ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.1,JANUARI, 2020



Diterima:26-12-2019 Revisi:30-12-2019 Accepted: 09-01-2020

EVALUASI PENGGUNAAN TOTALLY IMPLANTABLE VENOUS ACCESS PORT UNTUK KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH TAHUN 2016

Ayu Nursantisuryani Jahya1, Putu Anda Tusta Adiputra2

1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Divisi Bedah Onkologi, Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Rute administrasi mempengaruhi kepatuhan dan kepatuhan pasien dalam menjalani kemoterapi. Belakangan, Totally Implantable Venous Access Port (TIVAP) muncul sebagai metode yang menjanjikan dalam mempermudah akses kemoterapi. Namun, belum banyak laporan evaluasi perihal TIVAP, tidak sesuai dengan tingkat penggunaannya yang semakin meningkat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik, indikasi, dan komplikasi pemasangan TIVAP pada subjek wanita dengan kanker payudara di RSUP Sanglah periode Maret 2015- September 2016. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan desain potong lintang menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien dengan kanker payudara yang berkunjung ke RSUP Sanglah. Data karakteristik subjek, indikasi, dan komplikasi TIVAP dianalisis dengan SPSS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengguna TIVAP kebanyakan berusia di atas 40 tahun dengan kanker payudara di sebelah kiri. Mayoritas (61%) memilih metode ini setelah diberikan edukasi. Lokasi implantasi TIVAP kebanyakan dilakukan di vena subclavia kanan. Terdapat 3 dari 28 subjek (9%) yang mengalami komplikasi, yaitu 1 subjek (3%) mengalami komplikasi awal thrombus blocking dan 2 subjek (6%) mengalami komplikasi lanjut berupa exposed chemoport dan infeksi. Dapat disimpulkan bahwa indikasi penggunaan TIVAP paling banyak adalah setelah diberikan edukasi dan komplikasi yang terjadi rendah dan ringan. Hal ini menunjukkan bahwa metode ini aman dan baik untuk diterapkan sebagai rute administrasi kemoterapi.

Kata kunci: kanker payudara, kemoterapi, TIVAP

ABSTRACT

The route of chemotherapy administration affects patient adherence and compliance. The Totally Implantable Venous Access Port (TIVAP) emerged as a promising method for optimal access to chemotherapy. However, evaluation of its usage was still low compared to its high demand. This study was conducted to determine the characteristics, indications, dan complications of TIVAP implantation in female subjects with breast cancer who underwent chemotherapy using TIVAP at RSUP Sanglah in the period of March 2015 to September 2016. This was a descriptive method with cross sectional design using secondary data from medical records of breast cancer patients visiting Sanglah General Hospital. Data on subject characteristics, indications, and complications of TIVAP were analyzed with SPSS. In this study, it was shown that TIVAP users mostly aged over 40 years with breast cancer on the

left. Majority (61%) chose this method after being educated. TIVAP mostly implanted in the right subclavian vein. There were 3 out of 28 subjects (9%) who experienced complications: 1 subject (3%) had an early complication due to thrombus blocking and 2 subjects (6%) had late complications due to exposed chemoport and infection, respectively. It can be concluded that the highest indication of TIVAP usage was after education and the rate of complications was low and mild. Thus, TIVAP is a safe and good method to be applied as a route of chemotherapy administration.

Keywords: breast cancer, chemotherapy, TIVAP

PENDAHULUAN

Kanker merupakan penyakit yang sangat invasif yang muncul sebagai jaringan yang sangat cepat bereplikasi dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan data publikasi Global Burden of Cancer Study (GLOBOCAN), dan Agensi Riset Kanker Internasional (IARC) pada 2012, jumlah kasus baru kanker adalah sebanyak 14.067.894 dengan 8.201.575 kematian. Pada penelitian tersebut juga dikemukakan bahwa kanker payudara pada tahun 2012 merupakan kasus kanker terbanyak yaitu 43,3%, dengan jumlah kematian 12,9%1.Di Indonesia, insiden kanker payudara jauh lebih tinggi yaitu 40 tiap 100000 wanita dibandingkan dengan kanker serviks sebanyak 16 per 100000 wanita2.Hasil dari penelitian Studi Kolaborasi Jepang Indonesia mengenai epidemiologi kanker payudara adalah sebagai berikut: Stadium I (2%), stadium II (16%), stadium IIIa (23%), stadium IIIb (40%), dan stadium IV (19%). Pada stadium lanjut yaitu stadium IIIB, IIIC, dan IV, opsi pengobatan meliputi kombinasi kemoterapi, radioterapi, terapi hormonal dan terapi target. Pembedahan dilakukan pada stadium IIIB dan IIIC bila telah menjadi operabel dan pada stadium IV pembedahan memiliki peran yang sangat sedikit, hanya pada kondisi tertentu3.

Efektivitas kemoterapi sebagai terapi ajuvan pada kanker terbukti tinggi dan telah diterapkan di banyak rumah sakit. Modalitas kemoterapi dengan agen sitotoksik terbukti menguntungkan untuk manajemen tumor yang agresivitasnya tinggi. Sebelum memulai kemoterapi kita juga harus mengenal cara mengadministrasikan obat kemoterapi yang sitotoksik. Ada dua jalur yang umum digunakan untuk kemoterapi yaitu jalur vena perifer dan implantable port. Pungsi vena berulang untuk mengadministrasikan obat kemoterapi sudah sejak lama dilakukan dan memunculkan masalah baru yakni ketidaknyamanan pasien. Kesalahan sumber daya manusia (SDM) juga sering dilaporkan pada pemberian obat melalui pungsi vena karena sering dilakukan percobaan pungsi vena berulang untuk menemukan vena https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P09

yang baik untuk diinfus dengan obat kemoterapi. Hal ini tentu membuat trauma pada pasien.

Penemuan ini kemudian dijadikan dasar pemikiran oleh para ilmuwan   untuk

mengembangkan modalitas rute administrasi kemoterapi. Ada beberapa tipe kateter vena yang sering digunakan dalam praktek, antara lain infus set perifer sederhana, infus set sentral yang dimasukkan melalui kulit di bawah tulang clavivula dan dan diarahkan ke vena subclavia lalu ditempatkan sampai ke vena cava superior, tipe ketiga adalah infus sentral yang dimulai dari perifer atau dikenal dengan PICC (Peripherally Inserted Central Catheter) line. Infus ini dimasukkan melalui vena besar di bagian antebrachia (vena basilica) dan diarahkan ke vena subclavia menuju vena cava superior. Namun penggunaan modalitas ini mulai     ditinggalkan     seiring     dengan

bertambahnya laporan mengenai komplikasi seperti infeksi dan thrombosis pada hampir 50 % - 60% kasus.

Implantable port atau sering disebut kemoport adalah variasi terbaru dari infus sentral. Kateter vena dimasukkan melalui jalur yang sama dengan infus sentral namun menggunakan port subkutan di bagian ujungnya sehingga selang kateter tidak muncul di luar kulit. Port ini dibuat menggunakan plastik yang fleksibel dan halus dengan diameter 2,5 cm sampai 4 cm dan difiksaksi di permukaan kulit. Port biasa diimplantasikan di dada dan digunakan untuk mengambil sampel darah dan memasukkan obat seperti infus set pada umumnya.   Karena   menggunakan port,

modalitas ini dilaporkan terfiksaksi lebih baik pada pasien dan lebih nyaman serta meminimalisir komplikasi4.

Pasien kanker payudara semakin meningkat tiap tahunnya dan kemoterapi sangat penting untuk dilakukan dan harus beberapa kali diberikan dalam jangka waktu yang lama untuk mencapai kondisi optimum bagi pasien. Kepatuhan pasien dan kenyamanan pasien dalam menjalani pengobatan kemoterapi ini harus dipikirkan untuk memaksimalkan keuntungan dari 46

kemoterapi. Hal ini bisa dicapai dengan menggunakan modalitas registrasi obat kemoterapi yang benar sehingga pasien merasa nyaman, menurunkan tingkat stress dan kesakitan pasien. Penggunaan port kemoterapi di Sanglah yang cukup tinggi mendorong peneliti untuk membuat penelitian yang mengevaluasi penggunaan Totally Implantable Venous Access Port sebagai rute administrasi kemoterapi pada pasien kanker payudara di RSUP Sanglah tahun 2015 hingga tahun 2016.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional study. Penelitian ini bertempat di RSUP Sanglah dan data dikumpulkan mulai dari bulan Maret 2015 sampai dengan September 2016. Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Setempat.

Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi dengan menggunakan TIVAP. Populasi terjangkaunya adalah pasien kanker payudara di RSUP Sanglah yang menjalani kemoterapi dengan modalitas TIVAP pada saat pengumpulan data dilakukan. Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien wanita yang terdiagnosa kanker payudara, terdaftar di RSUP Sanglah, mendapatkan kemoterapi dan menggunakan TIVAP dan kriteria eksklusi berupa pasien laki-laki dengan kanker payudara.

Parameter yang dinilai dalam penleitian ini adalah karakteristik subjek penderita kanker payudara berupa usia, lokasi kanker, dan jumlah siklus kemoterapi. Selain itu, juga ditentukan indikasi pemilihan, durasi penggunaan, posisi, dan komplikai awal dan lambat penggunaan TIVAP. Keseluruhan parameter ini didapatkan dengan penelusuran data rekam medis.

Penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Tahapan yang diambil dalam penelitian ini diawali dengan persiapan penelitian yang meliputi pembuatan proposal, mengurus perijinan penelitian kepada direktur RSUP Sanglah untuk mengambil data pasien dari rekam medis, dan menyiapkan lembar pengumpulan data berisi variabel penelitian yang akan dijadikan bahan  penelitian;

pelaksanaan penelitian yang meliputi penjelasan berdasarkan lembar informed consent untuk kesediaan partisipasi subjek, mencocokkan data yang telah didapatkan sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi penelitian, mengumpulkan data dari rekam medis yang https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P09

masuk dalam kriteria inklusi; analisis data yang dialkukan dengan metode komputersisasi.

Data diolah dengan analisis univariat dengan menggunakan SPSS untuk menentukan distribusi frekuensi dan persentase setiap variabel yang diteliti. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel.

HASIL

Dari 28 rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dari bulan Maret 2015 sampai dengan September 2016 didapatkan karakteristik pasien sebagai berikut, yakni 28 pasien merupakan wanita dengan distribusi usia 31 tahun hingga 62 tahun dengan rata-rata usia 49 tahun. Sebanyak 68% pasien menderita kanker payudara sebelah kiri dan 32% kanker payudara kanan (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Sampel

Karakteristik    Nilai      n      %

Lokasi

Sinistra

19

68

Kanker

Dextra

9

32

Payudara

Usia

31 – 40

3

11

41 – 50

12

43

51 – 60

12

43

>60

1

3

Mean: 49

Indikasi insersi TIVAP bervariasi mulai dari keputusan pribadi pasien setelah mendapatkan edukasi mengenai kemoport sampai karena tidak adanya modalitas lain yang mungkin diberikan akibat efek samping dari infus perifer. Dari data rekam medis pasien, indikasi pemasangan TIVAP terbanyak adalah setelah diberikan edukasi mengenai kemoport (61%), diikuti dengan akses perifer sulit (14%), ekstravasasi infus perifer grade I (11%), ekstravasasi infus perifer grade II (11%), dan paling sedikit karena abses vaskular (3%) (Tabel 2).

Table 2. Indikasi pemasangan TIVAP

Indikasi

n

%

Akses kemoterapi setelah mendapat edukasi

17

61

Akses perifer sulit

4

14

Ekstravasasi grade I

3

11

Ekstravasasi grade II

3

11

Abses vaskuler

1

3

TOTAL        28     100

Pada penelitian ini, subjek pertama kali menjalani implantasi TIVAP tanggal 13 Maret 2015 dan terakhir pada tanggal 23 September 2016. Durasi penggunaan kemoport pada pasien dihitung mulai dari tanggal pemasangan sampai akhir September 2016 (Tabel 3). Rata-rata durasi penggunaan kemoport adalah 324 hari. Durasi terlama adalah 568 hari dan yang terpendek adalah 7 hari. Siklus kemoterapi yang sudah dijalani oleh pasien juga bervariasi, rata-rata jumlah siklus yang sudah didapat adalah 5 siklus dengan jumlah siklus terbanyak adalah 11 siklus (8%) (Tabel 5).

Tabel 3. Durasi kemoport Karakteristik       Durasi (hari)

Penggunaan kemoport  324

7-568

Tabel 4. Jumlah Siklus K

emoterapi

Jumlah siklus kemoterapi

n

%

1 siklus

5

18

2 siklus

8

29

3 siklus

1

3

4 siklus

2

8

5 siklus

1

3

6 siklus

1

3

7 siklus

1

3

9 siklus

7

25

11 siklus

2

8

TOTAL

28

100

Kemoport dipasang di lokasi dada pasien, di atas permukaan kulit. Posisi kemoport sebagian besar di vena subclavia sebelah kanan (71%) diikuti oleh subclaviakiri sebanyak 18% dan yang terakhir di vena jugularis interna kanan sebanyak 11% (Tabel 5).

Tabel 5. Posisi Kemoport

Posisi Kemoport

N

%

Vena Subklavia Kanan

20

71

Vena Subklavia Kiri

5

18

Vena Jugular Interna Kanan

3

11

Vena Cephalika kanan

-

-

Vena Cephalika kiri        -          -

TOTAL         28      100

Komplikasi TIVAP bisa dikategorikan dalam komplikasi di awal pemasangan yang terjadi dalam kurun waktu 7 hari setelah pemasangan, dan komplikasi lambat yang terjadi setelah 7 hari dari pemasangan. Komplikasi di awal hanya didapatkan pada satu sampel yakni thrombus dan dua komplikasi lambat yang terdiri dariexposed kemoport dan infeksi masing-masing sebanyak 3 % (Tabel 6).

Tabel 6. Komplikasi TIVAP

Komplikasi

n

%

Komplikasi di awal

Thrombus

1

3

Komplikasi lambat

Exposed kemoport

11

3

Infeksi

3

TOTAL

3

9

PEMBAHASAN

TIVAP sudah digunakan di RSUP Sanglah sejak tahun 2010 sebagai rute administrasi kemoterapi dengan nilai plus dari sisi kosmetik dan rendahnya jumlah komplikasi. TIVAP bisa digunakan berkali-kali dengan jarum khusus kemoport yang dapat mempermudah proses memasukkan obat-obatan, mengambil sampel darah untuk cek lab, transfusi darah dan infus cairan serta nutrisi. TIVAP menawarkan keuntungan yang signifikan terutama untuk pasien kanker payudara yang harus melalui pengobatan kemoterapi dalam beberapa siklus.

Di RSUP Sanglah, jumlah pasien kanker payudara yang menggunakan TIVAP untuk kemoterapi dari bulan Maret 2015 sampai September 2016 adalah sebanyak 28 wanita dengan mayoritas kanker payudara di sebelah kiri. Hingga saat ini belum ditemukan penjelasan mengenai fenomena ini walaupun teori yang paling sering digunakan untuk menjelaskan keadaan ini adalah karena ukuran payudara sebelah kiri yang umumnya lebih besar daripada payudara sebelah kanan sehingga lebih banyak juga kuantitas jaringan yang beresiko untuk mengalami keganasan4. Rerata umur sampel adalah 49 tahun pada saat pemasangan kemoport dengan proporsi yang lebih besar pada pasien berusia di atas 40 tahun. Hal ini sejalan dengan dasar teori bahwa

peningkatan umur juga meningkatkan resiko terserang kanker payudara5.

Tren alasan pemilihan TIVAP untuk kemoterapi juga berubah dari penelitian sebelumnya oleh Sutrisna dkk dari ekstravasasi pembuluh darah perifer, ke alasan untuk mempermudah akses kemoterapi. Indikasi tertinggi yang didapat dari penelitian ini yaitu sebanyak 61% sampel memilih kemoport karena pilihan pribadi setelah sebelumnya mendapatkan edukasi mengenai kemoport. Namun indikasi penggunaan kemoport akibat ekstravasasi dan abses pembuluh darah perifer juga masih banyak ditemukan yaitu sekitar 25% dan berhubungan dengan regulasi BPJS mengenai indikasi pemasangan kemoport pada insiden esktravasasi9. Insiden ektravasasi tinggi pada penggunaan infus perifer karena jaringan yang melindunginya jauh lebih tipis dan juga sempitnya diameter pembuluh darah perifer dibandingkan dengan vaskularisasi di sentral. Terlebih lagi, resiko pada pasien kanker payudara untuk mengalami ekstravasasi juga lebih tinggi karena prosedur mastektomi radikal dan diseksi limfonodi juga mempengaruhi sirkulasi dan menurunkan aliran darah vena sehingga obat kemoterapi yang sitotoksik menjadi lebih mudah terkumpul dan kemudian bocor melalui pembuluh darah.

Insiden ekstravasasi pada pasien yang mendapatkan kemoterapi terlaporkan adalah sekitar 0,1% hingga 6% dan banyak juga yang tidak terlaporkan. Dari penelitian ini sendiri insiden ekstravasi perifer grade I pada pasien adalah 11% dari jumlah total pasien dengan gejala ekstravasasi berupa: nyeri saat pemberian infus obat tanpa adanya pembengkakan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Pasien yang mengalami ekstravasasi perifer grade II adalah sebanyak 11% dengan gejala klinis nyeri di bagian yang diinfus disertai pembengkakan namun tidak diikuti oleh pengelupasan kulit. Penghentian infus perifer harus dilakukan sesegera mungkin pada kasus ini untuk mencegah kulit mengalami nekrosis dan infus sentral harus diupayakan pada kasus ini6.

Rata-rata total durasi penggunaan kemoport pada pasien juga lebih tinggi yaitu 324 hari dibandingkan dari penelitian serupa yang pernah dipublikasi yaitu 272 hari7. Selama pemasangan kemoport rerata siklus kemoterapi yang diberikan kepada pasien adalah sebanyak 5 siklus. Dari total sampel ini didapatkan bahwa 11 siklus merupakan siklus terbanyak yang https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P09

telah diterima oleh pasien tanpa keluhan ketidaknyamanan, sakit ataupun komplikasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa TIVAP lebih baik dan efisien dibandingkan pemberian kemoterapi melalui infus perifer yang membutuhkan pungsi vena terus menerus sebelum memasukkan obat di tiap siklus dan kurang sesuai untuk pengobatan kemoterapi jangka panjang karena obat-obatan kemoterapi memiliki ukuran molekul yang lebih besar dibandingkan dengan cairan infus lain seperti NaCl.

Implantasi TIVAP yang sudah dilakukan di RSUP Sanglah selama inidilakukan dengan kateter infus diarahkan ke vena subclavia kanan, vena subclavia kiri, dan vena jugularisinterna kanan. Vena subclavia kanan paling banyak dipilih karena mudah diakses pada saat pembedahan dan secara kosmetik hasilnya lebih baik, serta jalur vena ini tidak berpotongan dengan vena cava superior sehingga mudah diarahkan. Terlebih karenametode ini lebih familiar dilakukan oleh para dokter spesialis bedah onkologi di RSUP Sanglah selaku operator sehingga operator pun lebih menguasai metode pemasangan. Lain halnya dengan pemasangan kateter infus TIVAP yang mengarah ke subklabvia kiri, pembuluh darah ini berpotongan membentuk sudut 90 derajat dengan vena kava superior sehingga dapat meningkatkan risiko kerusakan lapisan intima dan ruptur vena selama pemasangan, atau bisa disebut operator error ditemukan lebih tinggi kejadiannya pada pemasangan TIVAP di vena subclavia kiri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemilihan posisi kateter infus sentral di vena subklavia      sejatinya      mempermudah

kemungkinan pneumothoraks karena pembuluh darah ini letaknya dekat denganapex paru, namun hingga saat ini belum pernah ada laporan mengenai kejadian tersebut di RSUP Sanglah akibat prosedur pemasangan kemoport. Vena jugularis interna kanan tetap digunakan karena adanya penelitian mengenai rendahnya komplikasi pada vena ini sebab posisi vena letaknya hampir lurus dengan vena kavasuperior dan juga karena letaknya lebih di permukaan sehingga akses vena pun lebih mudah.

Penelitian yang dipublikasi pada tahun 2014 yang membandingkan pengaplikasian dan kenyamanan pemasangan kemoport di lengan atas dan vena jugular serta subclavia pada 49

pasien dengan kanker gastrointestinal menunjukkan bahwa implantasi kemoport di lengan atas relatif lebih aman dari komplikasi pungsi berulang seperti pneumothoraks, hematothoraks, dan lepasnya kemoport dari tempat implantasinya di bawah kulit (malposisi)8.Insiden komplikasi setelah operasi juga ditemukan lebih rendah pada pemilihan lengan atas. Kemoport pada lengan atas terbukti lebih nyaman dan berkualitas. Namun modalitas ini belum pernah dikerjakan di RSUP Sanglah.

Komplikasi yang dapat ditemukan dari penelitian retrospektif selama 20 bulan ini adalah sebanyak 9% (3 sampel dari 28) serupa dengan penelitian sebelumnya yaitu 10%-20% komplikasi dan bahkan menurun bila dibandingkan dengan penelitian serupa yang pernah dikerjakan di RSUP Sanglah yaitu 11%. Meskipun begitu, komplikasi yang ditimbulkan tidak parah dan dapat ditangani dengan aman tanpa menyebabkan komplikasi lebih lanjut pada sampel. Komplikasi awal yang ditemukan pada penelitian ini adalah blocking akibat trombus. Pembersihan thrombus dengan heparin 20 ml dapat langsung membersihkan sumbatan darah pada TIVAP. Protokol untuk mengurangi kasus blocking ini adalah untuk mengulangi pembersihan atau flushing setiap 4 minggu sekali.

Komplikasi yang terjadi kemudian yakni exposed kemoport dialami oleh pasien yang sudah mendapatkan 9 kali siklus kemoterapi tanpa keluhan komplikasi sebelumnya. Angka kejadian exposed kemoport sangat rendah dengan rentang antara 2% hingga 10% berdasarkan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini kasus ditemukan pada satu pasien dari 28 pasien dengan TIVAP sehingga termasuk rendah juga yakni 3%. Pada penelitian sebelumnya di RSUP Sanglah belum ditemukan kejadian exposed kemoport9.Exposed kemoport sendiri dapat dilihat karena kemoport akan mengerosi kulit yang melapisi kemoport. Kejadian ini menurut publikasi yang dibuat oleh Harish K. disebabkan oleh kemungkinan adanya abrasi berulang pada area insersi kemoport seperti tali penyangga payudara yang bisa menekan dan mungkin mengerosi kulit dan kebiasaan seperti menggaruk kulit di area implantasi kemoport yanglebih tipis dibandingkan kulit di sekitarnya.

Exposed kemoport bisa menyebabkan erosi bertahap pada kulit dan mempermudah bakteri untuk mengkolonisasi kulit dan https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P09

berujung pada infeksi. Hal ini bisa muncul secara sistematis dengan gejala demam dengan meriang karena penjalaran bakteri atau abses lokal10. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien baik dari hasil cek darah lengkap maupun hasil lab dan gejala klinis pada pasien. Operasi pengangkatanTIVAP segera dilakukan dan tidak ada infeksi yang mengikuti prosedur ini sampai 7 hari setelah TIVAP diangkat melalui operasi.

Pada penelitian ini, dilaporkan satu kasus infeksi pada pasien. Kejadian ini dilaporkan setelah pemberian kemoterapi siklus yang kedua. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan demam selama 6 hari setelah kemoterapi. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan pasien dengan hipoalbunemia, hiponatremia, trombositopenia, dan kultur darah positif bakteri. Hal ini mungin disebabkan oleh bakteremia akibat insisi atau di situs pungsi jarum kemoport. Pasien diberikan antibiotik dan analgesik kemudian dilakukan operasi untuk mengangkat kemoport segera setelah hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan infeksi.

Regulasi ketat prosedur aseptik dan kerjasama tim bedah yang profesional mampu menurunkan resiko infeksi pada pemasangan kemoport. Terlebih lagi penggunaan antibiotik profilaksis juga ditemukan sangat membantu dalam menurunkan angka kejadian infeksi. Pada penelitian ini terdapat 6 pasien dengan resiko infeksi yang diberikan antibiotik profilaksis segera setelah akses vena tersedia saat prosedur pemasangan kemoport dikerjakan untuk menurunkan resiko infeksi post pembedahan. Keseluruhan pembedahan dilakukan dalam kurang dari 1 jam dan cek darah lengkap, pemeriksaan tanda vital, tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale, Braden skin risk assessment, dan skala Morse untuk resiko jatuh selalu dikerjakan sebelum operasi dilakukan.

Seluruh pasien mendapatkan anestesi local dengan lidocaine atau pehacain di bawah klavikula sebelum pembedahan dilakukan. Nyeri setelah operasi dilaporkan terjadi pada 7 pasien, tetapi tidak mengganggu kualitas hidup pasien. Pemberian paracetamol 500 mg per oral diberikan tiap 6 sampai 8 jam sehari untuk menurunkan nyeri paska pembedahan.

SIMPULAN

Distribusi penggunaan TIVAP pada pasien kanker payudara ditemukan paling tinggi 50

pada usia di atas 40 tahun dan mayoritas pasien didiagnosa dengan kanker payudara sebelah kiri sebanyak 68%. Indikasi pemilihan TIVAP paling tinggi karena memudahkan akses kemoterapi berdasarkan pilihan pribadi pasien setelah sebelumnya diberikan edukasi sebanyak 61%, and rerata durasi kemoport adalah 324 hari. Situs implantasi TIVAP yang tertinggi adalah di vena subclavia kanan sebanyak 71% dan yang paling sedikit adalah pada vena jugularis interna kanan sebanyak 11%. Prevalensi komplikasi pada pasien wanita dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi dengan TIVAP di RSUP Sanglah tergolong rendah yaitu 3 dari 28 pasien (9%) yang menjalani prosedur pemasangan kemoport dari bulan Maret 2015 hingga September 2016. Distribusi komplikasi terdiri dari komplikasi awal yang terjadi dalam 7 hari setelah

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Globocan. 2012. Breast Cancer Estimated Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide                         in

2012.http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_she ets_cancer.aspx.Diakses    tanggal     16

Agustus 2016.

  • 2.    Kemenkes RI. 2015. Situasi Penyakit Kanker. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Hal 1-11.

  • 3.    Eoemiati R, Rahajeng E, Krstanto AY. 2011. Prevalensi Tumor dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya di Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Indonesia.

  • 4.  Haagensen CD. 1986. Diseases of the

Breast. Philadelphia : WB Saunders; Ed 2: 13.

  • 5.    Susan G. Facts for life : Breast Cancer Risk Factor.http://www.komen.org/risk. Diakses tanggal 19 November 2016.

  • 6.    Al-Benna S, Boyle CO, Holley J. 2013. Extravasation injuries in Adults. J of ISRN Dermatology; 1-8.

pemasangan kemoport yaitu blocking oleh thrombus sebanyak 3%, komplikasi lambat yang terjadi sesudah 7 hari post pembedahan yaitu exposed kemoport 3% dan infeksi 3%. Komplikasi yang terjadi ini tidak berbahaya dan bisa ditangani oleh para tenaga medis di RSUP Sanglah tanpa komplikasi lanjutan dari prosedur yang dilakukan. Exposed kemoport merupakan kasus baru yang ditemukan di RSUP Sanglah dan penatalaksanaannya dilakukan dengan mengangkat kemoport segera.

SARAN

Pasien dengan keperluan kemoport harus diberikan edukasi mengenai keunggulan TIVAP baik dalam hal rendahnya risiko komplikasi. Di samping itu, perlu edukasi pada staf medis mengenai cara perawatan kemoport untuk         mencegah         komplikasi.

  • 7. Gurkan S, Seber S, Gur O, Yesrisyigit T, Donbaloglu MO, Gur DO. 2015. Retrospective evaluation of totally implantable venous access port devices: Early and late complications. JBUON ; (20) :338-345

  • 8.    Granic M, Zdravkovic D, Krstajic S, Kostic S, Sarac M, Ivanovic N, et al. 2014. Totally implantable central venous catheters of the port-a- cath type: complications due to its use in the treatment of cancer patients. JBUON ; 19(3):842–6.

  • 9.    Sutrisna, W.W., Setiawan, G.B., Wisesa, I.B.M.S., Adiputra, P.A.T. 2016. Evaluation use of totally implantable vascular access port for chemotherapy during five years in sanglah general hospital-Denpasar.[Lecture]

Pengembangan profesi bedah P2B2 Bandar Lampung, vol 13.

  • 10. Harish, K. 2014. ‘Chemoport-skin erosion: our experience’ Int J Angiol,2014; 23(3):215-216.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2020.V9.i1.P09

51