ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 10 NO.5,MEI, 2021

JMU

Jurnal medika udayana



Diterima: 2020-11-21 Revisi: 29-12-2020 Accepted: 18-05-2021

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS LARUTAN AIR JERAMI 10% DAN

YOGHURT 10% SEBAGAI ATRAKTAN OVITRAP NYAMUK AE. AEGYPTI IN

VITRO

Jody Erlangga1), Ni Luh Ariwati2), Putu Ayu Asri Damayanti2)

1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

2Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Koresponding author: Jody Erlangga e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Nyamuk Ae. aegypti merupakan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Salah satu cara pengendalian vektor adalah dengan memutus siklus hidup nyamuk dengan menggunakan oviposition trap (ovitrap). Pada ovitrap dapat diberikan atraktan untuk menarik nyamuk menempatkan telurnya. Pada penelitian ini akan diteliti potensi larutan yoghurt 10% yang mengandung asam laktat sebagai atraktan ovitrap dibandingkan dengan air rendaman jerami 10%. Metode penelitian adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan replikasi sebanyak 9 kali. Dilakukan analisis uji beda rerata dengan membandingkan jumlah telur tiap larutan di hari pertama hingga keenam. Hasil penelitian adalah hari ketiga merupakan puncak jumlah telur pada larutan air jerami 10% dan yoghurt 10% dengan rerata masing-masing 30,5±6,106 dan 9,11±5,085 telur. Pada hari pertama tidak ada perbedaan efektivitas baik pada larutan yoghurt 10% maupun air rendaman jerami 10% (p= 0,779) namun pada hari kedua hingga ke enam larutan air jerami 10% lebih efektif dibandingkan larutan yoghurt 10% (p< 0,05) dinilai dari jumlah telur pada ovitrap. Total jumlah telur selama 6 hari pada larutan air jerami 10% berbeda bermakna dengan larutan yoghurt 10% (p= 0,000). Kesimpulan penelitian ini menunjukan atraktan larutan air jerami lebih efektif dibandingkan dengan larutan yoghurt.

Kata kunci : Larutan Air Jerami, Ovitrap, Larutan Yoghurt.

ABSTRACT

Ae. aegypti is a vector of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). One method of vector control is to break mosquito life cycle using an oviposition trap (ovitrap). The ovitrap can use attractant to attract mosquitoes lay their eggs. This research examine the potential of yogurt solution whose lactic acid content can invite mosquitoes lay their eggs. This research will examine the potential of a 10% yogurt solution containing lactic acid as an ovitrap attractant compared to 10% hay infusion.The research method was a laboratory experimental study with 9 replications. Analysis of the mean difference test was carried out by comparing the number of eggs per solution on the first to sixth days. The results showed that the third day was the peak number of eggs in a 10% hay infusion and 10% yogurt with a mean of 30.5 ± 6.106 and 9.11 ± 5.085 eggs, respectively. On the first day there was no difference in the effectiveness of both the 10% yogurt solution and 10% straw soaking water (p= 0.779) but on the second to sixth day the 10% hay infusion was more effective than the 10% yogurt solution (p< 0.05) judged by the number of eggs in the ovitrap. The total number of eggs for 6 days in a 10% hay infusion was significantly different from the 10% yogurt solution (p= 0.000). The conclusion of this study shows that the hay infusion attractant is more effective than the yogurt solution.

Keywords : Hay Infusion, Ovitrap, Yogurt Solution.

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit DBD endemis di wilayah yang beriklim tropis termasuk di Indonesia. Maka dari itu, Indonesia merupakan tempat yang cocok dalam perkembangan penyakit DBD. Angka kejadian DBD di dunia diestimasikan sebesar 390 juta per tahun.1 Provinsi Bali merupakan provinsi dengan Incidence Rate tertinggi di Indonesia pada tahun 2017 dengan angka 105,95 per 100,000 penduduk.1

Virus Dengue merupkan virus yang ditularkan secara horizontal antar manusia melalui perantara vektor yaitu nyamuk Aedes spp.. Nyamuk spesies Ae. aegypti dan Ae. albopictus merupakan vektor primer dalam penularan penyakit DBD sedangkan spesies Ae. polynesiensis, Ae. scutellaris, dan Ae(finlaya) niveus sebagai vektor sekunder dalam menularkan penyakit ini.1

Dalam siklus hidupnya, nyamuk mengalami empat stadium yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa.2 Nyamuk Aedes spp. meletakkan telurnya di dinding tempat penampungan air dan bukan di atas permukaan air seperti genus nyamuk yang lain. Telur nyamuk Aedes spp. dapat bertahan di kekeringan pada suhu dan kelembaban yang optimum sehingga hal ini menyebabkan siklus hidup nyamuk sangat sulit dikendalikan terutama saat musim awal dan akhir musim hujan.2

Ovitrap merupakan perangkap yang didesain untuk     nyamuk     meletakan     telurnya

(oviposisi).3,4Telur yang berada pada ovitrap akan secara berkala dibersihkan, sehingga dapat menjadi pemutus siklus hidup nyamuk. Ovitrap dapat digunakan dengan beberapa pilihan atraktan sebagi umpan nyamuk untuk menempatkan telurnya. Penelitian mengenai atraktan yang digunakan ovitrap telah dilakukan oleh beberapa peneliti.5,6

Pernah diteliti efektif dalam mengundang nyamuk untuk bertelur adalah air larutan jerami, atraktan gula dan ragi, maupun atraktan lainnya yang dapat mengundang nyamuk untuk menempatkan telurnya.7 Penggunaan bahan yang mudah ditemukan dan efektif dalam kehidupan sehari-hari akan mempermudah pembuatan ovitrap, dua bahan yang cukup mudah dapat berupa yoghurt dan air jerami.8 Penelitian ovitrap menggunakan air jerami telah banyak dilakukan, namun dirasa perlu mencari modalitas lain sehingga pembuatan ovitrap semakin lebih baik.9,10,11

Penelitian air jerami dengan berbagai konsentrasi dilakukan selama 15 minggu, sebanyak 5 replikasi, dan dilakukan pada daerah terbuka.6 Penelitian atraktan jerami pada ovitrap dengan konsentrasi 100%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V10.i5.P02

40%, 30%, 20%, 10% telah dilakukan dan hasilnya air jerami dengan konsentrasi 10% merupakan konsentrasi yang paling banyak memperoleh telur di ovitrap.6 Data yang didaptkan dalam penelitian mengenai ovitrap dengan berbagai konsentrasi menunjukan bahwa tidak adanya efek penolakan yang disebabkan oleh atraktan larutan air jerami berbagai konsentrasi, hal ini dibuktikan dengan jumlah telur yang berada di ovitrap dengan atraktan larutan jerami selalu memberikan hasil jumlah telur yang lebih banyak dibandingkan dengan ovitrap dengan atraktan aquades.6

Yoghurt merupakan bahan yang mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari, kandungan yoghurt yang dapat menjadi atraktan adalah asam laktat.12 Yoghurt merupakan produk fermentasi susu menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus merupakan bakteri asam laktat, dimana bakteri ini mengubah glukosa menjadi asam laktat. Komposisi yoghurt secara umum adalah protein 4-6%, lemak 0,1-1%, laktosa 2-3%, asam laktat 0,6-1,3%, pH 3,8-4,6%. Asam laktat yang terkandung dalam yoghurt dapat mempengaruhi hasil telur dalam ovitrap.13

BAHAN DAN METODE

Penelitian eksperimental ini menggunakan metode posttest only control group design. Penelitian ini dilakukan pada bulan September bertempat di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan Komisi Etik Penelitian (KEP) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor 64/UN 14.2.2.VII.14/LP/2020. Pada penelitian ini, jumlah nyamuk yang digunakan sebanyak 25 nyamuk Ae. Aegypti betina dalam kondisi kenyang darah dalam satu kandang nyamuk. Larutan yang digunakan berupa air jerami konsentrasi 10%, yoghurt 10%, dan air. Larutan air jerami yang digunakan merupakan larutan dengan konsentrasi 10% yang telah didiamkan selama 7 hari. Penggunaan konsentrasi 10% pada yoghurt melalui studi pendahuluan yang dilakukan sebelumnya dengan membandingkan yoghurt dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15%.14 Pengamatan telur nyamuk pada ovitrap dicatat setiap hari selama 6 hari.

Perbedaan efektivitas larutan air jerami 10% dan yoghurt 10%, dilakukan dengan membandingkan jumlah telur setiap hari dan selama 6 hari dengan analisis statistik One-way ANOVA post hoc LSD atau Tamhane jika data berdistribusi normal dan menggunakan uji Kruskal

Wallis post hoc Mann-Whitney jika data tidak berdistribusi normal.

HASIL

Uji larutan air jerami 10%, air yoghurt 10%, dan air dilakukan selama 6 hari dan pengulangan sebanyak 9 kali. Jumlah telur dihitung setiap hari untuk masing-masing larutan. Dari hasil penelitian didapatkan jumlah telur nyamuk terbanyak pada larutan air jerami 10%. Pada hari ketiga merupakan puncak jumlah telur nyamuk dengan rerata untuk larutan air jerami 10%, yoghurt 10%, dan air masing-masing 30,5±6,106,  9,11±5,085, dan

9,89±5,326 telur (Gambar 1) sedangkan rerata jumlah telur selama 6 hari masing-masing 83,22±13,32, 19,89±6,679, 20,33±5,22 telur (Tabel 1). Selama penelitian, rerata suhu ruangan dan kelembapan masing-masing 28,4°C dan 77%. Jumlah telur larutan air jerami 10%, larutan yoghurt 10%, dan air selama 6 hari sebanyak 749 telur, 179 telur, dan 183 telur.

  • 1.    Hari Pertama

Dari hasil uji Kruskal wallis pada hari pertama ditemukan tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah telur pada air, larutan air jerami 10%, dan yoghurt 10% dengan nilai p= 0,779 (p> 0,05). Jadi jumlah telur pada larutan air jerami 10%, larutan yoghurt 10% maupun air pada hari pertama adalah sama.

  • 2.    Hari Kedua

Pengujian pada hari kedua menggunakan One Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan bermakna jumlah telur pada larutan air jerami 10%, yoghurt 10%, dan air dengan nilai p= 0,001 (p< 0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka larutan air jerami 10% lebih efektif dibandingkan air maupun larutan yoghurt, ditinjau dari rerata jumlah telur setiap larutan.

  • 3.    Hari Ketiga

Pengujian pada hari ketiga menggunakan One Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan bermakna jumlah telur pada larutan air jerami 10%, yoghurt 10%, dan air dengan nilai p= 0,000 (p< 0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka larutan air jerami 10% lebih efektif dibandingkan air maupun

larutan yoghurt, ditinjau dari rerata jumlah telur setiap larutan.

  • 4.    Hari Keempat

Uji Pengujian pada hari keempat menggunakan One Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan bermakna jumlah telur pada larutan air jerami 10%, yoghurt 10%, dan air dengan nilai p= 0,000 (p< 0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka larutan air jerami 10% lebih efektif dibandingkan air maupun larutan yoghurt, ditinjau dari rerata jumlah telur setiap larutan.

  • 5.    Hari Kelima

Dari hasil uji Kruskal wallis pada hari kelima ditemukan terdapat perbedaan bermakna jumlah telur pada air, air jerami 10%, dan yoghurt 10% dengan nilai p= 0,000 (p< 0,05). Jadi terdapat perbedaan bermakna anatra jumlah telur pada air, larutan air jerami 10%, larutan yoghurt 10%. Uji dilanjutkan dengan post hoc Mann whitney ditemukan berbeda bermakna larutan air jerami 10% dibandingkan dengan air dan larutan yoghurt 10%.

  • 6.    Hari Keenam

Dari hasil uji Kruskal wallis pada hari keenam ditemukan terdapat perbedaan bermakna jumlah telur pada air, air jerami 10%, dan yoghurt 10% dengan nilai p= 0,000 (p< 0,05). Jadi terdapat perbedaan bermakna anatra jumlah telur pada air, larutan air jerami 10%, larutan yoghurt 10%. Uji dilanjutkan dengan post hoc Mann whitney ditemukan berbeda bermakna larutan air jerami 10% dibandingkan dengan air dan larutan yoghurt 10%.

  • 7.    Total 6 Hari

Uji Parametrik One Way ANOVA dikerjakan pada total 6 hari sebab data terdistribusi normal dan pada uji homogenitas diperoleh hasil tidak homogen dengan p= 0,011 (p< 0,05). Pada uji

Tamhane dapat disimpulkan bahwa jumlah telur nyamuk selama 6 hari larutan air jerami 10% berbeda bermakna dibandingkan air dan larutan yoghurt 10%. Larutan air jerami 10% lebih efektif dibandingkan air maupun larutan yoghurt, dimana rerata jumlah telur pada larutan air jerami 10% lebih banyak daripada air dan larutan yoghurt 10%.


Tabel 1. Jumlah telur, rerata dan standar deviasi selama 6 hari

Jenis Larutan

I x̄ ±SB

Jumlah Telur per Hari

TOTAL x̄ ±SB

II x̄ ±SB

III x̄ ±SB

IV x̄ ±SB

V x̄ ±SB

VI x̄ ±SB

Air

Jerami 10%

0,56±1,13 0

23±7,96 9

30,5±6,10

6

18,67±5,7

5

7,44±4,00

3

3,00±2,12 1

83,22±13, 32

Yoghurt 10%

0.33±0,70 7

4,44±2, 404

9,11±5,08

5

4,44±1,74 0

1,22±0,83

3

0,33±0,70 7

19,89±6,6

79

Air

0,22±0,66 7

5,11±3, 296

9.89±5,32

6

4,11±2,42

1

0,89±0,92 8

0,11±0,33 3

20,33±5,2

2


PEMBAHASAN

Larutan yoghurt yang memiliki kandungan asam laktat merupakan hasil fermentasi susu oleh bakteri asam laktat. Menurut penelitian yang dilakukan Hoel dkk5 memiliki fungsi dalam mempengaruhi indra penciuman nyamuk. Indra penciuman nyamuk digunakan dalam melakukan oviposisi.6 Proses oviposisi yang dilakukan nyamuk betina dapat dipisahkan kedalam dua fase, yaitu praoviposisi dan oviposisi. Ketika fase praoviposisi, nyamuk betina melakukan proses mencari, menemukan, dan memilih situs oviposisi sedangkan proses oviposisi melakukan proses peletakan telur pada ovitrap. Pada fase praoviposisi nyamuk Aedes sp menggunakan organ sensoris

yang berbeda-beda untuk mengevaluasi tanda-tanda fisika dan kimia lingkungan tempat oviposisi yang baik.15 Secara umum mata, aporous dan sensilla olfactory (kemoreseptor penciuman) digunakan pada fase mencari, sedangkan aporous, olfactory dan sensilla gustatory (kemoreseptor kontak/perasa) digunakan dalam fase memutuskan menerima atau menolak tempat oviposisi.16,17

Larutan air jerami 10% mengandung zat kimia berupa amonia dan CO2, tanda ini diterima oleh reseptor nyamuk sehingga memutuskan untuk bertelur pada ovitrap dengan atraktan larutan air jerami 10%.18,19 Hasil fermentasi dan pembusukan bahan organik serta bakteri merupakan sumber makanan yang baik untuk larva nyamuk. Sehingga bakteri dan hasil metabolisme yang terkandung

pada larutan air jerami 10% dapat bertindak sebagai atraktan oviposisi.20

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa larutan air jerami 10% lebih efektif dibandingkan dengan larutan yoghurt 10%. Pada penelitian ini menunjukan adanya kecenderungan nyamuk lebih memilih zat amonia dan CO2 dibandingkan asam laktat dalam yoghurt berdasarkan jumlah telur yang ada dalam ovitrap. Pada penelitian ini juga terlihat jumlah telur yang ada pada larutan air jerami 10% sangat ekstrim berbeda dengan larutan yoghurt 10% dan air.

Larutan jerami 10% memang efektif sebagai atraktan. Terbukti pada penelitian-penelitian lain yang membandingkan larutan air rendaman jerami dengan atraktan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Wideretno dkk (2018) yang membandingkan air jerami dengan larutan fermentasi gula, air jerami 10% signifikan lebih efektif dibandingkan dengan larutan fermentasi gula.9 Penelitian yang dilakukan oleh Chadee dkk. (1993) menggunakan jerami dengan berbagai konsentrasi juga memperlihatkan konsentrasi 10% menjadi konsentrasi terbaik dalam menarik nyamuk menelurkan telurnya dalam ovitrap dibandingkan dengan konsentrasi 10% hinggal 100%.6 Penelitian yang dilakukan di Kamboja juga memberikan hasil penelitian dimana larutan air jerami 10% lebih efektif dibandingkan dengan air dalam memikat nyamuk bertelur, baik di dalam maupun luar rumah.21

Perbandingan efektifitas larutan yoghurt 10% dengan dengan air tidak berbeda bermakna dengan dibuktikan nilai p= 0,998 (p> 0,05) pada uji statistik yang dilakukan. Hal ini berarti larutan yoghurt 10% sama efektifnya dengan air yang biasa terdapat dalam ovitrap standar.

Penelitian ini meneliti efektifitas larutan yoghurt selama 6 hari. Jumlah telur nyamuk tertinggi ditemukan pada hari ketiga setelah itu menurun. Pada larutan yoghurt 10% terjadi perubahan konsentrasi asam laktat dan terdapat bahan lain dalam yoghurt. Larutan yoghurt yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan asam laktat 0,072%. Terdapat perubahan asam laktat pada yoghurt 10% dari 0,072% menjadi 0,0735% ketika larutan yoghurt 10% didiamkan selama sehari.

Konsentrasi asam laktat pada larutan yoghurt maupun konsentrasi CO2 dan amonia pada larutan air jerami mengalami perubahan sehingga mempengaruhi ovoposisi nyamuk. Dari hasil penelitian tersebut dapat menggambarkan bahwa hari ketiga merupakan waktu yang paling efektif untuk menarik nyamuk bertelur. Sehingga

penggantian larutan air jerami 10%, yoghurt 10%, dan air dapat diganti setiap 3 hari.

SIMPULAN DAN SARAN

Terdapat perbedaan bermakna jumlah telur pada larutan air jerami 10% dan yoghurt 10% pada hari kedua sampai keenam dimana larutan air jerami efektif sebagai atraktan dibandingkan yoghurt. Larutan yoghurt sama efektifnya dengan air yang biasa digunakan sebagai ovitrap standar.

Saran untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan asam laktat yang murni sehingga dapat menilai efektivitas asam laktat dengan lebih baik karena menghilangkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dalam penelitian menggunakan air yoghurt. Penelitian selanjutnya diharapkan dengan pengulangan lebih banyak sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengontrol suhu dan kelembapan ruangan lebih spesifik dan disesuaikan dengan ritme sirkardian nyamuk Ae. aegypti.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.     Kementrian Kesehatan RI. InfoDatin Situas

Demam Berdarah Dengue. J Vector Ecol. 2018;31(1):71-78. doi:10.3376/1081-1710(2006)31[71:aomtva]2.0.co;2

  • 2.     Mullen GR, Durden LA. Medical and

Verterinary Entomology.; 2014. doi:10.1007/s13398-014-0173-7.2

  • 3.    JAKOB WL, BEVIER GA. Application of

ovitraps in the U.S. Aedes aegypti Eradication Program. Mosq News. 1969.

  • 4.     Lok CK, Kiat NS, Koh TK. An autocidal

ovitrap for the control and possible eradication of Aedes aegypti. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 1977;8(1):56-62.

  • 5.      Velo E, Kadriaj P, Mersini K, et al.

Enhancement of Aedes albopictus collections by ovitrap and sticky adult trap. Parasites and Vectors. 2016.

doi:10.1186/s13071-016-1501-x

  • 6.    Chadee DD, Lakhan A, Ramdath WR,

Persad RC. Oviposition response of Aedes aegypti mosquitoes to different concentrations of hay infusion in Trinidad, West Indies. J Am Mosq Control Assoc. 1993;9(3):346-348.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8245 947.

  • 7.      Dwinata I, Baskoro T, Indriani C.

Autocidal Ovitrap Atraktan Rendaman

Jerami Sebagai Alternatif Pengendalian Vektor Dbd Di Kab. Gunungkidul. Media Kesehat Masy Indones Univ Hasanuddin. 2015;11(2):125-131.

  • 8.     Pramiarti Pasca F, Nurwantoro N, Pramono

YB. Total Bakteri Asam Laktat, Kadar Asam Laktat, dan Warna Yogurt Drink dengan Penambahan Ekstrak Bit (Beta Vulgaris L.). J Apl Teknol Pangan. 2016;5(4):154-156. doi:10.17728/jatp.215

  • 9.     Widoretno N, Rachmawati DA, Nurdian Y,

et al. Laporan Hasil Penelitian COMPARING EFFECTIVENESS OF HAY INFUSION AND SUGAR FERMENTATION SOLUTION AS OVITRAP ’ S ATTRACTANTS TO AEDES. 2018;(02).

  • 10.    Joharina AS. Kepadatan Larva Nyamuk

Vektor sebagai Indikator Penularan Demam Berdarah Dengue di Daerah Endemis di Jawa Timur Larvae Density as an Indicator of Dengue Haemorrhagic Fever Transmision in Endemic Area in East Java. J Vektor Penyakit. 2014;8(2):33-40.

  • 11.    Alfiantya PF, Baskoro AD, Zuhriyah L.

Pengaruh variasi lama penyimpanan air rendaman jerami padi terhadap jumlah telur nyamuk Aedes aegypti di ovitrap model Kepanjen. Glob Med Heal Commun. 2018.

  • 12.   TAMIME AY, DEETH HC. Yogurt:

Technology and Biochemistry1. J Food Prot. 1980. doi:10.4315/0362-028x-43.12.939

  • 13.   HOEL DF, KLINE DL, ALLAN SA,

GRANT A. EVALUATION OF CARBON DIOXIDE, 1-OCTEN-3-OL, AND LACTIC ACID AS BAITS IN MOSQUITO MAGNET TM PRO TRAPS FOR AEDES ALBOPICTUS IN NORTH CENTRAL FLORIDA 1. J Am Mosq Control Assoc. 2007;23(1):11-17. doi:10.2987/8756-971x(2007)23[11:eocdoa]2.0.co;2

  • 14.    Hairani B, Ridha MR, Fadilly A, Meliyanie

  • G, Rosanji A. Efektivitas Air Rendaman Jerami Alang-Alang (Imperata cylindrica) sebagai Atraktan terhadap Jumlah Telur Aedes aegypti. BALABA J LITBANG Pengendali PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA. 2020. doi:10.22435/blb.v16i1.2789

  • 15.    Day JF. Mosquito oviposition behavior and

vector control. Insects. 2016;7(4).

doi:10.3390/insects7040065

  • 16.    Bentley M. Chemical Ecology And

Behavioral Aspects Of Mosquito Oviposition. Annu Rev Entomol. 1989. doi:10.1146/annurev.ento.34.1.401

  • 17.    Fay RW, Eliason DA. A Preferred

Oviposition Site as a Surveillance Method for Aedes aegypti. Mosq News. 1966.

  • 18.    Suyudi A, Fatiqin A, Salim M. Efektivitas

Air Rendaman Cabai Merah ( Capsicum annum ) Jerami ( Oryza sativa ) Serbuk Kulit Jengkol ( Pithecellobium lobattum ) sebagai Atraktan Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. 2018:26-32.

  • 19.    Santos SRA, Melo-Santos MAV, Regis L,

Albuquerque CMR. Field evaluation of ovitraps consociated with grass infusion and Bacillus thuringiensis var. israelensis to determine oviposition rates of Aedes aegypti. Dengue Bull. 2003;27:156-162.

  • 20.    Trexler JD, Apperson CS, Gemeno C,

Perich MJ, Carlson D, Schal C. Field and laboratory evaluations of potential oviposition attractants for Aedes albopictus (Diptera: Culicidae). J Am Mosq Control Assoc. 2003.

  • 21.    Polson KA, Curtis C, Seng CM, Olson JG,

Chantha N, Rawlins SC. The use of ovitraps baited with hay infusion as a surveillance tool for Aedes aegypti mosquitoes in Cambodia. Dengue Bull. 2002;26:178-184.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V10.i5.P02

13