PREVALENSI FIBRILASI ATRIUM PADA PASIEN HIPERTIROIDISME DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP SANGLAH
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.7,JULI, 2020
Diterima:07-07-202 Revisi:10-07-2020 Accepted: 13-07-2020
PREVALENSI FIBRILASI ATRIUM PADA PASIEN HIPERTIROIDISME DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP SANGLAH
Made Savitra Kusumadewi1, Kadek Susila Surya Darma2, Wayan Aryadana2 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular RSUP Sanglah Denpasar Koresponden : Made Savitra Kusumadewi
Email : [email protected]
ABSTRAK
Fibrilasi atrium merupakan salah satu tipe aritmia yang paling umum ditemukan. Penyebab utama dari fibrilasi atrium adalah kelainan aktivitas kelistrikan jantung sehingga terjadi aliran kembali impuls pada miosit jantung. Jika dilihat dari salah satu faktor risiko fibrilasi atrium, hal tersebut berhubungan dengan hipertiroidisme, karena fungsi vital hormon tiroid untuk melakukan regulasi ion Ca2+ pada miosit jantung yang berpengaruh pada fungsi sistolik dan diastolik jantung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi fibrilasi atrium pada pasien hipertiroidisme di poliklinik endokrin RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Januari 2018–Desember 2018, yakni jumlah pasien terdiagnosis fibrilasi atrium pada pasien rawat jalan yang sebelumnya sudah terdiagnosis hipertiroidisme atau pernah menjalani pengobatan untuk hipertiroidisme. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong-lintang dengan desain studi kuantitatif, di mana Peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan data rekam medis. Terkumpul sebanyak 97 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Diagnosis kerja hipertiroidisme berupa Grave’s disease paling umum ditemukan pada 72 subyek (74,23%) dan didapatkan 6 kasus (6,19%) fibrilasi atrium pada subyek dengan diagnosis kerja hipertiroidisme. Dimana 5 (83,3%) dari 6 kasus fibrilasi atrium didapatkan pada subyek dengan diagnosis kerja Grave’s disease, dan 3 (50%) dari 6 kasus fibrilasi atrium didapatkan pada subyek dalam kelompok usia dewasa akhir (36-45 tahun). Hasil penelitian berupa, didapatkan 6 kasus fibrilasi atrium paroksismal pada 97 pasien rawat jalan dalam periode Januari-Desember 2018 dengan diagnosis kerja hipertiroidisme.
Kata kunci: Fibrilasi atrium, Prevalensi, Hipertiroidisme
ABSTRACT
Atrial fibrillation known as one of the most common type of arrythmia. The main thing that caused atrial fibrillation was the disturbance in the electrophysiological activity of the heart, thus triggering impulse re-entry in the myocard. Given hyperthyroidism as one of the risk factors for atrial fibrillation, thyroid hormone have a vital function of regulation Ca2+ ions on the myocard that affects the heart’s diastolic and systolic function. The purpose of this study was to find the prevalence of atrial fibrillation in hyperthyroidism patients at Endocrine Polyclinic, Sanglah General Hospital in between the months of January-December 2018, of which the amount of atrial fibrillation diagnoses within outpatients whom previously diagnosed with hyperthyroidism or have been treated for hyperthyroidism. This study used Cross-Sectional Descriptive method with a quantitative study design, in which the data was accumulated through medical records. There were 97 elligible cases that fulfilled the inclusion criteria and were not excluded by the exclusion criteria. In this study, 72 subjects (74.23%) were diagnosed with Grave’s disease, thus it made Grave’s disease as the most https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum 50
doi:10.24843.MU.2020.V9.i7.P09
common diagnosis of hyperthyroidism in this study, and 6 cases (6.19%) of atrial fibrillation was noted in these subjects. Where 5 (83.3%) out of 6 of those atrial fibrillation cases was found within subjects with Grave’s disease as a working diagnosis, and 3 (50%) cases was found on subjects within late adults (36-45 years old) age group. The result of this study, was that 6 cases of paroxysmal atrial fibrillation was found within 97 outpatients within January-December 2018 period with
Keywords: Atrial fibrillation, prevalence, hyperthyroidism
PENDAHULUAN
Fibrilasi Atrium (AF) merupakan salah satu tipe aritmia yang tingkat kejadiannya sebanyak 1-2% pada populasi Amerika dan Eropa. Karakteristik AF merupakan gangguan aliran listrik pada atrium jantung yang dikarenakan terjadinya disfungsi saluran ion kalsium, perubahan struktural miosit jantung, dan aktivasi simpatetik sehingga terjadi masuk kembalinya impuls listrik ke dalam miosit jantung secara tidak teratur.1 AF diklasifikasikan berdasarkan durasi dari setiap episode yang terjadi. Terdapat AF Paroksismal, Persisten, Persisten long-standing, Permanen, dan Non-valvular.2 Diketahui terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mencetuskan terjadinya AF yaitu usia dan gender, hipertensi, penyakit katup jantung, gagal jantung, penyakit jantung kongenital, penyakit jantung koroner, obesitas, lemak pada perikardium, gangguan tidur obstruktif, penyakit ginjal kronis, penggunaan NAPZA, Diabetes Mellitus, disfungsi tiroid, kegiatan fisik/olahraga berlebihan, inflamasi, dan genetik.1
Hormon tiroid, berpengaruh pada regulasi keadaan fisiologis jantung dikarenakan fungsinya sebagai pencetus pembentukan protein yang bertugas dalam melakukan relokasi ion kalsium, dimana relokasi ion kalsium kedalam retikulum sarkoplasama pada miosit jantung berpengaruh langsung pada fungsi sistolik dan diastolik jantung.3 Sehingga bisa dipahami bahwa dalam keadaan tirotoksikosis dimana tubuh mengalami kelebihan hormon tiroid dapat mencetuskan kelainan jantung berupa AF. Pada kasus tirotoksikosis didapatkan 24% diantaranya mengalami insiden AF.4
Pengobatan pada kasus AF berfokus pada kontrol irama, kontrol laju jantung, pemberian koagulan, dan pembedahan.5 Pada AF yang disebabkan oleh hipertiroid didapatkan penanganan khusus berupa pemberian beta-blocker dan pada kasus yang kontra indikasi pemberian beta-blocker dapat diberikan antagonis saluran ion kalsium.2
Angka kejadian hipertiroid di Indonesia pada tahun 2013 didapatkan sejumlah 700,000 jiwa dari 176,689,336 jiwa. Pada populasi Bali, didapatkan 12,272 jiwa dari 3,068,044 jiwa, sehingga sebanyak 0,4% dari total populasi.6 Didapatkan belum ada ketersediaan data prevalensi dari kejadian AF pada pasien dengan hipertiroidisme di Bali, untuk itu diperlukan penelitian untuk mencari angka prevalensi kasus AF pada pasien hipertiroidisme untuk menunjang keilmuan dan sebagai gambaran peneliti di Bali yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang kasus AF pada pasien hipertiroidisme.
BAHAN DAN METODE
Penelitian berupa deskriptif observasional dengan rancangan potong-lintang dimana dilakukan pendeskripsian dari data sekunder berupa rekam medis. Penelitian di lakukan pada bulan Februari 2018 hingga Maret 2019, di Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah. Penelitian menggunakan subyek yang memenuhi kriteria inklusi berupa pasien rawat jalan Poliklinik Endokrin RSUP Sanglah dengan diagnosis kerja hipertiroidisme disertai diagnosis AF yang tertera pada rekam medis dari tanggal 1 Januari 2018-31 Desember 2018, dengan eksklusi pada rekam medis terdapat salah satu atau lebih diagnosis kerja atau riwayat dari diabetes mellitus, penyakit ginjal kronis, penyakit katup jantung sedang-berat, dan penyakit jantung rematik.
Sampel ditentukan sesuai rumus studi deskriptif, dimana S merupakan simpang baku nilai rerata sejumlah 10, d merupakan ketetapan absolut ditetapkan 2, dan besarnya Zα = 1,96, sehingga ditemukan jumlah sampel penelitian minimal sebesar 97 sampel. Data yang dipergunakan merupakan data sekunder berupa rekam medis. Setelah pencatatan, data akan disajikan secara deskriptif dan dilakukan penghitungan pasien yang terdiagnosis AF lalu diolah dengan uji statistik deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi. Kelaikan etik dari penelitian ini sudah disetujui
dan dinyatakan layak oleh Komisi Etik Penelitian (KEP) FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar dengan nomor 2018.01.1.1163.
HASIL
Distribusi dari diagnosis kerja hipertiroidisme akan disajikan dalam tabel berdasarkan diagnosis kerja hipertiroidisme sesuai ICD-10
Tabel 1 Distribusi Diagnosis Kerja Hipertiroidisme Berdasarkan ICD-10
Tabel 2 Distribusi Kasus Fibrilasi Atrium pada Diagnosis Kerja Hipertiroidisme
Diagnosis Kerja |
Jumlah |
% |
E05.0 Thyrotoxicosis with diffuse |
72 |
74,23 |
goiter | ||
E05.1 Thyrotoxicosis with | ||
toxic single thyroid nodule |
6 |
6.19 |
E05.2 Thyrotoxicosis with toxic |
Q | |
multinodular goiter | ||
E05.91 Thyrotoxicosis unspecified | ||
with thyrotoxic crisis |
10.3 | |
TOTAL |
97 |
100 |
Diagnosis Kerja |
AF |
NONAF |
TOTAL |
(ICD-10) |
(%) |
(%) |
(%) |
E05.0 Thyrotoxicosis with diffuse goiter E05.1 Thyrotoxicosis with |
5 (5,16) |
67 (69,06) |
72 (74,23) |
0 |
6 |
6 | |
toxic single thyroi d nodule |
(6,19) |
(6,19) | |
E05.2 Thyrotoxicosis with toxic multinodular |
0 |
9 (9,28) |
9 (9,28) |
goiter E05.91 | |||
Thyrotoxicosis unspecified with thyrotoxic crisis |
1 (1,03) |
9 (9,28) |
10 (10,3) |
TOTAL |
6 |
91 |
97 |
(6,19) |
(93,81) |
(100) |
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 97 pasien hipertiroidisme, diagnosis kerja ICD-10 terdapat E05.0 Thyrotoxicosis with diffuse goiter, E05.1 Thyrotoxicosis with toxic single thyroid nodule, E05.2 Thyrotoxicosis with toxic multinodular goiter, dan E05.91 Thyrotoxicosis unspecified with thyrotoxic crisis. Dari diagnosis kerja tersebut, didapatkan sebanyak 72 diagnosis kerja E05.0 Thyrotoxicosis with diffuse goiter yang merupakan diagnosis kerja menurut ICD-10 yang paling banyak pada subyek penelitian.
Seluruh kasus fibrilasi atrium pada subyek penelitian dengan diagnosis kerja hipertiroidisme dicatat. Didapatkan hasil, dari 97 subyek penelitian tercatat 6 kasus fibrilasi atrium. Data hasil penelitian disajikan dalam tabel berdasarkan ada fibrilasi atrium (AF) atau tidaknya kasus fibrilasi atrium (NON AF) pada subyek dengan diagnosis kerja hipertiroidisme sesuai ICD-10, dan sesuai kelompok usia
Tabel 2 didapatkan hasil berupa 6 kasus (6,19%) AF, dimana 5 kasus (5,16%) AF yang terbanyak dan didapatkan pada subyek dengan diagnosis kerja E05.0 Thyrotoxicosis with diffuse goiter, dan 1 (1,03%) kasus fibrilasi atrium didapatkan pada subyek dengan diagnosis kerja E05.91 Thyrotoxicosis unspecified with thyrotoxicosis crisis.
Sementara pada 91 subyek penelitian lainnya (93,81%) tidak terdapat kasus AF. tidak terdapat kasus fibrilasi atrium, dari yang terbanyak 67 subyek (69,06%) dengan diagnosis kerja E05.0 Thyrotoxicosis with diffuse goiter yang tidak ditemukan kasus AF, lalu 9 (9,28%) diagnosis kerja E05.2 Thytoxicosis with toxic multinodular goiter, terdapat 9 (9.28%) diagnosis kerja E05.91 Thyrotoxicosis unspecified with thyrotoxic crisis, dan 6 (6.19%) diagnosis kerja E05.1 Thyrotoxicosis with toxic single thyroid nodule tanpa kasus AF.
Tabel 3 Distribusi Kasus Fibrilasi Atrium pada Diagnosis Kerja Hipertiroidisme Berdasarkan Kelompok Usia
Profil dari ke-6 kasus AF ditampikan dalam tabel yang dilihat berdasarkan kelompok usia menurut dan diagnosis kerja hipertiroidisme menurut ICD-10.
Tabel 4 Profil Kasus Fibrilasi Atrium
Kelompok Usia |
AF (%) |
NONAF (%) |
Total (%) |
Balita (0-5 tahun) |
- |
1 (1,03) |
1 (1,03) |
Kanak-kanak (5-11 tahun) |
- |
1 (1,03) |
1 (1,03) |
Remaja Awal (12-16 tahun) |
- |
2 (2,06) |
2 (2,06) |
Remaja Akhir (17-25 tahun) |
- |
9 (9,28) |
9 (9,28) |
Dewasa Awal (26-35 tahun) |
- |
13 (13,4) |
13 (13,4) |
Dewasa Akhir (36-45 tahun) |
3 (3,1) |
19 (19,59) |
22 (22,69) |
Lansia Awal (46-55 tahun) |
2 (2,06) |
24 (24,74) |
26 (26,8) |
Lansia Akhir (56-65 tahun) |
- |
16 (16,49) |
16 (16,49) |
Manula |
1 |
6 |
7 |
(>65 tahun) |
(1,03) |
(6,19) |
(7,22) |
Total |
6 (6,19) |
91 (93,81) |
97 (100) |
Berdasarkan Diagnosis Kerja Hipertiroidisme dan Kelompok Usia
Diagnosis Kerja ICD-10 Kelompok Usia |
Dewasa Akhir (36-45 tahun) (%) |
Lansia Awal (46-55 tahun) (%) |
Manula (>65 tahun) (%) |
Total (%) |
E05.0 Thyrotoxicosis with diffuse goiter |
2 (33,33) |
2 (33.33) |
1 (16,67) |
5 (83,3) |
E05.91 Thyrotoxicosis unspecified with thyrotoxic crisis |
1 (16,67) |
0 |
0 |
1 (16,67) |
Total |
3 (50) |
2 (33,33) |
1 (16,67) |
6 (100) |
Tabel 3 didapatkan subyek paling banyak berada pada kelompok usia lansia awal (46-55 tahun) sejumlah 26 subyek (26,8%), lalu pada kelompok dewasa akhir (36-45 tahun) terdapat 22 subyek (22,69%). Pada kelompok lansia akhir (56-65 tahun) terdapat 16 subyek (16,49%), dilanjutkan dengan kelompok usia dewasa awal (26-35 tahun) sebanyak 13 subyek (13,4%), lalu terdapat 9 subyek (9,28%) pada kelompok usia remaja akhir (17-25 tahun), di 7 subyek (7,22%) pada kelompok usia manula (>65 tahun), di 2 (2,06%) subyek pada kelompok usia remaja awal (12-16 tahun), dan pada kelompok balita (0-5 tahun) dan kanak kanak (6-11 tahun) masing masing terdapat 1 subyek (1,03%).
Dapat dilihat bahwa kasus AF terbanyak pada kelompok usia dewasa akhir, yaitu terdapat 3 subyek (3,7%), lalu 2 subyek (2,06%) pada kelompok usia lansia awal, dan hanya 1 subyek (1,03%) pada kelompok usia manula.
Sedangkan pada subyek tanpa kasus AF, yang terbanyak yaitu lansia awal sejumlah 24 subyek (24,74%), diikuti dengan 19 subyek (19,59%) pada kelompok usia dewasa akhir, lalu 16 subyek (16,48%) pada kelompok lansia akhir, 13 subyek (13,4%) pada kelompok dewasa awal, 9 subyek (9,28%) pada kelompok remaja akhir, 6 subyek (6,19%) pada kelompok manula, 2 subyek (2,06%) pada kelompok remaja awal, dan masing masing 1 subyek (1,03%) pada kelompok balita dan kanak kanak.
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari total 6 kasus fibrilasi atrium, terdapat 3 kasus (50%) pada kelompok usia dewasa akhir, dimana terdapat 2 subyek dengan diagnosis kerja Thyrotoxicosis with diffuse goiter dan 1 subyek dengan diagnosis kerja Thyrotoxicosis unspecified with thyrotoxic crisis. Didapatkan 2 kasus (33,33%) fibrilasi atrium pada kelompok usia lansia awal dimana keduanya terdiagnosis Thyrotoxicosis with diffuse goiter. Pada kelompok manula didapatkan 1 kasus (16,67%) fibrilasi atrium dengan diagnosis kerja Thyrotoxicosis with diffuse goiter. Berdasarkan diagnosis kerja, didapatkan terbanyak 5 kasus fibrilasi atrium (83,3%) pada subyek dengan diagnosis kerja Thyrotoxicosis with diffuse goiter, dan hanya 1 kasus (16,67%) pada subyek dengan diagnosis kerja Thyrotoxicosis unspecified with thyrotoxic crisis
PEMBAHASAN
Dalam rekam medis, kondisi hipertiroidisme ditulis sebagai hipertiroidisme subklinis dan yang digunakan sebagai diagnosis kerja merupakan tirotoksikosis berdasarkan ICD-10. Menurut ICD-10, E05.0 Thyrotoxicosis with diffuse goiter digunakan sebagai diagnosis kerja pada pasien dengan penyakit autoimun Grave’s disease. Kode E05.91 Thyrotoxicosis unspecified with thyrotoxic crisis digunakan untuk pasien dengan krisis tirotoksik/thyroid
storm, E05.2 Thyrotoxicosis with toxic multinodular goiter digunakan untuk pasien dengan goiter yang jumlahnya lebih satu, dan E05.1 Thyrooxicosis with toxic single thyroid nodule digunakan untuk pasien dengan goiter singular atau pada pasien dengan thyroid adenoma.
Didapatkan dari 97 subyek, diagnosis kerja yang paling banyak adalah E05.0 Thyrotoxicosis with diffuse goiter atau Grave’s Disease sebanyak 72 diagnosis (74,23%). Hal ini sesuai dengan pembahasan oleh De Leo dimana sebanyak 80% dari kasus hipertiroidisme pada populasi dengan asupan iodin yang adekuat disebabkan oleh Grave’s disease yang merupakan penyakit autoimmune.7
Menurut tinjauan ulang oleh De Leo, penyebab tersering kedua, sebanyak 50% dari total kasus hipertiroidisme pada populasi dengan asupan iodin yang adekuat adalah toxic multinodular goiter dan toxic adenoma secara gabungan.7 Dimana dari hasil penelitian didapatkan 6 diagnosis thyroid adenoma dan 9 diagnosis toxic multinodular goiter, dimana jika digabungkan didapatkan hasil 15,47% dari keseluruhan sampel.
Sedangkan, disebutkan juga oleh De Leo, krisis tirotoksik didapatkan pada 1-5% pasien dengan diagnosis tirotoksikosis yang dirawat di rumah sakit.7 Hal ini juga tidak sesuai dengan hasil penelitian, dimana terdapat 10 diagnosis (10,3%) krisis tirotoksik dan merupakan diagnosis kerja kedua terbanyak dari 97 subyek penelitian.
Dari hasil penelitian, didapatkan 6 kasus AF baru pada pasien hipertiroidisme selama tahun 2018 dengan diagnosis kerja Paroxysmal AF, dimana episode AF bertahan selama beberapa jam hingga 7 hari, episode fibrilasi atrium tersebut dapat datang dan hilang dengan sendirinya, dan tercatat dalam hasil interpretasi EKG dan diagnosis kerja pada catatan dokter di status rekam medis subyek.
Dalam hasil penelitian, didapatkan 6 kasus (6,19%) AF dari 97 subyek penelitian dengan diagnosis kerja hipertiroidisme, dimana hasil tersebut tidak sesuai dengan studi potong-lintang yang dilakukan selama satu tahun oleh Kudan S yang mendapatkan 12 kasus (24%) AF pada 50 subyek penelitian yang baru terdiagnosis tirotoksikosis, dimana pasien yang sudah pernah terdiagnosis tirotoksikosis dan mengalami pengobatan untuk tirotoksikosis sebelumnya di eksklusi.4 Penelitian ini berbeda dengan studi yang dilakukan Kudan S dalam segi model studi, pemilihan sampel, perlakuan terhadap sampel,
dan besar sampel, sehingga didapatkan hasil yang tidak sesuai.
Pada distribusi kasus AF berdasarkan umur, pada studi ini didapatkan bahwa 3,1% kasus terjadi pada kelompok umur dewasa akhir, menurun menjadi 2,06% pada kelompok umur lansia awal, dan paling sedikit sebanyak 1,03% pada kelompok umur manula. Dalam pembahasan oleh Andrade J dikatakan prevalensi AF meningkat dua kali lipat dengan penambahan dekade umur dan dari pembahasan tersebut didapatkan korelasi kuat antara peningkatan umur dengan insiden AF.1 Hasil penelitian tidak sesuai dengan pembahasan Andrade J karena didapatkan jumlah kasus AF menurun seiring pertambahan usia subyek.
Didapatkan 5 kasus (83,3%) dari 6 kasus AF dari subyek dengan diagnosis kerja Grave’s disease dimana penemuan tersebut sesuai pada pembahasan oleh Stavrakis, tentang bagaimana kejadian aktivasi reseptor AAβ1AR (Activating Autoantibodies to β1 Adrenegic receptor) -yang meningkatkan kejadian DADs (Delayed After Depolarization)- dan AAM2R (Activating Autoantibodies to M2 Muscarinic receptor) -yang memfasilitasi pemendekan aksi potensi pada miosit jantung- yang dicatat pada 38 pasien Grave’s disease ditemukan signifikan menjadi peran dalam inisiasi dan pertahanan AF.8 Hasil tersebut juga sesuai dengan pembahasan Firdaus I yang menyebutkan Grave’s disease sebagai penyebab
hipertiroidisme paling sering yaitu sebanyak 95% pada orang dewasa.9
Tetapi berbeda pada pembahasan oleh Turan E, dalam perbandingan kejadian aritmia jantung pada pasien toxic nodular goiter dan grave’s disease, dimana ditemukan 6 kasus (30%) AF pada 20 subyek dengan toxic nodular goiter, dibandingkan dengan 16 subyek dengan Grave’s disease dimana tidak ditemukan kasus AF sama sekali. Ditemukan juga 2 kasus (33.33%) AF terjadi di masing masing kelompok usia dewasa akhir dan lansia awal, dan 1 kasus (16.67%) pada kelompok usia manula.10
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah ditelaah, berikut merupakan beberapa simpulan yang dapat diambil. Didapatkan prevalensi AF pada pasien hipertiroidisme di poliklinik endokrin RSUP Sanglah dalam periode waktu Januari-Desember 2018 sebanyak 6,19%. Jumlah diagnosis kerja terbanyak yaitu E05 Thyrotoxicosis with diffuse goiter /Grave’s
disease pada 72 subyek (74,23%) dari total 97 subyek. Jumlah kasus AF dengan diagnosis kerja hiperiroidisme yaitu 6 kasus (6,19%). Jumlah kasus fibrilasi atrium terbanyak pada diagnosis kerja E05 Thyrotoxicosis with diffuse goiter/Grave’s disease yaitu 5 dari 6 kasus (83,3%). Jumlah kasus AF terbanyak pada kelompok usia dewasa akhir (36-55 tahun) yaitu 3 dari 6 kasus (50%). Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut dengan analisis hubungan lama diagnosis hipertiroidisme dengan prevalensi fibrilasi atrium.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Andrade J, Khairy P, Dobrev D, Nattel S. The Clinical Profile and Pathophysiology of Atrial Fibrillation : Relationships Among Clinical Features, Epidemiology, and Mechanisms. Circ Res; 2014; 114:1453-1468
-
2. January CT, dkk. 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients with Atrial Fibrillation : executive summary : a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines and the Heart Rhythm Society. J Am Coll Cardiol; 2014; 64:2264-80.
-
3. Mansourian AR. A Review of Literature on the Adverse Effects of Hyperthyroidism on the Heart Functional Behavior. Pakistan Journal of Biological Sciences; 2012; 15(4): 164-176.
-
4. Kudan S, Lal M, Angral R. The Prevalence of Cardiovascular Abnormalities in Thyrotoxicosis - A Cross Sectional Study. Original Article J Medicine; 2015; 16:69-72
-
5. Mishra P, Tiwari S, Anand P, Anand P. Recent Advances in Management of Anti-Coagulant in Atrial Fibrillation. J Heart Cardiol; 2015;1(3) :1-5
-
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid : Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2015.
-
7. De Leo S, Lee SY, Braverman LE. Hyperthyroidism. Lancet; 2016; 388(10047): 906–918.
-
8. Starvakis S dkk. Activating Autoantibody β1-Adenergic and M2 Muscarinic Receptors Facilitate Atrial Fibrillation in Patients with Grave’s Hyperthyroidism. J Am Coll Cardiol; 2009; 54(14) :1309-1316.
-
9. Firdaus I. Fibrilasi Atrium pada Penyakit Hipertiroidisme, Jurnal Kardiologi Indonesia; 2007; Vol 28. No 5
-
10. turan e, can i, turan y, uyar m, cakir m. Comparion of Cardiac Arrhythmia Types Between Hyperthyroid Patients With Grave’s Disease and Toxic Nodular Goiter. Acta Endocrinologica; 2018; 14(3):324-329.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V9.i7.P09
55
Discussion and feedback