JMU          ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.3,MARET, 2020

Jurnal medika udayana     ∕ I )∩Λ OPEN ACCESS                                           ^^^^^^^J^^^

∕ I_√O∕-V√ JOURNALS                                         SINTA 3

Diterima:07-02-2020 Revisi:10-02-2020 Accepted: 17-02-2020

PERSEPSI REMAJA USIA 18–21 TAHUN YANG TINGGAL DI PROVINSI BALI PADA TAHUN 2017 MENGENAI KERAHASIAAN MEDIS

Made Arlita Dian Septiantari1, Henky2, Ida Bagus Putu Alit2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2SMF Kedokteran Forensik, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah-Universitas Udayana Bali-Indonesia

Koresponding author: Made Arlita Dian Septiantari Email:[email protected]

ABSTRAK

Etika harus diperhatikan saat melakukan pelayanan kesehatan. Salah satunya adalah menghormati hak dan kewenangan pasien. Untuk melindungi dokter dalam menjalankan tugasnya diperlukan sebuah pedoman etika kedokteran. Bagian dari etika kedokteran adalah kerahasiaan medis yang merupakan kewajiban bagi dokter di seluruh dunia. Meskipun demikian, ada sebuah persoalan dalam kerahasiaan medis yang berhubungan dengan usia dewasa di Indonesia, terutama diantara usia 18-21 tahun yang berada diantara batasan usia menurut hukum pidana dan perdata. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berbagai variabel terkait persepsi remaja terhadap kerahasiaan medis yaitu sifat dalam mengambil keputusan, keadaan sosial, suasana dalam keluarga, serta keadaan ekonomi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif – analitik cross-sectional yang bertempat di Provinsi Bali dengan subyek 101 remaja usia 18–21 tahun. Data diambil dengan menggunakan kuesioner yang berisi sekumpulan pertanyaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa remaja usia 18–21 tahun cenderung setuju bahwa kerahasiaan medis milik remaja dan tidak perlu campur tangan orangtua/wali. Dari 101 sampel yang telah diteliti, 63,4% setuju mengenai kerahasiaan medis dan 36,6% tidak setuju. Adapun hal-hal yang mempengaruhi persepsi remaja, diantaranya yaitu sifat dalam mengambil keputusan (p=0,000) dan keadaan ekonomi (p=0,022) remaja sendiri. Sedangkan variabel lainnya yaitu keadaan sosial (p=0,128) dan suasana dalam keluarga (p=0,769) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap persepsi remaja mengenai kerahasiaan medis. Hal ini menunjukkan bahwa menghormati keputusan remaja sangat penting dan dapat mempengaruhi keinginan mereka dalam mencari pelayanan kesehatan.

Kata Kunci : Kerahasiaan Medis, Etika Kedokteran, Remaja, Persetujuan Medis

ABSTRACT

Ethics must be considered in medical practice. One of them is respect the rights and authority of patients. In order to protect doctors in performing their duties, a guideline of medical ethics is required. Part of medical ethics is medical confidentiality which is mandatory for physicians throughout the world. However, there is an issue in medical confidentiality related to the legal age in Indonesia, particularly between 18 and 21 years old, which is regulated differently between criminal and civil law. This study was conducted to determine various variables which influence the perception of medical confidentiality such as characteristic of decision making, social circumstances, the family atmosphere, and the economic situation. This study was a cross-sectional descriptive - analytic study located in Bali Province with 101 adolescents aged 18-21 years old. The data were collected using a questionnaire contained a set of questions. The results of the study showed that adolescents aged 18-21 tended to agree that medical confidentiality belongs to adolescents and does not need parents’ or guardians’ intervention. From 101 samples, 63.4% agreed on a medical confidentiality and 36.6% disagreed. Variables that influence the perception of adolescents including the characteristic of decision making (p = 0.000) and economic condition (p = 0.022). While the others, social condition (p = 0.128) and family atmosphere (p = 0.769), did not correlate significantly with adolescent perception about medical confidentiality. This suggests

that it is important in respecting the decisions of adolescents since it may affect their desire in seeking health services.

Keywords : Medical confidentiality, Medical Ethics, Adolescent, Informed Consent berkunjung ke pelayanan kesehatan ketika membutuhkan, dan 35% dari remaja yang tidak


PENDAHULUAN

Dokter merupakan salah satu profesi yang memiliki peranan penting dalam mengatasi permasalahan di bidang kesehatan. Salah satu tugas dokter adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakat diperlukan pelayanan kesehatan yang baik sehingga diperlukan kompetensi sebagai seorang dokter. Dokter dituntut untuk memiliki wawasan luas, dapat berkomunikasi dengan baik serta memiliki etika. Salah satunya menyangkut tentang kerahasiaan medis.

Kerahasiaan medis menjadi etika wajib bagi seorang dokter di seluruh dunia. Di Negara seperti Canada, Australia, Inggris, Perancis, dan Iran kerahasiaan medis juga diatur dalam hukum.1 Kondisi medis pasien dapat mempengaruhi kehidupan pribadi serta sosial ekonomi mereka. Membocorkan rahasia medis merupakan suatu tindakan melanggar hukum karena merupakan pelanggaran Otonomi pasien.2

Kerahasiaan medis adalah kewajiban, namun tidak bersifat absolut.3 Ada beberapa kondisi yang bisa membuat petugas kesehatan untuk membuka rahasia medis, salah satunya yaitu memberitahukan diagnosis penyakit anak kepada orang tuanya. Seperti halnya pembuatan Informed Consent, alasan diberikannya kebijakan penuh kepada orang tua yaitu untuk melindungi anak dari informasi yang membingungkan serta mengambil keputusan sulit.3 Membuka rahasia medis kepada orang tua bertujuan untuk kepentingan sang anak karena belum mampu memahami dengan baik kondisi medisnya.

Di beberapa Negara, Usia 18 tahun sudah dianggap sebagai usia dewasa sehingga pengambilan keputusan medis dan kerahasiaan medis sudah menjadi tanggung jawabnya sendiri, dimana orang tua tidak terlibat dalam pengambilan keputusan. Sedangkan di Indonesia terjadi ketidakjelasan batasan usia dewasa antara 18–21 tahun sehingga berdampak pada hak anak dalam menerima kerahasiaan medis. Padahal remaja usia 18–21 tahun sudah memiliki kapasitas untuk memahami informasi sehingga dapat memahami konsekuensi dari keputusan yang diambil.4

Sebuah studi menyatakan bahwa 25% remaja sekolah yang disurvey menyatakan bahwa mereka tidak mendatangi tempat pelayanan kesehatan karena tidak ingin informasi medisnya diketahui orang lain.5 Survey lain juga menyatakan bahwa 25% remaja tidak

berkunjung menyatakan alasannya yaitu mereka tidak ingin orang tuanya mengetahui informasi medisnya.6 Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya kerahasiaan medis untuk remaja. Tulisan ini akan membahas mengenai medical confidentiality atau kerahasiaan medis bagi remaja umur 18–21 tahun di Indonesia.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif– analitik cross-sectional. Telah dinyatakan laik etik dengan nomor 516/UN.14.2/KEP2017. Penelitian dilaksanakan di Provinsi Bali dan dilakukan pada Maret 2017 hingga Mei 2017. Kriteria sampel penelitian ini adalah seluruh remaja usia 18–21 tahun yang tinggal di Provinsi Bali. Sampel yang dipilih dari populasi memenuhi kriteria inluksi yaitu berusia 18– 21 tahun, belum menikah, memiliki KTP Provinsi Bali, dan pendidikan terakhir SMU atau setingkat. Serta tidak memenuhi kriteria eklusi yaitu menolak dalam berpartisipasi, menderita buta huruf, tuna rungu serta retardasi mental.

Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Jumlah sampel minimum yang dihitung dengan rumus besar sampel untuk data nominal pada proporsi tunggal dengan p = 0,5 maka Q = 1 – P = 0,5. Besar ketetapan relatif yang ditetapkan oleh peneliti yaitu 10% (d = 0,1). Besarnya Z α = 1,96 untuk α = 0,05. Berdasarkan perhitungan, dibutuhkan minimal 96 remaja sebagai subjek penelitian.7

Variabel dalam penelitian ini diantaranya variabel terikat yaitu persepsi remaja. Variabel bebas yaitu ekonomi, keadaan keluarga, sifat dan sosial. Variabel terkontrol yaitu tingkat pendidikan.

Analisis univariat atau deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai karakteristik remaja usia 18–21 tahun yang menjadi bagian dalam sampel penelitian ini. Masing-masing variabel akan disajikan dalam bentuk diagram dan grafik. Sedangkan analisis bivariat digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.

HASIL PENELITIAN

  • a.    Persepsi Terhadap Kerahasiaan Medis

Dari 101 sampel yang diteliti dalam penelitian ini, didapatkan hasil dari persepsi remaja mengenai kerahasiaan medis yaitu 63,4% remaja setuju bahwa kerahasiaan medis milik remaja sendiri dan sisanya yaitu 36,6% tidak setuju.

Tabel 1. Persepsi remaja usia 18–21 tahun

mengenai kerahasiaan medis

Persepsi Remaja Mengenai Kerahasiaan Medis

Jumlah

Persen (%)

Setuju

64

63,4%

Tidak Setuju

37

36,6%

  • b.    Sifat dalam mengambil keputusan

Karakteristik sifat remaja usia 18–21 tahun dalam mengambil keputusan dibagi menjadi 2 kategori yaitu memerlukan bantuan orang lain dalam mengambil keputusan dan dapat mengambil keputusan seorang diri.

Tabel 2. Hasil uji chi-square persepsi remaja dan sifat dalam mengambil keputusan

Setuju

Tidak setuju

Total

X2

P

Perlu bantuan orang

Ʃ

17

23

40

12,422

0,000

lain

%

42,5%

57,5%

100%

Mengambil keputusan

Ʃ

47

14

61

P < 0,05

sendiri

%

73,4%

26,6%

100%

Total

Ʃ

64

37

101

%

63,4%

36,6%

100%

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa proporsi remaja yang setuju mengenai kerahasiaan medis lebih tinggi pada kategori sifat remaja yang dapat mengambil keputusan sendiri yaitu 73,7% dibandingkan remaja yang perlu bantuan orang lain yaitu 42,5% dengan ratio proporsi yaitu 1,84. Ada hubungan antara variabel sifat dalam mengambil keputusan dengan persepsi remaja dibuktikan dari nilai X2 dan nilai p. Dimana, nilai p = 0,000 lebih kecil

  • c.    Keadaan sosial

Keadaan sosial digunakan untuk mengukur keaktifan seorang remaja di lingkungannya. Variabel ini dibagi menjadi 2 kategori yaitu remaja sosial aktif dan remaja sosial pasif. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa keadaan sosial remaja diantara pasif dan aktif berada dalam jumlah yang hampir seimbang.

daripada 0,05.

Tabel 3. Hasil uji chi-square persepsi remaja dan keadaan sosial

Setuju       Tidak      Total    X2       P

setuju

Sosial aktif

Ʃ

36

15

51

2,315

0,128

%

70,6%

29,4%

100%

Sosial pasif

Ʃ

28

22

50

P > 0,05

%

56,0%

44,0%

100%

Total

Ʃ

64

37

101

%

63,4%

36,6%

100%

Dari tabel 3 dapat diketahui persepsi remaja yang setuju mengenai kerahasiaan medis pada kategori remaja sosial aktif sebesar 70,6%, angka ini lebih tinggi daripada keadaan sosial pasif yaitu sebesar 56,0%. Rasio proporsi yang didapatkan yaitu 1,26 sehingga pada keadaan sosial aktif peluang remaja https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i3.P06

untuk setuju dengan kerahasiaan medis yaitu 1,26 kali lebih tinggi daripada sosial pasif. Nilai p yaitu 0,128 lebih besar daripada 0,05 sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel keadaan sosial dan persepsi remaja.

  • d.    Suasana dalam Keluarga

Suasana dalam keluarga dibagi menjadi 2 kategori, yaitu remaja yang memiliki keadaan keluarga baik serta keadaan keluarga yang tidak baik. Dimana,

keadaan keluarga yang baik lebih dominan daripada yang tidak baik yaitu sejumlah 86 baik dan 15 tidak baik.

Tabel 4. Hasil uji chi-square persepsi remaja dan suasana dalam keluarga

Setuju

Tidak setuju

Total

X2

P

Suasana Baik

Ʃ

55

31

86

0,086

0,769

%

64,0%

36,0%

100%

Suasana tidak baik

Ʃ

9

6

15

P > 0,05

%

60,0%

40,0%

100%

Total

Ʃ %

64

63,4%

37

36,6%

101

100%

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa baik pada persepsi remaja setuju maupun persepsi remaja tidak setuju, suasana keluarga yang baik lebih dominan ditunjukkan pada kelompok sampel dengan persepsi remaja setuju diketahui bahwa suasana keluarga baik memiliki proporsi 64,0% dibandingkan yang tidak baik yaitu 60,0%. Rasio proporsi yaitu 1,067.

Pada variabel suasana dalam keluarga diketahui nilai X2 adalah 0,086 dan nilai p yaitu 0,769, nilai ini jauh melebihi 0,05 sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara suasana

dalam keluarga dengan persepsi remaja mengenai kerahasiaan medis.

  • e.    Keadaan Ekonomi

Dalam penelitian ini keadaan ekonomi dari remaja dibagi menjadi 3 kategori. Yaitu remaja yang belum memiliki penghasilan sendiri, remaja yang sudah memiliki penghasilan sendiri namun belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan remaja yang sudah memiliki penghasilan sendiri sehingga mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.

Tabel 5. Hasil uji chi-square persepsi remaja dan keadaan ekonomi

Setuju

Tidak setuju

Total

X2

P

Belum memiliki penghasilan

Ʃ

26

25

51

7,594

0,022

%

51,0%

49%

100%

Belum mampu memenuhi

Ʃ

30

11

41

P < 0,05

kebutuhan

%

73,2%

26,8%

100%

Sudah mampu memenuhi

Ʃ

8

1

9

kebutuhan

%

88,8%

11,2%

100%

Total

Ʃ

64

37

101

%

63,4%

36,6%

100%

Pada tabel 5 ditunjukkan bahwa pada kategori remaja yang setuju dengan kerahasiaan medis, remaja yang sudah mampu memenuhi kebutuhan sendiri berada dalam persentase tertinggi yaitu 88,8% diikuti remaja yang sudah memiliki penghasilan namun belum mampu memenuhi kebutuhan sendiri yaitu 73,2% dan terakhir yang belum memiliki penghasilan yaitu 51,0%. Rasio proporsi antara remaja yang sudah mampu https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i3.P06

memenuhi kebutuhan dengan yang belum memiliki penghasilan sama sekali yaitu 1,74. Dari tabel tersebut pula dapat dilihat bahwa nilai X2 yaitu sebesar 7,594 dan nilai p sebesar 0,022 sehingga p < daripada 0,05 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara keadaan ekonomi dengan persepsi remaja.

DISKUSI

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Wadman, 2014 dan Goyal 2015 dimana remaja memiliki kecenderungan untuk tidak pergi ke pelayanan kesehatan disebabkan oleh karena mereka tidak ingin informasi medisnya diketahui orang lain termasuk orang tuanya. Sehingga angka kesakitan remaja dapat diturunkan bila tenaga kesehatan memiliki komitmen untuk menyimpan rahasia kedokteran hanya untuk remaja bersangkutan.5,6

Ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi persepsi remaja terhadap kerahasiaan medis. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa 2 variabel memiliki hubungan dengan persepsi remaja mengenai kerahasiaan medis dan 2 lainnya tidak ada hubungan yang signifikan. Dua variabel yang memiliki hubungan yaitu sifat dalam mengambil keputusan dan keadaan ekonomi sedangkan 2 variabel yang tidak memiliki hubungan yang signifikan yaitu keadaan sosial dan suasana dalam keluarga. Hasil ini sesuai dengan teori Miftah Thoha mengenai persepsi, bahwa sifat dan ekonomi mempengaruhi pemilihan persepsi seseorang. Faktor sifat merupakan faktor dari dalam individu sedangkan kebutuhan atau ekonomi merupakan faktor dari luar.8

Keluarga dan sosial dikatakan sebagai faktor yang bisa mempengaruhi pengembangan persepsi individu, namun ternyata dalam penelitian kali ini tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua faktor tersebut dengan persepsi remaja terkait kerahasiaan medis. Menurut peneliti, keberadaan keluarga tidak memiliki hubungan karena persepsi mengenai kerahasiaan medis tidak diturunkan dalam keluarga selayaknya kebiasaan. Sedangkan keadaan sosial tidak memiliki hubungan karena faktor intern atau dari dalam individu lebih berpengaruh terhadap persepsi daripada faktor sosial.

SIMPULAN

Penelitian ini menggambarkan bahwa remaja usia 18– 21 tahun memiliki kecenderungan untuk setuju bahwa informasi medis dapat langsung diberitahukan kepada remaja tanpa perlu keterlibatan orang lain termasuk orang tua. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 63,4% setuju dan hanya 36,6% yang tidak setuju.

Ada 2 variabel yang memiliki hubungan dengan persepsi remaja mengenai kerahasiaan medis sedangkan 2 variabel lain yang diteliti tidak ada hubungan yang signifikan. Variabel yang memiliki hubungan yaitu sifat dalam mengambil keputusan dan keadaan ekonomi sedangkan 2 variabel yang tidak memiliki hubungan yang signifikan yaitu keadaan sosial dan suasana dalam keluarga.

Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi pemerintah terkait dalam memperbaharui kebijakan terutama mengenai batasan usia. Bagi penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan kerahasiaan medis, penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi dan rujukan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Milanifar A, Larijani B, Paykarzadeh P, et al. Breaching confidentiality: medical mandatory reporting laws in Iran. Journal of Medical Ethics and History of Medicine; 2014. h. 1–10.

  • 2.    Ikatan Dokter Indonesia. Kode Etik Kedokteran (KODEKI). 2012.

  • 3.    MMC. Malaysian Medical Council Guidelines on Confidentiality. 2011. [Online] 1-14 Tersedia di http://www.mmc.gov.my/                images

/contents/ethical/Confidentiality-guidelines.pdf

  • 4.    Pinero VB. 2008. Children’s confidentiality rights in healthcare:  a child-oriented international legal

perspective. Ped Health; 2: 557–561.

  • 5.    Wadman R, Thul D, Elliott AS, et al. Adolescent confidentiality: Understanding and practices of health care providers. Paediatr Child Heal; 2014. 19: 11–14

  • 6.    Goyal MK. Communicating With the Adolescent: Consent and Confidentiality Issues. Clin Pediatr Emerg Med; 2015. 16: 96–101.

  • 7.    Jackson, Cathryn. Cluster Random Samples: Definition, Selection & Examples. Studi.com. 2016. [Online] Tersedia di http:// study. com/ academy/ lesson /cluster- random -samples-definition -selection-examples.html

  • 8.    Miftah Thoha. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2014. h. 148-154

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i3.P06

32