AKTIVITAS ANTIBAKTERIAL EKSTRAK AQUEOUS UMBI LAPIS ALLLIUM CEPA TERHADAP METHICILIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS (MRSA)
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.5,MEI, 2020
Diterima:02-04-2020 Revisi:7-04-2020 Accepted: 13-04-2020
AKTIVITAS ANTIBAKTERIAL EKSTRAK AQUEOUS UMBI LAPIS ALLLIUM
CEPA TERHADAP METHICILIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS
(MRSA)
Putu Krisna Maharani Purnama Dewi1, Nyoman Intan Cahaya Pertiwi2, Ida Ayu Santhi Pertiwi Manuaba3 Ida Iswari4
-
1 .Program Studi Sarjana Kedokteran dan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
-
2.Bagian/SMF Mikrobiologi Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Sanglah Denpasar
Koreeponding author: Putu Krisna Maharani Purnama Dewi
Email: [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang: Infeksi Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) menjadi 64% lebih mematikan dibandingkan oleh infeksi Staphylococcus aureus non- resisten. Di dalam Allium cepa diketahui terdapat allicin, suatu senyawa organosulfur yang dikenal sebagai bahan aktif antimicrobial phytochemical alami. Penelitian ini berusaha menguji efek antibacterial dari ekstrak aqueous umbi lapis Allium cepa terhadap Methicillin resistant Staphylococcus aureus. Metode: Umbi lapis Allium cepa yang dikering-anginkan dihancurkan dan direndam dalam aquades dan dipisahkan dengan sentrifugasi. Bakteri s diinkubasi dalam microplate dengan media tryptic soy broth (TSB) dan diberi ekstrak dengan konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25%, 12,5%, 6,23%, 3,13%,1,56%, dan 0,78%.. Viabilitas Methicillin resistant Staphylococcus aureus diukur dengan pengukuran produksi biofilm yang dilakukan dengan metode ELISA dan pengecatan dengan kristal violet 2%.Hasil: Rentangan OD ditemukan dengan nilai minimum 3,3 × 10-2 dan maksimum 7,5 × 10-2. Tidak terdapat perbedaan signifikan secara statistic antara kelompok-kelompok perlakuan dalam analisa One Way ANOVA. Uji korelasi ditemukan dengan hasil tidak signifikan secara statistic. Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistic antara konsentrasi ekstrak dan viabilitas Methicillin resistant Staphylococcus aureus. Tidak ditemukan aktivitas antibakteri yang signifikan dari ekstrak aqueous Allium cepa terhadap Methicillin resistant Staphylococcus aureus.
Kata Kunci: MRSA, Allium cepa, anti-bakterial
ABSTRACT
Background: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) infection is 64% more deadly than non-resistant Staphylococcus aureus infection. Allium cepa is known to have allicin, an organosulfur compound known as an active ingredient of natural anti-microbial phytochemicals. This study tried to test the antibacterial effect of aqueous corm leaf layer aqueous extract against Methicillin resistant Staphylococcus aureus. Method: Dried Allium cepa tubers are crushed and soaked in distilled water and separated by centrifugation. Methicillin resistant Staphylococcus aureus bacteria were incubated in microplate with tryptic soy broth (TSB) media and given extracts https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum 1
doi:10.24843.MU.2020.V9.i5.P01
with concentrations of 100%, 75%, 50%, 25%, 12.5%, 6.23%, 3.13%, 1.56%, and 0.78%. Methicillin resistant Staphylococcus aureus viability was measured by measuring biofilm production carried out by the ELISA method and painting with 2% violet crystals.
Results: OD range was found with a minimum value of 3.3 × 10-2 and a maximum of 7.5 × 10-2. There were no statistically significant differences between treatment groups in the One Way ANOVA analysis. Correlation test was found with statistically insignificant results. Conclusion: There was no statistically significant relationship between extract concentration and Methicillin resistant Staphylococcus aureus viability. No significant antibacterial activity was found from the aqueous Allium cepa extract against Methicillin resistant Staphylococcus aureus.
Keywords: MRSA, Allium cepa, anti-bacterial
PENDAHULUAN
Infeksi merupakan salah salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai di Indonesia. Infeksi juga menjadi penyebab utama kematian di dunia sehingga memerlukan perhatian serius dari seluruh praktisi kesehatan.1
Infeksi merupakan penyakit yang dimana patogen atau agennya memiliki kemampuan untuk masuk, bertahan, dan berkembang biak di dalam tubuh. Infeksi juga dapat menyebar di rumah sakit yang disebut dengan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial menjadi beban yang berat karena menjadi penyebab kematian utama dan meningkatkan morbiditas pada pasien yang sedang menjalani perawatan.2
Staphylococcus aureus merupakan salah satu patogen yang menjadi penyebab utama infeksi nosokomial. Bakteri ini juga sering ditemukan pada kulit dan saluran pernapasan sehingga dapat menyebabkan infeksi lokal pada kulit, hidung, uretra, vagina, dan saluran pencernaan.1
Staphylococcus aureus masuk ke dalam kategori serious threat atau ancaman serius oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dikarenakan resistensinya terhadap antibiotik methicillin sehingga disebut juga sebagai Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Bakteri ini menyebabkan 80.461 infeksi parah dan 11.285 kematian setiap tahun.3 Resistensi terhadap antibiotik methicillin menyebabkan infeksi menjadi 64% lebih
mematikan dibandingkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus non- resisten.4 Sedangkan diseluruh rumah sakit di Indonesia sendiri tingkat penyebaran infeksi MRSA pada tahun 2001 tercatat meningkat sebanyak 0,5% dan sampe pada tahun 2018 ini peningkatan sudah mencapai 8%.
Di dalam bawang merah diketahui terdapat allicin, suatu senyawa organosulfur yang dikenal sebagai bahan aktif anti-microbial phytochemical alami. Beberapa studi
membuktikan bahwa allicin efektif melawan berbagai jenis mikroba termasuk Antibioticresistant strain seperti MRSA.5 Namun sejauh ini belum ada penelitian khusus yang mengkaji mengenai efek allicin terhadap MRSA yang telah membentuk formasi biofilm. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengungkap efek dari allicin terhadap formasi biofilm MRSA
BAHAN DAN METODE
Sebelum dilakukan ekstraksi, bawang merah (Allium Cepa L.), terlebih dahulu disimpan dengan cara: (1) Siapkan 10 gram umbi bawang merah, (2) Kupas pelepah umbi, namun purlu diperhatikan agar tidak merusak bagian anak umbi (siung), (3) Cuci dengan air mengalir, (4) Keringkan dengan diangin-anginkan, (5) Masukkan dalam toples yang tertutup rapat, (6) Simpan dalam lemari pendingin bersuhu 4oC selama 30 hari.
Proses ekstraksi menggunakan 10 gram suing bawang merah yang telah kering dianginkan selama 30 hari dan dihancurkan dengan alat penghancur sayuran. Siung bawang merah yang telah dihancurkan kemudian direndam dalam 10 ml aquades lalu disimpan dalam suhu kamar selama 10 menit. Campuran kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5.500 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil dan disimpan dalam suhu 4 oC.
Bakteri MRSA ditumbuhkan dalam microplate ELISA dengan media tumbuh tryptic soy broth (TSB) dengan penambahan glukosa 1%. Pada kelompok perlakuan ditambahkan ekstrak dengan konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25%, 12,5%, 6,23%, 3,13%, 1,56%, dan 0,78%. Kontrol negatif berupa bakeri MRSA dalam media tumbuh tanpa ekstrak dan kelompok blank berupa media tanpa bakteri ataupun ekstrak. Inkubasi ini dilakukan 24 jam dengan suhu 37oC.
Viabilitas bakteri dinilai dengan mengukur produksi biofilm. Pengukuran biofilm dilakukan berdasarkan metode yang dijabarkan Stepanovic.
Suspensi bakteri dalam sumuran dicuci dengan larutan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak tiga kali. Biofilm difiksasi dengan penambahan methanol dan inkubasi 15 menit. Terakhir ditambahkan kristal violet 2% sebagai pewarna untuk deteksi biofilm, inkubasi 5 menit, lalu dicuci dengan aquades.6
Pembacaan dilakukan dengan metode ELISA menggunakan cahaya dengan panjang gelombang 570 nm. Absorbansi dicatat sebagai optical density yang akan dianalisa melalui analisa univariat dan bivariate.
Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan kelaikan etik dengan nomor
1118/UN14.2.2.V|1.14/LP/2019 penelitian ini berupa analitik eksperimental metode
microtitreplate biofilm assay yang dilaksanakan di Laboratorium Pathologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar dan laboratorium mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bahan yang di perlukan yaitu bawang merah yang sudah di uji determinasinya.
HASIL
Secara umum, rerata optical density (OD) ditemukan sebesar 5,1 × 10-2 dengan sebaran
normal. Rentangan OD ditemukan dengan nilai minimum 3,3 × 10-2 dan maksimum 7,5 × 10-2. Untuk masing-masing kelompok perlakuan ditemukan OD sebesar 5,1 × 10-2 untuk kelompok perlakuan 100%, 5,8 × 10-2 untuk kelompok 75%, 5,3 × 10-2 untuk kelompok 50%, 5,0 × 10-2 untuk kelompok 25%, 5,8 × 10-2 untuk kelompok 12,5%, 4,2 × 10-2 untuk kelompok 6,23%, 4,5 × 10-2 untuk kelompok 3,15%, 5,1 × 10-2 untuk kelompok
1,56%, dan 5,0 × 10-2 untuk kelompok 0,78%. Sementara itu, nilai OD untuk kelompok kontrol negatif dan blank masing-masing adalah 4,7 × 10-2 dan 5,1 × 10-2. Hasil yang detail dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Untuk menguji hubungan antara konsentrasi ekstrak dan viabilitas bakteri yang direpresentasikan sebagai produksi biofilm, dilakukan uji beda multivariate dan uji korelasi. Uji beda rerata multivariate dengan One Way ANOVA menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok-kelompok perlakuan. Hasil serupa ditemukan pada uji korelasi. Analisa uji korelasi Pearson menemukan koefisien korelasi sebesar 0.255 dengan nilai p>0,05. Artinya korelasi ini tidak signifikan secara statistic. Visualisasi korelasi yang
direpresentasikan dalam scatter plot dapat dilihat pada Gambar 2. https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i5.P01
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini kami mempelajari efek antibakteri ekstrak aqueous umbi lapis Allium cepa terhadap MRSA. Efek antibakteri ini ditentukan berdasarkan viabilitas MRSA yang direpresentasikan dari kemampuannya
memproduksi biofilm yang secara teoritik berbanding lurus terhadap viabilitasnya.7 Pengukuran biofilm pada prinsipnya, kristal violet akan melekat pada polisakarida komponen biofilm, meningkatkan absorbansi/optical density-nya saat disinari dengan cahaya dengan panjang gelombang 570 nm. Zat dengan sifat antibacterial yang efektif terhadap MRSA akan terlihat dengan menurunnya OD pada pemeriksaan dengan teknik ini.
Efek antibakteri ekstrak umbi lapis Allium cepa umumnya dikatikan dengan kandungan allicinnya. Pada penelitian sebelumnya, allicin dari Allium cepa ditemukan menghambat pertumbuhan pada beberapa strain bakteri, menunjukkan aktivitas anti-bakterial.8
Pada penelitian kami, kami menemukan adanya efek antibakteri yang tidak signifikan dari ekstrak aqueous Allium cepa terhadap MRSA. Temuan ini terlihat pada tidak adanya perbedaan OD yang signifikan antar kelompok perlakuan dengan konsentrasi ekstrak berbeda pada One Way ANOVA. Temuan ini dikuatkan dengan tidak adanya korelasi yang signifikan secara statistic antara konsentrasi ekstrak perlakuan dan OD.
Temuan ini berbeda dengan temuan efek anti-bakterial allicin yang telah disebutkan di atas. Perbedaan dapat dikatikan dengan perbedaan fundamental pada metode penelitian di mana penelitian oleh Borlinghaus tersebut dimana penelitian tersebut menggunakan isolat allicin sebagai bahan uji sementara penelitian ini menggunakan ekstrak aqueous kasar. Kandungan ekstrak aqueous kasar tentu tidak murni merupakan allicin dan konsentrasi allicin dan zat aktif lain terdilusi menghasilkan potensi yang tidak maksimal.8 Temuan lain menemukan bahwa zat-zat aktif anti-bakteri dalam Allium cepa meningkat potensinya dengan fermentasi atau oksidasi.9 Dalam tinjauan pustaka lain, efek antibacterial terhadap MRSA ditemukan pada isolat quercetin teroksidasi dari Allium cepa. Penelitian ini menggunakan ekstrak aqueous Allium cepa yang bersifat segar tanpa perlakuan seperti fermentasi atau oksidasi. Keadaan ini mungkin mempengaruhi potensi anti-bakterial zat-zat aktif yang terkandung di dalamnya.10
Selain itu, zat-zat aktif yang terkandung dalam Allium cepa merupakan zat organic yang 3
cenderung memiliki kelarutan rendah dalam air. Ekstraksi zat aktif dapat lebih optimal dicapai dengan pelarut organik seperti methanol, eter, dan etanol.11 Pada penelitian yang membandingkan efek antibakteri Allium cepa dengan berbagai pelarut, ekstrak aqueous secara konsisten menunjukkan aktivitas anti-bakterial yang lebih rendah dibandingkan pelarut organic pada beberapa varian Allium cepa dan bakteri target berbeda.12
SIMPULAN
Ekstrak aqueous Allium cepa tidak ditemukan memiliki efek anti-bakterial terhadap yang ditunjukkan dari tidak adanya inhibisi produksi biofilm. Tidak ditemukan perbedaan signifikan produksi biofilm antara bakteri yang diberi perlakuan ekstrak ataupun kontrol. Temuan ini berbeda dengan temuan-temuan sebelumnya yang dapat dijelaskan oleh perbedaan kondisi penelitian seperti perbedaan metode ekstraksi dan perlakuan terhadap zat aktif dalam ekstrak.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Smith, K. Biofilm formation by Scottish clinical isolates of Staphylococcus aureus. Journal of Medical Microbiology. 2008; 57(8): 1018 –1023.
-
2. Vanhommerig,E, Evelyn, Peter
Moons.,dkk. Comparison of biofilm formation between major clonal lineages of methicillin resistant Staphylococcus aureus. 2014; 9(8).
-
3. Centers for Disease Control and Prevention. Biggest Threats
Antibiotic/Antimicrobial Resistance
CDC. 2013. Diakses pada tanggal 19 Mei 2019 melalui
https://www.cdc.gov/drugresistance/bigg est_threats.html?CDC_AA_refVal=https
%3A%2F%2Fwww.cdc.gov%2Fdrugresi stance%2Fbiggest_threats.html
-
4. World Health Organization.WHO
Antimicrobial resistan. 2015.
-
5. Cutler, R.R. & Wilson, P. Antibacterial
activity of a new, stable, aqueous extract
of allicin against methicillin-resistant
Staphylococcus aureus. British journal of biomedical science.2014; 61(2):71.
-
6. Stepanović, S. Quantification of biofilm in microtiter plates: overview of testing conditions and practical
recommendations for assessment of
biofilm production by staphylococci. 2007;115(8):891–899.
-
7. Dakheel, K.H., Abdul Rahim, R., Neela, V.K.,dkk. Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus biofilms and their influence on bacterial adhesion and cohesion BioMed research international. 2016; Artikel ID 4780425
-
8. Borlinghaus, J. Allicin: chemistry and biological properties. Molecules.
2014:19(8); 12591–12618.
-
9. Millet, A., Lamy, E., Jonas.,dkk.
Fermentation enhances the biological activity of Allium cepa bulb extracts. Journal of agricultural and food chemistry. 2012; 60(9): 2148-2156.
-
10. Pareek, S., Sagar, N. A., Sharma.,dkk. Onion (Allium cepa L.) Dalam Fruit and Vegetable Phytochemicals: Chemistry and Human Health: 2018; 2
-
11. Packia Lekshmi, N.C.J., Viveka, S., Jeeva, S.,dkk. Efficacy of crude extracts of Allium sativum and Allium cepa against human pathogens. Advances in Applied Science Research. 2015; 6: 7278.
-
12. Bartolomeu. Effect of Photodynamic
Therapy on the Virulence Factors of Staphylococcus aureus. Frontiers in
Microbiology.2016; 7: 1– 11.
LAMPIRAN 1
Tabel 1 Optical density untuk masing-masing kelompok perlakuan
Kelompok Perlakuan (%) |
OD (× IO-2) |
Konsentrasi 100 |
5,1 |
Konsenstrasi 75 |
5,7 |
Konsentrasi 50 |
5,3 |
Konsentrasi 25 |
5,0 |
Konsentrasi 12,5 |
5,8 |
Konsentrasi 6,13 |
4,2 |
Konsentrasi 3,15 |
4,5 |
Konsentrasi 1,56 |
5,1 |
Konsentrasi 0,78 |
5,0 |
Kontrol negative |
4,7 |
Blank |
5,1 |
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i5.P01 |
5 |
LAMPIRAN 2
Gambar 1 box plot sebaran optical density untuk masing-masing konsentrasi kelompok perlakuan
LAMPIRAN 3
Gambar 2 scatter plot yang memetakan sebaran optical density terhadap konsentrasi ekstrak
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2020.V9.i5.P01
7
Discussion and feedback