KORELASI TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT USIA 17-30 TAHUN DESA TIGAWASA KECAMATAN BANJAR KABUPATEN BULELENG TERHADAP PEROKOK PASIF
on

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.9,SEPTEMBER, 2020


Diterima:20-08-2020 Revisi:27-08-2020 Accepted: 16-09-2020
KORELASI TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT USIA 17-30 TAHUN DESA TIGAWASA KECAMATAN BANJAR KABUPATEN BULELENG TERHADAP PEROKOK PASIF
I Made Perdana1, IGN Sri Wiryawan.2 1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Koresponding : I Made Perdana imadeperdana77@gmail.com
ABSTRAK
Merokok menjadi gaya hidup sebagian orang dikarenakan zat adiktif yang terkandung didalamnya membawa efek kecanduan. Asap rokok dihirup oleh perokok pasif. Kurang pengetahuan masyarakat di pedesaan mengakibatkan sikap terhadap perokok masih kurang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan warga Desa Tigawasa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng terhadap perokok pasif dan untuk mengetahui korelasi tingkat pengetahuan dan sikap warga terhadap perokok pasif. Perokok pasif adalah yang terpapar asap rokok secara tidak sadar. Secara teori orang dengan tingkat pengetahuan yang lebih akan mengambil keputusan dengan logika dalam pengambilan sikap. Penelitian ini merupakan cross-sectional dengan populasi warga Desa Tigawasa. Dengan menggunakan simple random sampling, didapatkan 96 sampel. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner dan analisis data dengan SPSS. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa 69 (62,5%) warga memiliki tingkat pengetahuan berada pada kategori baik, meskipun sikapnya dikategorikan kurang (50,0%). Terdapat korelasi antara tingkat pengetahuan dan sikap warga (r= -0,306; p=0,002). Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat usia 17-30 tahun Desa Tigawasa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng terhadap perokok pasif termasuk kategori baik meskipun dengan sikap yang kurang. Terdapat korelasi negatif lemah antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap perokok pasif. Disarankan agar penelitian selanjutnya membandingkan populasi di pedesaan dengan perkotaan.
Kata kunci: Perokok pasif, tingkat pengetahuan, sikap
ABSTRACT
Smoking becomes a lifestyle for some people because of the addictive substances that are contained inside it can bring addiction effects. The smoke produced can be inhaled by the passive smokers. Lack of knowledge between rural society can have an impact on their behavior towards smokers. The aim of this study is to know the level of knowledge and its correlation with the behaviour among the rural citizen in Buleleng Borough of Tigawasa towards passive smokers. Passive smoker is difined as a person who unconsciously exposed by cigarettes smoke. We assumed that the higher the knowledge will lead to higher behavior in decision making and logic respectively. This study using crosssectional design, with the sample population were taken from Tigawasa citizens. Using simple random sampling method, 96 samples were successfully accessed. The data were taken using questionnaire and analyzed using SPSS. This study found that 69 (62.5%) people were categorized as having a good knowledge, however, 50% of them having a poor behavior. There was a significant correlation between
the level of knowledge and behavior (r= -0.306; p=0.002). It can be summarized that the level of knowledge between the citizens aged 17-30 years old in Buleleng Borough of Tigawasa towards passive smokers were good even though they were having lack of behavior. There was a weak negative correlation between the level of knowledge and citizen’s behavior. It is suggested that the next study should compare the variables among rural and urban populations.
Keywords: Passive smoker, knowledge, attitude
PENDAHULUAN
Merokok merupakan salah satu permasalah di seluruh belahan dunia, dimana diketahui bahwa setiap tahunnya terdapat 4 juta orang yang meninggal akibat penyakit terkait rokok tembakau dan diperkirakan angka ini akan mencapai 10 juta pada tahun 2030. Setiap harinya, tercatat bahwa 80.000-100.000 populasi muda meninggal akibat kecanduan rokok, dan penyumbang kasus terbanyak adalah negara berkembang.1Merokok menyebabkan kematian penyakit degeneratif dan penyakit non-infeksi sebesar 14% dan 5% dari total kematian. Indonesia bahkan menduduki peringkat kedua di dunia sebagai Negara perokok terbanyak.2 Pada tahun 2012, jumlah perokok Indonesia sekitar 51,11% dari Negara se-Asia tenggara. Zat-zat yang terkandung dalam rokok sangat banyak dan tentunya hampir semua orang sudah pernah mendengar mengenai nikotin. Zat kimia yang berbahaya dalam rokok ini tentunya sangat membahayakan baik bagi penghisapnya maupun penghirupnya, penghisap asap yang dihasilkan oleh rokok tersebut yang dikenal sebagai perokok pasif. Delapan dari sepuluh orang di Indonesia terpapar asap rokok di rumah makan umum. Prevalensi perokok pasif lebih tinggi pada kelompok remaja muda usia sekolah (13-15 tahun) dan sebagian besar adalah karena mempunyai orang tua yang merokok.3Asap rokok bagi perokok pasif memberikan dampak serupa atau bahkan lebih buruk dari perokok aktif.1,3
Sekitar 80% penduduk Indonesia terpapar asap rokok di rumah dan tempat kerja.2Mengingat bahwa kandungan dalam asap sekunder lebih toksik dibandingkanasap primer maka akibat yang timbul pada orang yang terus menerus terpapar dengan asap rokok atau yang disebut perokok pasif tidak berbeda dengan perokok aktif. Akan tetapi, pengetahuan masyarakat utamanya masyarakat di pedesaan yang kurang informasi dan memiliki tingkat pengetahuan kategori rendah belum mengetahui bahaya besar tersebut. Orang tua bahkan merokok dihadapan anak-anak nya. Hal tersebut tentunya berdampak tidak baik bagi kesehatan anak tersebut. 3Kurangnya pengetahuan akan bahaya yang diakibatkan dari asap yang disebar oleh rokok itu menyebabkan masih banyaknya perokok berkeliaran membagikan asap rokok nya yang sama artinya membagikan penyakit. Di pedesaan sendiri perokok tak dipungkiri juga tak kalah jumlah dengan perokok di kota.1
Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri nomor 188/ Menkes/PB/I/2011 dan nomor 7 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Asap Rokok 3. Pemerintah Republik Indonesia telah mengatur kebijakan pelarangan merokok melalui Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang dijabarkan dalam UU nomor 36 tahun 2009 dan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/I/2011 serta PP Nomor 109 tahun 2013. Di Bali sudah diterapkan Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2011 tentang kawasan tanpa rokok (Perda KTR). Penerapan Perda KTR di Bali sudah dilaksanakan di semua Kabupaten di Bali dengan sosialisasi dua tahun pada tahun 2011 dan 2012, dan penegakan Perda KTR di tahun 2013.5 Akan tetapi peraturan tersebut nampaknya belum mampu diterapkan sepenuhnya, mengingat penerimaan masyarakat akan informasi tersebut masih kurang.
Kurang pengetahuan serta informasi bagi masyarakat di pedesaan yang mengakibatkan masih rendahnya pengetahuan akan bahaya menghirup asap rokok yang dengan kata lain menjadi perokok pasif.6 Desa Tigawasa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng tergolong desa yang jauh dari perkotaan. Tingkat pendidikan di desa ini masih tergolong rendah. Warga usia 17-30 tahun yang tergolong produktif banyak menghabiskan waktunya di kebun ataupun disawah. Termasuk juga kurangnya sosialisasi dari pemerintah ataupun tenaga kesehatan. Sehingga informasi baru mengenai perokok pasif masih minim. Istilah perokok pasif pun masih dipertanyakan disini. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai korelasi tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat usia 17-30 tahun Desa Tigawasa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng terhadap perokok pasif.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan cross-sectional analitik. Populasi dalam penelitian ini adalah warga Desa Tigawasa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Pemilihan warga desa berdasarkan pertimbangan letak geografis yang berada di daerah pedalaman, tingkat pengetahuan penduduk yang masih rendah serta perkembangan informasi yang masih terbatas.
Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik sampling, simple random Berdasarkan perhitungan rumus, jumlah sampel yang harus dicari kurang lebih sebanyak 94 sampel. Kemudian dari 94 sampel itu akan dibagi kedalam 3 tingkatan pendidikan atau pengetahuan yaitu tingkat SD, SMP, dan SMA. Untuk membuat jumlah sampel menjadi sama banyak maka masing-masing tingkatan pengetahuan diambil 32 sampel sehingga total jumlah sampel menjadi 96 orang.
Instrumen penelitian ini adalah berupa kuisioner yang digunakan untuk mendapatkan data melalui wawancara dengan warga untuk mengetahui pemahaman warga akan perokok pasif serta sikap terhadap perokok pasif. Dalam kuisioner untuk kategori pengetahuan dicantumkan pengetahuan mengenai definisi perokok pasif, bahaya perokok pasif, asap rokok primer, bahaya asap rokok, zat kandungan asap rokok, bahaya asap rokok pada wanita dan bayi, Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Perda mengenai KTR. Sedangkan untuk sikap dalam angket, dicantumkan mengenai kebiasaan merokok, sopan santun merokok, keinginan merokok, sikap ikut merokok, menegur seorang perokok yang menganggu, menjauh bila terganggu dengan perokok disekitar, menegur perokok di KTR, sikap dikeluarga perokok, sikap terhadap tamu perokok dan perokok dikawasan Pura atau acara keagamaan.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang mana
hasil dari kuisioner atau angket tersebut akan di kelompokkan menjadi beberapa kategori yang disajikan dalam table. Instrumen yang berisi 15 pertanyaan pengetahuan dan 15 mengenai sikap.
Korelasi tingkat pengetahuan dan sikap dianalisis dan diuji dengan uji non parametrik. Uji non parametrik tidak mensyaratkan data harus berdistribusi normal dengan pengujian menggunakan spearman test. Pengujian menggunakan spearman test digunakan untuk menguji 2 variabel yang berdata ordinal. Tingkat pengetahuan dan sikap yang berdata ordinal menjadi kedua variable yang akan diuji. Penghitungan menggunakan program SPSS.
HASIL
Sebanyak total 96 sampel berhasil didapatkan dalam studi ini yang terdiri atas masing-masing 32 sampel dengan tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA. Selama periode penelitian, responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 53,1 % dibandingkan dengan reponden berjenis kelamin laik-laki yang hanya 46,9 %. Tingkat pengetahuan warga mengenai perokok pasif dikelompokkan menjadi baik, cukup dan kurang yang secara detail dapat dilihat pada tabel 1. Sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik (62,5%) disusul oleh cukup (30,2%) dan kurang (7,3%). Diantara warga yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 22 orang merupakan lulusan SD sedangkan 21 orang merupakan lulusan SMA.
Tabel 1. Tingkat Pengetahuan Warga Desa Tigawasa Kecamatan Banjar, Buleleng Mengenai Perokok Pasif
Tingkat Pengetahuan
Baik (%) |
Cukup (%) Kurang (%) Total (%) |
Pendidikan SD 22 (66,8) SMP 17 (53,1) SMA 21 (65,6) Total 60 (62,5) |
6 (18,8) 4 (12,5) 32 (100) 13 (40,6) 2 (6,3) 32 (100) 10 (31,3) 1 (3,1) 32 (100) 29 (30,2) 7 (7,3) 96 (100) |
Tabel 2 menunjukkan gambaran sikap warga terhadap perokok pasif. Ditemukan bahwa 50% warga memiliki sikap yang kurang terhadap kegiatan |
merokok sedangkan 49% lainnya memiliki tingkat pengetahuan yang cukup dan 1% lainnya memiliki tingkat pengetahuan yang baik. |
Tabel 2. Sikap Warga Desa Tigawasa Kecamatan Banjar, Buleleng Mengenai Perokok Pasif
Sikap | |
Baik (%) |
Cukup (%) Kurang (%) Total (%) |
Pendidikan SD 0 (0,0) SMP 1(3,1) SMA 0 (0,0) Total 1 (1,0) |
15 (46,9) 17 (53,1) 32 (100) 16 (50,0) 15 (46,9) 32 (100) 16 (50,0) 16 (50,0) 32 (100) 47 (49,0) 48 (50,0) 96 (100) |
Dilakukan cross-tabulasi antara tingkat pengetahuan dan sikap warga desa terhadap perokok pasif. Ditemukan bahwa terdapat korelasi negatif signifikan antara tingkat pengetahuan warga dan sikap mereka terhadap rokok (r= -0,306; p=0,002). Hal ini |
menandakan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik diantara tingkat pengatahuan dan sikap terhadap rokok. Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa pada responden dengan sikap yang baik, seluruhnya (1 orang) hanya memiliki tingkat |
pengetahuan yang cukup. Pada responden yang diketahui memiliki sikap yang cukup, didapatkan dominasi responden dengan pengetahuan yang baik (63,2). Hal serupa juga terjadi pada responden dengan
sikap yang kurang, dimana terdapar 60,4% dari mereka yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan hanya 10,4% yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang.
Tabel 3. Korelasi Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Warga Desa Tigawasa Kecamatan Banjar, Buleleng Mengenai Perokok Pasif
Baik (%) |
Sikap Cukup (%) |
Kurang (%) |
Total (%) |
r |
P | ||
Pengetahuan |
Baik |
0 (0,0) |
31 (63,2) |
29 (60,4) |
60 (62,5) |
-0,306 |
0,002 |
Total |
Cukup Kurang |
1(100) 0 (0,0) 1 (1,0) |
14 (28,6) 2 (8,2) 47 (49,0) |
14 (29,2) 5 (10,4) 48 (50,0) |
29 (30,2) 7 (7,3) 96 (100) |
PEMBAHASAN
Pada studi ini ditemukan bahwa tingkat pendidikan justru memiliki korelasi negatif dengan sikap mereka terhadap merokok dan perokok pasif. Hal ini menandakan bahwa justru semakin tinggi tingkat pengetahuan mereka sikap mereka malah semakin buruk. Hal ini bertentangan dengan asumsi awal dari studi yang menganggap bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan sesorang mengenai rokok maka sikapnya terhadap rokok juga akan semakin baik. Hal ini juga berbeda dengan temuan sebelumnya, seperti yang diungkapkan oleh Izzati et.al dimana mereka menemukan korelasi positif lemah antara tingkat pengetahuan dengan sikap merokok (r=0,193; p=0,038) yang mana hal ini menandakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan terhadap rokok akan menghasilkan sikap yang mengarah ke cukup maupun baik terhadap rokok.7Studi yang dilakukan di Istanbul mengungkapkan bahwa tidak mengetahui bahaya merokok akan meningkatkan risiko untuk merokok sebanyak 6,6 kali lipat dibandingkan dengan mengetahui konsekuensi dari merokok.1 Akan tetapi, sebuah studi yang melibatkan 536 sampel di China justru menunjukkan tidak adanya korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan sikap terhadap rokok (r= 0,03012; p= 0,6811), hal ini
menunjukkan bahwa meskipun mereka mengetahui mengenai bahaya merokok mereka tetap melakukan kegiatan tersebut. Mereka mengasumsikan bahwa alasan di balik hal tersebut adalah perokok tidak memberikan kesempatan pada pengetahuan yang mereka miliki untuk dijadikan alasan dari tindakan mereka, dan mereka yang sudah merasa kecanduan tidak akan merubah sikap terhadap rokok meskipun mereka mengetahui konsekuensinya.8Penjelasan lain dari hal ini adalah pertimbangan adanya peer pressure dan social pressure yang dibuktikan dengan meningkatnya risiko untuk memiliki sikap yang buruk terhadap merokok yang didefinisikan dengan kecanduan merokok dan merokok di publik akan meningkat sebesar 8 kali lipat pada orang yang memiliki teman yang juga memiliki sikap yang serupa terhadap rokok. Secara psikologis, meskipun seseorang mengetahui apa yang dilakukannya berbahaya, namun demi memiliki teman mereka tetap melakukannya.1 Selain teman, lingkungan rumah yang dianggap menjadi
lingkungan pertama tempat sesorang belajar, dapat mempengaruhi sikap orang terhadap merokok. Sebuah studi yang di lakukan di Iran menunjukkan bahwa adanya salah satu anggota keluarga yang merokok di rumah cenderung meningkatkan risiko sikap yang buruk terhadap rokok sebanyak 8 kali lipat.9
Banyaknya faktor lain yang mempengaruhi sikap orang terhadap kegiatan merokok selain pengetahuan diperkirakan menyebabkan hasil korelasi negatif antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap rokok pada studi ini. Hasil studi ini meningkatkan awareness pembaca terhadap masih buruknya sikap masyarakat terhadap rokok yang memberikan tingginya kemungkinan masyarakat untuk merokok di hadapan umum dan membahayakan perokok pasif. Sebuah studi lain yang dilakukan di Indonesia ternyata juga menunjukkan hasil serupa dimana gambaran pengetahuan responden mengenai rokok sudah dikategorikan baik, akan tetapi perilaku dan sikap merokok mereka dikategorikan kurang baik dan cenderung negatif. Pada studi tersebut dijelaskan bahwa perilaku merokok yang buruk 60% disebabkan oleh pengaruh zat adiktif pada rokok dan sulitnya mengendalikan perasaan mereka terhadap rokok yang telah menjadi kebiasaan.10 Studi lain yang dilakukan di Manado juga menunjukkan bahwa tidak ada korelasi signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap rokok dan sikap merokok responden, dimana 91,4% memiliki pengetahuan yang baik namun 65,7% responden memiliki sikap merokok yang buruk (p=0,266). Sayangnya alasan di balik hal ini masih belum dapat dijelaskan oleh studi tersebut.11
SIMPULAN
Dalam studi ini ditemukan adanya korelasi negatif antara tingkat pengetahuan terhadap rokok dan sikap warga Desa Tigawasa terhadap rokok. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mereka mengetahui bahaya dan konsekuensi dari merokok, sikap mereka tetap cenderung buruk terhadap rokok. Penelitian lebih lanjut yang meneliti faktor lain yang mempengaruhi sikap terhadap rokok dapat dilakukan untuk membantu mengeliminasi faktor tersebut dan menciptakan sikap yang baik terhadap rokok. Dengan sikap merokok yang baik, diharapkan risiko meningkatnya prevalensi perokok
pasif akan semakin menurun. Studi yang membandingkan kondisi ini di pedesaan dan perkotaan juga mungkin dapat dilakukan di kemudian hari.
Merokok Remaja di Pasar Bersehati Kota Manado. Kesmas. 2015; 9(1): 64-75.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Akturk, U., Icmeli, O., Oztas, S., Kocak, N., Sengil, A., Salepci, B., Emam, D. Evaluation of Cigarette Smoking Attitudes and Behaviors among Students of a State High School in İstanbul. Eurasian J Pulmonol. 2015; 17: 107111.
-
2. Rx. Epidemiologi Tembakau.
Yogyakarta:Fakultas Farmasi UGM. 2011.
-
3. Winarni dkk. Hubungan antara perilaku merokok orang tua dan Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan Kejadian ispa pada balita di wilayah kerja puskesmas Sempor ii kabupaten kebumen tahun 2009. Gombong : Jurbal Ilmiah kesehatan keperawatan. 2010.
-
4. Lestari, Nastiti. Pengaruh Penyuluhan Rumah Bebas Asap Rokok Dengan Metode Audiovisual Terhadap Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Remaja Di Dusun Kweden, Trirenggo, Bantul. Yogyakarta : UMY. 2012.
-
5. Bawanta, Yoga Komang. Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Anggota Seka Teruna Teruni Tentang Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok Di Desa Kesiman. Denpasar : Universitas Udayana. 2012.
-
6. Desiani, Natalia. Gambaran Pengetahuan,
Sikap dan Perilaku Dihubungkan Dengan Kebiasaan Merokok Mahasiswa Universitas Kristen Maranatha, Bandung, 2006. Other thesis, Universitas Kristen Maranatha. 2007.
-
7. Izzati, N., Azlina, N., Iza, N., Mainul. H. Knowledge, Attitude and Practice towards Smoking among International Islamic University Malaysia Kuantan Communities. IMJM. 2015;15(2): 19-26.
-
8. Xu, X., Liu, L., Sharma, M., Zhao, Y. Smoking-Related Knowledge, Attitudes, Behaviors, Smoking Cessation Idea and Education Level among Young Adult Male Smokers in Chongqing, China. Int J Environ Res Public Health. 2015; 12: 2135-2149.
-
9. Romito, L., Kouchak, F., Soofi, A., Fakheri, S., Askaria, M. Cigarette Smoking Knowledge, Attitudes, and Practices of Iranian Health Professions Students of Shiraz University of Medical Sciences, Shiraz, Iran-2011. Journal of Dentistry & Oral Health. 2013; 1: 103-110.
-
10. Jatmika, S., Maulana, M. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Merokok pada Penderita Hipertensi di Desa Sidokarto Kecamatan Godean, Sleman, Yogyakarta. Kesmas. 2015; 9(1): 49-56.
-
11. Anto, M., Umboh, J., Joseph, W., Ratag,
B. Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Tentang Bahaya Merokok dengan Tindakan
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V9.i9.P08
50
Discussion and feedback