU, diikuti 4 pasien (26.7%) dari ruang IRD, dan 4 pasien (26.7%) dari ruang IRNA. Tidak terdapat pasien yang berasal dari NICU dan PICU, maupun pasien rujukan. Sama seperti kelompok sebelumnya, pada kelompok Non-MDR Pseudomonas aeruginosa mayoritas berasal dari Ruang ICU (10 pasien/38,5%), diikuti oleh pasien dari ruang IRD sebanyak 8 pasien (30,8%), pasien ruang IRNA sebanyak 5 pasien (19,2%), serta pasien dari NICU dan PICU masing-masing 1 pasien (3,8%), dan 1 pasien (3,8%) rujukan dari RSUD Wangaya, Denpasar. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara kelompok MDR dan Non-MDR (p=0,975) (Tabel 1).
Hasil pemeriksaan kepekaan antibiotika
Piperacilin/Tazobactam terhadap sampel pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa hanya 3 sampel (20%) yang sensitif terhadap Piperacillin/Tazobactam. Pada kelompok Non-MDR, seluruh sampel (100%) sensitif terhadap
Piperacillin/Tazobactam. Hasil pemeriksaan sensitivitas antibiotika Cefazolin terhadap sampel pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa tidak ada sampel (0%) pada kelompok MDR maupun kelompok Non-MDR Pseudomonas aeruginosa bersifat sensitif terhadap Cefazolin (Gambar 1).
Hasil pemeriksaan sensitivitas antibiotika Ceftazidime terhadap sampel pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa proporsi jumlah sampel yang bersifat sensitif sejumlah 5 sampel (33,3%). Sedangkan pada kelompok Non-MDR, sebanyak 25 sampel (96.2%) sensitif terhadap Ceftazidime. Hasil pemeriksaan sensitivitas antibiotika Cefepime terhadap sampel pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa, sebanyak 8 sampel (53%) bersifat sensitif. Sedangkan pada kelompok Non-MDR seluruh sampel (100%) sensitif terhadap Cefepime (Gambar 1).
Hasil pemeriksaan sensitivitas antibiotika Aztreonam terhadap sampel pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa, sebanyak 3 sampel (20%) https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V10.i12.P15
bersifat sensitif. Sedangkan pada kelompok Non-MDR, sebanyak 15 sampel (57,7%) sensitif terhadap Aztreonam. Hasil pemeriksaan sensitivitas antibiotika Meropenem terhadap sampel pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa, sebanyak 6 sampel (40%) bersifat sensitif. Pada kelompok Non-MDR, sebanyak 25 sampel (96,2%) sensitif terhadap Meropenem (Gambar 1).
Hasil pemeriksaan sensitivitas antibiotika Amikacin terhadap sampel pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa, sebanyak 11 sampel (73,3%) bersifat sensitif. Sedangkan pada kelompok Non-MDR, seluruh sampel (100%) sensitif terhadap Amikacin. Hasil pemeriksaan sensitivitas antibiotika Gentamicin terhadap sampel pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa, sebanyak 7 sampel (46,7%) sensitif. Sedangkan pada kelompok Non-MDR, sebanyak 25 sampel (96,2%) terhadap Gentamicin (Gambar 1).
Hasil pemeriksaan sensitivitas antibiotika Ciprofloxacin terhadap sampel pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa, tidak ada (0%) sampe; yang sensitif. Sedangkan pada kelompok Non-MDR, sebanyak 16 sampel (61,5%) sensitif terhadap Ciprofloxacin. Hasil pemeriksaan sensitivitas antibiotika Tigecycline terhadap sampel pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa didapatkan bahwa pada kelompok MDR maupun Non-MDR, tidak ada (0%) sampel bersifat sensitif (Gambar 1).
Pola Kepekaan MDR Pseudomonas aeruginosa
^^"Non-MDS Pseudomonas aeruginosa
^^βMDR Pseudomonasaeruginosa
Gambar 1 Pola Kepekaan MDR Pseudomonas aeruginosa
Hasil penelitian ini menemukan bahwa prevalensi pasien pneumonia dengan infeksi bakteri MDR Pseudomonas aeruginosa cukup tinggi yakni mencapai 36,6%. Hasil ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya seperti penelitian Anggraini dkk7 di Pekanbaru yang mendapatkan prevalensi MDR Pseudomonas
aeruginosa mencapai 45,5%,. Selain itu, penelitian Perez dkk8 menemukan bahwa kejadian MDR Pseudomonas aeruginosa pada pasien VAP di Spanyol, Italia, dan Yunani mencapai 30,2%. Penelitian Denis dkk9 juga mendapatkan prevalensi bakteri MDR Pseudomonas aeruginosa pada pasien VAP di Perancis mencapai 25,5%. Lebih lanjut, penelitian Trinh dkk10 mendapatkan prevalensi MDR Pseudomonas aeruginosa pada pasien yang menjalani perawatan di ICU sebesar 23,5%.Beberapa mekanisme penyebab MDR Pseudomonas aeruginosa antara lain adanya gen resisten blaVIM-2,8 riwayat mengkonsumsi antibiotika golongan karbapenem, fluorokuinolon, dan piperacillin-tazobactam selama ≥24 jam dalam 90 hari terakhir dan pasien merupakan penghuni panti jompo.10 Selain itu, penelitian Tarini dkk11 di RSUP Sanglah menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab resistensi Pseudomonas aeruginosa adalah adanya gen resistensi IMP-1 dan IMP-2 yang bertanggungjawab terhadap ekspresi protein metallo β-lactamases (MBLs).
Penelitian ini mendapatkan rata-rata usia pasien di kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa lebih tinggi dibanding kelompok Non-MDR Pseudomonas aeruginosa namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,866). Hasil serupa juga ditemukan pada beberapa penelitian sebelumnya. Meta analisis oleh Raman dkk dan Yayan dkk menemukan secara umum rerata usia pasien dengan MDR Pseudomonas aeruginosa lebih tinggi dibanding pasien dengan Non-MDR Pseudomonas aeruginosa.8 Namun beberapa penelitian lain mendapatkan hasil yang berbeda, seperti penelitian Denis dkk dan Tranh dkk yang menemukan median dan rerata usia pasien dengan Non-MDR Pseudomonas aeruginosa lebih tinggi dibandingkan median dan rerata usia pasien MDR Pseudomoas aeruginosa (median: 60 banding 58; rerata: 64,2 banding 64,1).8,9 Pada pasien dengan usia lebih tua memiliki kondisi komorbid yang lebih banyak seperti diabetes melitus dan penyakit paru obstruktif kronis yang meningkatkan risiko terinfeksi MDR Pseudomonas aeruginosa. Selain itu, orang tua memiliki kondisi yang lebih rentan terkena sakit, sehingga lebih sering mengkonsumsi antibiotika. Penggunaan antibiotika yang banyak dan sering ini adalah salah satu faktor risiko terinfeksi bakteri MDR.12
Dalam penelitian ini, ditemukan pasien dengan infeksi MDR Pseudomonas aeruginosa lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (66,7%) dibanding pasien dengan jenis kelamin perempuan (33,3%), namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya (p=0,570). Hasil ini sejalan dengan beberapa temuan penelitian sebelumnya. Seperti penelitian Denis dkk yang menemukan pasien dengan infeksi MDR Pseudomonas aeruginosa lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (74%) dibanding perempuan (26%). Penelitian Tranh dkk juga mendapatkan pasien dengan infeksi MDR Pseudomonas aeruginosa lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (61,7%) dibanding pasien dengan jenis kelamin perempuan (38,3%). Meskipun secara umum pasien dengan infeksi MDR Pseudomonas
aeruginosa ditemukan lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki, namun temuan tersebut tidak bermakna secara signifikan, sehingga secara umum jenis kelamin laki-laki lebih mungkin terinfeksi Pseudomonas aeruginosa tetapi tidak mempegaruhi kemungkinan pasien terinfeksi MDR Pseudomonas aeruginosa.12
Penelitian ini menemukan pasien terinfeksi MDR Pseudomonas aeruginosa mayoritas memiliki diagnosis klinis VAP, Hasil temuan ini sejalan dengan beberapa temuan sebelumnya, seperti penelitian Trinh dkk yang mendapatkan diagnosis klinis pasien pneumonia dengan infeksi MDR maupun Non-MDR Pseudomonas aeruginosa didominasi oleh VAP (MDR: 57,4%; Non-MDR: 47,1%).10 Penelitian Ahmed dkk pada beberapa center rumah sakit di Qatar juga mendapatkan pasien dengan infeksi MDR Pseudomonas aeruginosa mayoritas berasal dari pasien yang terinfeksi di rumah sakit (95,1%) dibanding yang terinfeksi di komunitas (4,9%).13 Namun terdapat juga hasil yang berbeda, seperti pada penelitian Yayan dkk yang menemukan pasien yang terinfeksi MDR Pseudomonas aeruginosa lebih banyak ditemukan dari kasus CAP (65,9%).12 Namun terlepas dari hasil tersebut, secara umum, strain MDR Pseudomonas aeruginosa lebih sering ditemukan dari isolat HAP ataupun VAP dibanding CAP. Hal ini terjadi karena strain MDR Pseudomonas aeruginosa telah tersirkulasi di lingkungan rumah sakit ataupun terkait dengan penggunaan alat seperti ventilator dan riwayat infeksi Non-MDR Pseudomonas aeruginosa yang kemudian berkembang menjadi strain yang resisten.13
Pada penelitian ini di dapatkan mayoritas spesimen pasien terinfeksi MDR Pseudomonas aeruginosa, adalah sputum (66,7%), sementara pada kelompok Non-MDR Pseudomonas aeruginosa, mayoritas spesimen berasal dari sputum selang (57,7%), tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna diantara keduanya (p=0,133). Hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, seperti penelitian Trinh dkk yang mendapatkan pasien yang terinfeksi MDR Pseudomonas aeruginosa mayoritas spesimennya berasal dari sputum (71,9%).10 Namun penelitian lain oleh Anggraini dkk justru menemukan infeksi bakteri Non-MDR Pseudomonas aeruginosa lebih banyak berasal dari sputum (58,1%).7 Secara umum, infeksi Pseudomonas aeruginosa memang lebih umum ditemukan pada sputum dibanding dari pus maupun urin karena terkait dengan infeksi saluran pernafasan bawah.14
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan infeksi MDR Pseudomonas aeruginosa mayoritas berasal dari Ruang ICU (38,5%). Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya seperti penelitian Trinh et al yang mendapatkan pasien dengan infeksi MDR Pseudomonas aeruginosa lebih banyak berasal dari Ruang ICU (74,5%).10 Hasil penelitian Ahmed dkk juga menemukan kejadian pasien dengan infeksi MDR Pseudomonas aeruginosa yang berasal dari Ruang ICU cukup tinggi yaitu 25,9%.13 Perawatan di Ruang ICU merupakan salah satu faktor risiko kejadian infeksi MDR
Pseudomonas aeruginosa. Hal ini dikarenakan lingkungan Ruang ICU sudah terpapar berbagai jenis bakteri dan antibiotika yang digunakan sehingga meningkatkan risiko infeksi bakteri MDR, termasuk Pseudomonas aeruginosa. Selain itu, Pasien di Ruang ICU memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi bakteri MDR karena pasien di ruangan ini secara umum memiliki sistem imun yang melemah, respon imun yang lambat, serta menjalani berbagai prosedur dan peralatan invasif yang menyebabkan risiko infeksi bakteri MDR Pseudomonas aeruginosa 15
meningkat.
Hasil analisis pola kepekaan antibiotika pada penelitian ini menunjukkan pada pasien pneumonia dengan infeksi MDR Pseudomonas aeruginosa memiliki kepekaan paling baik terhadap antibiotika Amikacin (73,3%). Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian Anggraini dkk di Pekanbaru menemukan kepekaan MDR Pseudomonas aeruginosa paling baik dengan Amikacin (50,9%).7 Penelitian Perez dkk di tiga negeri Yunani, Italia, dan Spanyol juga mendapatkan kepekaan Pseudomonas aeruginosa terhadap Amikacin adalah salah satu yang paling baik (62,3%).8
Piperacillin/Tazobactam yang merupakan antibiotika golongan Penicillin pada penelitian ini hanya 20% yang sensitif pada pasien terinfeksi MDR Pseudomonas aeruginosa. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Anggraini dkk yang menunjukkan kepekaan Pseudomonas aeruginosa pada kelompok MDR hanya mencapai 20,0%.7 Penelitian lain oleh Perez dkk pada pasien VAP dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa, sensitivitas
Piperacillin/Tazobactam hanya sebesar 49,1%.8 Hasil lebih baik didapatkan oleh Javiya dkk pada populasi pasien dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa di India dengan sensitivitas sebesar 64,29%.17 Piperacillin/Tazobactam merupakan antibiotika golongan beta – laktam yang umum digunakan untuk penanganan pasien pneumonia berat akibat infeksi Pseudomonas aeruginosa. Namun penggunaan Piperacillin/Tazobactam saat ini mulai menimbulkan kontroversi karena peningkatan kasus resistensi pada infeksi Pseudomonas aeruginosa.18
Analisis terhadap tiga jenis antibiotika gozongan Cephalosporin yang diuji dalam penelitian ini, menunjukkan Cefepime memiliki sensitivitas paling baik diantara ketiganya, pada kelompok MDR (53,3%). Terdapat variasi antara temuan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Penelitian Anggraini dkk di Pekanbaru mendapatkan sensitivitas Cefepime, Ceftazidime, dan Cefazolin pada kelompok MDR hanya berkisar 18,2%, 10,9%, dan 0%
secara berurutan.7 Penelitian Perez dkk menunjukkan sensitivitas Cefepime dan Ceftazidime pada pasien VAP dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa hanya 56,6% dan 51%.8 Bahkan penelitian Javiya dkk menemukan sensitivitas golongan Cephalosporin pada populasi India terinfeksi Pseudomonas aeruginosa lebih rendah lagi, yaitu Cefepime (30,36%), Ceftazidime (32,14%), dan Cefazolin (12,5%).17. Tidak maksimalnya sensitivitas antibiotika golongan
Cephalosporin dapat disebabkan karena tinggi kasus resistensi yang di dapat (acquired resistance) pada isolat Pseudomonas aeruginosa. Pada kasus ini Pseudomonas aeruginosa dapat mengekspresikan enzim beta – lactamase dalam jumlah berlebih akibat mutasi pada gen ampC. Selain itu, mutasi pada gen ampD juga dapat meningkatkan produksi beta – laktamase melalui ampC, hal ini disebabkan gen ampD merupakan gen yang berfungsi untuk mensistesis cytosolic N-acetyl-anhy-dromuramil-l-alanine amidase yang berperan dalam menekan aktivitas ampC.16
Meropenem merupakan satu – satunya antibiotika golongan karbapenem yang diuji sensitivitasnya terhadap pasien pneumonia akibat Pseudomonas aeruginosa di penelitian ini, dimana pada kelompok MDR Pseudomonas aeruginosa sensitivitasnya hanya 40%, Hasil penelitian ini lebih baik dibandingkan beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian Anggraini dkk di Pekanbaru menemukan sensitivitas Meropenem pada MDR Pseudomonas aeruginosa hanya 25,5%.7 Penelitian Javiya dkk di India menemukan sensitivitas Meropenem terhadap Pseudomonas aeruginosa hanya mencapai 69,64%, sedangkan Perez dkk mendapatkan sensitivitas Meropenem hanya 49,1% pada pasien infeksi Pseudomonas aeruginosa di Yunani, Italia, dan Spanyol.8,17 Salah satu mekanisme yang berperan dalam resistensi antibiotika golongan Karbapenem adalah adanya sistem quorum sensing MvfR yang mampu meningkatkan kemampuan bakteri ini dalam memproduksi biofilm. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa inhibisi MvfR menggunakan M64 yang merupakan bahan turunan benzamide-benzimidazole dapat menurunkan ekspresi biofilm dan meningkatkan sensitivitas Pseudomonas aeruginosa terhadap Meropenem.16
Antibiotika golongan Aminoglikosida yang diuji sensitivitasnya dalam penelitian ini adalah Amikacin dan Gentamicin. Kedua antibiotika ini menunjukkan hasil yang kurang baik pada kelompok MDR, dimana sensitivitasnya hanya 73,3% untuk amikacin dan 46,7% untuk gentamicin. Hasil penelitian ini lebih baik dari beberapa penelitian sebelumnya seperti penelitian Anggraini dkk di Pekanbaru yang menemukan sensitivitas Amikacin dan Gentamicin pada MDR hanya sebesar 50,9% dan 16,4%.7 Hasil yang relatif sama juga ditemukan pada penelitian Perez dkk, dimana sensitivitas pasien VAP terhadap Amikacin dan Gentamicin hanya sebesar 62,3% dan 51%.8 Penelitian Javiya dkk justru mendapatkan hasil sensitivitas Amikacin dan Gentamicin yang lebih rendah yakni 48,21% dan 32,14% pada populasi pasien terinfeksi Pseudomonas aeruginosa di India.17 Antibiotika golongan Aminoglikosida ini tersusun atas gula hidrofilik yang multifungsional yang dapat mengganggu fungsi beberapa asam amino dan gugus hidroksil termasuk mengganggu proses sistesis protein pada prokariot dimana pada proses awal bahan aktif obat harus bisa masuk melewati outer membrane Pseudomonas aeruginosa. Pada kasus resistensi terhadap antibiotika, terjadi overekspresi protein porin yang merupakan protein yang mengatur permeabilitas outer membrane Pseudomonas
aeruginosa. Khususnya pada aminoglikosida ditemukan overekspresi protein OprH yang menyebabkan terjaidnya starvasi (kekurangan) Mg2+ dan menimbulkan resistensi antibiotika Aminoglikosida.16
Hasil analisis antibiotika golongan Kuinolon berupa Ciprofloxacin pada penelitian ini menunjukkan pada kelompok MDR tidak ada sama sekali (0%) pasien yang sensitif Ciprofloxacin. Bila dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya, hasil ini relatif lebih rendah. Penelitian Anggraini dkk mendapatkan hanya sebanyak 9,1% pasien MDR Pseudomonas aeruginosa yang sensitif terhadap Ciprofloxacin.7 Penelitian Perez dkk juga mendapatkan hanya 45.3% pasien terinfeksi Pseudomonas aeruginosa yang sensitif terhadap Ciprofloxacin.8 Penelitian Javiya dkk justru menemukan hasil yang lebih rendah, dimana sensitivitas Pseudomonas aeruginosa terhadap Ciprofloxacin hanya sebesar 26,79%.17 Resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap kuinolon erat kaitannya dengan pembentukan biofilm dan keberadaan pompa efflux. Pada kasus biofilm, gen tssC1 terlibat dalam sekresi tipe VI Pseudomonas aeruginosa yang sangat banyak di ekspresikan dalam biofilm bakteri ini. Beberapa studi sebelumnya menunjukkan delesi gen ini dapat menurunkan resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotika golongan Kuinolon. Sedangkan pada kasus pompa efflux, peranan gen PA14_40260-4023 sangatlah penting. Gen ini merupakan bagian dari operon yang mengkode pompa efflux jenis terbaru. Studi sebelumnya juga menunjukkan delesi gen ini dapat meningkatkan sensitivitas Kuinolon terhadap Pseudomonas aeruginosa.16
Antibiotika golongan Monobactam yang diuji dalam penelitian ini adalah Aztreonam. Hasil uji sensitivitas menunjukkan bahwa hanya 20% yang ditemukan sensitif pada kelompok MDR. Hasil ini sedikit lebih tinggi dibanding penelitian – penelitian sebelumnya. Penelitian Anggraini dkk menunjukkan hanya 14,5% pasien MDR Pseudomonas aeruginosa yang sensitif terhadap Aztreonam.7 Penelitian Perez dkk justru mendapatkan hasil yang lebih rendah yaitu hanya 1,9% pasien infeksi Pseudomonas aeruginosa yang sensitif terhadap Aztreonam.8 Mekanisme resistensi Aztreonam salah satunya dapat disebabkan akibat adanya mutasi pada regulator transkripsi MexR, NalC and NalD. Akumulasi mutasi pada regulator transkripsi NalC khsuusnya pada Arg97-Gly and Ala186 dapat menyebabkan overekspresi gen MexAB-OprM yang mengsistensis protein MexAB-OprM yang berperan sebagai pompa efflux dan menurunkan permeabilitas outer membrane Pseudomonas aeruginosa sehingga menimbulkan adanya resistensi.19
Dari hasil penelitian ini, antibiotika yang memiliki sensitivitas terendah, baik pada kelompok Non-MDR maupun pada kelompok MDR adalah Tigecycline. Tygecycline dalam penelitian ini tidak memiliki sensitivitas terhadap MDR maupun Non-MDR Pseudomonas aeruginosa. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, hasil temuan ini cenderung rendah. Seperti
pada penelitian Anggraini dkk didapatkan sensitivitas Tygecycline masih berkisar 5,5% pada kelompok MDR.7 Hasil resistensi yang tinggi dikarenakan Pseudomonas aeruginosa secara intrinsik sudah bersifat resisten terhadap Tygecycline. Tygecycline yang merupakan antibiotika golongan glycylcycline merupakan antibiotika pilihan pada MDR Acinetobacter baumanii. Namun pada Pseudomonas aeruginosa, Tygecycline resisten akibat adanya pompa efflux RND sehingga pemberian obat ini tidak akan efektif.20
Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis mengalami keterbatasan dalam mengumpulkan seluruh hasil pemeriksaan uji sensitivitas pasien pneumonia dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa sehingga jumlah sampel yang diperoleh mungkin saja lebih kecil dibandingkan populasi yang sesungguhnya. Namun keterbatasan ini tidak mengurangi makna dan kebermanfaatan hasil penelitian ini secara umum.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai prevalensi dan pola kepekaan multidrug resistance Pseudomonas aeruginosa pada pasien pneumonia di RSUP Sanglah dapat disimpulkan bahwa prevalensi MDR Pseudomonas aeruginosa pada pasien pneumonia di RSUP Sanglah cukup tinggi. Lebih lanjut, hasil pola kepekaan MDR Pseudomonas aeruginosa pada pasien pneumonia di RSUP Sanglah menunjukkan sensitivitas terbaik pada antibiotika Amikacin.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Htun TP, Sun Y, Chua HL, Pang J. Clinical features for diagnosis of pneumonia among adults in primary care setting: A systematic and meta-review. Sci Rep.
2019;9(1):1-10. doi:10.1038/s41598-019-44145-y
-
2. Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar. Kementeri Kesehat Republik Indones. 2018;44(8):1-200. doi:10.1088/1751-8113/44/8/085201
-
3. Porras-Gómez M, Vega-Baudrit J, Núñez-Corrales S. Overview of Multidrug-Resistant Pseudomonas aeruginosa and Novel Therapeutic Approaches. J Biomater Nanobiotechnol. 2012;03(04):519-527.
doi:10.4236/jbnb.2012.324053
-
4. Alnour TM, Hassan Ahmed-Abakur E. Multidrug Resistant Pseudomonas (P) aeruginosa: Medical
Impact, Pathogenicity, Resistance Mechanisms and Epidemiology. JSM Microbiol. 2017;5(3).
-
5. Ramírez-Estrada S, Borgatta B, Rello J. Pseudomonas aeruginosa ventilator-associated pneumonia
management. Infect Drug Resist. 2016;9:7-18.
doi:10.2147/IDR.S50669
-
6. Ali Z, Mumtaz N, Naz SA, Jabeen N, Shafique M. Multi-Drug Resistant Pseudomonas Aeruginosa: A threat of nosocomial infections in tertiary care hospitals. J Pak Med Assoc. 2015;65(1).
-
7. Anggraini D, Yulindra U, Savira M, Djojosugito F, Hidayat N. Prevalensi dan Pola Sensitivitas Antimikrob Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa di RSUD Arifin Achmad Prevalence and Antimicrobial Susceptibility Profile of Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa in Arifin Achmad General Hospital. Maj Kedokt Bandung. 2018;50(1):314-322. doi:10.20961/alchemy.14.2.13028.314-322
-
8. Pérez A, Gato E, Pérez-Llarena J, et al. High incidence of MDR and XDR Pseudomonas aeruginosa isolates obtained from patients with ventilator-associated pneumonia in Greece, Italy and Spain as part of the MagicBullet clinical trial. J Antimicrob Chemother. 2019;74(5):1244-1252. doi:10.1093/jac/dkz030
-
9. Denis JB, Lehingue S, Pauly V, et al. Multidrugresistant Pseudomonas aeruginosa and mortality in mechanically ventilated ICU patients. Am J Infect Control. 2019;47(9):1059-1064.
doi:10.1016/j.ajic.2019.02.030
-
10. Trinh TD, Zasowski EJ, Claeys KC, et al. Multidrugresistant Pseudomonas aeruginosa lower respiratory tract infections in the intensive care unit: Prevalence and risk factors. Diagn Microbiol Infect Dis.
2017;89(1):61-66.
doi:10.1016/j.diagmicrobio.2017.06.009
-
11. Tarini NMA, Fatmawati NND, Mayura IPB. Detection Metallo-beta-lactamase gene IMP-1 and IMP-2 of Pseudomonas aeruginosa clinical isolates in Sanglah Hospital Bali. Asia Ocean Biosci Biotechnol Consort. 2015;3(1):32-36.
-
12. Yayan J, Ghebremedhin B, Rasche K. Antibiotic resistance of pseudomonas aeruginosa in pneumonia at a single university hospital center in Germany over a 10-Year Period. PLoS One. 2015;10(10):1-20.
doi:10.1371/journal.pone.0139836
-
13. Ahmed S, A H, Abu J, et al. Emergence of Multidrug-and Pandrug- Resistant Pseudomonas aeruginosa from Five Hospitals in Qatar. Infect Prev Pract. 2019;1(3-4):100027. doi:10.1016/j.infpip.2019.100027
. Dejsirilert S, Suankratay C, Trakulsomboon S, et al. National Antimicrobial Resistance Surveillance, Thailand (NARST) data among clinical isolates of Pseudomonas aeruginosa in Thailand from 2000 to 2005. J Med Assoc Thai. 2009;92 Suppl 4(May 2014).
. Pachori P, Gothalwal R, Gandhi P. Emergence of antibiotic resistance Pseudomonas aeruginosa in intensive care unit; a critical review. Genes Dis. 2019;6(2):109-119. doi:10.1016/j.gendis.2019.04.001
. Pang Z, Raudonis R, Glick BR, Lin TJ, Cheng Z. Antibiotic resistance in Pseudomonas aeruginosa: mechanisms and alternative therapeutic strategies. Biotechnol Adv. 2019;37(1):177-192.
doi:10.1016/j.biotechadv.2018.11.013
. Javiya V, Ghatak S, Patel K, Patel J. Antibiotic susceptibility patterns of Pseudomonas aeruginosa at a tertiary care hospital in Gujarat, India. Indian J Pharmacol. 2008;40(5 SUPPL.):230-234.
doi:10.4103/0253-7613.44156
. Yayan J, Ghebremedhin B, Rasche K. Antibiotic resistance of pseudomonas aeruginosa in pneumonia at a single university hospital center in Germany over a 10-Year Period. PLoS One. 2015;10(10).
doi:10.1371/journal.pone.0139836
. Braz VS, Furlan JPR, Fernandes AFT, Stehling EG. Mutations in NalC induce MexAB-OprM overexpression resulting in high level of aztreonam resistance in environmental isolates of Pseudomonas aeruginosa. FEMS Microbiol Lett. 2016;363(16):1-6. doi:10.1093/femsle/fnw166
. Somily AM, Absar MM, Arshad MZ, et al. resistant Pseudomonas aeruginosa and Acinetobacter. Saudi Med J. 2012;33(32):750-755.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V10.i12.P15
95
Discussion and feedback