JMU

Jurnal medika udayana



ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.1,JANUARI, 2020

Il—Λ ∣directoryof                                      ^^H!!H^⅛*‰

LjLJZXJ JourwS-Sess                                         s∣∣mta 3

Diterima:26-12-2019 Revisi:30-12-2019 Accepted: 09-01-2020

POLA KEPEKAAN BAKTERI ENTEROBACTER SP YANG DIISOLASI DARI SPESIMEN URIN DI RSUP SANGLAH

Putu Bagus Redika Janasuta1, Dewa Made Sukrama2, Ida Bagus Nyoman Putra Dwija2 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/SMF Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Koresponding author: Putu Bagus Redika Janasuta [email protected]

ABSTRAK

Pendahuluan: Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi kedua tersering, sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun. Enterobacter sp merupakan penyebab tersering ISK. Di era peningkatan resistensi antimikroba, tatalaksana ISK penuh tantangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola kepekaan Enterobacter sp dari spesimen urin di RSUP Sanglah, Denpasar. Metode: Rancangan penelitian adalah deskriptif cross sectional. Dilakukan di SMF Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah / FK UNUD selama Januari 2015 - Desember 2016 mempergunakan data sekunder. Sampel penelitian adalah pola kepekaan antibiotik terhadap Enterobacter sp. dari spesimen urin dan memenuhi kriteria inklusi. Sampel diperoleh dengan teknik total sampling. Hasil penelitian dianalisis menggunakan aplikasi SPSS. Hasil: Dari 20 sampel, menurut karakteristik sampel, jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada wanita yaitu laki-laki 14 (70%) perempuan 6 (30%,) berdasarkan usia, rata-rata usia adalah 42 tahun, proporsi terbanyak usia 21-60 tahun yaitu 11(55%). Penyebab ISK berdasarkan spesies terbanyak adalah Enterobacter cloacae yaitu 18 (90%). Pola kepekaan E.cloacae terhadap antibiotik peka terhadap amikacin (88,9%) dan tidak peka ampicillin (94,4%). E.aerogenes tidak peka ampicillin, ampicillin/sulbactam, dan cefazolin (100% masing-masing), sedangkan yang lain masih peka. E.asburiae peka ertapenem, meropenem, amikacin, ciprofloxacin, dan ceftriaixone (masing-masing 100%), sedangkan yang lain tidak peka. Simpulan: ISK yang disebabkan Enterobacter sp. lebih sering terjadi pada laki-laki dan rentang usia 21-60 tahun dengan rerata 42 tahun. Spesies bakteri terbanyak penyebab ISK pada penelitian adalah E.cloacae.  Sebagian besar bakteri pada penelitian masih peka

amikasin, ertapenem, dan meropenem dan tidak peka ampicillin, ampicillin/sulbactam, dan cefazolin. Kata kunci: infeksi saluran kemih, urin, Enterobacter, antibiotik, bakteri.

ABSTRACT

Introduction: Urinary tract infection (UTI) is the second most infection, account for 8.3 million cases reported each year. Enterobacter sp. was the most important caused of UTI. In this higher resistance to antimicrobial era, treatment of UTI is challenging. This study conducted to know sensitivity pattern of Enterobacter sp. from urine specimen at Sanglah Hospital, Denpasar. Methods: The study used descriptive cross sectional design. It was done at Clinical Microbiology Department, Sanglah Hospital / Udayana University College from January 2015 to December 2016 using secondary data. Study’s sample was sensitivity pattern of antibiotics to Enterobacter sp. from urine specimen according to inclusion criteria. The sample collection’s techniques used total sampling. The results analyzed by SPSS application. Results: From 20 samples, according to the characteristics of the sample, the number of men was higher than women which is men 14 (70%) and women 6 (30%, highest proportion between age 21-60 years old which is 11(55%). The etiology of UTI based on species, the highest was Enterobacter cloacae which is 18 (90%). Sensitivity pattern of E.cloacae to antibiotics sensitive to amikacin (88,9%) and insensitive ampicillin (94,4%). E.aerogenes insensitive to ampicillin, ampicillin/sulbactam, and cefazolin (100% each), meanwhile others still sensitive. E.asburiae sensitive ertapenem, meropenem, amikacin, ciprofloxacin, and ceftriaixone (100% each), meanwhile others insensitive. Conclusion: UTI caused by Enterobacter sp. more common in men dan between age

group of 21-60 years old with mean 42 years old. The most common species causing UTI in this study was E.cloacae. Most bacteria in this study still sensitive to amikacin, ertapenem, and meropenem and insensitive ampicillin, ampicillin/sulbactam, and cefazolin.

Keywords: urinary tract infection, urine, Enterobacter, antibiotics, bacteria.

PENDAHULUAN

Infeksi merupakan masalah kesehatan utama di negara-negara berkembang saat ini. Salah satu infeksi yang paling sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih (ISK). ISK merupakan penyakit infeksi kedua tersering setelah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun. ISK dapat menyerang pasien dari segala usia mulai bayi baru lahir hingga orang tua. Umumnya wanita lebih sering mengalami ISK daripada pria. Dengan bertambahnya usia, angka insiden ISK berbanding terbalik yaitu pada masa sekolah ISK pada perempuan 3%, sedangkan anak laki-laki 1,1%. Insiden ISK ini pada remaja anak perempuan meningkat 3,3 sampai 5,8%.1 Khawcharoenporn dkk, menyatakan Enterobacter Sp merupakan penyebab tersering ISK. Salah satu golongan family Enterobacteriaceae adalah Enterobacter sp.2 Dalam penelitian Hoffman dan Rogenkamp, Enterobacter sp merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial seperti ISK, peritonitis pasca-operasi, septikemia dan pneumonia.3

Tatalaksana ISK adalah sesuatu yang penuh tantangan, di era peningkatan resistensi antimikroba. Peningkatan resistensi terhadap antibiotik mempersulit terapinya dengan meningkatkan morbiditas pasien, biaya untuk pemeriksaan dan terapi ulang, tingkat perawatan di rumah sakit, dan penggunaan antibiotik spektrum luas.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amin M. dkk4 di Iran, Enterobacter sp resisten terhadap antibiotik Amphicillin (7,4%), Cephalothin (18,5%), Tetracycline (25,9%), Nitofurantoin (27,8%). Bahkan, pada penelitian yang dilakukan di Filipina, uji suseptibilitas Enterobacter sp menunjukkan 100% resisten terhadap antibiotik Cefoxitin dan 50% resisten terhadap Ceftazidime, Cefuroxime, dan Amphicillin.5

Menurut penelitan Pratiwi. I di RSUP Soeradji Tirtonegoro tahun 2012 hingga 2013 bakteri Enterobacter sp 85% sensitif terhadap antibiotik Meropenem, 81% sensitif terhadap Amikasin. Namun bakteri Enterobacter sp resisten terhadap antibiotik Sefepim dan Siprofloksasin sebesar 44%.6

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola kepekaan bakteri Enterobacter sp dari spesimen urin di RSUP Sanglah, Denpasar. Dalam penelitian ini juga akan diteliti mengenai faktor-faktor yang merupakan media perantara infeksi bakteri Entrobacter sp di berbagai ruangan di RSUP Sanglah, Denpasar.

METODE

Rancangan penelitian ini adalah deskriptif cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di SMF https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P10

Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah / FK UNUD selama periode Januari 2015 hingga Desember 2016 dengan mempergunakan data sekunder.

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah pola kepekaan antibiotik terhadap Enterobacter sp yang berasal dari spesimen urin dan memenuhi kriteria inklusi. Sampel diperoleh dengan teknik total sampling. Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan aplikasi SPSS dan ditampilkan dalam bentuk sederhana berdasarkan distribusi jenis kelamin, usia, bakteri Enterobacter sp, serta pola kepekaan terhadap antibiotik. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan narasi.

HASIL

  • 1.    Karakteristik Sampel

Sampel berasal dari data spesimen urin pasien suspek ISK dengan bakteri Enterobacter sp. Jumlah sampel yang didapat adalah 20 sampel. Tabel 1 dan 2 menunjukkan karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin dan usia berturut-turut.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

n

%

Laki-laki

14

70

Perempuan

6

30

Total

20

100

Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin didapat distribusi sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebanyak 14 (70%) sampel.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Usia

Karakteristik Sampel

Rerata Umur (%)

Usia

42 (±27)

<20 tahun

5 (25%)

21-60 tahun

11 (55%)

>60 tahun

4(20%)

Total

20 (100%)

Berdasarkan tabel 2. dapat dilihat karakteristik sampel dengan rerata usia adalah 42,65 tahun (SB=26,48). Sebagian besar sampel berada pada kelompok umur 21-60 tahun (55%), diikuti dengan kelompok umur <20 tahun (25%), dan kelompok umur >60 tahun (20%) (Tabel 2).

  • 2.      Deskripsi Bakteri Penyebab Infeksi Saluran

Kemih

Didapat bakteri penyebab ISK seperti berikut:

Tabel 3. Distribusi Bakteri Enterobacter sp penyebab Infeksi Saluran Kemih berdasarkan spesies

Spesies

f (%)

Enterobacter cloacae

18 (90)

Enterobacter asburiae

1 (5)

Enterobacter aerogenes

1 (5)

Total

20 (100%)

Berdasarkan tabel 3. dapat dilihat karakteristik sampel berdasarkan penyebab infeksi saluran kemih

dengan spesies terbanyak yaitu Enterobacter cloacae sebanyak 18 sampel (90%), Enterobacter asburiae sebanyak 1 sampel (5%), Enterobacter aerogenes sebanyak 1 sampel (5%).

  • 4.    Pola Kepekaan Bakteri Enterobacter sp

Adapun pola kepekaan dari bakteri yang diteliti ditampilkan dalam tabel 4. Enterobacter cloacae sensitif terhadap tigecycline (88,9%), amikacin (88,9%), ertapenem (72,2%), metropenem (66,7%), cefepime (55,6%), dan resisten terhadap cefazolin (100%), ampicillin (94,4%), ampicillin/sulbactam (88,9%), aztreonam (61,1%), trimethroprim (61,1%), ceftriaxone (61,1%), ceftazidime (55,6%) (Tabel 4).

Tabel 4 Pola kepekaan Enterobacter cloaclae terhadap beberapa antibiotika Pola Kepekaan

Antibiotika

Sensitif (%)

Intermediet (%)

Resisten (%)

Ampicillin

0 (0)

1 (5,6)

17 (94,4)

Ampicillin/Sulbactam

2 (11,1)

0 (0)

16 (88,9)

Piperacillin/Tazobactam

9 (50,0)

2 (11,1)

7 (38,9)

Ceftazidime

8 (44,4)

0 (0,0)

10 (55,6)

Cefepime

10 (55,6)

1 (5,6)

7 (38,9)

Aztreonam

7 (38,9)

0 (0,0)

11 (61,1)

Ertapenem

13 (72,2)

0 (0,0)

5 (27,8)

Metropenem

12 (66,7)

0 (0,0)

6 (33,3)

Amikacin

16 (88,9)

1 (5,6)

1 (5,6)

Gentamicin

11 (61,1)

1 (5,6)

6 (33,3)

Ciprofloxacin

8 (44,4)

2 (11,1)

8 (44,4)

Tigecycline

16 (88,9)

1 (5,6)

1 (5,6)

Nitrofuration

4 (22,2)

7 (38,9)

7 (38,9)

Trimethroprim

7 (38,9)

0 (0,0)

11 (61,1)

Cefazolin

0 (0,0)

0 (0,0)

18 (100)

Ceftriaxone

7 (38,9)

0 (0,0)

11 (61,1)

Pola Kepekaan

Antibiotika

Sensitif (%)

Intermediet (%)

Resisten (%)

Ampicillin

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Ampicillin/Sulbactam

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Piperacillin/Tazobactam

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Ceftazidime

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Cefepime

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Aztreonam

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Ertapenem

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Metropenem

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Amikacin

1 (100,)

0 (0,0)

0 (0,0)

Gentamicin

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Ciprofloxacin

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Tigecycline

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Nitrofuration

0 (0,0)

1 (100,0)

0 (0,0)

Trimethroprim

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Cefazolin

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Ceftriaxone

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Tabel 5 Pola Kepekaan Enterobacter aerogenes terhadap beberapa antibiotika


Enterobacter aerogenes sensitif terhadap piperacilin/tazobactam (100%), ceftazidime (100%), cefepime (100%), aztreonam (100%), ertapenem (100%), metropenem (100%), amikacin (100%), gentamicin (100%), ciprofloxacin (100%), tigecycline (100%), trimethroprim (100%), ceftriaxone (100%) dan resisten terhadap ampicillin (100%), ampicillin/sulbactam (100%), dan cefazolin (100%).

Tabel 6 menunjukkan bahwa Enterobacter asburiae sensitif terhadap ertapenem (100%), metropenem (100%), amikacin (100%), ciprofloxacin (100%), ceftriaxone (100%), dan resisten terhadap ampicillin (100%), ampicillin/sulbactam (100%), ceftazidime (100%), cefepime (100%), aztreonam (100%), gentamicin (100%), tigecycline (100%), nitrofuration (100%), trimethroprim (100%), cefazolin (100%), ceftriaxone (100%).

Tabel 6. Pola kepekaan Enterobacter asburiae terhadap beberapa antibiotika

Pola Kepekaan

Antibiotika

Sensitif (%)

Intermediet (%)

Resisten (%)

Ampicillin

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Ampicillin/Sulbactam

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Piperacillin/Tazobactam

0 (0,0)

1 (100,0)

(0,0)

Ceftazidime

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Cefepime

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Aztreonam

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Ertapenem

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Metropenem

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Amikacin

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Gentamicin

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Ciprofloxacin

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

Tigecycline

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Nitrofuration

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Trimethroprim

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Cefazolin

0 (0,0)

0 (0,0)

1 (100,0)

Ceftriaxone

1 (100,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

DISKUSI

Penelitian terkini menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi saluran kemih (ISK) di Indonesia masih cukup tinggi. Fakta tersebut juga diikuti dengan meningkatnya resistensi antibiotik. Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin didapat distribusi sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebanyak 14 (70%) sampel dan berdasarkan tabel 2. dapat dilihat karakteristik sampel dengan rerata usia adalah 42,65 tahun (SD=26,48). Sebagian besar sampel berada pada kelompok umur 21-60 tahun (55%), diikuti dengan kelompok umur <20 tahun (25%), dan kelompok umur >60 tahun (20%). Kelompok umur ini mungkin berpotensi terinfeksi Enterobacter sp. karena merupakan usia produktif dan seksual aktif yang memungkinkan kontaminasi, invasi patogen menuju saluran kemih.

Sebagian besar pasien yang terinfeksi berjenis kelamin laki-laki. Meskipun, menurut literatur secara anatomis peremuan memiliki kerentanan untuk terkena ISK. Hal ini kemungkinan karena proporsi pasien yang melakukan kultur urin di RSUP Sanglah terbanyak adalah laki-laki, karena Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah menerima spesimen urin terutama dari kasus bedah

seperti Batu Saluran Kemih dan Benign Prostate Hyperplasia (BPH) juga spesimen urin dari kateter yang diderita dan digunakan oleh laki-laki. Hasil penelitian ini cukup sesuai dengan penelitian di negara tropis lainnya, India, dimana berdasarkan penelitian tersebut, rerata usia orang yang terinfeksi ESBL adalah 40,29 tahun berjenis kelamin laki-laki (75,47% kasus). Namun hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian Figuero dkk, dimana 81% penderita kelompok umur ≥ 60 tahun, rerata umur 72 tahun dan 63% adalah wanita.7,8

Distribusi karakterisitik sampel yang berbeda-beda ini mungkin menunjukan bahwa profil pasien ISK sangat bergantung dengan pola kuman

setempat, kondisi geografis, status sosial ekonomi yang mempengaruhi virulensi dan penyebaran infeksi di daerah tersebut.

Enterobacter cloacae sensitif terhadap tigecycline (88,9%), amikacin (88,9%), ertapenem (72,2%), metropenem (66,7%), cefepime (55,6%), dan resisten terhadap cefazolin (100%), ampicillin (94,4%), ampicillin/sulbactam (88,9%), aztreonam (61,1%), trimethroprim (61,1%), ceftriaxone (61,1%), ceftazidime (55,6%) (Tabel 4). Hasil pada penelitian ini mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak yang mendapatkan hasil bahwa

Enterobacter cloacae sensitif terhadap antibiotik meropenem, amikacin, ertapenem, dan cefepime. Hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, Medan tersebut juga mendapatkan hasil bahwa E. cloacae resisten terhadap ceftriaxone, dan ampicillin.7

Sedangkan, Enterobacter aerogenes sensitif terhadap piperacilin/tazobactam (100%), ceftazidime (100%), cefepime (100%), aztreonam (100%), ertapenem (100%), metropenem (100%), amikacin (100%), gentamicin (100%), ciprofloxacin (100%), tigecycline (100%), trimethroprim (100%), ceftriaxone (100%) dan resisten terhadap ampicillin (100%), ampicillin/sulbactam (100%), dan cefazolin (100%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dkk., di Rumah Sakit PKU Muhammadiah Yogyakarta yang menemukan bahwa Enterobacter aerogenes sensitif terhadap meropenem, ciprofloxacin, cefixime, dan gentamicin, dan resisten terhadap trimethroprim dan amoxicillin.8 Hasil penelitian ini juga didukung oleh literatur yang dilakukan di negara Nigeria mengatakan bahwa Enterobacter aerogenes resisten terhadap antibiotik ampicillin (81,3%).9

Berdasarkan Tabel 6, Enterobacter asburiae sensitif terhadap ertapenem (100%), metropenem (100%), amikacin (100%), ciprofloxacin (100%), ceftriaxone (100%), dan resisten terhadap ampicillin (100%), ampicillin/sulbactam (100%), ceftazidime (100%), cefepime (100%), aztreonam (100%), gentamicin (100%), tigecycline (100%), nitrofuration (100%), trimethroprim (100%), cefazolin (100%), ceftriaxone (100%). Penelitian ini agak mirip dengan hasil penelitian Tandari yang dilakukan di RSUP Dr Sutomo Surabaya mendapatkan Enterobacter asburiae resisten terhadap ampicillin. Namun berdasarkan penelitian Tandari juga, didapati hasil yang berbeda. Pada penelitian tersebut didapat ceftriaxone resisten pada Enterobacter asburiae, dan sensitif terhadap gentamicin.10

Hilangnya aktivitas antibiotik terhadap bakteri gram negatif sebagian besar diperantai oleh plasmid. Gen-gen yang terkandung didalam plasmid menyebabkan beberapa hal. Pertama, menghasilkan enzim baru yang menyebabkan inaktivasi antibiotik, contohnya    enzim    beta-laktamase    yang

menginaktivasi obat-obatan betalaktam. Kedua, memodifikasi enzim yang merupakan target kerja obat, contohnya modifikasi enzim dihydropteroate synthase     yaitu    sulfonadimide     resistance

dihydropteroate synthase yang tidak sensitif terhadap obat-obatan golongan sulfonamide.11

Penyebab resisten terhadap golongan sulbactam adalah karena inhibitors dari enzym kelas A pada antibiotik sulbactam memiliki efek yang sedikit pada AmpC β-lactamase.10 Meropenem merupakan antibiotik yang bersifat bakterisidal dengan menghambat pembentukan dinding sel bakteri. Kemampuannya yang tinggi mempenetrasi

dinding sel, dan sangat stabil terhadap berbagai serine enzim beta lactamase serta ditandai dengan afinitas yang tinggi terhadap Penicillin-Binding Proteins (PBPs) menjelaskan aktivitas poten yang dimiliki meropenem sebagai antibiotik spektrum luas baik terhadap bakteri aerob maupun anaerob.8

Enterobacter aerogenes dan Enterobacter cloacae memiliki resistensi intrinsik terhadap ampicillin, ampicillin/sulbactam. Resistensi intrinsik adalah resistensi secara natural yang dimiliki oleh suatu jenis mikroba dan biasanya ditentukan oleh gen kromosom.12

Menurut literatur, amikacin merupakan antibiotik yang aktif melawan bakteri enterobakter (biasanya diatas 80%). Adanya AHB side-chain pada antibiotik ini membuat mampu untuk melawan enzim bakteri yang termediasi plasmid yang bertanggungjawab terhadap resistensi dengan aminoglycoside. Oleh karena itu amikacin merupakan antibiotik yang aktif melawan banyak gram negatif yang resisten terhadap gentamicin dan tobramycin.13

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data, ISK yang disebabkan oleh bakteri Enterobacter sp. lebih sering terjadi pada laki-laki (70%) dibandingkan pada perempuan (30%). Berdasarkan usia pasien yang mengalami ISK akibat bakteri Enterobacter sp. lebih sering dialami pada rentang usia 21-60 tahun dengan rerata 43 tahun (±27). Spesies bakteri Enterobacter sp. yang didapat dari penelitian antara lain Enterobacter cloacae, Enterobacter aerogenes, dan Enterobacter asburiae.   Spesies bakteri yang

terbanyak menyebabkan ISK di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Sanglah adalah Enterobacter cloacae yaitu sebanyak 90%.

Sebagian besar bakteri yang ditemukan pada penelitian ini masih sensitif terhadap amikasin, ertapenem, dan metropenem dan resisten terhadap ampicillin, ampicillin/sulbactam, dan cefazolin.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Purnomo, B. Dasar-dasar UROLOGI. Edisi Pertama. Cetakan I. Jakarta: CV Sagung Seto. 2011

  • 2.    Khawcharoenporn, T., Vasoo, S. and Singh, K,. Urinary Tract Infections due to MultidrugResistant Enterobacteriaceae: Prevalence and Risk Factors in a Chicago Emergency Department. Emergency Medicine International. 2013

  • 3.    Hoffmann, H., Rogenkamp, A. Population Genetics of the Nomenspecies Enterobacter cloacae. Applied and Environmental Microbiology. 2003

  • 4.    Amin, M. dkk.. Study of bacteria isolated from urinary tract infections and determination of their susceptibility to antibiotics. Jindishapur J. Microbiol., 2009;2(3): 118-123.

  • 5.    Rodriguez-Encarnacion, A.. Pathogens Causing Urinary Tract Infection and Their Resistance

Patterns among Pediatric Patients in Chong Hua Hospital (January 2003 to June 2005). Pediatr Infect Dis Soc Philipp J : Philippines. 2012

  • 6.    Pratiwi, I. dkk. Pola Kepekaan Enterobacter sp terhadap beberapa golongan antibiotik yang dilakukan di RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2012 Hingga 2013. Electronic Theses & Dissertations (ETD): Gadjah Mada University. 2013

  • 7.    Simanjuntak. “Identifikasi dan Pola Kepekaan Bakteri yang Diisolasi dari Urin Pasien Suspek Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan”. Sumatera Utara: USU. 2015

  • 8.    Prabowo dkk., “Identifikasi Pola Kepekaan dan Jenis Bakteri pada Pasien Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit PKU Muhammadiah Yogyakarta”. Mutiara Medika: UMY. 2012

  • 9.    Olufemi      dkk.      Antibiogram      of

Enterobacteriaceae isolated from free-range chickens in Abeokuta, Nigeria. Nigeria: University of Agriculture Abeokuta. 2012

  • 10.    Tandari A. D.“Pola Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik pada Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) di Rumah Sakit X Periode Januari 2013-September 2015”. Surakarta:  Universitas

Muhamadiyah.. 2015

  • 11.    Seta. “Pola Kepekaan Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih pada Anak terhadap Antimikroba”.     Palembang:     Universitas

Sriwijaya. 2015

  • 12.    Sutandhio. “Distribusi dan Pola Kepekaan Enterobactericeae dari Spesimen Urin di RSUD DR. Soetomo Surabaya Periode Januari-Juni 2015”. Surabaya: UNAIR. 2015

  • 13.    Craig dkk, Kucers’ The Use of Antibiotics Sixth Edition: A Clinical Review of Antibacterial, Antifungal. 2010

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P10

56