HEMODIALYSIS THERAPY SUSTAINED LOW EFFICIENCY DAILY DIALISIS FOR CHRONIC KIDNEY DESEASE PATIENT IN INTENSIVE CARE UNIT
on
TERAPI HEMODIALISIS SUSTAINED LOW EFFICIENCY DAILY
DIALYSIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG
TERAPI INTENSIF
Gede Andry Nicolas
Bagian/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah Denpasar
ABSTRAK
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dialisis terdiri dari dua golongan besar antara lain dialisis / hemodialisis intermitten dan dialisis kontinu / continuous renal replacement therapy (CRRT). SLEDD merupakan teknik terbaru dari terapi pengganti ginjal yang menggunakan perlengkapan hemodialisa konvensional, tapi dengan hasil terapeutik seperti penggunaan terapi dialisis kontinu / CRRT yang sangat cocok diaplikasikan untuk pasien dengan penyakit kritis.
Kata kunci: Gagal ginjal kronik, hemodialisis, ruang terapi intensif
HEMODIALYSIS THERAPY SUSTAINED LOW EFFICIENCY
DAILY DIALISIS FOR CHRONIC KIDNEY DESEASE PATIENT IN
INTENSIVE CARE UNIT
ABSTRAC
Kidney failure is a clinical condition characterized by an irreversible decline in kidney function, to a degree that requires the permanent renal replacement therapy, in the form of dialysis or kidney transplantation. Dialysis consists of two major categories such as dialysis / hemodialysis intermittent and continuous dialysis / continuous renal replacement therapy (CRRT). SLEDD is the latest technique of renal replacement therapy that uses conventional hemodialysis equipment, but the therapeutic results like continuous dialysis therapy / CRRT were appropriate used in patien with critical ill.
Keywords: Chronic kidney desease, hemodyalisis, intensive care unit
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Jika ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik, akan terjadi penumpukan zat-zat sisa metabolisme dalam tubuh sehingga menimbulkan efek-efek toksik. Penyakit ginjal kronik dapat berkembang secara cepat, dalam 2 – 3 bulan, ataupun secara lambat, dalam kurun waktu lebih dari 30 – 40 tahun.1 Penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti penumpukan cairan di paru / edema paru, anemia, hiperlipidemia, penyakit jantung, osteodistrofi renal, gangguan keseimbangan asam-basa, malnutrisi dan gangguan sistem saraf pusat. Komplikasi-komplikasi tersebut terjadi pada fase gagal ginjal, dan memerlukan terapi pengganti ginjal dimana salah satunya adalah hemodialisis. Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus per juta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun.1,2
Dialisis terdiri dari dua golongan besar antara lain dialisis / hemodialisis intermitten dan dialisis kontinu / continuous renal replacement therapy (CRRT). Dari kepustakaan yang ada CRRT mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dialisis intermitten. Pada perkembangan dunia kedokteran terdapat modalitas hemodialisis yang baru yang menggabungkan unsur dari kedua jenis hemodialisis tersebut yaitu sustained, low efficiency daily dialysis (SLEDD). Dewasa ini sudah terjadi peningkatan penggunaan modalitas
SLEDD di RTI untuk penanganan gagal ginjal baik akut maupun kronik menggantikan
penggunaan hemodialisis kontinu.2,3,4
Melihat permasalahan meningkatnya angka kejadian penyakit ginjal kronik dan tingginya komplikasi dari fase gagal ginjal penyakit tersebut, diperlukan pemahaman mengenai penyakit ini oleh tenaga medis agar dapat memberikan penanganan yang lebih komprehensif. ini membahas mengenai penanganan pasien dengan penyakit ginjal kronik yang sudah berada di fase gagal ginjal menggunakan modalitas hemodialisis terbaru SLEDD dalam ruang lingkup penanganan di ruang terapi intensif.
TEORI-TEORI DAN KONSEP TENTANG GAGAL GINJAL KRONIK DAN HEMODIALISA
Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyaring / membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam tubulus sehingga akhirnya keluar dari kedua ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Fungsi ginjal adalah:5,6 (1) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin atau racun, (2) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh, (3) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, (4) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak, (5) mengaktifkan vitamin D
untuk memelihara kesehatan tulang, (6) produksi hormon yang mengontrol tekanan darah, (7) produksi hormon eritropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.
Definisi dan Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses perubahan patologis pada fungsi maupun struktur ginjal, sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Kriteria penyakit ginjal kronik antara lain :1
o Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan manifestasi :
-
• Kelainan patologis
-
• Terdapat tanda kelainan ginjal, terutama kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
o Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1.73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Laju filtrasi glomerulus menggambarkan laju cairan yang disaring melewati ginjal.
Banyak formula yang tersedia dalam mengukur laju filtasi glomerulus, namun yang biasa
digunakan adalah formula Kockcroft-Gault sebagai berikut :
LFG
ml mnt 1.73m2
(140 - umur)xberat badan
∗
72 x kreatinin plasma ^^^
* pada perempuan dikalikan 0,85
Laju filtrasi glomerulus digunakan dalam membuat klasifikasi penyakit ginjal kronik
berdasarkan derajat penyakitnya.1
Etiologi dan Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 1.
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal yang mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,3
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air serta elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.1
Pada penelitian oleh Ravera dkk (2009), prevalensi penyakit ginjal kronik pada pasien hipertensi & diabetes melitus (DM) tipe II mencapai 26%, dengan angka yang tinggi pada usia tua dan wanita. Pada pasien (DM), berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi, seperti terjadinya batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronik, dan juga berbagai bentuk glomerulonefritis, yang selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetik pada pasien diabetes. Akan tetapi yang terbanyak dan terkait secara patogenesis dengan diabetesnya adalah penyakit ginjal diabetik, yang patologinya berupa glomerulosklerosis yang noduler dan difus.7
Gejala dan Tanda Penyakit Ginjal Kronik
Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktur urinarius, hipertensi, hiperurikemia, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.
Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).
Anemia normokromik normositer sering menyertai progresivitas dari penyakit ginjal kronik, dimana prevalensi dari anemia yang menyertai penyakit ginjal kronik sekitar 50%. Meski anemia pada penyakit ginjal kronik bisa terjadi karena berbagai mekanisme (defisiensi besi, folat atau vitamin B12; pendarahan saluran cerna; hiperparatiroidisme berat; inflamasi sistemik; dan pemendekan masa hidup sel darah merah), penurunan sintesis eritopoietin merupakan etiologi utama dari anemia tersebut. Eritropoietin adalah glikoprotein yang disekresi fibroblast interstitial ginjal dan penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi sel darah merah di sumsum tulang.8
Penurunan kognitif pada penyakit ginjal kronik bisa disebabkan berbagai faktor antara lain encephalopati uremik, komplikasi dari dialisis, prevalensi yang tinggi dari penyakit cerebrovaskuler dan komorbiditas lainnya (anemia, hipertensi, diabetes, malnutrisi dan lain-lain). Pada penelitian oleh Madan dkk (2006), menunjukkan bahwa penurunan fungsi kognitif pada pasien penyakit ginjal kronik sudah terjadi bahkan pada pasien yang secara klinis tampak asimtomatis. Selain itu, pasien dengan continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan pasien dengan hemodialisis, meski kadar serum kreatininnya lebih tinggi.9
Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik dapat dibagi 2 bagian besar yaitu terapi konservatif dan pengganti. Terapi konservatif dipakai pada penyakit ginjal kronik stadium I-IV sebelum dialisis sebagai terapi pilihan. Terapi konservatif meliputi: (i) Menghambat progresivitas, (ii) Mengkoreksi faktor yang bersifat reversibel, (iii) Mencegah atau mengatasi komplikasi, (iv) Simptomatik (mengatasi keluhan yang timbul). Sedangkan stadium V sudah dilakukan terapi pengganti dengan dialisis rutin karena ginjal sudah tidak berfungsi lagi dan obat-obatan tidak mampu lagi mengatasinya.. Sehingga fungsi ginjal disini digantikan oleh sebuah mesin untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh yang bila tidak dikeluarkan akan menumpuk dalam tubuh dan menjadi racun bagi tubuh sendiri.
Definisi dan Terapi di Ruang Terapi Intensif
Definisi Intensive Care Unit (ICU) atau Ruang Terapi Intensif (RTI) adalah tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain. Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasien-pasien sakit kritis yang kerap membutuhkan monitoring intensif. Pasien yang membutuhkan perawatan intensif sering memerlukan support terhadap instabilitas hemodinamik (hipotensi), airway atau respiratory compromise dan atau gagal ginjal, kadang ketiga-tiganya. Perawatan intensif biasanya hanya disediakan untuk pasien-pasien dengan kondisi yang potensial reversibel atau mereka yang memiliki peluang baik untuk bertahan hidup.
RTI yang diutamakan untuk pasien dengan penyakit kritis memerlukan kombinasi multidisiplin ilmu kedokteran, dan umumnya dipegang oleh spesialis di bidang intensive care yang memerlukan ilmu yang luas serta mampu menangani pasien dengan penyakit kritis di berbagai aspek. Spesialis di bidang intensive care harus menguasai berbagai bidang ilmu kedokteran antara lain penyakit sistem saraf pusat, kardiovaskuler, respirasi, ginjal maupun penyakit-penyakit infeksi.10
Jenis-Jenis Dialisis pada Penanganan Gagal Ginjal Kronik
Dialisis adalah proses dimana molekul pada larutan A (darah) berdifusi melewati membran semipermeabel menuju larutan B (dialisat). Salah satu alat yang sering digunakan untuk proses dialisis adalah mesin hemodialisis yang terdiri dari beberapa komponen seperti dialyzer dan dialisat (Gambar 2). Dialyzer adalah tabung besar yang mengandung ribuan serat kecil dimana darah yang dipompa dari tubuh akan melewatinya. Larutan dialisat juga akan dipompa melewati serat-serat tersebut. Serat-serat tersebut akan memfasilitasi cairan berlebih dan zat-zat sisa dari darah berpindah ke larutan dialisat, sehingga darah akan menjadi lebih bersih. Dialyzer sering disebut sebagai ginjal artifisial (Gambar 3). Sedangkan larutan dialisat adalah cairan yang dipompa ke dalam dialyzer dan membantu membersihkan darah dari zat sisa dan cairan berlebih. Larutan ini mengandung zat kimia dan berfungsi seperti spons. Biasanya larutan dialisat yang digunakan disesuaikan dengan respon klinis pasien terhadap proses dialisis dan dari hasil pemeriksaan darah.11
Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga
dilakukan hanya untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Modalitas dialisis pada RTI ada bermacam-macam dan memerlukan pemahaman mengenai spektrum klinis dari gagal 12 ginjal yang ada pada pasien di RTI. Terdapat 2 golongan besar terapi dialisis, antara lain:12
Terapi intermitten
Adalah terapi dialisis ekstrakorporeal dimana pasien diterapi selama kurang dari 24 jam. Modalitas yang tersedia pada golongan ini antara lain: intermittent hemodialysis (IHD), sorbent IHD, intermittent hemodiafiltration (IHF), intermittent ultrafiltration (IUF), extended daily dialysis (EDD), dan sustained, low-efficiency daily dialysis (SLEDD), yang disebut juga slow, continuous dialysis (SCD).
Terapi kontinu / continuous renal replacement therapy (CRRT)
Adalah terapi dialisis ekstrakorporeal dimana pasien diterapi selama 24 jam atau lebih.
Pada golongan ini terdapat beberapa modalitas yang tersedia antara lain: continuous arteriovenous hemofiltration (CAVH), continuous venovenous hemofiltration (CVVH), slow continuous ultrafiltration (SCUF), continuous arteriovenous hemodialysis (CAVHD), continuous venovenous hemodialysis (CVVHD), continuous arteriovenous hemodiafiltration (CAVHDF), continuous venovenous hemodiafiltration (CVVHDF).
Terapi kontinu mempunyai keuntungan dibandingkan terapi intermitten bagi pasien kritis dengan gagal ginjal antara lain: peningkatan stabilitas kardiovaskuler, peningkatan toleransi terhadap ultrafiltrasi sehingga dapat terjadi pembuangan cairan tubuh lebih besar, dan mampu memperbaiki azotemia dan kontrol larutan bahkan pada pasien yang sangat 3 katabolik.3
Hal penting sebelum memulai hemodialisis adalah mempersiapkan akses vaskuler, daerah dari tubuh dimana darah akan dikeluarkan untuk dibersihkan dan dimasukkan kembali ke dalam tubuh. Akses vaskuler sebaiknya dipersiapkan berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum memulai proses dialisis. Terdapat tiga jenis akses kardiovaskuler dasar yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft, dan kateter vena. AV fistula merupakan pemilihan jangka panjang terbaik karena menyediakan aliran darah yang cukup, bertahan lama, dan mempunyai angka komplikasi yang lebih rendah. AV graft digunakan apabila akses AV fistula tidak berhasil, umumnya bisa digunakan setelah 2-3 minggu setelah pemasangan dan angka komplikasinya lebih tinggi. Sedangkan kateter vena merupakan akses temporer, dimana perlu dilakukan hemodialisis secepatnya pada pasien. Namun akses menggunakan kateter vena ini mempunyai angka komplikasi yang tinggi terhadap infeksi.13
Sustained, Low Efficiency Daily Dialysis (SLEDD)
Salah satu modalitas dialisis yang sering digunakan pada RTI pada pasien dengan gagal ginjal baik kronik maupun akut adalah sustained, low-efficiency daily dialysis (SLEDD). SLEDD merupakan teknik terbaru dari terapi pengganti ginjal yang menggunakan perlengkapan hemodialisa konvensional, tapi dengan hasil terapeutik seperti penggunaan terapi dialisis kontinu. SLEDD mengkombinasi keuntungan dari terapi dialisis kontinu / CRRT dengan hemodialisis intermitten / IHD dengan menggunakan mesin hemodialisis konvensional dengan laju darah antara 50-200 dan laju dialisat antara 200-400. Waktu dialisis bervariasi antara 6 sampai 12 jam atau bisa dilakukan secara kontinu. Kemungkinan variasi dan adaptasi dari laju darah, laju hemofiltrasi dan durasi waktu dialisis yang diperlukan untuk kepentingan pasien tidak terbatas, sehingga SLEDD sangat cocok
diaplikasikan untuk pasien dengan penyakit kritis.4 Indikasi dilakukan SLEDD pada pasien dengan gagal ginjal kronik hampir sama dengan dialisis pada umumnya adalah jika laju glomerulus (laju filtrasi glomerulus kurang dari 5 mL/menit). Dalam praktiknya dianggap demikian jika tingkat pengeluaran kreatinin < 5 mL/menit. Namun keadaan pasien yang memiliki tingkat pengeluaran kreatinin tidak selalu sama, sehingga dialisis diperlukan jika ditemukan keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata, serum K > 6 mEq/L, Ureum darah > 200 mg/dL, pH darah < 7,1, anuria berkepanjangan (> 5 hari), dan fluid overload.
RINGKASAN
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi karena sebab primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring / membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Salah satu modalitas dialisis yang sering digunakan pada RTI pada pasien dengan gagal ginjal baik kronik maupun akut adalah sustained, low-efficiency daily dialysis (SLEDD). SLEDD merupakan teknik terbaru dari terapi pengganti ginjal yang menggunakan perlengkapan hemodialisa konvensional, tapi dengan hasil terapeutik seperti penggunaan terapi dialisis kontinu. SLEDD mengkombinasi keuntungan dari terapi dialisis kontinu / continuous renal replacement therapy (CRRT) dengan hemodialisis intermitten / intermittent hemodialysis (IHD) sehingga SLEDD sangat cocok diaplikasikan untuk pasien dengan penyakit kritis dengan menggunakan mesin hemodialisis konvensional dengan laju darah antara 50-200 dan laju dialisat antara 200-400.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik.(Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Halaman 1035-1040. Editor: Sudoyo A.W, dkk). Interna Publishing. 2009
-
2. Manhes. G, Heng. A.E, dkk. Clinical Features and Outcome of Chronic Dialysis Patients Admitted to an Intensive Care Unit. Nephrol Dial Transplant (2005) 20: 1127– 1133
-
3. Fliser D, Kielstein J.T. Technology Insight: treatment of renal failure in the intensive care unit with extended dialysis. Nature Clinical Practice Nephrology (2006) 2, 32-39
-
4. Marshall M.R, dkk. Sustained low-efficiency daily diafiltration (SLEDD-f) or critically ill patients requiring renal replacement therapy: towards an adequate therapy. Nephrol. Dial. Transplant. (2004) 19 (4): 877-884
-
5. Stewart P. Physiology of the Kidney. 1998. Available from:
http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u09/u09_016.htm (Accessed: 13 January 2012)
-
6. Bellamo R, Kellum J.A, Ronco C. Defining acute renal failure: physiological principles (Dalam: Applied Physiology in Intensive Care Medicine. Halaman 73-78. Editor: Pinsky M.R, Brochard L, Mancebo J). Springer. 2006
-
7. Ravera R, dkk. Chronic Kidney Disease and Cardiovascular Risk in Hypertensive Type 2 Diabetics: a Primary Care Perspective. Nephrol Dial Transplant (2009) 24: 1528– 1533
-
8. Thomas R, Kanso A, Sedor J.R. Chronic Kidney Disease and Its Complications. Prim Care Clin Office Pract 35 (2008) 329–344
-
9. Madan P, Kalra O.P, Agarwal S, Tandon O.P. Cognitive Impairment in Chronic Kidney Disease. Nephrol Dial Transplant (2007) 22: 440–444
-
10. Brown M. ICU : Critical Care (Dalam: Clinical Anesthesia 4th edition. Editor: Barash P.G, dkk). Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2001
-
11. NKUDIC. Treatment Methods for Kidney Failure: Hemodialysis. 2010. Available from: http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/hemodialysis/ (Accessed: 17 January 2012)
-
12. Abdeen O, Mehta R.L. Dialysis Modalities in the Intensive Care Unit. Crit Care Clin 18 (2002) 223– 247
-
13. NKUDIC. Vascular Access for Hemodialysis. 2010. Available from: http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/vascularaccess/index.aspx (Accessed: 17 January2012
Tabel 1. Penyebab Penyakit Ginjal Kronik
Klasifikasi penyakit |
Penyakit |
Infeksi |
Pielonefritis kronik |
Penyakit peradangan |
Glomerulonefritis |
Penyakit vaskuler hipertensif |
Nefrosklerosis benigna Nefrosklerosis maligna Stenosis arteri renalis |
Gangguan jaringan penyambung |
Lupus eritematosus sistemik Poliarteritis nodosa |
Gangguan kongenital dan herediter |
Penyakit ginjal polikistik Asidosis tubulus ginjal |
Penyakit metabolik |
Diabetes militus Gout Hiperparatiroid Amiloidosis |
Nefropati toksik |
Penyalahgunaan analgetik Nefropati timbal |
Nefropati obstruktif |
Saluran kemih bagian atas: Kalkuli, neoplasma, fibrosis retroperitoneal Saluran kemih bagian bawah: Hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. |
16
Discussion and feedback