ISSN: 2597-8012

JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.11,NOPEMBER, 2019

i ■ , Directoryof OPEN ACCESS UUrAJ journals

C>sTnta


PERBEDAAN PHYSICAL FITNESS PADA BERBAGAI FREKUENSI

OLAHRAGA DAN INDEKS MASSA TUBUH MAHASISWA PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

I Dewa Ayu Agung Diah Sutarini1, I Made Muliarta2, I Made Krisna Dinata3

  • 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2,3Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Email : agungsuta12@gmail.com

ABSTRAK

Mahasiswa membutuhkan physical fitness yang baik demi melaksanakan aktivitas perkuliahan sehari-hari. Physical fitness sangat berkontribusi terhadap kesehatan tubuh yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti komposisi tubuh, fungsi kardiovaskular, fungsi otot, dan fleksibilitas tubuh. Tujuan penelitian ini yaitu, untuk mengetahui perbedaan physical fitness pada frekuensi olahraga ≥3 kali perminggu dan < 3 kali perminggu dan indeks massa tubuh

normal dan lebih dari normal pada mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian menggunakan pendekatan analytic cross sectional, dengan banyaknya sampel minimal yaitu 81 sampel. Pengukuran physical fitness dilakukan dengan cooper test lari 2,4 Km. Hasil dari penelitian ini terdapat perbedaan waktu lari yang signifikan antar kedua kelompok sampel berdasarkan frekuensi olahraga dan indeks massa tubuh. Berdasarkan hasil penelitian tersebut kelompok sampel yang memiliki physical fitness yang lebih baik, yaitu kelompok dengan olahraga ≥3 kali perminggu dan IMT normal. Untuk kelompok olahraga > 3 kali perminggu dan IMT lebih dari normal masih sangat diperlukan olahraga yang rutin dan mengatur pola makan untuk menjaga physical fitness.

Kata Kunci : Indeks Massa Tubuh, frekuensi olahraga, physical fitness.

ABSTRACT

Students need physical fitness which is good for carrying out daily lecture activities. Physical fitness greatly contributes to the health of the body which is influenced by various factors such as body composition, cardiovascular function, muscle function, and body flexibility. The purpose of this study was to determine the differences in physical fitness on exercise frequency ≥3 times a week and <3 times a week and the index of normal body period and more than normal for students of Medical Students at The Medical Faculty of Udayana University. The study using the analytic cross sectional approach, with a minimum sample size of 81 samples. Physical fitness measurements are carried out with a Cooper Test by running for 2.4 km. The results of this study were significant differences in running time between the two groups of samples based on sports frequency and body mass index. Based on the results of the study, the sample group had better physical fitness, namely the group with exercise ≥3 times per week and normal BMI. For the sports group> 3 times a week and BMI more than normal, routine exercise is still needed and set a diet to maintain physical fitness.

Keywords : Body Mass Index, Sports Frequency, physical fitness

i ■ , Directoryof OPEN ACCESS UUrAJ journals

C>sTnta


PENDAHULUAN

Pada era milenium mahasiswa di perguruan tinggi dituntuk untuk aktif pada proses pembelajaran maupun oraganisasi. Sehingga sebagian besar waktu mahasiswa dihabiskan di kampus. Mahasiswa merupakan bagian dari civitas academika, yang bertugas untuk mengembangkan diri, karena mahasiswa merupakan calon penerus bangsa di massa mendatang. Mahasiswa merupakan populasi yang membutuhkan physical fitness yang baik demi melaksanakan aktivitas perkuliahan sehari-hari. Namun karena kesibukan aktivitas, faktor makanan yang tidak bergizi dan tugas kuliah, menjadikan olahraga bukan sebagai prioritas yang harus dilakukan, yang pada akhirnya mempengaruhi physical fitness.

Physical fitness merupakan suatu kemampuan setiap orang untuk melaksanakan kerja sehari-hari dengan efisien dan tidak adanya rasa lelah yang berlebihan sehingga bisa menikmati waktu luangnya.1,2 Banyak faktor yang mempengaruhi physical fitness salah satunya adalah olahraga. Pada dewasa ini banyak mahasiswa yang mengabaikan olahraga karena banyaknya kegiatan kuliah ataupun faktor malas dari dalam diri sendiri. Olahraga adalah gerakan anggota tubuh yang teratur dan direncanakan, yang dapat melatih kemampuan gerak tubuh dan meningkatkan kualitas hidup.3

Terabaikannya olahraga selain mengganggu physical fitness juga dapat mengganggu Indeks Massa Tubuh (IMT). Selain memiliki physical fitness yang baik, seorang mahasiswa hendaknya juga memiliki IMT yang ideal. IMT dapat digunakan untuk menentukan apakah seseorang memiliki gizi kurang atau gizi lebih. IMT berkaitan erat dengan obesitas. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan dunia, dimana World Health Organiszation menyebutkan obesitas adalah epidemik masyarakat dunia dan menjadi masalah kronis pada masyarakat dewasa.4

Olahraga mempunyai peran yang besar dalam meningkatkan physical fitness dan menurunkan IMT pada tubuh. Namun di jaman sekarang sebagian besar orang memiliki kegiatan yang menghabiskan waktu ditempat duduk, salah satunya kegiatan kuliah serta didukung dengan gerakan fisik yang sedikit akan menyebabkan seseorang tersebut memiliki physical fitness yang rendah.

BAHAN DAN METODE

Jenis metode penelitian yang digunakan adalah desain penelitian analitik cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 81 orang. Variable penelitian terdiri dari physical fitness, IMT dan frekuensi olahraga. Prosedur penelitian dengan melakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan denyut nadi. Selanjutnya responden lari sepanjang 2,4 Km serta diukur waktunya dengan stopwatch. Setelah responden mencapai garis finish stopwatch dimatikan dan dilakukan pencatatan waktu tempuh.

HASIL

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 81 responden, distribusi usia berkisar 19 hingga 22 tahun dengan rerata usia 20,23 ± 0,59 tahun. Berdasarkan IMT dibagi menjadi 2 golongan, yaitu IMT normal sebesar 30,9% (25 orang) dan IMT lebih dari normal sebesar 69,1% (56 orang) dengan rerata 24,88 ± 3,65. Untuk frekuensi olahraga dibagi menjadi 2 golongan, yaitu <3 kali seminggu sebesar 61,7% (50 orang) dan ≥3 kali seminggu sebesar 38,3% (31 orang ). Untuk rerata waktu lari cooper test 2,4 km yaitu 16,65 ± 3,95 menit.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik

N

%

IMT

Normal

25

30,9

Lebih dari Normal

56

69,1

Frekuensi Olahraga

<3 Kali Perminggu

50

61,7

≥3 Kali Perminggu

31

38,3

Pada kedua kelompok di lakukan uji normalitas dengan total sampel yaitu 81 orang. Dari uji Kolmogorov smirnov-z yang dilakukan terhadap waktu lari cooper test 2,4 Km dengan IMT normal didapatkan p value = 0,117 dan IMT lebih dari normal didapatkan p value = 0,200. Dan uji Kolmogorov smirnov-z yang



dilakukan pada waktu lari cooper test 2,4 Km dengan frekuensi olahraga <3 Kali per minggu didapatkan p value = 0,193 dan frekuensi olahraga ≥3 kali per minggu didapatkan p value = 0,061. Dilihat dari p value, semua p value >0,05 sehingga dapat disimpulkan data berdistribusi normal. Kemudian dapat digunakan uji parametrik yaitu uji t-independen untuk membandingkan waktu lari Cooper Test 2,4 Km berdasarkan IMT dan frekuensi olahraga.

Berdasarkan Tabel 2 rerata waktu lari cooper test 2,4 km pada kelompok dengan frekuensi olahraga <3 kali perminggu memiliki waktu lari yang lebih lambat (17,32 ± 3,8 menit) di bandingkan dengan kelompok frekuensi olahraga ≥3 kali perminggu (15,56 ± 3,9 menit). Dari uji t-independent yang dilakukan terhadap frekuensi olahraga dengan waktu lari Cooper Test 2,4 Km p value kurang dari 0,05 (0,041), sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, dimana terdapat perbedaan yang signifikan pada waktu lari Cooper Test 2,4 Km pada kelompok yang olahraga <3 kali perminggu dengan kelompok yang olahraga ≥3 kali perminggu.

Tabel 2. Perbedaan Antara Frekuensi Olahraga dengan Physical Fitness

Waktu Lari Cooper Test 2,4 Km

Frekuensi Olahraga

N

Rerata ± SB

p

<3 Kali

50

17,32 ±

Perminggu

3,8

≥3 Kali

31

15,56 ±

0,041

Perminggu

3,9

Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata waktu lari cooper test 2,4 Km pada kelompok IMT normal memiliki waktu lari yang lebih cepat (14,12 ± 2,3 menit) dibandingkan dengan kelompok IMT lebih dari normal (17,78 ± 4,02 menit). Dari uji t-independent yang dilakukan terhadap IMT dengan waktu lari Cooper Test 2,4 Km didapatkan p value kurang dari 0,05 (0,001), sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, dimana terdapat perbedaan yang signifikan pada waktu lari Cooper Test 2,4 Km pada kelompok dengan IMT normal dan IMT lebih dari normal.

Berdasarkan Tabel 4 digambarkan perbedaan antara IMT dan Frekuensi olahraga. Kelompok mahasiswa dengan IMT normal yang melaksanakan olahraga <3 kali perminggu sebanyak 14 orang dan ≥3 kali perminggu sebanyak 11 orang. Sedangkan kelompok mahasiswa dengan IMT lebih dari normal, yang melaksanakan olahraga <3 kali perminggu sebanyak 36 orang dan ≥3 kali perminggu sebanyak 20 orang.

Tabel 4. Perbedaan Antara IMT dan Frekuensi Olahraga

Frekuensi Olahraga

IMT

Normal

Lebih Dari Normal

<3 Kali

14 orang

36 orang

Perminggu

56%

64,3%

≥3 Kali

11 orang

20 orang

Perminggu

44%

35,7%

Tabel 3. Perbedaan Antara IMT Dengan

Physical Fitness

Waktu Lari Cooper Test 2,4 Km

Tabel 5. Rerata perbedaan Antara IMT dan

Frekuensi Olahraga

IMT

IMT

N

Rerata ±

SB

p

Normal

25

14,12 ±

2,3

Lebih   Dari

Normal

56

17,78 ± 4,02

0,001

Frekuensi Olahraga

N

Rerata ± SB

P

<3 Kali

50

25,09 ±

Perminggu

3,9

≥3 Kali

31

24,54 ±

0,475

Perminggu

3,1

I ■ , Directoryof

OPEN ACCESS

LJ∖JrΛU journals


Tabel 5 menunjukkan bahwa rerata mahasiswa yang melaksanakan olahraga <3 kali perminggu yaitu 25,09 ± 3,9 dan rerata kelompok mahasiswa yang melaksanakan olahraga ≥3 kali perminggu yaitu 24,54 ± 3,1. Dari uji t-independent yang dilakukan terhadap IMT dengan frekuensi olahraga didapatkan p value = 0,475, yang berarti p value lebih dari 0,05 (0,475), sehingga Ho diterima dan Ha ditolak, dimana tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada IMT pada kelompok yang olahraga <3 kali perminggu dengan kelompok yang olahraga ≥3 kali perminggu .

PEMBAHASAN

Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana termasuk kelompok mahasiswa yang memiliki jadwal kegiatan kuliah, pratikum dan basic clinical skill menyebabkan waktu olahraga akan berkurang, sehingga dapat mengganggu physical fitness.

Olahraga melibatkan berbagai otot tubuh dengan intensitas rendah pada waktu yang lama dan dapat mengubah makanan menjadi adenosine trifosfat melalui siklus kreb dan transport electron sebagai metabolisme tubuh. Intensitas olahraga dilakukan berdasarkan kemampuan maksimal setiap orang melaksanakan suatu gerak fisik.5 Latihan adalah aktivitas olahraga yang terstruktur, gerakannya berulang-ulang dalam waktu lama dan adanya peningkatan beban yang terus meningkat secara bertahap disesuaikan dengan kekuatan setiap individu yang bertujuan pembentukan fungsi fisiologi serta psikologis.3 Maka dari itu latihan rutin sangat berpengaruh pada waktu lari cooper test 2,4 km. Dimana kelompok dengan frekuensi olahraga ≥3 kali perminggu memiliki waktu lari Cooper test 2,4 Km lebih singkat dibandingkan dengan kelompok dengan frekuensi olahraga <3 kali perminggu. Kelompok mahasiswa yang melakukan olahraga ≥3 kali perminggu juga memiliki kecepatan lari yang lebih stabil dan masih tetap bisa beraktivitas setelah melakukan cooper test 2,4 Km. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa efek dari olahraga pada mahasiswa dapat membuat tubuh menjadi lebih fit, bisa memanajemen stress, melatih keterampilan, kerja sama tim, bersosialisasi dengan lingkungan, pembangun karakter, dan memanfaatkan waktu luang untuk kesehatan.6,7

Melalui olahraga dapat di tanamkan pada remaja atau mahasiswa nilai-nilai disiplin, dedikasi, tanggung jawab, percaya diri,

pengorbanan, dan akuntabilitas.8 Namun dengan aktivitas yang padat banyak dari mahasiswa yang mengabaikan olahraga. Selain itu banyak dari mahasiswa yang lebih memilih menghabiskan waktu luangnya dengan bermain games. Di Universitas juga olahraga tidak menjadi mata kuliah wajib sehingga menyebabkan mahasiswa semakin malas untuk olahraga. Sehingga physical fitness pada mahasiswa menjadi rendah dan tingginya angka IMT maupun obesitas pada mahasiswa.

Pada mahasiswa sarjana kedokteran dengan IMT diatas normal cenderung sangat jarang atau bahkan tidak pernah melakukan olahraga. Dengan jarangnya aktivitas fisik dan banyaknya mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, menjadikan penumpukan lemak dalam tubuh. Pada saat melakukan Cooper test 2,4 Km kelompok mahasiswa dengan IMT lebih dari normal, mengalami tingkat kelelahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok mahasiswa dengan IMT normal. Pada umumnya, indikator yang digunakan adalah IMT dan tingkat physical fitness.

Indeks massa tubuh banyak digunakan untuk menentukan kategori obesitas pada seseorang dan sering dilakukan penelitian mengenai IMT sebagai pengukuran komposisi tubuh sedangkan physical fitness sangat berperan dalam kesehatan fisik orang obesitas.9,10 Rendahnya frekuensi olahraga mahasiswa sarjana kedokteran dipengaruhi oleh olahraga yang dilakukan. Mahasiswa laki-laki program studi sarjana kedokteran cenderung menggemari olahraga berkelompok atau olahraga tim dibandingkan melakukan olahraga sendiri. Program penurunan berat badan sangat sulit untuk dilakukan, apabila terjadi penurunan cenderung berasal dari bagian tubuh yang mengalami peningkatan lemak tubuh. salah satu cara menurunkan berat badan yaitu dengan diet rendah kalori namun sulit untuk mempertahankan, sehingga lebih baik mengurangi asupan kalori yang masuk kedalam tubuh serta meningkat olahraga

Olahraga dapat menyebabkan lemak tubuh berkurang dan menaikan massa otot, jaringan nonlemak juga akan mengalami peningkatan. Olahraga yang dilakukan secara aerob dapat menurunkan risiko gangguan kesehatan pada obesitas android.5 Mahasiswa dengan frekuensi olahraga yang rendah serta jarang dapat meningkatkan indeks massa tubuh dan berdampak pada kualitas kardiovaskular. Berdasarkan data di atas, mahasiswa sarjana



kedokteran yang olahraga kurang dari <3 kali per minggu sebanyak 36 orang dengan rerata IMT 25,09 ± 3,9. Sedangkan pada mahasiswa yang olahraga ≥3 kali perminggu sebanyak 20 orang dengan rerata IMT 24,54 ± 3,1. Mahasiswa yang malaksanakan olahraga <3 kali perminggu memiliki IMT yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang olahraga ≥3 kali perminggu. Sehingga bisa disimpulkan frekuensi olahraga pada mahasiswa sarjana kedokteran sangat mempengaruhi IMT.

SIMPULAN

Terdapat perbedaan physical fitness antara frekuensi olahraga ≥3 kali perminggu dan <3 kali perminggu dengan uji t-independent yang dilakukan terhadap frekuensi olahraga dengan waktu lari Cooper Test 2,4 Km didapatkan p value = 0,041, yang berarti p value kurang dari 0,05 (0,041). Sedangkan antara physical fitness dan Indeks Massa Tubuh (IMT) normal dan lebih dari normal terdapat perbedaan physical fitness dengan uji t-independent yang dilakukan terhadap IMT dengan waktu lari Cooper Test 2,4 Km didapatkan p value = 0,000, yang berarti p value kurang dari 0,05 (0,001). Dan tidak terdapat perbedaan IMT antara frekuensi olahraga ≥3 kali perminggu dan <3 kali perminggu. Uji t-independent yang dilakukan terhadap IMT dengan frekuensi olahraga didapatkan p value = 0,475, yang berarti p value lebih dari 0,05 (0,475).

SARAN

Mahasiswa sarjana kedokteran FK Unud yang mempunyai nilai physical fitness yang rendah sangat dipengaruhi oleh frekuensi olahraga dan Indeks Massa Tubuh. Dengan banyaknya kegiatan perkulihan disarankan untuk melakukan olahraga minimal 3 kali perminggu. Mengurangi konsumsi makanan ringan dan junk food, serta diusahakan mengganti cemilan dengan buah. Rutin melakukan penimbangan berat badan untuk mengetahui penurunan atau kenaikan berat badan. Mengelola waktu dengan baik agar tetap bisa melakukan olahraga di tengah kesibukan kuliah. Untuk peneliti yang akan melaksanakan penelitian sejenis diharapkan dapat meneliti menggunakan cara pengukuran yang berbeda pada komposisi tubuh tidak hanya menggunakan IMT, serta diharapkan dapat mengobservasi Cooper test 2,4 Km secara objektif dan mengembangkan penelitian dengan desain yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Wang, Jianxiong, Sijie Tan, Liquan Cao. Exercise training at the maximal fat oxidation intensity improved health-related physical fitness in overweight middle-aged women. Journal of Exercise Science & Fitness; 2015; 13 : 111-116 .

  • 2.    Dwiyani L. Indeks Massa Tubuh Dan Tingkat Kesegaran Jasmani Pada Anak Obesitas Setelah Lepas Intervensi Diet Dan Olahraga.    Universitas    Diponegoro.

2011.h.23-28.

  • 3.    Palar, Chrisly, Djon Wongkar, Shane Ticoalu.     Manfaat Latihan Olahraga

Aerobik Terhadap Kebugaran Fisik Manusia. Jurnal e-Biomedik (eBm); 2015; 3: 1.

  • 4.  Jannah, Wirdhatul, Eka Bebasari, Yanti

Ernalia. 2015. Profil Status Gizi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Angkatan 2012 dan 2013 Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Waist Hip Ratio dan Lingkar Pinggang. JOM FK; 2015; 2: 4-5.

  • 5.    Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem edisi ke-6. Jakarta: EGC. 2011.h.705-707

  • 6.    Ewildsyecraev R, Weildsrie, Ari Udiyono. Lintang Dian S. Gambaran Tingkat Kebugaran Jasmani Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (eJournal); 2016; 4: 3

  • 7.    Thibri, Muhibbut. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Kebugaran Jasmani Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Universitas Riau. 2014.h.27-31.

  • 8.    Sevindir, Kodal, Cuneyt Y, Suleyman C. A. Study On Physical Exercise  Habit.

Procedia - Social and Behavioral Sciences; 2014; 152: 648 – 652.

  • 9.    Luis G, Rodrigues K, Mauro F. Changes in physical fitness and nutritional status of schoolchildren in a period of 30 years. Elsevier Editoral Ltda; 2015; 33: 415-422.

  • 10.    Prapti Guru, Ni Ketut. Pengaruh Obesitas Terhadap Kesehatan dan Produktivitas



Kerja. Pasca Sarjana Universitas Udayana. 2017.h.31-38.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum