BANTUAN HIDUP DASAR DEWASA

PADA NEAR DROWNING DI TEMPAT KEJADIAN

Gd. Harry Kurnia Prawedana1, Putu Pramana Suarjaya2

1,2 Bagian/SMF Ilmu Anesthesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar

ABSTRAK

Indonesia merupakan daerah tujuan wisata yang menjadikan Indonesia memiliki potensi untuk terjadinya kasus tenggelam. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan mengenai bantuan hidup dasar untuk dapat menangani kasus tersebut di lapangan. Bantuan hidup dasar ialah tindakan untuk mempertahankan jalan nafas dan membantu pernafasan dan sirkulasi tanpa menggunakan alat selain alat bantu nafas sederhana. Faktor terpenting yang menentukan hasil dari kejadian tenggelam adalah durasi dan tingkat keparahan hipoksia yang ditimbulkan. Penanganan yang dilakukan pada near drowning di tempat kejadian meliputi menyelamatkan korban dari air, pemberian nafas bantuan, kompresi dada, membersihkan muntahan yang memungkinkan terjadinya sumbatan jalan nafas, mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh dan transportasi korban ke fasilitas gawat darurat terdekat untuk evaluasi dan pemantauan.

Kata kunci: basic life support, near drowning, resusitasi

ADULT BASIC LIFE SUPPORT ON NEAR DROWNING AT THE SCENE

ABSTRACT

Indonesia is a popular tourist destination which has potential for drowning cases. Therefore, required knowledge of adult basic life support to be able to deal with such cases in the field. Basic life support in an act to maintain airway and assist breathing and circulation without the use of tools other than simple breathing aids. The most important factor that determines the outcome of drowning event is the duration and severity of hypoxia induced. The management of near drowning at the scene include the rescue of victim from the water, rescue breathing, chest compression, cleaning the vomit substances which allowing blockage of the airway, prevent loss of body heat, and transport the victim to nearest emergency department for evaluation and monitoring.

Keywords: basic life support, near drowning, resuscitation

PENDAHULUAN

Tenggelam   (drowning)   merupakan cedera oleh karena perendaman

(submersion/immersion) yang dapat mengakibatkan kematian dalam waktu kurang dari 24 jam. Apabila korban mampu selamat dalam waktu kurang dari 24 jam maka disebut dengan istilah near drowning. Dalam sepuluh tahun terakhir, lebih dari 50.000 orang meninggal akibat tenggelam di Amerika Serikat, dan merupakan penyebab kematian terbanyak ke-4 akibat kecelakaan secara umum. Sebagai tambahan, diperkirakan 2 terdapat lebih dari 500.000 kejadian tenggelam setiap tahunnya di Amerika Serikat.2

Di Indonesia sendiri angka kejadian tenggelam belum diketahui. Namun, merujuk pada kondisi geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau dengan garis pantai yang cukup panjang yang memungkinkan terjadinya tenggelam. Terlebih Indonesia juga merupakan daerah wisata di mana perairan juga merupakan salah satu daya tarik wisata yang dimiliki. Terutama Bali yang terkenal dengan Pantai Kuta-nya yang indah yang menggoda orang untuk sekedar berenang sampai menikmati olahraga air misalnya selancar dan jetski serta berbagai permainan air lainnya. Tentu saja tidak akan ada seorang pun yang berharap hal tersebut terjadi pada siapapun. Namun, apabila kita menemukan kejadian tersebut tentu harus mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan agar dapat menyelamatkan korban.

Tenggelam dapat terjadi pada air tawar maupun air laut dan merupakan salah satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian jika terlambat mendapat pertolongan. Inisiansi pemberian pertolongan pertama sangat penting untuk segera dilakukan agar korban dapat terhindar dari kematian atau kecacatan yang lebih parah. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai teknik pemberian bantuan hidup dasar dan penanganan korban

tenggelam. sangat diperlukan dalam menghadapi situasi seperti ini sehingga pertolongan

yang diberikan akan lebih tepat.

BANTUAN HIDUP DASAR DEWASA

Bantuan hidup dasar merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas dan membantu pernafasan dan sirkulasi tanpa menggunakan alat selain alat bantu nafas sederhana. Kombinasi nafas bantuan dan kompresi dada disebut resusitasi jantung paru (RJP). Sebelum melakukan RJP, penolong harus segera menilai segala sesuatu yang dapat membahayakan pasien dan penolong itu sendiri. Kemudian menilai kesadaran pasien dengan cara mengoyang-goyangkan tubuh pasien atau memanggil pasien.1 Aktivasi sistem kegawat-daruratan penting untuk dilakukan, terutama bagi penolong awam yang belum terlatih dengan tujuan agar resusitasi yang akan dilakukan sebelum mendapat pertolongan dari petugas medis lebih efektif. Hal ini dilakuan dengan cara menghubungi nomor telepon gawat darurat lokal yang tersedia.4

Berdasarkan 2010 AHA Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cariovascular Care RJP dilakukan dengan urutan C-A-B dimana penangan sirkulasi menjadi fokus utama. Namun, pada pertolongan korban near drowning siklus A-B-C tetap dipertahankan oleh karena sifat hipoksia dari arrest yang terjadi sehingga apabila korban hanya mengalami henti nafas dapat segera merespon tindakan yang diberikan.4 Manajemen yang dilakukan diawali dengan mempertahankan jalan nafas (A=Airway) dengan menggunakan gerakan head tilt-chin lift. Apabila terdapat kecurigaan adanya cedera servikal maka gerakan jaw thrust lebih dianjurkan. Kemudian pemberian nafas bantuan (B=Breathing) dua kali selama masing-masing 1 detik baik dengan teknik mouth-to-mouth maupun mouth-to-nose. Teknik mouth-to-mouth dilakukan dengan cara mencubit hidung pasien dan melingkarkan mulut penolong di

mulut pasien sehingga tercipta airtight mouth-to-mouth seal. Sedangkan teknik mouth-to-nose dilakukan apabila penolong kesulitan mencubit hidung pasien atau pasien berada dalam air. Segera setelah pemberian nafas bantuan dilakukan kompresi dada (C=Chest compression). Tindakan ini dilakukan di area bawah tulang dada (sternum) sekitar 2-3 jari di atas ujung tulang dada (processus xiphoideus). Frekuensi kompresi yang dilakukan setidaknya 100 kali per menit dengan kedalaman 5 cm. Rasio kompresi-ventilasi yang digunakan pada orang dewasa adalah 30:2. Indikasi penghentian RJP adalah apabila pasien sadar atau dapat bernafas spontan, pasien meninggal atau penolong mengalami kelelahan.1,4,6,8

NEAR DROWNING

Cedera oleh karena perendaman (submersion/immersion) yang dapat mengakibatkan kematian dalam waktu kurang dari 24 jam disebut tenggelam (drowning). Istilah neardrowning digunakan apabila korban mampu bertahan hidup lebih dari 24 jam setelah 2

peristiwa tenggelam.

Patofisiologi

Ketika terbenam ke dalam air atau media cair lainnya, korban yang sadar akan menahan nafas dan mungkin meronta untuk menyelamatkan diri atau bahkan panik. Kemudian dorongan untuk bernafas (“air hunger”) akan menyebabkan terjadinya inspirasi spontan – terengah-engah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya aspirasi cairan yang dapat menghalangi jalan nafas korban sehingga dapat menghambat korban untuk bernafas, kemudian akan diikuti oleh kejang dan kematian oleh karena hipoksemia. Proses ini dikenal juga dengan wet drowning. Pada beberapa kejadian korban tidak meminum air, melainkan terjadi spasme laring yang juga dapat mengakibatkan terjadi hipoksemia dan kematian yang dikenal dengan istilah dry drowning.3

Meskipun aspirasi air tawar dan air laut pada dasarnya menimbulkan perubahan yang berlawanan dalam volume darah dan elektrolit, hanya sebagian kecil korban yang meminum air dalam jumlah yang cukup dari kedua jenis cairan tersebut dapat menyebabkan efek yang signifikan secara klinis. Namun, aspirasi sejumlah cairan, baik itu air tawar maupun air laut, dapat menyebabkan adanya kerusakan pulmonal yang dapat mengakibatkan edema paru non-kardiogenik. Cedera paru yang terjadi dapat diperburuk oleh adanya kontaminan di dalam air seperti bakteri, material kecil, berbagai bahan kimia dan muntahan. Hipoksia serebral juga dapat menyebabkan edema paru non-kardiogenik.3

Sebagian besar pasien akan menjadi acidemic. Pada awalnya, hal ini lebih berkaitan dengan hipoventilasi dibandingkan lactic acidosis akibat adanya penurunan perfusi jaringan. Abnormalitas elektrolit jarang memerlukan penanganan pada korban near drowning dan biasanya bersifat sementara kecuali bila terdapat cedera ginjal yang signifikan oleh karena hipoksia, hemoglobinuria atau myoglobinuria. 2,3

Faktor terpenting yang menentukan efek dari kejadian tenggelam adalah durasi dan tingkat keparahan hipoksia yang ditimbulkan. Sebagian besar pasien yang tiba di rumah sakit dengan fungsi kardiovaskular dan neurologis yang masih baik dapat bertahan hidup dengan kecacatan minimal, sedangkan pada pasien yang tiba dengan fungsi kardiovaskular yang tidak stabil dan koma akan lebih buruk oleh karena hipoksia dan iskemia sistem saraf pusat.2

PENANGANAN KORBAN NEAR DROWNING DI TEMPAT KEJADIAN

Akibat yang paling penting dan merugikan dari tenggelam adalah hipoksia. Oleh karena itu, oksigenasi, ventilasi dan perfusi harus dikembalikan sesegera mungkin. Untuk mencapainya akan diperlukan pertolongan RJP dengan segera dan aktivasi sistem

layanan kegawat-daruratan. Sesuai dengan 2010 AHA Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cariovascular Care, saat ini RJP dimulai kompresi dada dengan urutan C-A-B. Namun, pedoman tersebut juga merekomendasikan individualisasi urutan berdasarkan etiologi dari henti jantung. RJP untuk korban tenggelam sebaiknya tetap menggunakan pendekatan A-B-C mengingat sifat hipoksia dari henti jantung tersebut. Korban hanya dengan henti nafas biasanya merespon setelah beberapa kali pemberian nafas buatan.5,7

Menyelamatkan Korban Dari Air

Hal pertama yang dilakukan apabila menemukan kejadian near drowning adalah menyelamatkan korban dari air. Untuk menyelamatkan korban tenggelam, penolong harus dapat mencapai korban secepat mungkin, sebaiknya menggunakan alat angkut (perahu, rakit, papan selancar atau alat bantu apung).5,7 Setidaknya diperlukan dua orang dewasa untuk mengangkat korban dari dalam air ke perahu penyelamatan. Untuk menghindari terjadinya post-immersion collapse, sebaiknya korban diangkat dari dalam air dengan posisi telungkup. Selain itu, penolong juga harus memperhatikan keselamatan dirinya.1

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa stabilisasi tulang leher tidak perlu dilakukan kecuali terdapat keadaan yang menyebabkan tenggelam menunjukkan adanya kemungkinan terjadi trauma. Keadaan ini termasuk riwayat menyelam, adanya tanda-tanda cedera atau tanda-tanda intoksikasi alkohol. Dengan tidak adanya indikator tersebut, cedera tulang belakang kemungkinan tidak terjadi. Stabilisasi tulang leher secara manual dan alat stabilisasi mungkin menghambat pembukaan jalan nafas yang adekuat, mempersulit dan mungkin memperlambat penghantaran nafas bantuan.5,7

Pemberian Nafas Bantuan

Hal yang pertama dan utama dalam menangani korban tenggelam adalah memberikan ventilasi segera. Inisiasi segera nafas bantuan dapat meningkatkan peluang hidup korban. Bantuan pernafasan biasanya diberikan ketika korban yang tidak responsif berada di air dangkal atau di luar air. Ventilasi mulut ke hidung dapat digunakan sebagai alternatif ventilasi mulut ke mulut jika penyelamat mengalami kesulitan dalam mencubit hidung korban, menyangga kepala korban, dan membuka jalan nafas di dalam air. Penolong yang tidak terlatih sebaiknya tidak mencoba memberikan pertolongan ketika korban masih berada di air yang dalam.5,7

Manjemen jalan nafas dan pernafasan serupa dengan yang direkomendasikan untuk berbagai korban henti jatung. Sebagian korban tidak mengaspirasi air karena terjadi spasme laring atau mereka menahan nafas. Bahkan jika terjadi aspirasi cairan, tidak perlu dilakukan pembersihan jalan nafas oleh karena pada sebagian besar korban hanya mengaspirasi cairan dalam jumlah sedikit dan dapat diserap dengan cepat ke sirkulasi sentral, sehingga hal ini tidak menjadi obstruksi di trakea. Tindakan pengeluaran cairan dari saluran pernafasan selain suction (misalnya abdominal thrust dan maneuver Heimlich) tidak perlu dan berpontensi membahayakan korban sehingga tindakan tersebut tidak direkomendasikan.5,7

Kompresi Dada

Segera setelah korban yang tidak responsif dikeluarkan dari air, penolong sebaiknya membuka jalan nafas, mengecek pernafasan dan jika korban tidak bernafas, berikan dua kali nafas bantuan yang membuat dada terangkat (jika tidak dilakukan sebelumnya di air). Setelah pemberian dua kali nafas bantuan, penolong harus segera memberikan kompresi dada dan melakukan siklus kompresi-ventilasi sesuai pedoman bantuan hidup

dasar dewasa. Kemudian, penolong harus mengecek denyut nadi korban. Denyut nadi mungkin sulit untuk diraba pada korban tenggelam, terutama jika korban kedinginan. Apabila dalam 10 detik denyut nadi tidak teraba, siklus kompresi-ventilasi harus dilakukan kembali. Apablia penolong hanya sendiri, setidaknya memberikan 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum meninggalkan korban untuk menghubungi nomor darurat untuk mendapat pertolongan lebih lanjut. Hanya penolong yang terlatih yang sebaiknya memberikan kompresi dada di air.5,6,7

Ketika korban sudah dikeluarkan dari air, jika ia tidak merespon dan tidak bernafas setelah dua kali nafas bantuan, penolong harus memasang Automated External Defibrillator (AED) jika tersedia dan melakukan defibrilasi jika shockable rhythm teridentifikasi. Hanya perlu mengeringkan daerah dada sebelum memasang bantalan defibrilasi dan menggunakan AED.5

Penanganan Muntah Saat Resusitasi

Korban mungkin akan muntah saat penolong melakukan kompresi dada atau bantuan nafas. Sesuai dengan penelitian selama 10 tahun di Australia, dua per tiga dari korban yang mendapatkan nafas bantuan dan 86% dari korban yang memerlukan kompresi-ventilasi muntah. Jika hal ini terjadi, miringkan korban ke samping dan bersihkan muntahan menggunakan jari, pakaian atau penyedot (suction). Jika terdapat kecurigaan cedera spinal cord, korban sebaiknya digulingkan dimana kepala, leher dan badan digerakkan bersamaan untuk melindungi saraf tulang leher.5,7

Menghangatkan kembali

Berusaha untuk menghangatkan kembali pasien dengan hipotermia dalam di luar rumah sakit adalah tidak tepat, tetapi langkah-langkah untuk mencegah kehilangan panas tubuh lebih lanjut penting untuk dilakukan. Untuk mencegah kehilangan panas tubuh, pakaian

yang basah sebaiknya dilepaskan sebelum pasien dibungkus dengan selimut tebal. Minuman hangat tidak dapat membantu dan sebaiknya dihindari. Menggigil merupakan tanda prognostik yang baik.1

Transportasi dan Indikasi Rujuk Ke Rumah Sakit

Korban near drowning sebaiknya segera dibawa ke unit gawat darurat terdekat untuk evaluasi dan penanganan lebih lanjut sehingga dapat meminimalkan komplikasi atau kecacatan yang mungkin ditimbulkan. Tidak dianjurkan menunda transportasi untuk pemeriksaan sekunder kecuali korban benar-benar dapat dikategorikan “stabil”. Sebelum dirujuk korban (terutama pada korban dengan penurunan kesadaran) harus diamankan di sebuah tandu (bila tersedia) dan diposisikan dengan nyaman. Korban dengan fraktur, cedera kepala atau tulang belakang sebaiknya diletakkan di papan dengan penyangga tulang belakang. Evaluasi terhadap kesadaran dan tanda-tanda vital dilakukan secara berkala selama perjalanan.10 Semua pasien tenggelam yang mengalami amnesia oleh karena kejadian tersebut, kehilangan atau depresi kesadaran, ditemukan adanya periode apnea, atau mereka yang memerlukan nafas buatan harus dirujuk ke unit gawat darurat terdekat, meskipun tanpa gejala di tempat kejadian.2 Selain itu, pertimbangan untuk merujuk korban juga tergantung pada ada tidaknya aspirasi air, karena terdapat risiko terjadinya edema paru.1

TINGKAT KEBERHASILAN RESUSITASI DI TEMPAT KEJADIAN

Sebuah penelitian di Afrika Selatan yang dilakukan selama 17 tahun (Maret 1978-Februari 1995) mengenai tingkat keberhasilan RJP yang dilakukan oleh South African Surf Lifesavers menyatakan bahwa 53% dari keseluruhan RJP di tempat kejadian terhadap kejadian near drowning yang dilakukan menunjukkan keberhasilan. Apabila near drowning terjadi di dekat dengan menara pengawas pantai, kemungkinan

keberhasilannya meningkat menjadi 76%. Hal ini dikarenakan pengaruh jarak penolong, kondisi yang membahayakan dan selang waktu hingga korban berhasil ditemukan. Apabila korban ditemukan dengan nadi yang tidak teraba, relative risk untuk

ketidakberhasilan resusitasi akan tinggi sebesar 26,7.9

RINGKASAN

Near drowning adalah suatu peristiwa tenggelam dimana korban mampu bertahan hidup lebih dari 24 jam setelah peristiwa tenggelam itu terjadi. Faktor terpenting yang harus diperhatikan dalam menilai korban tenggelam adalah lama terbenam korban di dalam air, tingkat keparahan hipoksia yang terjadi dan ada tidaknya aspirasi air saat kejadian berlangsung. Pertolongan segera dapat mempengaruhi keselamatan korban. Penganan yang dilakukan berupa segera menyelamatkan korban dari air dan tindakan resusitasi sebagai bantuan hidup dasar yang akan meningkatkan kesempatan hidup korban. Stabilisasi leher tidak perlu dilakukan kecuali jika terdapat indikasi adanya cedera servikal pada korban. Transportasi dan evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi korban dan komplikasi yang mungkin terjadi. Berdasarkan penelitian selama 17 tahun di Afrika Selatan tingkat keberhasilan resusitasi di tempat kejadian sebesar 53% dan akan meningkat menjadi 76% apabila insiden terjadi di dekat menara pengawas pantai.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Colquhoun MC, Handley AJ and Evans TR. ABC of Resuscitation. Fifth Edition. London: BMJ. 2004. Chapter 1&15

  • 2.    Tintinalli JE, Kelen GD, Stapezynsky JS. Emergency Medicine: A Comprehensive Study. Sixth Edition. USA: Americans College of Emergency Physicians. 2004. Chapter 198

  • 3.    Mahadevan SV, Garmel GM. An Introduction to Clinical Emergency Medicine. Cambridge: Cambridge University Press. 2005. Page 639-642

  • 4.    Berg RA et. al. Part 5: Adult Basic Life Support : 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Rescucitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S685-S705

  • 5.    Vanden Hoek TL et. al. Part 12: Cardiac Arrest in Special Situations: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Rescucitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S829-S861

  • 6.    Journal of American Heart Association. Part 3: Overview of CPR. Circulation 2005;112;IV-12-IV-18

  • 7.    Journal of American Heart Association. Part 10.3: Drowning. Circulation 2005;112;IV-133-IV-135

  • 8.    Travers AH et. al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Rescucitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S676-S684

  • 9.    Hagemann G, Hoffmann M. Rescue and Resuscitation in the South African Surf Zone: Efficacy of the South African Lifesaver and Current Challenges. South African Lifesaving. 2004

  • 10.    Anonim. SAR Seamanship Reference Manual. Department of Fisheries and Oceans

Canada. Ontario. 2000. Chapter 12

12