ISSN: 2597-8012

JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.9,SEPTEMBER, 2019

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Serial Kasus: Pembedahan Minimal Invasif pada Herniasi Diskus Lumbal

di RSUP Sanglah

Suyasa IK, Wiguna I G.L.N.A.A., Vidyaputra T.A., Wibowo T., Yudhi I GN Departemen Ortopedi dan Traumatologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah

Bali, Indonesia

Penulis korespondensi:

I Ketut Suyasa

Departemen Ortopedi dan Traumatologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Jl. PB Sudirman, Denpasar 80233

E-mail: iksysa@gmail.com

Abstrak

Pendahuluan. Herniasi diskus lumbal adalah keluarnya nukleus pulposus atau annulus fibrosis di luar ruang diskus intervertebralis yang ditandai dengan nyeri pinggang bawah. Metode penatalaksanaan awal dilakukan dengan pendekatan farmakologi dan non farmakologi. Salah satu pendekatan non farmakologi yang dilakukan pada kasus – kasus dengan penanganan konservatif yang gagal adalah tindakan pembedahan. Pembedahan pada herniasi diskus lumbar dengan prosedur bedah terbuka yang bertujuan untuk melakukan dekompresi dengan atau tanpa disertai instrumentasi untuk stabilisasi tulang belakang. Kemajuan di bidang teknologi dan instrumentasi bedah terkini telah menuntun pengembangan teknik bedah minimal invasif yang meminimalkan kerusakan pada struktur tulang belakang dan neuromuskuler, sehingga mengurangi nyeri pinggang bawah paska pembedahan. Prosedur bedah minimal invasif dengan mikroskop memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan lapangan operasi melalui luka bedah yang lebih kecil.

Metode. Dilaporkan enam orang pasien dengan herniasi diskus lumbar menjalani diskektomi mikroskopis tanpa instrumentasi posterior di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar antara bulan April – Agustus 2014 yang diobservasi selama 3 bulan paska operasi.

Hasil. Pasien dengan herniasi lumbar pada penelitian ini berumur rata – rata 44,5 ± 14,9 tahun, sebanyak 16,67% wanita dan 83,3% laki – laki. Herniasi multilevel terjadi pada 66,67 % kasus, dengan keterlibatan level L4/L5 ditemukan pada semua kasus, sekitar 50% pada level L5/S1 dan level L2/L3, L3/L4 masing – masing sebanyak 16,67%. Perdarahan selama operasi 41,67 ± 14,38 mL. Rata – rata lama rawat 1 – 2 hari (1,3 ± 0,51) tergantung dari keluhan pasien. Hampir semua subjek menunjukkan peningkatan skor JOA pretreatment dan skor posttreatment sebesar 20 poin.

Simpulan. Serial kasus ini menunjukkan bahwa prosedur dekompresi mikroskopis dengan mempertahankan posterior tension band adalah prosedur yang aman dengan kehilangan darah intraoperatif yang minimal, lama rawat inap yang lebih singkat, hasil fungsional yang tinggi dan tingkat ketidakstabilan sekunder yang rendah.

Kata kunci: nyeri pinggang bawah, herniasi diskus lumbar, dekompresi mikroskopis.

Abstract

Objective. Lumbar disc herniation is a displacement of nucleus pulposus or annulus fibrosis beyond the intervertebral disc space. Nonoperative treatments can be effective in most cases. Others have indicated that surgery leads to superior results, especially in short-term pain relief. Surgical management in lumbar disc herniation has been approached by way of open surgical procedures aimed at decompressing and/or stabilizing the lumbar spine. The advances in technology and surgical instrumentation have led to

JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.9,SEPTEMBER, 2019

ΠΓ∖Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

L√O∕-VJ JOURNALS


C>sTnta

minimally invasive surgical techniques which minimize damage to neuromuscular spine structures, thus reducing postoperative back pain. Minimal invasive surgery procedure with microscope has the ability to visualize the operative field through a smaller surgical wound. The aim of this study is to report our experience in treating lumbar disc herniation with minimal invasive technique microscopic discectomy.

Methods. We reported case series study of 6 patients with lumbar disc herniation who had microscopic discectomy without posterior instrumentation for lumbar disc herniation at Sanglah General Hospital, Denpasar between April - August 2014 who had been observed for about 3 months post operatively.

Result. The cases distributed in average age of 44,5 ± 14,9 years old, with 16,67 % female and 83,33 % male. Multilevel herniation was present in 66,67% of all cases, with involvement of L4/L5 level in all cases, L5/S1 in 50% cases and L2/L3, L3/L4 in 16,67% cases respectively. Intraoperative blood loss was 41,67 ± 14,38 mL. The length of stay was vary from 1 – 2 days (1,3 ± 0.51) depends on patients complaint. The outcome was evaluated with JOA Back Pain Evaluation Questionnaire showed improvement of the (pretreatment and) post-treatment score by more than 20 points.

Conclusion: This case series study showed that microscopic decompression with preservation of the posterior tension band of spine is a safe procedure with low intraoperative blood loss, reduced length of stay, high functional outcome and low rate of secondary instability.

Keywords: back pain, lumbar disc herniation, microscopic decompression.

Pendahuluan

Herniasi diskus lumbal adalah keluarnya material diskus (nucleus pulposus atau annulus fibrosis) di luar ruang diskus intervertebralis. Nyeri pinggang bawah merupakan gejala umum yang sering ditemui pada herniasi diskus lumbal ini. Prevalensi hernia lumabal simtomatik adalah sekitar 1-3%, tergantung pada usia dan jenis kelamin. Prevalensi tertinggi berada pada usia 30-50 tahun dengan rasio pria berbanding wanita adalah 2:1. Pada orang berusia antara 25 dan 55 tahun, sekitar 95% herniasi diskus terjadi pada level L4-L5, sedangkan pada orang berusia >55 tahun, herniasi diskus lebih umum terjadi di atas level L4-L5. Faktor risiko untuk herniasi diskus meliputi merokok, olahraga yang menopang berat badan, dan aktivitas kerja tertentu seperti pengangkatan benda berulang dan mengendarai kendaraan bermotor. Penatalaksanaan herniasi lumbal dapat menjadi tantangan dan membutuhkan integrasi gejala pasien, temuan klinis dan diagnostik dengan modalitas pencitraan. Operasi pada kasus ini diindikasikan jika manajemen konservatif atau nonoperatif dianggap gagal dalam mengurangi gejala dan keluhan pasien.

Diskektomi terbuka adalah pendekatan bedah yang paling umum dilakukan. Prosedur ini melibatkan perencanaan sayatan yang cermat, laminotomi atau laminektomi parsial untuk memberikan visualisasi patologi yang memadai, retraksi yang lembut dari elemen-elemen saraf, dan eksisi langsung dari herniasi. Sebagai tambahan untuk membuka diskektomi,

beberapa ahli bedah menganjurkan penggunaan mikroskop untuk visualisasi yang lebih baik dan meminimalkan ukuran sayatan. Keuntungan utama dari mikroskop adalah kemampuan ahli bedah dan asisten untuk memvisualisasikan bidang operasi secara merata melalui luka bedah yang lebih kecil.

Presentasi Kasus

Kami melaporkan enam pasien dengan herniasi lumbar yang menjalani diskektomi mikroskopis tanpa instrumentasi posterior untuk herniasi lumbar di Rumah Sakit Umum Sanglah.

Kasus 1. Seorang pria berusia 65 tahun yang mengalami nyeri pada punggung bawahnya sejak empat tahun yang lalu dan semakin memburuk selama sekitar enam bulan terakhir. Pasien merasakan mati rasa di kakinya sejak enam bulan lalu. Buang air besar dan buang air kecil normal, tidak ada riwayat kehilangan berat badan, demam, atau batuk kronis. Ada parestesia yang sesuai dengan dermatom L4 tanpa kelemahan otot. Magnetic Resonance Imaging (MRI) lumbal menunjukkan herniasi diskus pada level L2-L3, L3-L4, dan L4-L5, dan penebalan ligamentum flavum (Gambar 1). Operasi dekompresi dilakukan pada level L3-L4, foraminotomi dilakukan pada level yang keluar dari akar L3 dan L4 di sisi kanan, dan mikrodisektomi dilakukan pada level L3-L4 dan L4-L5. Kehilangan darah intraoperatif adalah 50 mL. Pasien dipulangkan setelah 2 hari dirawat di rumah sakit.

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Gambar 1. MRI spine Lumbosacral pada Kasus 1


Kasus 2. Seorang wanita berusia 57 tahun, yang mengalami nyeri punggung selama sekitar dua minggu yang semakin memburuk. Rasa sakit mengganggu aktivitasnya sehingga ia tidak bisa berjongkok dan merasakan sakit terutama pada ekstremitas bawah kirinya, tetapi tanpa kelemahan otot.

MRI lumbar menunjukkan herniasi diskus pada level L4-L5 dan L5-S1. Dekompresi dilakukan pada level L4-L5 (Gambar 2). Foraminotomi dilakukan pada level keluar dari akar saraf L4 dan L5. Diskektomi mikroskopis dilakukan pada level L4-L5 dan L5-S1. Kehilangan darah intraoperatif sebanyak 45 mL. Pasien dipulangkan setelah 1 hari dirawat di rumah sakit.

Gambar 2. MRI spine Lumbosacral pada Kasus 2


Kasus 3. Seorang pria berusia 50 tahun yang mengalami rasa sakit di punggungnya selama sekitar empat tahun, dan semakin parah sejak dua bulan lalu. Rasa sakit mengganggu terutama ketika melakukan aktivitas dan membaik dengan istirahat. Ada parestesia yang sesuai dengan dermatom L4 tanpa kelemahan otot, dengan tes Straight Leg Raising yang positif pada kedua tungkai.

MRI lumbal menunjukkan herniasi diskus pada level L4-L5 (Gambar 3). Laminotomi dilakukan pada level L4-L5 dan diskektomi mikroskopis dilakukan pada level L4-L5. Kehilangan darah intraoperatif sebanyak 30 mL. Pasien dipulangkan setelah satu hari dirawat di rumah sakit.

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Gambar 3. MRI spine Lumbosacral pada Kasus 3


Kasus 4. Seorang pria berusia 33 tahun yang mengeluh nyeri pada punggungnya sejak dua minggu setelah ia mengangkat benda berat. Rasa sakitnya semakin parah sejak satu minggu terakhir, dimana dia merasakan sakit setelah melompati tembok. Rasa sakit mengganggu terutama ketika aktivitas dan membaik dengan istirahat. Dia juga merasakan mati rasa di kedua kakinya. Dia sudah merasakan sakit punggung ini sejak 15 tahun yang lalu. Ada paresthesia yang berhubungan

dengan dermatom L5, tanpa kelemahan otot, dengan tes Straight Leg Raising yang positif pada tungkai kiri. Pada MRI lumbal menunjukkan adanya herniasi diskus pada level L4-L5 (Gambar 4). Pasien dilakukan laminektomi parsial pada level L4-L5 kiri dan foraminotomi pada level L4-L5 kiri. Disektomi Mikroskopis dilakukan pada level L4-L5 kiri. Kehilangan darah intraoperatif sebanyak 45 mL. Pasien dipulangkan setelah satu hari dirawat di rumah sakit

Gambar 4. MRI spine Lumbosacral pada Kasus 4


Kasus 5. Seorang pria berusia 33 tahun, yang mengeluh sakit punggung dan sakit kaki kanan. Pasien mengeluh sakit punggung sejak tiga tahun lalu. Rasa sakit secara progresif meningkat sejak satu bulan terakhir hingga mengganggu aktivitas. Pasien tidak bisa berjongkok. Ia juga mengeluhkan nyeri yang menjalar ke kaki kanan. Tidak ada parestesia dan tidak ada kelemahan otot, dengan tes Straight Leg Raising positif

pada kaki kanan. MRI lumbal menunjukkan adanya herniasi diskus pada level L4-L5 dan L5-S1 (Gambar 5). Laminotomi dilakukan pada level L4-L5 dan L5-S1. Diskektomi mikroskopis dilakukan pada level L4-L5 dan L5-S1. Foraminotomi dilakukan pada level L4-L5 pada kedua sisi. Kehilangan darah intraoperatif sebanyak 20 mL. Pasien dipulangkan setelah satu hari dirawat di rumah sakit

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Gambar 5. MRI spine Lumbosacral pada Kasus 5


Kasus 6. Seorang pria berusia 29 tahun, mengeluh nyeri di punggungnya sejak tiga tahun yang lalu. Pasien mengatakan rasa sakitnya memburuk sejak satu bulan terakhir dan menyebar ke pantat kiri dan paha. Pasien mengatakan rasa sakitnya menjadi lebih buruk ketika dia berhenti beraktivitas dan melakukan aktivitas mengangkat barang. Pasien tidak merasakan adanya kelemahan dan parestesia di kedua ekstremitas bawahnya. Tes Straight Leg Raising positif pada tungkai

kiri. MRI lumbal menunjukkan herniasi diskus pada level L4-L5 dan L5-S1, dengan massa ekstradural pada level L5 (Gambar 6). Pasien dilakukan laminotomi pada level L4-L5 dan L5-S1 dan diskektomi mikroskopis pada level L4-L5 dan L5-S1. Foraminotomi dilakukan pada level L4-L5 di kedua sisi. Kehilangan darah intraoperatif sebanyak 60 mL. Pasien dipulangkan setelah dua hari dirawat di rumah sakit.

Gambar 6. MRI spine Lumbosacral pada Kasus 6


Pembahasan

Prevalensi spondilosis lumbar degeneratif pada populasi umum berkisar antara 20-25% dan meningkat dengan usia >50 tahun.1,2 Prevalensi tertinggi herniasi diskus lumbar adalah pada kelompok usia 30-50 tahun dengan rasio kejadian pada pria dibandingkan wanita adalah sebesar 2:1. Dalam serial kasus ini, rentang usia pasien bervariasi antara 29 hingga 65 tahun dengan rata-rata 46 tahun dan dengan distribusi satu orang wanita (16,67%) dan lima orang laki - laki (83.33%). Untuk pasien usia di atas 50 tahun, herniasi diskus biasanya terjadi pada level di atas L4-L5. Pada kasus ini ditemukan satu kasus pasien berusia 65 tahun dengan

herniasi diskusi terjadi pada level L2 sampai L5. Insiden tahunan nyeri punggung bawah diperkirakan sebesar 5%, tetapi hanya 1% yang mengalami nyeri radikulopati. Semua subjek menunjukkan gejala dan tanda yang konsisten dengan keterlibatan akar saraf. Gejala unilateral pada kaki kanan sebanyak 3 pasien (50%), dan kaki kiri sebanyak satu pasien (16,67%), sedangkan gejala bilateral pada kedua kaki sebanyak 2 pasien (33,33%). Durasi gejala klinis pasien berkisar dari satu hingga enam bulan. Prolaps diskus dapat terjadi di level lumbal manapun, tetapi 95% terjadi di level L4-5 atau L5-S1.1,2 Pada serial kasus ini, herniasi multilevel terjadi pada 4 kasus (66,67 %), dengan keterlibatan level L4/L5

ΠΓ∖Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

pada semua kasus, level L5/S1 sebanyak 3 kasus (50%) dan level L2/L3, L3/L4 masing – masing sebanyak 1 kasus (16,67%). Prosedur dekompresi pada pasien – pasien ini dilakukan secara minimal invasif berupa foraminotomi, laminektomi dan mikrodisektomi dengan rata – rata jumlah perdarahan selama operasi 41,67 ± 14,38 mL. Sedangkan rata – rata lama rawat 1 – 2 hari (1,3   ± 0,51) tergantung dari keluhan pasien. Ini

menunjukkan bahwa prosedur dekompresi mikroskopis dengan mempertahankan posterior tension band adalah prosedur yang aman dengan kehilangan darah intraoperatif yang minimal serta lama rawat inap yang lebih singkat.

Tulang belakang dapat dicapai melalui sayatan pada garis tengah dengan retraksi unilateral multifidus untuk memungkinkan mencapai kanalis spinalis melalui laminektomi parsial. Retraktor berbahan tembaga lunak kemudian digunakan untuk melindungi struktur neurologis. Bor berkecepatan tinggi digunakan untuk memotong aspek inferior dari proses spinosus yang berdekatan sehingga garis tengah, memberikan akses yang baik untuk memungkinkan sayatan yang cermat dan akurat pada sendi facet pada sisi berlawanan dari kanal, menggunakan kombinasi punch kecepatan tinggi dan rounger Kerrison. Keamanan dipastikan dengan menggunakan mikroskop operasi, irigasi saline, dan pengisapan halus untuk memungkinkan visualisasi yang jelas. Retraktor ditempatkan dengan hati-hati di bawah tulang untuk melindungi dura dan saraf selama dekompresi.3

Superficial Exposure. Temuan pada pencitraan pre-operatif digunakan untuk mengidentifikasi lokalisasi segmen yang terlibat sebelum melakukan sayatan. Sayatan untuk superficial exposure dilakukan pada garis tengah dan diperluas ke atas, tetapi terbatas pada daerah stenosis yang mendasari sebagaimana didokumentasikan pada MRI. Insisi fascia paramedian curvi-linier kemudian dibuat pada sisi pasien yang paling bergejala, sekitar 1 cm dari garis tengah. Menggunakan lift Cobb, multifidus diangkat dengan lembut dari lamina di

segmen yang terlibat dan ditarik ke batas medial sendi facet. Retraktor micro-discectomy kemudian digunakan. Pada saat ini kita akan memiliki visualisasi komplet ruang interlaminar ipsilateral, kemudian mikroskop diletakkan pada tempat yang diinginkan4.

Interlaminar      Exposure.      Dengan

menggunakan Roungers Kerrison, kami melakukan laminotomi ipsilateral hemilamina cephalad. Dari arah cephalad diperpanjang sampai penyisipan ligamentum flavum tercapai. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik terompet untuk memungkinkan preservasi laminar yang maksimal. Laminotomi yang serupa tetapi kurang ekstensif kemudian dilakukan pada lamina kaudal ipsilateral, yang memungkinkan pengangkatan ligamentum flavum dan memberikan dekompresi hemidepresi garis tengah. Dengan menggunakan mikroskop yang diangulasikan ke dalam zona subartikular ipsilateral, kemudian jaringan lunak dan patologi stenosis tulang dieksisi menggunakan Rongeurs Kerrison. Prosedur ini dilakukan secara berurutan dan sepanjang jendela interlaminar sampai akar saraf cephalad dan caudal sampai level lumbal yang diinginkan terlihat keluar dengan bebas ke foramen.4

Setelah mikro-dekompresi ipsilateral tercapai, dilanjutkan dengan sisi kontralateralnya. Mikroskop diangulasi ke bagian medial dan pasien dimiringkan ke sisi kontralateral untuk mendapatkan visualisasi melintasi garis tengah di bawah bagian terdalam dari ligamentum interspinosus. Bagian terdalam ini dieksisi untuk memungkinkan visualisasi permukaan posterior ligamentum flavum kontralateral. Probe digunakan untuk mengkonfirmasi permukaan anterior dari ligamentum bebas dari perlekatan pada dura, dan ligamentum tersebut direseksi secara berurutan dari cephalad ke caudal dan medial ke lateral. Langkah penting dalam proses ini untuk memungkinkan akses hemilaminotomi kontralateral adalah reseksi yang memadai bagian wishbone dari arah cephalad dan caudal, misalnya persimpangan lamina dengan prosesus spinosus.4


Gambar 7. (a) Akar saraf yang keluar dari L5 mengalami penekanan oleh massa (b) Dilakukan dekompresi menggunakan mikroskop

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Setelah dilakukan dekompresi, kanalis spinalis akan kembali ke diameter sagital dan transversal yang normal dan semua jaringan lunak dan patologi stenosis tulang telah direseksi. Struktur yang tidak terlibat langsung dalam kondisi patologis harus dipertahankan.4

Closure. Sesaat sebelum menutup luka operasi, dilakukan irigasi pada lapangan operasi dan hemostasis. Pemasangan drain dan substansi barrier (fat graft) tergantung dari kondisi intraoperatif atau preferensi operator. Fascia, jaringan subkutan, dan kulit kemudian ditutup secara berurutan.4

Kami mengevaluasi hasil diskektomi mikroskopis dalam periode tiga bulan paska operasi. Para pasien diwawancara dan diminta untuk melaporkan keluhan nyeri punggung dan kemampuan berjalan sebelum dan sesudah operasi dengan mengisi kuisioner dari The JOA Back Pain Evaluation (JOA). JOA adalah modalitas khusus yang digunakan untuk mengevaluasi nyeri pinggang bawah. JOA terdiri dari 25 pertanyaan yang dibagi menjadi lima topik yaitu nyeri pinggang bawah, fungsi lumbar, kemampuan berjalan, fungsi kehidupan sosial, dan kesehatan mental; dengan nilai total 100 poin5.

Tabel 1. Rekapitulasi skor penilaian JOA

ADL

Kasus 1

Kasus 2

Kasus 3

Kasus 4

Kasus 5

Kasus 6

Pre

Post

Pre

Post

Pre

Post

Pre

Post

Pre

Post

Pre

Post

Nyeri pinggang

14

86

14

86

14

43

43

86

14

86

14

86

Fungsi lumbar

0

83

58

100

67

75

67

100

0

83

17

100

Kemampuan berjalan

7

50

43

93

29

86

50

100

36

64

29

100

Fungsi sosial

24

70

51

81

35

76

49

76

30

70

38

76

Kesehatan mental

27

69

54

72

48

69

36

72

36

56

45

72


Gambar 8. Diagram Evaluasi Nyeri Punggung JOA

Semua subjek pada serial kasus ini melaporkan perbaikan yang memuaskan dalam keluhan nyeri pinggang. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

sebelum operasi, pasien sering mencoba untuk meringankan rasa sakit mereka dengan cara membungkukkan tubuh ke depan. Namun postur ini

ΠΓ∖Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

dapat meningkatkan nyeri pinggang bawah. Setelah prosedur dekompresi, pasien dapat kembali meregangkan tulang belakang lumbar mereka yang dapat mengurangi nyeri pinggang. Perhatian utama setelah prosedur dekompresi adalah kambuhnya nyeri pinggang bawah karena ketidakstabilan sekunder.

Dalam serial kasus ini, hampir semua subjek melaporkan peningkatan skor JOA pretreatment dan skor posttreatment yang sebesar 20 poin kecuali untuk kasus 3 yang hanya meningkat sebesar 8 poin. Untuk semua pasien, prosedur ini memberikan peningkatan yang signifikan pada kemampuan berjalan dan terlebih lagi pada fungsi kehidupan sosial, di mana skornya meningkat lebih dari 20 poin. Skor kesehatan mental juga meningkat hampir 20 poin pada semua kasus.

Komplikasi intraoperatif terjadi pada satu pasien, yaitu robekan dural yang disebabkan oleh punch Kerrison saat membersihkan sisi yang berlawanan. Hal ini dapat diperbaiki dengan menggunakan jahitan nilon 6/0, dan tidak ada masalah paska operasi setelahnya. Tidak ada infeksi paska bedah terjadi dalam kasus ini. Komplikasi yang kami temui tidak dianggap tidak biasa untuk jenis operasi ini.3 Beberapa komplikasi umum untuk prosedur fusi tulang belakang ini meliputi malposisi implan, trombosis vena dalam, kebocoran cairan serebrospinal, ileus paralitik, kerusakan pembuluh darah dan akar saraf, infeksi, pseudoarthrosis, defisit neurologis, hematoma, dan komplikasi kardiopulmoner.

Komplikasi dengan teknik pembedahan invasif minimal mungkin lebih sulit untuk dinilai dan diperbaiki. Studi telah menunjukkan angka komplikasi yang setara antara pendekatan terbuka dan invasif. Mobbs dkk menunjukkan bahwa tingkat komplikasi untuk teknik pembedahan invasif minimal sebanyak 5%, yang mirip dengan yang dilaporkan dalam literatur yaitu sebesar 0-19%.6 Mereka juga melaporkan tingkat komplikasi untuk teknik pembedahan konvensional (33%), yang sedikit lebih tinggi dari yang dilaporkan dalam literatur (16-27%).

Dalam studi lain yang mengevaluasi hasil paska operasi 5 sampai 10 tahun dalam penanganan stenosis tulang belakang, dilaporkan hasil yang baik hingga sangat baik bervariasi antara 55-86%.7,8 Observasi kami pada serial kasus ini konsisten dengan hasil studi tersebut, dimana kami mendapatkan hasil yang baik dan sangat baik pada 77,4% kasus. Prosedur pembedahan memungkinkan pasien untuk memiliki kualitas hidup yang lebih baik.9

Dekompresi mikroskopis selektif kanal tulang belakang dengan mempertahankan tension band posterior tulang belakang adalah prosedur yang aman dengan tingkat ketidakstabilan sekunder yang rendah. Ada insiden tinggi dari hasil yang sangat baik atau baik. Pembedahan memungkinkan pasien untuk memiliki kualitas hidup yang lebih baik6.

OsTnta

Pada 2006, Wu dkk melaporkan salah satu studi retrospektif terbesar pada pendekatan ini yang mencakup 873 pasien yang ditangani dengan MIS lumbar diskektomi dibandingkan dengan 358 pasien yang ditangani dengan lumbar diskektomi metode lama selama periode waktu yang sama. Mereka menemukan bahwa pasien yang ditangani dengan MIS memiliki lebih sedikit kehilangan darah (44 mL vs 135 mL), lama tinggal lebih singkat (4,8 hari vs 7,3 hari), lama kembali bekerja (15 hari vs 21 hari), dan lebih sedikit menggunakan analgesik pasca operasi (18% vs 37%). Selain itu, penelitian ini menemukan tingkat komplikasi yang lebih rendah (4,0% vs 5,3%) dan tingkat keberhasilan yang sama antara MIS dan operasi terbuka yang diukur dengan kriteria MacNab yang dimodifikasi. Pada kelompok MIS, pengukuran hasil didapatkan 74% sangat baik dan 19% baik. Sedangkan pada kelompok pembedahan terbuka didapatkan70% hasilnya sangat baik dan 20% hasilnya baik. 8

Selama beberapa dekade sejak dimulainya teknik-teknik ini, pembedahan minimal invasif telah terbukti mengurangi kerusakan otot dan memberikan hasil fungsional dan radiologis jangka panjang yang setara tetapi tidak lebih unggul daripada pembedahan fusi terbuka. Meskipun tujuan awal untuk memperbaiki hasil jangka panjang dari fusi lumbar belum tercapai, ada banyak bukti bahwa operasi invasif minimal menghasilkan perdarahan yang minimal, nyeri paska operasi yang lebih ringan, lama rawat di rumah sakit yang lebih singkat, pemulihan lebih cepat, dan angka kejadian infeksi paska operasi yang lebih sedikit.10

Simpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa diskektomi mikroskopis dengan preservasi posterior tension band dari vertebrae adalah prosedur yang aman dengan tingkat ketidakstabilan sekunder yang rendah. Pembedahan diskektomi mikroskopis memungkinkan pasien untuk memiliki kualitas hidup yang lebih baik, fungsi kehidupan sosial yang lebih baik, dan kemampuan berjalan yang lebih baik.

Daftar pustaka

  • 1.    Haden N, Whitfield P, Moore A. The Management of Degenerative Lumbar Spine Disease. ACNR. 2005;4(6):37-9.

  • 2.    Issack PS, Cunningham ME, Pumberger M, Hughes AP, Cammisa FP Jr. Degenerative lumbar spinal   stenosis:   evaluation and

management. J Am Acad Orthop Surg. 2012;20(8):527-35. doi: 10.5435/JAAOS-20-08-527.

  • 3.    Orpen NM, Corner JA, Shetty RR, Marshall R.

Micro- decompression for lumbar spinal

ΓΛΛΛ Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS

stenosis. J Bone Joint Surg Br. 2010;92(4):550-4. doi: 10.1302/0301-620X.92B4.22050.

  • 4.    Weiner BK, Walker M, Brower RS, McCulloch JA. Microdecompression for lumbar spinal canal stenosis. Spine (Phila Pa 1976). 1999;24(21):2268-72.

  • 5.    Fukui M, Chiba K, Kawakami M, et al. JOA Back Pain Evaluation Questionnaire (JOABPEQ)/JOA Cervical Myelopathy Evaluation Questionnaire (JOACMEQ). The report on the development of revised versions. April 16, 2007. The Subcommittee of the

Clinical Outcome Committee of the Japanese Orthopaedic Association on Low Back Pain and Cervical Myelopathy Evaluation. J Orthop Sci. 2009;14(3):348-65. doi: 10.1007/s00776-009-1337-8.

  • 6.    Mobbs RJ, Sivabalan P, Li J. Minimally invasive surgery compared to open spinal fusion for the treatment of degenerative lumbar spine pathologies. J Clin Neurosci. 2012;19(6):829-35.                        doi:

10.1016/j.jocn.2011.10.004

  • 7.    Osterman H, Seitsalo S, Karppinen J, Malmivaara     A.     Effectiveness     of

microdiscectomy for lumbar disc herniation: a randomized controlled trial with 2 years of follow-up.    Spine (Phila Pa 1976).

2006;31(21):2409-14.

doi:10.1097/01.brs.0000239178.08796.52

  • 8.    Wu X, Zhuang S, Mao Z, Chen H. Microendoscopic discectomy for lumbar disc herniation: surgical technique and outcome in 873 consecutive cases. Spine (Phila Pa 1976). 2006;31(23):2689-94.                     doi:

10.1097/01.brs.0000244615.43199.07

  • 9.    Skovrlj B, Gilligan J, Cutler HS, Qureshi SA. Minimally invasive procedures on the lumbar spine. World J Clin Cases. 2015;3(1):1–9. doi:10.12998/wjcc.v3.i1.1

  • 10.    Suyasa IK, Ryalino  C, Pradnyani NPN.

Dexmedetomidine      provides      better

hemodynamic stability compared to clonidine

in spine surgery. Bali Journal of Anesthesiology.               2018;2(3):90-4.

doi:10.15562/bjoa.v2i3.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum