ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.10,OKTOBER, 2020



Diterima:12-08-2020 Revisi:17-09-2020 Accepted: 06-10-2020

KARAKTERISTIK KASUS APENDISITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR BALI TAHUN 2018

I Gusti Ngurah Bagus Rai Mulya Hartawan1, Ni Putu Ekawati2, Herman Saputra2, I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi2

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

2Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Koresponding author: I Gusti Ngurah Bagus Rai Mulya Hartawan

Email: [email protected]

ABSTRAK

Apendisitis merupakan inflamasi pada apendik vermiformis serta penyebab paling sering gejala akut abdomen. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memasukkan apendisitis sebagai prioritas kesehatan utama pada tingkat lokal dan nasional akibat frekuensinya yang sering dijumpai serta berdampak besar pada kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan studi potong lintang. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih dari populasi. Data dianalisis menggunakan software SPSS versi 22 untuk mendapatkan karakteristik kasus apendisitis berdasarkan usia, jenis kelamin, keluhan utama, diagnosis klinis, jumlah leukosit, dan diagnosis histopatologi. Hasil penelitian menunjukkan kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 terbanyak terjadi pada kelompok rentang 17-25 tahun (remaja akhir) sebesar 34,5%, dengan didominasi oleh jenis kelamin laki-laki (58,2%). Keluhan utama yang sering dirasakan pasien berupa nyeri perut kanan (90,0%). Sebagian besar kasus apendisitis memiliki karakteristik diagnosis klinik berupa apendisitis akut (32,7%) serta karakteristik jumlah leukosit berupa leukositosis (80,9%). Selain itu, mayoritas kasus apendisitis memilki karakteristik diagnosis histopatologi berupa apendisitis phlegmonosa/suppuratif (57,3%). Temuan ini bermanfaat karena dapat memberikan wawasan mengenai gambaran karakteristik apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tahun 2018. Perlu dilakukan studi analitik lebih lanjut guna mencari hubungan antara berbagai variabel karakteristik

Kata Kunci: Apendisitis, Karakteristik, Histopatologi

ABSTRACT

Appendicitis is inflammation of the appendix vermiformis and become the most frequent cause of acute abdominal symptoms. The Ministry of Health of the Republic of Indonesia includes appendicitis as a major health priority issue at the local and national level because of its frequency which is often encountered and has a large impact on public health. This study goals to determine the characteristics of appendicitis cases at Sanglah General Hospital Denpasar Bali in 2018. The research was conducted by descriptive method using cross-sectional studies. Samples were selected from the population based on inclusion and exclusion criteria. Data were analyzed using SPSS software version 22 to get the characteristics of appendicitis cases based on age, sex, main complaint, clinical diagnosis, leukocyte count, and histopathological diagnosis. The results showed that the most cases of appendicitis in Sanglah General Hospital Denpasar Bali in 2018 occurred in the group ranging from 17-25 years (late adolescents) by 34.5%, with male sex (58.2%). The main complaint that is often felt by patients is right abdominal pain (90.0%). Most cases of appendicitis have clinical diagnosis

KARAKTERISTIK KASUS APENDISITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR ,,.. I Gusti Ngurah Bagus Rai Mulya Hartawan1, Ni Putu Ekawati2, Herman Saputra2, I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi2

characteristics in the form of acute appendicitis (32.7%) and characteristics of the number of leukocytes in the form of leukocytosis (80.9%). In addition, the majority of appendicitis cases have a histopathological diagnosis characteristic in the form of phlegmonous / suppurative appendicitis (57.3%). This finding is important because it can provide insight into the description of the characteristics of appendicitis at Sanglah General Hospital Denpasar in 2018. Further analytic research is needed to find the relationship between various variable variables

Keywords:


Appendicitis,

Characteristics,

Histopathology

PENDAHULUAN

Apendik vermiformis adalah organ kecil tambahan, berada tepat dibawah katup ileosekal serta melekat pada sekum. Apendik vermiformis populer di masyarakat dengan istilah usus buntu. Akibat mekanisme pengosongan diri apendik vermiformis yang pada umumnya kurang efisien, ditambah ukuran lumen kecil, maka apendik vermiformis mudah mengalami obstruksi dan rentan terjadi infeksi. Gejala inilah yang lebih dikenal sebagai gejala apendisitis, radang pada apendik, atau penyakit usus buntu. Penyakit usus buntu kerap meresahkan masyarakat dikarenakan tindakan pembedahan yang menyebabkan hilangnya usus buntu secara permanen. Pola pikir masyarakat masih mengaitkan kejadian penyakit usus buntu atau apendisitis dengan kebiasaan mengonsumsi makanan pedas, kebiasaan mengonsumsi makanan yang mengandung biji, serta efek menahan buang air besar.

Apendisitis    merupakan    penyebab

peradangan akut paling umum tepatnya di daerah kanan rongga abdomen serta penyebab pembedahan abdomen darurat paling sering.1 Dominan terjadi pada pria serta kategori umur orang dewasa. Kejadian kasus apendisitis tertinggi adalah yang berusia 10 sampai 30 tahun.2 Kejadian apendisitis mencapai 321 juta kasus tiap tahun di dunia. Data mencatat terdapat 20-35 juta kasus apendisitis di Amerika tiap tahun. 7% masyarakat Amerika menjalani pengangkatan apendik vermiformis dengan insiden 1,1/1000 masyarakat pertahun. Sedangkan di Eropa, prevalensinya mencapai sekitar 16%. Prevalensi apendisitis lebih tinggi di Eropa dan Amerika dibanding Afrika, akan tetapi 5 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan yang dilansir oleh penelitian akibat pola diet yang mengikuti pola masyarakat Amerika dan Eropa.3

Statistik menunjukan bahwa rata-rata setiap     tahunnya     apendisitis     beserta

komplikasinya menyerang 10 juta penduduk Indonesia. Komplikasi apendisitis yang paling sering ditemui berupa ileus, perlengketan, perforasi, abses abdomen atau pelvis, hingga peritonitis. Apendisitis sendiri jika terlambat didiagnosis dan diterapi mengakibatkan fibrosis menyeluruh dinding apendiks dan terbentuknya jaringan parut.4 Angka kesakitan apendisitis di https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i10.P10

Indonesia tembus hingga 95/1000 penduduk serta merupakan angka tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Survey 28 provinsi di Indonesia tahun 2008 menunjukan 3.251 kasus rawat inap apendisitis. Peningkatan terjadi sangat signifikan dibandingkan jumlah kasus sebelumnya, yakni sebanyak 1.236 orang.5

Menanggapi tingginya angka apendisitis, Kementerian Kesehatan memasukkan sebagai prioritas kesehatan utama pada tingkat lokal dan nasional karena frekuensinya yang sering dijumpai serta berdampak besar terhadap kesehatan. Dampak besar pada kesehatan meliputi angka morbiditas tinggi sehingga pernah menduduki 5 urutan teratas gangguan gastrointestinal versi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008, komplikasi parah, serta tingginya alokasi subsidi pemerintah melalui asuransi kesehatan seiring dengan frekuensi yang kian meningkat.6

Melihat betapa pentingnya apendisitis memengaruhi kualitas kesehatan masyarakat serta belum terdapat banyak data penelitian yang bertempat di RSUP Sanglah, maka penulis tertarik untuk mengangkat topik mengenai “Gambaran Karakteristik Penderita Apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2018”. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk pengembangan hipotesis selanjutnya, sehingga dapat dievaluasi mengenai karakteristik kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, Bali.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang deskriptif di mana variabel terikat dan variabel bebas diamati hanya satu kali. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dari Februari 2019 sampai dengan Mei 2019. Pada penelitian ini digunakan data sekunder berupa lembar pemeriksaan Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tahun 2018 yang memuat informasi pasien sesuai variabel yang diteliti. Populasi target penelitian ini adalah seluruh penderita apendisitis yang terdaftar di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Populasi yang dapat dijangkau dari penelitian ini adalah penderita apendisitis yang terdaftar di

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar pada tahun 2018. Sampel diambil secara tidak acak (non-probability sampling) melalui teknik total sampling. Pemilihan sampel dari populasi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah pasien yang mengalami kasus apendisitis yang terdata di lembar pemeriksaan Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tahun 2018 yang memiliki data sesuai variabel yang diteliti. Kriteria eksklusi adalah data lembar pemeriksaan Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi yang kurang lengkap ataupun yang hilang.

Teknik analisis data menggunakan perangkat lunak SPSS. Data dikumpulkan kemudian diolah dan digambarkan dalam bentuk tabel diagram, atau grafik distribusi pasien apendisitis berdasarkan usia, jenis kelamin, keluhan utama, diagnosis klinis, jumlah leukosit, dan diagnosis histopatologi disertai penjelasan. Penelitian ini telah mendapat izin kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor surat 65/UN14.2.2.VII.14/LP/2019.

HASIL

Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 1) didapatkan bahwa sampel dengan rentang usia 0-5 tahun (balita) merupakan kelompok usia terendah dengan jumlah sampel sebesar 3 orang (2,7%). Pada rentang usia 5-11 tahun (anak-anak) tercatat sebesar 7 orang (6,4%). Selanjutnya sebesar 9 orang (8,2%) merupakan sampel dengan rentang usia 12-16 tahun (remaja awal). Kelompok dengan rentang usia 17-25 tahun (remaja akhir) merupakan kelompok yang terbanyak yakni sebesar 38 orang (34,5%). Sebesar 12 orang (10,9%) tercatat pada kelompok dengan rentang usia 26-35 tahun (dewasa awal). Sebesar 18 orang (16.4%) tercatat pada rentang usia 36-45 tahun (dewasa akhir). Pada rentang usia 46-55 tahun (lansia awal) tercatat sebesar 11 orang (10,0%). Pada rentang usia 56-65 tahun (lansia akhir) tercatat sebesar 8 orang (7,3%). Dan tercatat sebanyak 4 orang (3,6%) pada rentang usia >65 tahun (manula).

Tabel 1.    Distribusi berdasarkan karakteristik

usia

Usia

Frekuensi

Persentase

0 – 5 tahun

3

2,7

5 – 11 tahun

7

6,4

12 – 16 tahun

9

8,2

17 – 25 tahun

38

34,5

26 – 35 tahun

12

10,9

36 – 45 tahun

18

16,4

46 – 55 tahun

11

10,0

56 – 65 tahun

8

7,3

> 65 tahun

4

3,6

Total

110

100

Penelitian ini mendapatkan hasil sampel terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 64 orang (58,2%). Sebesar 46 orang (41,8%) sisanya berjenis kelamin perempuan. Adapun data dari variabel jenis kelamin pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.     Distribusi berdasarkan karakteristik

jenis kelamin

Jenis kelamin

Frekuensi

Persentase

Laki-laki

64

58,2

Perempuan

46

41,8

Total

110

100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas sampel penelitian memiliki keluhan utama berupa nyeri perut kanan bawah, yaitu sebesar 99 orang (90,0%). Sebanyak 7 orang (6,4%) memiliki keluhan utama berupa demam, serta 4 orang (3,6%) lainnya memiliki keluhan utama berupa mual. Data-data tersebut merupakan data karakteristik kasus apendisitis berdasarkan karakteristik keluhan utama yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi berdasarkan karakteristik

keluhan utama

Keluhan utama

Frekuensi

Persentase

Mual

4

3,6

Demam

7

6,4

Nyeri perut kanan bawah

99

90,0

Total

110

100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa apendisitis akut merupakan diagnosis klinis kasus apendisitis tertinggi yang ditemukan yaitu sebesar 36 orang (32,7%). Urutan kedua ditempati oleh apendisitis perforasi dengan selisih yang tidak terlalu jauh yaitu sebesar 35 orang (31,8%). Urutan selanjutnya ditempati oleh apendisitis akut purulenta (suppurative) sebesar 29 orang (26,4%). Dan terendah ditemukan adalah diagnosis klinis berupa apendisitis akut gangrenosa yaitu sebanyak 10 orang (9,1%). Hasil penelitian distribusi kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 berdasarkan karakteristik diagnosis klinis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.    Distribusi berdasarkan karakteristik

diagnosis klinis

Diagnosis klinis

Frekuensi

Persentase

Apendisitis akut

36

32,7

Apendisitis akut

29

26,4

purulenta (suppurative) Apendisitis akut

10

9,1

gangrenosa

Apendisitis

35

31,8

perforasi Total

110

100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas sampel penelitian memiliki jumlah leukosit yang tergolong leukositosis (>11,0 x 10µ/ µL), yaitu sebesar 89 orang (80,9%). Serta 21 orang (19,1%) lainnya memiliki jumlah leukosit yang tergolong normal (4,1 – 11,0 x 10µ/ µL). Data-data tersebut merupakan data karakteristik kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 berdasarkan karakteristik jumlah leukosit yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi berdasarkan karakteristik jumlah leukosit

Jumlah leukosit Frekuensi Persentase

Leukositosis

64

58,2

(>11,0 x 10µ/µL)

Normal (4,1 –

46

41,8

11,0 x 10µ/µL)

Total

110

100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa apendisitis phlegmonosa/suppuratif merupakan diagnosis histopatologi kasus apendisitis terbanyak yaitu sebesar 63 orang (57,3%). Urutan kedua ditempati oleh apendisitis akut transmural yaitu sebesar 31 orang (28,2%). Urutan selanjutnya ditempati oleh apendisitis perforata sebesar 11 orang (10,0%). Dan yang terendah ditemukan adalah diagnosis histopatologi berupa apendisitis gangrenosa yaitu sebanyak 5 orang (4,5%). Hasil penelitian distribusi kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 berdasarkan karakteristik diagnosis histopatologi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6.    Distribusi berdasarkan karakteristik

diagnosis histopatologi

Diagnosis histopatologi

Frekuensi

Persentase

Apendisitis akut

31

28,2

transmural

Apendisitis

63

57,3

phlegmonosa/

suppuratif

Apendisitis

5

4,5

gangrenosa

Apendisitis

11

10,0

perforata

Total

110

100

DISKUSI

Hasil penelitian yang didapatkan peneliti menunjukkan karakteristik kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 berdasarkan karakteristik usia yang menempati urutan pertama yakni rentang usia 17-25 tahun (remaja akhir) sebesar 38 orang (34,5%). Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya. Rentang usia 17-25 tahun tertinggi juga ditemukan pada penelitian di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan tahun 2016.7 Perkembangan limfoid sedang mencapai titik maksimal di usia remaja sehingga meminimalisir risiko penyumbatan yang dapat menyebabkan insiden apendisitis.8 Sedangkan urutan terbawah kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 ditempati kelompok usia 0-5 tahun (balita). Hasil tersebut juga menunjukkan kesesuaian

dengan hasil penelitian sebelumnya. Kelompok usia balita (0-5 tahun) menempati posisi terbawah insiden apendisitis tahun 2016 di RSU Kota Tangerang Selatan dengan persentase 1%.7 Hal ini sejalan dengan penelitian dimana apendiks berbentuk seperti corong pada usia balita sehingga meminimalisir risiko penyumbatan organ apendiks.9

Berdasarkan hasil yang dikemukakan tahun 2006 oleh Humes dan Simpson10, ditemukan bahwa insiden apendisitis lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, dengan rasio 1,5 berbanding 1. Hasil penelitian yang dilakukan mendukung hasil penelitian sebelumya, bahwa karakteristik kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 berdasarkan karakteristik jenis kelamin yang memiliki angka tertinggi yaitu pada subjek berjenis kelamin laki-laki sebesar 64 orang (58,2%). Hal ini disebabkan karena persentase jaringan limfoid pada perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki.11 Limfoid dapat mengalami hiperplasi sewaktu-waktu terkait infeksi bakteri atau infeksi virus. Hasil tersebut mampu menerangkan kejadian apendisitis pada perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki.

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa karakteristik kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 berdasarkan karakteristik keluhan utama dengan insiden tertinggi yakni pada subjek yang memiliki keluhan utama berupa nyeri perut kanan bawah sebesar 99 orang (90,0%). Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan. Nshuti12 mendapatkan distribusi keluhan utama pasien apendisitis akut yang serupa yakni didominasi nyeri perut kanan bawah (95%). Menurut Robbins13 pasien apendisitis akut kerap mengeluh nyeri menjalar di bagian epigastrium dan peri-umbilikal pada 24 jam pertama. Nyeri menjalar terjadi akibat rangsangan visceral nerve melewati dinding usus. Proses peradangan yang progresif mengaktifkan peritoneum bagian parietal untuk merangsang respon nyeri somatik. Nyeri somatik berlangsung beriringan dengan manifestasi demam serta mual muntah.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan karakteristik kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 berdasarkan karakteristik

diagnosis klinik dengan insiden tertinggi yaitu pada subjek yang memiliki diagnosis klinik berupa apendisitis akut sebesar 36 orang (32,7%). Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Thomas14 menemukan angka kejadian apendisitis akut merupakan yang tertinggi di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado yakni sebesar 412 kasus (63%) pada periode Oktober 2012-September 2015. Diikuti apendisitis perforasi sebanyak 193 kasus (30%). Menurut penelitian, manifestasi yang spesifik membuat para dokter mendiagnosis lebih dini insiden apendisitis akut. Sedangkan insiden apendisitis perforasi berpedoman dari banyaknya kasus apendisitis akut dikarenakan apendisitis perforasi merupakan komplikasi dari apendisitis akut terutama apabila kurang mendapat penanganan.15

Berdasarkan penelitian Endra16 dengan menganalisis kasus apendisitis di Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo memperoleh hasil jumlah leukosit mayoritas kasus apendisitis tergolong leukositosis. Jumlah leukosit 11.000-18.000 sel/mm3 (leukositosis grade I) banyak ditemukan pada pasien apendisitis akut yaitu sebesar 75,7% dan jumlah leukosit >18.000 sel/mm3 (leukositosis grade II) banyak ditemukan pada pasien apendisitis perforasi sebesar 90,7%. Berdasarkan teori, pada kasus apendisitis apendiks mengalami sobek, berlubang, maupun pecah, dan kemudian bernanah. Hal ini memungkinkan bakteri bereproduksi serta mengakibatkan infeksi lebih masif. Kondisi tersebut mernstimulasi respon kekebalan tubuh dengan memproduksi leukosit sebagai perlindungan melawan agen-agen patologis. Jumlah leukosit dalam batas normal yang dapat ditemukan pada apendisitis akut dapat dipengaruhi pemakaian antibiotik secara bebas oleh pasien sebelum masuk rumah sakit.17 Hasil penelitian yang dilakukan peneliti sejalan dimana karakteristik kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 berdasarkan jumlah leukosit yang memiliki angka tertinggi yaitu pada subjek dengan jumlah leukosit yang tergolong leukositosis sebesar 89 orang (80,9%).

Hasil penelitian yang didapatkan peneliti menunjukkan karakteristik kasus apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 berdasarkan karakteristik

diagnosis histopatologi yang menempati insiden tertinggi yakni pada subjek dengan diagnosis histopatologi berupa apendisitis phlegmonosa/suppuratif sebesar 63 orang (57,3%). Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Omotoso (2013) di Nigeria tersebut melibatkan 329 sampel dengan temuan perubahan patologi pada spesimen didominasi perubahan akut seperti supuratif, phlegmonosa, dan peritonitis (44,6%). Spesimen apendektomi berupa apendisitis akut suppuratif lebih mudah ditemukan pada rentang usia anak-anak hingga remaja khususnya pada laki-laki. Faktor yang memengaruhi tingginya insidens phlegmonosa/suppuratif khususnya pada rentang usia anak-anak hingga remaja adalah gejalanya yang cukup samar, keterlambatan berobat, serta adanya predisposisi arteriosklerosis yang dapat menyebabkan gangguan aliran arteri dan vena ke apendiks.18

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, sehingga diperlukan uji pada penelitian selanjutnya dalam meningkatkan nilai empiris dan memberikan justifikasi secara pasti mengenai karakteristik yang berhubungan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Keterbatasan dalam penelitian ini yakni menggunakan desain cross-sectional yang dimana memliki pengaruh pada observasi karakteristik kejadian apendisitis. Berdasarkan keterbatasan tersebut, diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dilaksanakan secara holistik sehingga memperoleh hasil yang lebih akurat.

Penelitian ini dapat menjadi kontribusi dalam rangka pengembangan ilmu khususnya mengenai karakteristik kejadian apendisitis. Potensi ini diharapkan dapat terus dikembangkan untuk menurunkan kejadian apendisitis melalui intervensi pengetahuan maupun gaya hidup. Pengembangan dengan metode penelitian yang lebih tinggi diperlukan dalam meningkatkan kualitas output berupa faktor risiko. Pengetahuan faktor risiko apendisitis secara dini dalam rangka penatalaksanaan kasus apendisitis memiliki potensi yang besar dalam menunjang ilmu pengetahuan dimasa depan.

SIMPULAN

Kasus apendisitis terbanyak terjadi pada kelompok rentang 17-25 tahun dengan

karakteristik dominan berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar memiliki keluhan utama berupa nyeri perut kanan bawah dan didiagnosis klinis berupa apendisitis akut. Jumlah leukosit penderita sebagian besar tergolong leukositosis dengan karakteristik diagnosis histopatologi dominan          berupa          apendisitis

phlegmonosa/suppuratif.

SARAN

Penting dilaksanakan penelitian analitik lebih mumpuni guna mencari faktor risiko kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Penting dilanjutkan upaya pencegahan oleh pihak terkait setempat terhadap faktor risiko yang memengaruhi insiden apendisitis.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Zachariah S. 'Stump appendicitis': postappendectomy appendicitis. Case Reports. 2015

  • 2.    Kong V, Bulajic B, Allorto N, Handley J, Clarke D. Acute Appendicitis in a Developing Country. World Journal of Surgery. 2012;36(9):2068-2073.

  • 3.    Gomes C, Sartelli M, Di Saverio S, Ansaloni L, Catena F, Coccolini F et al. Acute appendicitis:    proposal of a new

comprehensive grading system based on clinical, imaging and laparoscopic findings. World Journal of Emergency Surgery. 2015;10(1).

  • 4.    Haryono K, Rudi. Keperawatan medikal bedah sistem pencernaan. Gosyen Publishing. 2012;.

  • 5.    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Angka kejadian apendisitis akut. Ditjen Bina YanMedik. 2010

  • 6.    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Depkes RI. 2009;:24-31.

  • 7.    Amalia I. Gambaran Sosio-Demografi dan Gejala Apendisitis Akut di RSU Kota Tangerang Selatan [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2016.

  • 8.    Oguntola A, Adeoti M, Oyemolade T. Appendicitis: Trends in incidence, age, sex, and seasonal variations in South-Western Nigeria. Annals of African Medicine. 2010;9(4):213.

  • 9.    Pieter J. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2005.

  • 10.    Humes D, Simpson, J. Clinical Presentation of Acute Appendicitis : Clinical SignsLaboratory Findings-Clinical Scores, Alvarado Score and Derivative Scores. Springer-Verlag. 2006;:13-21.

  • 11.    Bhangu A, Søreide K, Di Saverio S, Assarsson J, Drake F. Acute appendicitis: modern understanding of pathogenesis, diagnosis, and management. The Lancet. 2015;386(10000):1278-1287.

  • 12.    Nshuti R, Kruger D, Luvhengo T. Clinical presentation of acute appendicitis in adults at the Chris Hani Baragwanath academic hospital. International Journal of Emergency Medicine. 2014;7(1).

  • 13.    Robbins SL. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2006

  • 14.    Thomas G, Lahunduitan I, Tangkilisan A. Angka Kejadian Apendisitis Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Oktober 2012  – September 2015. e-CliniC.

2016;4(1).

  • 15.    Flum D. Acute Appendicitis — Appendectomy or the “Antibiotics First” Strategy. New England Journal of Medicine. 2015;372(20):1937-1943.

  • 16. Endra A. Analisis Jumlah Leukosit Pada

Apendisitis Akut Dan Apendisitis Perforasi Pada Pasien  Di RSUP  Dr Wahidin

Sudirohusodo     [Skripsi].     Universitas

Hassanudin; 2016.

  • 17. Amalina A,  Suchitra A, Saputra D.

Hubungan Jumlah Leukosit Pre Operasi dengan Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendektomi pada Pasien Apendisitis Perforasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018;7(4):491.

  • 18.    Omotoso A. Histopathological analysis of appendectomy specimens in Calabar, south –southern Nigeria. IOSR Journal of VLSI and Signal Processing. 2013;2(6):42-46.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i10.P10

67