HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DAN FAKTOR HOST TERHADAP ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) DAN GEJALA GANGGUAN PERNAPASAN PADA JURU PARKIR DI WILAYAH SEKITAR PASAR BADUNG KOTA DENPASAR
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.5,MEI, 2020
Diterima:04-04-2020 Revisi:09-04-2020 Accepted: 18-04-2020
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DAN FAKTOR HOST TERHADAP ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) DAN GEJALA GANGGUAN PERNAPASAN PADA JURU PARKIR DI WILAYAH SEKITAR PASAR BADUNG KOTA DENPASAR
Deddy Pratama1, IGN Bagus Artana2, I Gede Ketut Sajinadiyasa2
-
1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
-
2 SMF Paru RSUP Sanglah Denpasar Koresponding author: Deddy Pratama Email: [email protected]
ABSTRAK
Bekerja sebagai juru parkir memiliki risiko terkena penyakit obstruksi pernapasan, baik disebabkan oleh faktor lingkungan seperti lalu lintas harian rerata (LHR) maupun faktor host seperti lama kerja, kebiasaan merokok, penggunaan alat perlindungan diri (APD), umur dan status gizi. Dengan desain cross-sectional analitik, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut terhadap fisiologis paru ditinjau dari arus puncak ekspirasi (APE) dan gejala gangguan pernapasan yang dinilai dengan menggunakan kuesioner St. George’s Respiratory (SGRQ) pada 50 juru parkir yang ditetapkan dengan menggunakan metode purposive sampling di delapan jalan sekitar Pasar Badung Kota Denpasar. Didapatkan hasil 14 (28%) juru parkir bukan perokok dan seluruhnya tidak menggunakan APD saat bekerja, sehingga penggunaan APD tidak dapat dianalisis. Analisis bivariat menggunakan Spearman mendapatkan hasil korelasi negatif terhadap APE pada variabel lama kerja (p=0,002), umur (p=0,004), status gizi (p=0,001) dan LHR (p=0,325). Korelasi positif terhadap gejala gangguan pernapasan didapatkan pada faktor risiko lama kerja, umur dan status gizi (masing-masing p<0,001) serta LHR (p=0,971). Dengan demikian, LHR tidak menunjukkan hubungan terhadap APE maupun gejala gangguan pernapasan. Uji beda rerata Mann-Whitney didapatkan hasil perbedaan nilai rerata antara subjek penelitian perokok dan bukan perokok yang berarti memiliki hubungan terhadap APE (p=0,11) maupun gejala gangguan pernapasan (p=0,002).
Kata kunci: APE, gejala gangguan pernapasan, SGRQ, faktor lingkungan, faktor host
ABSTRACT
Working as a parking attendant has a risk of obstructive respiratory disease, both caused by environmental factors such as average daily traffic (ADT) and host factors such as length of work, smoking habits, use of personal protective equipment (PPE), age and nutritional status. With a cross sectional analytic design, this study aims to determine the association of these factors to lung physiology assessed from peak expiratory flow rate (PEFR) and respiratory symptoms assessed by using St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) at 50 parking attendants determined using purposive sampling method on eight roads around the Badung Market in Denpasar. Results obtain 14 (28%) parking attendants are not smokers and all are not using PPE while working, so the use of PPE can not be analyzed. Bivariate analysis using Spearman obtains a negative correlation on length of work (p=0.002), age (p=0.004), nutritional status (p=0.001) and ADT (p=0.325). While positive correlation found on length of work, age and nutritional status (each p<0.001) along with ADT (p=0.971) for respiratory symptoms. In this case, ADT does not show a relationship neither to PEFR nor respiratory symptoms. The Mann-Whitney mean difference test found there are differences in https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum 8
doi:10.24843.MU.2020.V9.i5.P02
mean value between subjects who are smokers and non smokers, which means smoking habit has a correlation with APE (p=0.11) and respiratory symptoms (p=0.002).
Keywords: PEFR, respiratory symptoms, SGRQ,
PENDAHULUAN
Perkembangan sektor ekonomi di Kota Denpasar dapat dilihat dari aktivitas perdagangannya, salah satu pusatnya ada di Pasar Badung, merupakan pasar terbesar di Bali dan tidak pernah berhenti dari aktivitas perdagangan. Hal ini membuat masyarakat mencari pekerjaan di Pasar Badung. Pekerjaan yang dilakukan beragam, salah satu yang dapat ditemui adalah juru parkir, dengan tugas untuk mencarikan lokasi parkir yang tepat bagi pengguna kendaraan. Juru parkir memiliki risiko yang tinggi terkena penyakit saluran pernapasan, dikarenakan mereka terus menghirup debu dari kendaraan bermotor.
Hampir seluruh penduduk memiliki kendaraan bermotor untuk memudahkan mereka dalam hal mobilisasi, sebanyak 1,38 juta kendaraan. Sepeda motor dan mobil merupakan dua jenis kendaraan bermotor yang dominan.1 Selain memberikan dampak pada kepadatan arus lalu lintas, jumlah kendaraan yang tinggi di Kota Denpasar juga memberikan dampak buruk terhadap kualitas udara.
Hasil dari proses pembakaran pada kendaraan bermotor berupa padatan total tersuspensi (debu), karbon monoksida (CO), total hidrokarbon (THC), oksida-oksida nitrogen (NOx), oksida-oksida sulfur (SOx), partikel timbal (Pb), dan oksidan fotokimia. Gas CO sangat berbahaya bagi manusia, karena jika terhirup akan berikatan dengan hemoglobin pada eritrosit dan membentuk ikatan senyawa karboksihemoglobin (HbCO) yang menghambat aliran O2 di dalam tubuh.2 Kondisi udara di sekitar Pasar Badung mengandung unsur timbal sebesar 0,555 µg/m3, gas CO 1013,33 µg/m3, gas SO2 22,93 µg/m3, dan gas NO2 37,370 µg/m3.3
Oksidan hasil proses pembakaran mesin kendaraan bermotor apabila terhirup melalui pernapasan akan mengendap pada mucociliary yang selanjutya menstimulasi suatu aliran mucus, membuat produksi mukus berlebih. Jika tidak dikeluarkan akan terjadi akumulasi mukus pada saluran pernapasan. Akumulasi ini berdampak pada peningkatan resistensi aliran udara (obstruksi). Pengukuran secara kuantitatif dengan spirometri dapat mengetahui perubahan resistensi saluran pernapasan, akan tetapi menggunakan alat peak flow meter lebih praktis.4 Penggunaan alat peak flow meter lebih mudah dimobilisasi dan digunakan dalam menilai fisiologis paru dengan mengukur arus puncak ekspirasi (APE) sebagai ambulatory monitoring terjadinya gangguan obstruksi pada saluran napas, dengan kata lain sebagai peringatan dini adanya penurunan fungsi
environmental factors, host factors paru. Arus Puncak Ekspirasi merupakan kecepatan maksimum seseorang dalam ekspirasi.5,6
Sebagai pekerja yang selalu berada di tepi jalan dan sering terpapar oleh gas buang kendaran bermotor, juru parkir memiliki risiko yang tinggi akan terkena penyakit paru. Kondisi tersebut juga diperburuk dengan faktor host dari juru parkir itu sendiri. Faktor host adalah faktor intrinsik yang memengaruhi tingkat pajanan atau kerentanan individual untuk terkena suatu penyakit.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis merasa perlu mengkaji fisiologis paru yang ditinjau dari APE dan gejala gangguan pernapasan pada juru parkir di wilayah sekitar Pasar Badung Kota Denpasar terhadap faktor-faktor yang memengaruhinya.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling, yakni metode pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan subjektif dan praktis (kriteria inklusi dan eksklusi) dari peneliti yang menyatakan bahwa sampel tersebut dapat memberikan informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian.7 Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah juru parkir berjenis kelamin laki-laki, terdaftar sebagai juru parkir resmi pada Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar dan bersedia ikut serta dalam penelitian berdasarkan informed consent. Sedangkan kriteria eksklusi adalah sampel tidak kooperatif selama pemberian instruksi pada saat pengambilan data berlangsung.
Total sampel pada penelitian ini yang dipilih dengan metode purposive sampling berjumlah 50 orang, dengan rincian sesuai dengan lokasi penelitian. Lokasi penelitian dilaksanakan di dua tempat yang berbeda. Lokasi pertama, penelitian akan dilakukan di Kantor PD Parkir Kota Denpasar untuk mencari nilai variabel status gizi. Untuk lokasi kedua, peneliti akan langsung turun ke wilayah kerja subjek penelitian.
Tabel 1. Data Juru Parkir Wilayah Kerja Sekitar Pasar Badung 20178 | ||
No. |
Lokasi |
Jumlah Populasi |
1. |
Jalan Sulawesi |
9 orang |
2. |
Jalan Kartini |
5 orang |
3. |
Jalan Sumatera |
7 orang |
4. |
Jalan Kalimantan |
1 orang |
5. |
Jalan Ternate |
1 orang |
6. |
Jalan Hasanudin |
16 orang |
7. |
Jalan Gunung Kawi |
9 orang |
8. |
Jalan Thamrin |
2 orang |
Total |
50 orang |
Secara garis besar penelitian ini menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara untuk mengetahui data primer terkait informasi mengenai variabel penelitian lama kerja, kebiasaan merokok, penggunaan APD berupa masker dan umur. Dilanjutkan dengan wawancara menggunakan kuesioner St. George Respiratory Questionnaire (SGRQ) untuk mengetahui keparahan gejala gangguan pernapasan yang diderita. Di akhir jam kerja, nilai APE pada sampel penelitian diukur dengan menggunakan alat mini wright peak flow meter yang selanjunya disesuaikan dengan nilai APE prediksi pada tabel nilai normal APE untuk pria Indonesia berdasarkan penelitian tim IPP 1992. Sedangkan untuk mengetahui status gizi, dilakukan pengukuran tinggi dan berat badan di kantor PD Parkir Kota Denpasar saat sampel penelitian menukarkan karcis dan iuran parkir. Data sekunder mengenai lalu lintas harian rerata (LHR) kendaraan bermotor yang melewati lokasi penelitian diperoleh dari Dinas Perhubungan Kota Denpasar.
Penyajian dari hasil analisis data univariat pada variabel yang berskala ketegorikal disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Untuk varibel lainnya yang berskala rasio (numerik), penyajian data terlebih dahulu akan ditentukan oleh uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan pertimbangan jumlah subjek penelitian yang mencapai 50 orang. Dengan hasil data berdistribusi tidak normal disajikan dengan nilai media dan range. Uji analisis data bivariat dibedakan menurut jenis skala variabel penelitian dan hasil uji normalitas data. Variabel independen yang berskala kategorikal akan dilakukan uji beda rerata, data yang berdistribusi tidak normal digunakan uji Man Whitney. Pada variabel independen yang berskala numerik dilakukan uji korelasi Spearman untuk data yang berdistribusi tidak normal. Seluruh analisis menggunakan bantuan software IBM SPSS Statistics 20. Penelitian ini telah dinyatakan laik etik oleh Komisi Etik Penelitian (KEP) FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar dengan nomor 2018.01.1.006.
HASIL
Karakteristik penelitian pada juru parkir dipaparkan berdasarkan faktor host yang terdiri dari kebiasaan merokok, penggunaan APD, lama kerja, umur dan status gizi. Sedangkan faktor lingkungan ditinjau dari LHR. Untuk APE dan gejala gangguan pernapasan sebagai variabel terikat.
Tabel 2. Karakteristik Subek Penelitian
Variabel Frekuensi Median
(%) (Min-Maks)
Merokok
Penggunaan APD
Tidak |
50 (100) |
Lama kerja (tahun) |
19 (4-28) |
Umur (tahun) |
49 (33-62) |
Status gizi (IMT) |
23,43 |
(20,07-26,13) | |
LHR |
2495 |
(kendaraan/jam) |
(514-5456) |
APE (%) |
68,3 |
(60,20-79,05) | |
Gejala gangguan |
21,32 |
pernapasan (SGRQ) |
(9,76-37,19) |
Tabel 2 menunjukkan dari 50 subjek penelitian lebih banyak yang tidak merokok (32) dibandingkan dengan yang merokok (14) dan seluruh subjek penelitian tidak menggunakan APD saat bekerja. Ditinjau dari lama kerja berkisar antara 4-28 tahun dan umur mulai dari 33-62 tahun dengan median masing-masing 19 dan 49 tahun. Dilihat dari status gizi dengan median 23,43 tergolong overweight dengan persebaran 20,07-26,13. Untuk LHR dari ke-8 lokasi penelitian memiliki nilai median 2495 kendaraan/jam dengan rentang nilai 514-5456 kendaraan/jam. Perhitungan APE didapatkan kisaran 60,20-79,05% dan gejala gangguan pernapasan berdasarkan nilai skor SGRQ berkisar antara 9,76-37,19.
Tabel 3. Keparahan Obstruksi pada Subjek Penelitian
berdasarkan Pengukuran APE
Keparahan Obstruksi |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Obstruksi ringan (>70%) |
21 |
42 |
Obstruksi sedang (50-70%) |
29 |
58 |
Obstruksi berat (<50%) |
0 |
0 |
Perhitungan persentase nilai APE dari 50 subjek penelitian didapatkan sebanyak 21 orang atau 42% dikategorikan ke dalam kategori obstruksi ringan (APE>70%), sedangkan subjek penelitian lainnya sejumlah 29 orang atau 58% dikategorikan ke dalam kategori obstruksi sedang (APE 50-70%). Dalam hasil penelitian ini, tidak ditemukan subjek yang tergolong ke dalam obstruksi berat (APE<50%).
Tabel 4. Skor SGRQ pada Subjek Penelitian
Aspek Rerata ± SB
Dampak 25,90 ± 8,44
Gejala 37,71 ± 15,47
Aktivitas 6,4 ± 7,71
Total 21,95 ± 7,65
Pada hasil penghitungan skor kuesioner SGRQ, rerata aspek dampak 25,90 dengan rentang nilai 11,85-44,84 yang dinilai dari 26 pertanyaan. Rerata aspek gejala 37,71, nilai terendah 11,71 dan tertinggi 67,41 yang dinilai dari 8 pertanyaan. Pada aspek aktivitas, rerata 6,4 dengan rentang nilai 010
35,84 yang dinilai dari 16 pertanyaan. Total skor diperoleh dengan membagi jumlah skor yang didapatkan dari jawaban subjek penelitian dengan skor maksimum yang dapat diperoleh berdasarkan manual dari St. George University of London tahun 2008. Rerata total skor SGRQ 21,95 dengan rentang
Tabel 5. Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian dengan APE dan Gejala Gangguan Pernapasan
Variabel APE Gejala Gangguan Pernapasan
(Skor SGRQ)
Lama kerja (tahun) |
r |
-0,42 |
0,691 |
p |
0,002** |
<0,001** | |
n |
50 |
50 | |
Umur (tahun) |
r |
-0,402 |
0,847 |
p |
0,004** |
<0,001** | |
n |
50 |
50 | |
Status gizi (IMT) |
r |
-0,463 |
0,72 |
p |
0,001** |
<0,001** | |
n |
50 |
50 | |
LHR (kendaraan/jam) |
r |
-0,142 |
0,005 |
p |
0,325 |
0,971 | |
n |
50 |
50 |
Catatan: r = koefisien korelasi, p = nilai p, n = jumlah subjek penelitian
*p Value bermakna p<0,05 (uji korelasi Spearman)
** p Value bermakna p<0,01 (uji korelasi Spearman)
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, seluruh karakteristik subjek penelitian berkorelasi negatif terhadap APE, akan tetapi hanya variabel LHR yang tidak menunjukkan hasil signifikansi. Dilihat dari lama kerja berkorelasi negatif sedang (r=0,40-0,59) dengan koefisien sebesar 0,42 dan nilai p=0,002 yang bermakna (p<0,05). Kebiasaan merokok berkorelasi negatif lemah (r=0,2-0,39) dengan koefisien 0,312 dan p=0,027. Dilihat dari umur, didapatkan koefisien korelasi negatif sedang 0,402 dan nilai p=0,004. Koefisien korelasi negatif sedang 0,463 dan nilai p=0,001 ditemukan pada variabel status gizi. LHR berkorelasi negatif sangat lemah 0,142 dan tidak menunjukkan hubungan (p>0,05) terhadap APE oleh karena p=0,325.
Uji korelasi Spearman karakteristik penelitian terhadap gejala gangguan pernapasan didapatkan seluruh karakteristik penelitian berkorelasi positif, akan tetapi LHR menunjukkan signifikansi yang tidak bermakna. Dilihat dari lama kerja, koefisien korelasi 0,691 tergolong korelasi kuat (r=0,6-0,79) dengan p<0,001. Kebiasaan merokok didapatkan koefisien korelasi rendah 0,386 dengan p=0,006. Umur menunjukkan p<0,001 dan koefisien korelasi 0,847 tergolong korelasi sangat kuat (r=0,8-1,0). Dilihat dari status gizi, koefisien korelasi kuat 0,72 dan p<0,001. Sedangkan LHR berkoefisien korelasi sangat lemah (r=0-0,19) yakni 0,005 dan p=0,971, dapat diartikan variabel LHR tidak berpengaruh terhadap gejala gangguan pernapasan.
nilai 9,76-37,19. Dengan demikian seluruh subjek pada penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam kelompok dengan kualitas hidup baik dikarenakan nilai total SGRQ hasil perhitungan dibawah nilai tolak ukur yakni 50.
Tabel 6. Hasil Uji Beda Rerata Mann Whitney Kebiasaan Merokok terhadap APE dan Gejala Gangguan Pernapasan
Mann-Whitney U |
Z |
p | |
APE |
134 |
-2,551 |
0,011 |
Gejala | |||
gangguan |
111 |
-3,047 |
0,002 |
pernapasan |
Catatan: Z = Z score, p = nilai p
Terhadap APE, mean rank kelompok yang merokok (33,93) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak merokok (22,22) dengan nilai p=0,11. Dilihat dari gejala gangguan pernapasan kelompok yang merokok (15,43) juga memiliki mean rank lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merokok (29,42) dengan nilai p=0,002. Hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan nilai APE dan gejala gangguan pernapasan yang bermakna pada kedua kelompok.
PEMBAHASAN
Pada variabel lama kerja ditemukan korelasi negatif yang bermakna terhadap APE. Hasil tersebut didukung sesuai dengan hasil Kherde dkk.9 mengenai lama paparan pada pekerja penggergaji kayu terhadap APE yakni pada pekerja yang telah bekerja selama kurang dari 5, 5-10, 11-15 dan lebih dari 15 tahun masing-masing menunjukkan semakin menurunnya nilai APE seiring dengan bertambahnya riwayat lama kerja.
Tiwari10 meneliti efek dari paparan silika terhadap nilai APE menemukan pekerja dengan riwayat kerja yang lebih lama (>10 tahun) menunjukkan nilai APE yang lebih rendah. Korelasi positif didapatkan antara lama kerja dengan gejala gangguan pernapasan yang berarti semakin lama riwayat kerja maka semakin tinggi skor total SGRQ yang didapat atau semakin banyak gejala gangguan pernapasan yang dikeluhkan. Hasil penelitian lainnya mendapatkan gejala gangguan pernapasan termasuk asma dan rasa sakit pada dada lebih banyak ditemukan prevalensi pada kelompok pekerja yang terpapar gas hasil pembakaran dengan riwayat lama kerja lebih dari 10 tahun, dibandingkan dengan yang kurang dari 10 tahun. Lama kerja diasosiasikan dengan lamanya paparan terhadap gas emisi pada saat bekerja. Semakin lama waktu paparan maka semakin banyak gas emisi yang dihirup dan akan terakumulasi pada paru. Akumulasi tersebut dapat menyebabkan inflamasi.9
Merokok memengaruhi nilai APE dan keluhan gejala gangguan pernapasan dikarenakan kandungan asap rokok sangat berbahaya bagi tubuh karena mengandung bahan iritan yang dapat terakumulasi pada saluran pernapasan. Akumulasi bahan iritan tersebut dapat memicu terjadinya infeksi dan produksi mukus berlebih yang merupakan tempat kondusif bagi pertumbuhan patogen yang memicu terjadinya inflamasi.11 Proses inflamasi tersebut melepaskan mediator inflamasi yang mengakibatkan penebalan pada otot-otot saluran pernapasan dan penyempitan (konstriksi) yang dapat menghambat aliran udara pernapasan yang berujung pada penurunan nilai APE.12
Pada variabel umur, terhadap APE berkorelasi negatif yang menunjukkan semakin tua umur maka semakin menurun hasil penghitungan persentase nilai APE yang didapat. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian lainnya yang menunjukkan penurunan nilai APE seiring dengan meningkatnya usia.13, 14 Korelasi positif terhadap gejala gangguan pernapasan menunjukkan semakin tua umur maka semakin banyak gejala gangguan pernapasan yang dikeluhkan. Korelasi tersebut sesuai dengan penelitian Mulyady dkk.15 yang mendapatkan hasil pada subjek penelitian berumur lebih dari 40 tahun lebih sering ditemukan prevalensi gangguan pernapasan seperti PPOK dan didapatkan bahwa semakin bertambahnya umur maka keluhan yang dirasakan semakin jelas. Hal tersebut terjadi karena proses degenerasi atau penuaan. Perubahan yang terjadi pada penurunan fungsi sistem muskuloskeletal perut dan dada yang berperan pada proses pernapasan. Penurunan pada kekuatan otot yang berhubungan dengan penurunan mobilitas sendi pada tulang dan elastisitas dari paru.13 Semakin bertambahnya usia seseorang maka nilai APE akan meningkat sampai mencapai nilai optimal pada usia sekitar 22 tahun dan setelahnya akan mengalami penurunan seiring bertambahnya usia dan akan diperburuk dengan proses penuaan.16
Pengaruh status gizi terhadap APE berkorelasi negatif yang sesuai dengan penelitian Suganya dan Philominal17 yang mendapatkan hasil bahwa pada subjek penelitian dengan status gizi obesitas didapatkan penurunan nilai APE. Pada penilaian gejala gangguan pernapasan didapatkan korelasi positif yang didukung oleh penelitian Das dkk.18 dengan hasil subjek dengan usia lebih dari 40 tahun dengan status gizi obesitas memiliki gangguan pernapasan yang kompleks dibandingkan dengan kelompok dalam usia sama tetapi dengan status gizi normal.18 Hal tersebut terjadi karena APE sangat bergantung pada otot-otot pernapasan dalam melakukan ekspirasi. Seseorang dengan status gizi lebih termasuk obesitas akan memiliki nilai APE yang cenderung lebih rendah. Seseorang dengan status gizi lebih mengalami penurunan dalam laju kontraksi otot-otot pernapasan baik secara volunter maupun paksaan (force). Secara lebih rinci,
penurunan nilai APE tersebut dikarenakan terjadinya penumpukan lemak pada kavum toraks dan terdapat efek mekanik pada otot pernapasan diafragma yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan metabolik dan beban kerja pernapasan. Pada status gizi lebih termasuk obesitas, proses respirasi cenderung membutuhkan energi yang lebih besar dan memengaruhi transportasi gas yang berakibat pada penurunan fungsi pernapasan walaupun tidak ditemukan kelainan pada organ pernapasan paru.19
Semakin tinggi LHR maka semakin buruk kondisi udara oleh karena gas emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Gas emisi tersebut antara lain seperti padatan total tersuspensi (debu), karbon monoksida (CO), total hidrokarbon (THC), oksida-oksida nitrogen (NOx), oksida-oksida sulfur (SOx), partikel timbal (Pb), dan oksidan fotokimia yang apabila terhirup akan menimbulkan reaksi inflamasi akibat terakumulasi pada saluran pernapasan. Hal tersebut yang akan memberikan efek obstruksi sehingga akan menurunkan nilai APE dan memberikan manifestasi gejala klinis gangguan pernapasan.2
SIMPULAN
Pada penelitian dengan subjek juru parkir di sekitar wilayah Pasar Badung Kota Denpasar ini, korelasi negatif didapatkan antara faktor host (lama kerja, umur, status gizi) terhadap nilai APE. Korelasi tersebut dapat diartikan dengan semakin tinggi nilai yang ada pada faktor host, maka akan semakin rendah nilai APE yang didapatkan. Sedangkan terhadap gejala gangguan pernapasan, faktor host menunjukkan korelasi positif yang berarti peningkatan nilai pada faktor host akan menunjukkan keluhan gejala gangguan pernapasan yang lebih kompleks, dilihat dari nilai skor SGRQ yang lebih tinggi. Dilihat dari kebiasaan merokok, terdapat hubungan terhadap APE maupun gejala gangguan pernapasan ditinjau dari perbedaan nilai rerata antara 12
kelompok yang merokok dan tidak merokok. 12. Sedangkan untuk faktor lingkungan (LHR) tidak menunjukkan hubungan antara APE dan gejala gangguan pernapasan.
SARAN
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan tolak ukur variabel faktor lingkungan yang lebih memadai yakni dengan menggunakan data 13. hasil pengukuran kandungan gas emisi di udara tempat juru parkir bekerja. Selanjutnya juga diperlukan komunikasi, baik pemberian informasi maupun edukasi kepada subyek penelitian yakni juru parkir mengenai hasil penelitian ini agar mereka 14. dapat mengetahui risiko pekerjaan yang mereka hadapi terhadap fisiologis paru dan diharapkan mereka dapat melakukan tindakan preventif dengan berhenti merokok ataupun menggunakan APD saat 15. bekerja.
DAFTAR PUSTAKA 16.
-
1. BPS Kota Denpasar. Statistik Daerah Kota Denpasar 2017 [Internet]. Denpasar; 2017. Hal
-
15. Terdapat di: https://denpasarkota.bps.go.id 17.
-
2. Yuantari MG. Perbedaan paparan gas CO dalam darah pada tukang parkir di are terbuka dan tertutup di Kota Semarang. J Visikes. 18. 2009;8(1):39–45.
-
3. Sugiarta AAG. Dampak bising dan kualitas udara pada lingkungan Kota Denpasar. J Bumi Lestari. 2008;8(2):162–7.
-
4. Lasmana PD. Perbedaan nilai arus puncak 19. ekspirasi antara polisi satlantas dengan polisi bagian administrasi. Universitas Sebelas Maret;
2010.
-
5. Siregar FZ. Perbandingan arus puncak ekspirasi sebelum dan sesudah latihan fisik pada anak-anak obesitas dan tidak obesitas. Universitas Sumatera Utara; 2008.
-
6. Schoor NM. Peak expiratory flow rate shows a gender-specific association with vitamin D deficiency. JCEM. 2012;97(6):2164-2171.
-
7. Sostroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2014.
-
8. PD Parkir Kota Denpasar. Data juru parkir 2017. Denpasar; 2017.
-
9. Kherde P, Mishra N V, Chitta SS, Gahuka SD. Influence of sawdust on peak expiratory flow rate in sawmill workers of central India working in unprotected environment and its correlation with duration of exposure. Natl J Physiol Pharm Pharmacol. 2016;7(1):1-6.
-
10. Tiwari RR. Silica Exposure and Effect on Peak Expiratory Flow: Slate Pencil Workers ’ Study. Respir Care. 2016;61(12):1659–63.
-
11. Dvereux G. ABC of chronic obstructive pulmonary disease. BMJ. 2006;332:1142–4.
Sawant G V, Kubde SR, Kokiwar PR. Effect of smoking on PEFR : a comparative study among smokers and non smokers in an urban slum community of Hyderabad , India Effect of smoking on PEFR: a comparative study among smokers and non smokers in an urban slum community of Hyderabad , India. Int J Community Med Public Heal. 2016;3(1):246– 50.
Sandhu PK, Bajaj D, Mehta K. Correlation of peak expiratory fl ow rate with age and anthropometric parameters in elderly (>65 years). Natl J Physiol Pharm Pharmacol. 2016;6(1):89–92.
Satyanarayana B, Reddy VD, Syamala E. Peak expiratory flow rate; the effect of smoking on younger & middle aged males. Int J Res Med Sci. 2013;1(4):441–2.
Mulyady E, Waluyo J, Mardianti R. Arus puncak ekspirasi pada pasien PPOK. 2016.
Roserya. Perbedaan antara nilai arus puncak ekspirasi sebelum dan sesudah olahraga renang selama dua belas minggu. Universitas Diponegoro; 2016.
Suganya S, Philominal V. Influence of body mass index on peak expiratory flow rate. Int J Appl Res. 2016;2(8):518–21.
Das NB. Correlation between body mass index and peak expiratory flow rate of an indigenous brick industry labour on bank of Kangsabati River, Paschim Madinipur, West Bangal. Indian J Res. 2014;3(12):129–35.
Anuradha RJ, Ratan S. Correlation of pulmonary infection tests with body percentage in young individuals. Indian J Physiol Pharmacol. 2008;52(4):383–8.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V9.i5.P01
13
Discussion and feedback