MANAJEMENT OF INSOMNIA IN GERIATRIC PATIENTS
on
PENATALAKSANAAN INSOMNIA PADA PASIEN GERIATRI
Cokorda Istri Devi Larayanthi
Bagian/ SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Tidur merupakan kondisi tidak sadar yang relatif lebih responsif terhadap rangsangan internal. Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur dengan karakteristik kesulitan memulai tidur dan/atau kesulitan dalam mempetahankan tidur. insomnia dibagi menjadi 2 yaitu primary insomnia dan secondary insomnia. Seiring bertambahnya usia, fungsi organ dalam tubuh menurun. Sehingga pasien geriatri mudah terkena penyakit, khususnya insomnia. Banyak penyebab insomnia pada geriatri yaitu gangguan mental, psikiatri, keadaan medis umum, obat-obatan, zat-zat tertentu, dan lain-lain. Penatalaksanaan insomnia pada pasien geriatri dibagi menjadi 3, yaitu terapi penyakit mendasari jika ada, nonfarmakologi terapi seperti cognitive behavior therapy (CBT), dan terapi farmakologi seperti benzodiazepine dan nonbenzodiazepine yaitu eszopiclone dan ramelteon. Pengobatan farmakologi pada geriatri harus mengikuti aturan “start low, go slow”, yaitu dosis dimulai dari ½ dari dosis orang dewasa dan penggunaannya dalam jangka pendek.
Kata kunci: insomnia, geriatri
MANAJEMENT OF INSOMNIA IN GERIATRIC PATIENTS
ABSTRACT
Sleep is an unconscious condition that is relatively more responsive to internal stimuli. Insomnia is a sleep disorder with characteristic difficulty of initiating sleep or difficulty in maintaining sleep. Insomnia is divided into 2 primary insomnia and secondary insomnia. Conection with age, the function of organs in the body decreases. So that geriatric patients are susceptible to illnesses, especially insomnia. Many of the causes of insomnia in geriatric mental disorders, psychiatric, general medical conditions, medications, certain substances, and others. Management of insomnia in geriatric patients were divided into 3 method: 1) manage underlying cause, 2) nonpharmacological therapies such as cognitive behavior therapy (CBT), and 3) pharmacological therapies such as benzodiazepine and non-benzodiazepine that eszopiclone and Ramelteon. Pharmacological treatment in geriatrics should follow the rule "start low, go slow", starting dose of ½ of the adult dose, and its use in the short term.
Keywords: insomnia, geriatric
PENDAHULUAN
Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respon terhadap rangsangan eksternal. Tidur dapat berfungsi sebagai restorative, yaitu memperbaiki organ-organ di tubuh atau proses pengembalian energi.1 Gangguan Tidur merupakan salah satu gejala yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dari gangguan tidur tersebut adalah insomnia.2 Insomnia dapat mengakibatkan efek buruk bagi kesehatan dan kualitas hidup. Menurut studi epidemiologi dari insomnia,3 chornic insomnia mengenai sekitar 9-12% populasi di dunia. Insomnia dapat terjadi pada setiap umur, tetapi lebih sering terjadi pada umur 65 tahun keatas.4 Sekitar 40-50% usia geriatri mengalami insomnia dan prevalensinya lebih besar terjadi pada wanita daripada laki-laki.1
Semakin meningkatnya kemajuan dalam bidang kesehatan, angka harapan hidup semakin panjang. Ini menyebabkan jumlah pasien geriatri bertambah. Jika dikaitkan dengan travel medicine, saat ini khususnya di daerah pariwisata seperti Bali, banyak wisatawan-wisatawan kelompok geriatri ingin menghabiskan sisa hidupnya di Bali. Sehingga dalam praktiknya, khususnya pada daerah pariwisata Bali, manajemen dari pasien geriatri lebih ditingkatkan. Pada pembahasan kali ini akan lebih ditekankan pada masalah insomnia pada geriatri serta managemen dan pengobatan yang tepat pada pasien geriatric
Definisi Tidur
Tidur merupakan keadaan tidak sadar yang relatif lebih rensponsif terhadap rangsangan internal. Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respon terhadap rangsangan eksternal. Otak berangsur angsur menjadi kurang responsif terhadap rangsangan visual, audiotori dan rangsangan lingkungan lainnya. Faktor yang mempengaruhi waktu dan kualitas tidur adalah faktor homeostatik (faktor S) dan factor sirkadian (factor C)1
Fisiologi Tidur
Manusia tidur dan bangun secara kualitatif dan kuantitatif dipengaruhi oleh dua model proses regulasi bangun tidur. Dua proses tersebut yaitu interaksi antara proses homeostatik dan proses sirkadian (proses S dan proses C)1
Tidur memiliki 2 tahapan, berdasarkan karakteristik dari polysomnographic features, yaitu stage NREM (non rapid eye movement) dan REM (Rapid Eye Movement). Pada stage NREM, dibagi lagi menjadi 4 stage yaitu stage I, II, III, dan IV. Setiap stage memiliki keunikan pola pada EEG (electroencephalogram). Pada stage 1 terdapat gelombang dngan puncak yang tajam, dan peningkatan aktifitas gelombang alpha (8-12hz). Stage 2 ditandai dengan penurunan aktivitas gelombang alfa dan timbulnya gelombang berbentuk k-kompleks dan sleep spindle. Stage 3, slow wave sleep (SWS) ditandai dengan munculnya gelombang delta (5-4hz). Stage 4 SWS, ditandai dengan adanya gelombang delta paling sedikit 50% dari EEG tidur.
Stage rapid eye movement (REM) memiliki karakteristik amplitudo rendah, frekuensi campuran pada sinyal EEG. Pada stage REM ini dimana orang bermimpi dan akhir dari 1 siklus.1,3
Manusia normalnya mengalami 5-6 kali siklus tidur dalam satu malam yang mana setiap siklus berlangsung kira-kira 90 menit. Pada siklus pertama, stage terbanyak pada 90 menit pertama adalah stage IV. Tetapi pada siklus selanjutnya periode stage IV berkurang. Secara keseluruhan, 20% dari waktu tidur keseluruhan merupakan deep sleep (stage III dan IV), 60% adalah shallow sleep (stage I dan II), dan 20% sisanya adalah stage REM.1,3
Tidur sangat penting bagi kehidupan manusia. Tidur memiliki banyak fungsi, salah satunya adalah pengembalian energi yang hilang saat beraktivitas. Tidur juga dianggap sebagai proses memperbaiki organ-organ di tubuh. Jadi jika manusia kekurangan tidur akan banyak masalah yang akan terjadi seperti mudah lelah, gangguan kognitif, dan lain-lain.1,5
Walaupun banyak variasi pola tidur pada seseorang, secara umum, pasien geriatri memiliki total waktu tidur lebih sedikit daripada dewasa muda. Secara fisiologis, perubahan pola tidur tersebut berhubungan dengan peningkatan usia, yang mana ada peningkatan proporsi tahap tidur stage I, dan berkurangnya proporsi tahap tidur yang lain. Ini akan menyebabkan frekuensi terbangun akan lebih banyak.2
Insomnia
Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur yang memiliki dampak buruk bagi kesehatan dan kualitas hidup. Insomnia didefinisikan sebagai kesusahan dalam memulai, atau mempertahankan tidur.3 Dalam arti lain insomnia adalah permasalahan dari kualitas tidur dan/atau kuantitas tidur. komplain tersebut dapat berupa susah untuk memulai tidur, sering terbagun di malam hari, susah untuk kembali tertidur.2
Insomnia dibagi menjadi 2 bagian yaitu primary insomnia dan secondary insomnia.2,6 Primary insomnia merupakan gangguan kekurangan tidur yang tidak ada hubungannya dengan medis, psikis, dan lingkungan. Sedangkan secondary insomnia merupakan gangguan tidur yang disebabkan oleh beberapa penyakit dan gangguan medis yang lain.6 Insomnia juga dapan dikasifikasikan sebagai akut/transien (1 bulan atau kurang), persistent (lebih dari 4 minggu), atau kronik (6 bulan atau lebih).7
Kebanyakan insomnia pada pasien geriatri disebabkan karena secondary insomnia dan keadaan co-morbid. Peningkatan penyakit kronik pada pasien geriatri meningkatkan insiden dari insomnia. Insomnia pada pasien geriatri berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Insomnia dapat menyebabkan atau berkontribusi dalam gangguan neurokognitif dan gangguan prilaku.10 Jika dibandingkan pada pasien geriatri yang tidak memiliki insomnia, resiko mengalami 3 jatuh dan kecelakaan pada pasien insomnia akan lebih besar.3
Etiologi Insomnia pada pasien geriatri
Sebagian besar insomnia pada pasien geriatric merupakan secondary insomnia. Nyeri yang berhubungan dengan gangguan musculoskeletal, termasuk arthritis, merupakan gangguan tersering penyebab insomnia pada pasien geriatri.6 Beberapa penyebab secondary insomnia yaitu
-
• Gangguan mental dan psikiatri
-
• Keadaan medis umum, seperti arthritis, gagal jantung, hipertiroidisme, atau gastroesophageal reflux.
-
• Zat atau obat-obatan seperti alkohol, beta blocker, bronchodilator, corticosteroid, decongestan, diuretic, SSRI, levodopa, caffeine.
-
• Gangguan irama sirkadian, seperti jet lag.
-
• Disomnia, seperti sleep hygiene yang buruk, restless leg syndrome (RLS) periodic limb movement disorder (PLMS), sleep apnea
Penyebab lain insomnia pada geriatri adalah proses penuaan itu sendiri (penurunan cadangan fisiologis, perubahan irama sirkadian), faktor lingkungan (sering tinggal dirumah, sedikit terpapar sinar matahari), faktor prilaku (sleep hygiene yang buruk, menurunnya aktivitas fisik), faktor psikologis (pension, perubahan kehidupan sehari-hari dan lingkungan sosial), faktor nutrisi (perubahan komposisi tubuh, seperti peningkatan massa lemak, asupan alkohol dan caffeine) dan faktor medis (penyakit yang mendasari, termasuk kondisi psikiatri dan pengobatan)2
Diagnosis Insomnia
Diagnosis insomnia mencakup perjalanan tidur, histori medis dan psikiatri. Anamnesis pada pasien harus mencangkup psikososial dan psikiatri disamping keadaan medis.2 Pertanyaan dapat dimulai dari gejala utama. Histori tidur dapat dimulai dari tinjauan kronologis dari memulai untuk tidur, waktu dan onset, pengaruh pada kehidupan sehari-hari, stressor yang dialami saat ini, aktivitas rutin pasien sehari-hari serperti waktu bangun tidur, aktivitas setelah bangun, aktivitas sehari-hari waktu tidur, aktivitas sebelum tidur. Histori dari keluarga, penggunaan alkohol dan obat-obatan juga perlu ditanyakan. Untuk membedakan primary insomnia dan comorbid insomnia, perlu ditanyakan histori penyakit, dan penyakit yang sedang dialami saat ini. Pertanyaan yang lain ditujukan kepada patner tidur pasien seperti lingkungan tidur pasien, apakah pasien berhenti bernapas saat tidur, apakah pasien 8
mendengkur, apakah ada gerakan atau ditendang oleh pasien.8
Untuk mencapai kriteria diagnosis untuk insomnia secara umum, pasien harus memiliki satu dari tiga kriteria dibwah8
-
1. Keluhan mengandung paling sedikit satu dari keluhan tidur dibawah ini
-
• Kesulitan untuk memulai tidur
-
• Kesulitan untuk mempertahankan tidur
-
• Terbangun terlalu awal, atau
-
• Tidur tidak mengembalikan energi atau kualitas tidur buruk
-
2. Kesul itan tidur terjadi walaupun adanya kesempatan tidur dan keadaan untuk tidur
cukup memadai
-
3. Mengalami setidaknya satu dari beberapa bentuk gangguan di siang hari yang berhubungan dengan kesulitan tidur
-
• Kelelahan/ malaise
-
• Gangguan konsentrasi, perhatian, dan memori
-
• Disfungsi social
-
• Mengantuk di siang hari
-
• Berkurangnya energy / motivasi
-
• Kecenderungan untuk terjadi kesalahan/ kecelakaan pada saat kerja atau mengemudi
-
• Tension headaches, dan gejala GI tract yang berhubungan dengan kesulitan tidur, atau
-
• Keprihatinan atau kecemasan tentang tidur
Manajemen insomnia pada geriatri
Keadaan fisiologis pasien geriatri berbeda dengan pasien dewasa. Pada pasien geriatri, fungsi organ-organ tubuh telah menurun seiring bertambahnya usia. Ini mempengaruhi pengobatan dikarenakan fungsi metabolisme telah menurun sehingga pengobatan pasien geriatri menjadi perhatian khusus.3 Terapi insomnia terdiri dari2
-
• Terapi dari penyakit yang mendasari insomnia, jika ada
-
• Terapi Non-farmakologi seperti psikoterapi dan cognitive behavior therapy (CBT)
-
• Terapi farmakologi, sedative-hypnotic agent
Terapi penyakit dasar
Pada pasien geriatri, insomnia yang terjadi sering disebabkan oleh penyakit lainnya.
Jika ditemukan penyakit yang mendasari penyebab insomnia secara jelas, lakukan terapi sesuai manajemen penyakit tersebut. Perhatikan jika insomnia hilang setelah terapi. Jika tidak ada penyakit yang mendasari, atau tidak ada perubahan setelah 2
terapi, maka terapi non-farmakologi dan terapi farmakologi diperlukan.
Terapi non-farmakologi
Intervensi non farmakologi pada penyakit insomnia adalah memberi edukasi kepada pasien tentang kebiasaan tidur yang baik atau sleep hygiene dan gaya hidup sehat yaitu diet dengan nutrisi seimbang dan menghindari makanan atau minuman yang menggangu tidur, olahraga, hindari penyalahgunaan obat-obatan.2 Dan juga terdapat stimulus-control therapy dan sleep restriction therapy. Berikut adalah fundamental dari sleep hygiene yang baik6
-
- Apa yang dilakukan?
-
• Pergunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan aktivitas seksual
o Jika kamu tidak bisa tidur, keluar dari tempat tidur dan baca atau lakukan aktivitas relaksasi yang laen sebelum berusaha untuk tidur kembali
-
• Buat kualitas tidur sebagai prioritas
o Pergi tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari
o Pastikan lingkungan yang tenang
-
■ Tempat tidur yang nyaman dan ruangan yang memiliki ventilasi memadai
-
■ Terlindung dari cahaya dan keributan
-
• Kembangkan dan pelihara “ritual” waktu tidur yang membuat tidur sebagai rutinitas yang lazim
o Siapkan tidur dengan 20-30 menit melakukan relaksasi seperti music lembut, meditasi, latihan nafas.
o Mandi dengan air hangat
o Makan snack ringan, yaitu
-
■ Susu hangat
-
■ Makanan yang banyak mengandung tryptophan, seperti pisang
-
■ Karbohidrat,yang bisa mempengaruhi tidur, sedangkan protein menyebabkan sering bangun
-
- Apa yang dihindari?
-
• Secara umum, hidari dari
o Tidur sebentar, khususnya setelah pukul 3.00 pm
o Pergi tidur terlalu awal di malam hari
-
• Sebelum tidur hindari
o Makan berlebihan
o Mengkonsumsi caffeine atau alkohol
o Merokok
o Berolahraga
-
• Ketika mencoba untuk tidur, hindari
o Berpikir tentang isu kehidupan
o Memecahkan suatu masalah
o Membicarakan kembali suatu kejadian di hari itu
Terapi farmakologi
Jika tidak ada perkembangan insomnia setelah terapi non farmakologi yang tepat, terapi sedatif-hypnotik harus diberikan.2 Tetapi, pada pasien geriatri, pemberian obat-obatan menjadi perhatian khusus karena fungsi tubuh yang sudah berkurang. Secara umum, dalam memberikan obat kepada pasien geriatri, mengikuti aturan, “start low, go slow”. Mulai pengobatan dengan tidak lebih dari setengah dari dosis maksimum dewasa muda, tetapkan kadar dengan pelan, dan resepkan obat hanya untuk jangka pendek. Karena jika pemakaian lebih lanjut akan menyebabkan toleransi obat, ketergantungan dan potensi dari gejala lepas obat.6
Benzodiazepine merupakan obat hypnotik yang sering dipakai untuk pasien geriatri. Benzodiazepine dapat dibagi menjadi tiga grup : long-acting, intermediateacting dan short-acting (table I). benzodiazepine menekan stage 3,4 dan fase REM. Dan meningkatkan stage II. Secara klinis, benzodiazepine mengurangi sleep latency dan tebangun di malam hari. Tetapi harus diperhatikan dalam pemberian benzodiazepine kepada pasien geriatri. Seiring bertambahnya usia, seseorang semakin sensitif dari efek benzodiazepine pada central nervous system (CNS) dan mudah terjadi efek samping.6
Pada pasien geriatri, pemberian obat long-acting benzodiazepine tidak dianjurkan. Hal ini dikarenakan efek long-acting benzodiazepine menyebabkan ngantuk di siang hari. Ini bisa meningkatkan resiko jatuh dan kecelakaan menjadi lebih besar. Selain mengantuk, pasien yang menggunakan long-action benzodiazepine bisa menyebabkan postoperative confusion.6
Agen terbaru non-benzodiazepine sekarang menjadi lebih popular dan telah terlihat bahwa agen ini efektif dalam pengobatan insomnia jangka pendek. Agen ini memiliki half-life relatif singkat, dan juga memiliki potensi yang lebih rendah untuk memberi efek ngantuk di siang hari. Beberapa contoh agen non-benzodiazepine antara lain eszopiclone, zopiclone, zolpidem, ramelteon3,6,7
Eszopiclone merupakan salah satu agen non-benzodiazepine sebagai pengobatan insomnia. Farmakodinamik dan mekanisme kerja dari eszopiclone masih blum jelas. Efek eszopiclone dipercayai hasil dari interaksi obat dengan reseptor GABA kompleks yang dekat dengan, atau berpasangan dengan reseptor benzodiazepine. Setelah eszopiclone terikat dengan reseptor GABA, terdapat peningkatan transmisi chloride yang menekan central nervous system (CNS), memperlambat aktivitas otak, dan menghasilkan efek sedasi. Dan farmakokinetik dari obat ini, diserap secara cepat, dengan konsentrasi puncak sekitar 1 jam. Metabolismenya melalui hati. Half life dari eszopiclone ini kira-kira 6 jam.3,7
Dosis yang direkomendasikan untuk pasien geriatri yang memiliki keluhan sulit tidur adalah 1 mg segera sebelum tidur. karena efek samping obat dipengaruhi
dari dosis yang diberikan, penting untuk melakukan monitoring dosis pada pasien
geriatri yang mungkin lebih sensitif dengan obat sedative/hypnotic.7
Efek samping yang paling sering dari eszopiclone ini adalah gangguan pengecap, sakit kepala, pusing dan mulut kering. Untuk interaksi obat ini, belum ditemukan contraindikasi pengunaan obat ini secara spesifik.7
Salah satu agen sedatif lainnya adalah ramelteon. Ramelteon ini bekerja melalui jalur non-GABA, yaitu melatonin reseptor antagonist. Obat ini mungkin pilihan yang ideal untuk terapi insomnia pada pasien geriatri. Khususnya insomnia dengan sleep apnea. Ramelteon tidak meningkatkan keparahan dari sleep apnea pada kasus sleep apnea ringan dan sedang. Ramelteon juga memiliki toleransi yang bagus pada pasien geriatri dengan memiliki risiko yang relatif kecil mengalami ganguan psikomotor yang dapat menyebabkan jatuh, yang mana ini merupakan perhatian utama dalam pengobatan dengan menggunakan benzodiazepine.9
RINGKASAN
Tidur merupakan kondisi tidak sadar yang relatif lebih responsif terhadap rangsangan internal. Tidur memiliki tahapan non rapid eye movement (NREM) dengan 4 stage yaitu stage I, II III, dan IV, dan tahap rapid eye movement (REM).
Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur dengan karakteristik kesulitan memulai tidur dan/atau kesulitan dalam mempetahankan tidur. insomnia dibagi menjadi 2 yaitu primary insomnia dan secondary insomnia.
Seiring bertambahnya usia, fungsi organ dalam tubuh menurun. Sehingga pasien geriatri mudah terkena penyakit, khususnya insomnia. Banyak penyebab insomnia pada geriatri yaitu gangguan mental, psikiatri, keadaan medis umum, obat-obatan, zat-zat tertentu, dan lain-lain.
Penatalaksanaan insomnia pada pasien geriatri dibagi menjadi 3, yaitu terapi penyakit mendasari jika ada, nonfarmakologi terapi seperti cognitive behavior therapy (CBT), dan terapi farmakologi seperti benzodiazepine dan nonbenzodiazepine yaitu eszopiclone dan ramelteon
Pengobatan farmakologi pada geriatri harus mengikuti atura “start low, go slow”, yaitu dosis dimulai dari ½ dari dosis orang dewasa dan penggunaannya dalam jangka pendek.
Daftar Pustaka
-
1. Robert L. Rider. Sleep Physiology and Executive Function during Chronic Partial Sleep restriction. Thesis Drexel University. 2008 :1-73
-
2. Siti Setiati, Purwita Wijaya Laksmi. Insomnia in Geriatrics. Acta Med Indones-Indones I Intern Med.2005;37:224-229
-
3. Joseph W. Dombrowsky and Christopher J. Lettieri. Eszopiclone in the Management of Insomnia Among Erderly Patients. Clinical Medicine Insights.2011;4:1-8
-
4. Daniel J. Taylor, Kenneth L. Lichstein, H. Heith Durrence, Brant W. Reidel, Andrew J. Bush. Epidemiology of Insomnia, Depression, and Anxiety. Sleep. 2005;28:1457-1464
-
5. Joel H. Benington, H. Craig Heller. Restoration of Brain Energy Metabolism As The Function of Sleep. Progress in Neurobiology. 1995;45:347-360
-
6. Norman Wolkove, Osama Elkholy, Marc Baltzan, Mark Palayew. Sleep and aging: 2. Management of sleep disorder. CMAJ. 2007;176:1449-1454
-
7. Christina S McCrae, Amanda Ross, Ashley Stripling, Natalie D Dautovich. Eszopiclone for Late-life Insomnia. Clinical Interventions in Aging. 2007;2(3):313-326
-
8. Wilfred R. Pigeon. Diagnosis, Prevalence, Pathways Consequences and Treatment of Insomnia. Indian J Med Res. 2010;131:321-332
-
9. Nalaka S. Gooneratne, Philip Gehrman, Indira Gurubhagavatula, Erica Al-Shehabi, Elisabeth Marie, Richard Schwab. Effectiveness of Ramelteon for Insomnia Symptoms in Older. Adults with Obstructive Sleep Apnea: A Randomized Placebo-Controlled Pilot Study. Journal of Clinical Sleep Medicine. 2010;6:572-580
-
10. Joseph W. Dombrowsky and cristoper J. Lettiery. Eszopiclone in the Management of Insomnia Among Elderly Patients. Journal of clinical medicine insight. Geriatrics. 2011.vol: 4
16
Discussion and feedback